KATA PENGANTAR


KATA PENGANTAR

buzz marketing, guerilla marketing, integrated marketing, integrated marketing communications, marketing, marketing mix, marketing news, niche marketing, sports marketing, word of mouth marketing
 KATA PENGANTAR


 
kata kata iklan sprite nyatanya nyegerin - Pengertian Islam
Agama Islam adalah agama yang Rahmatan Lil ‘Alamin. Firman Allah:
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ
 “Dan tidaklah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (QS. Al Anbiyaa’: 107)
Ibnu Abbas dalam menafsiri Ayat tersebut berpendapat bahwa Rahmat tersebut mencakup orang yang beriman dan juga yang tidak beriman, namun bagi yang beriman rahmat itu terwujud berupa adanya kenikmatan di dunia dan akhirat, dan bagi yang tidak beriman adalah dengan diakhirkannya siksa dan tuntutan . Hal ini juga sesuai dengan sabda Nabi :

 

يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّمَا أَنَا رَحْمَةٌ مُهْدَاةٌ.
Kebanyakan ulama berpendapat bahwa antara Iman dan Islam merupakan hal yang berbeda, karena makna Islam adalah tunduk/patuh secara lahiriyah, sedangkan makna dari Iman adalah keyakinan dan kepercayaan dalam hati yang mempunyai pengaruh terhadap perbuatan. Sehingga bisa disimpulkan bahwa setiap orang mukmin sudah pasti muslim tapi setiap muslim belum tentu mukmin.
Allah SWT telah memberikan isyarat dalam Al-Qur’an tentang perbedaan ini. Firman Allah:
قَالَتِ الْأَعْرَابُ آمَنَّا قُلْ لَمْ تُؤْمِنُوا وَلَكِنْ قُولُوا أَسْلَمْنَا وَلَمَّا يَدْخُلِ الْإِيمَانُ فِي قُلُوبِكُمْ وَإِنْ تُطِيعُوا اللَّهَ وَرَسُولَهُ لَا يَلِتْكُمْ مِنْ أَعْمَالِكُمْ شَيْئًا إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ
 “Orang-orang Arab Badui itu berkata: "Kami telah beriman". Katakanlah (kepada mereka): "Kamu belum beriman, tetapi katakanlah: "Kami telah tunduk", karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu dan jika kamu taat kepada Allah SWT dan Rasul-Nya, Dia tiada akan mengurangi sedikit pun (pahala) amalanmu, sesungguhnya Allah SWT Maha Pengampun lagi Maha Penyayang" (QS. Al Hujurat: 14)
Para Ahli tafsir menyebutkan kalau ayat ini turun pada orang-orang yang masuk Islam segi luarnya saja, supaya mereka tidak diperangi dan bisa mendapatkan bagian dari ghonimah (harta hasil perang), sedangkan hatinya tetap pada keyakinan Jahiliyah dengan tidak mau bersusah payah melaksanakan perintah jihad dan kewajiban-kewajiban yang lain.

Islam Agama Universal
Agama Islam adalah agama universal. Pranata hukumnya masuk dalam semua aspek kehidupan manusia, dalam bidang ekonomi, sosial atau politik. Semua itu tidak terlepas dari hukum-hukum Islam yang mengaturnya, yang akan membawa kedamaian manusia di dunia dan akhirat.
Sejak pertama kali risalah Islam diwahyukan oleh Allah SWT kepada Rasulullah Muhammad . Sasaran risalah ini adalah seluruh umat manusia tanpa terkecuali. Firman Allah SWT:
قُلْ يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنِّي رَسُولُ اللَّهِ إِلَيْكُمْ جَمِيعًا الَّذِي لَهُ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ يُحْيِي وَيُمِيتُ فَآمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ النَّبِيِّ الْأُمِّيِّ الَّذِي يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَكَلِمَاتِهِ وَاتَّبِعُوهُ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ
"Katakanlah: Hai manusia. Sesungguhnya Aku adalah utusan Allah kepadamu semua, yaitu Allah yang mempunyai kerajaan langit dan bumi. Tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, Yang menghidupkan dan mematikan. Maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya, Nabi yang ummi yang beriman kepada Allah dan kepada kalimat-kalimat-Nya (kitab-kitab-Nya) dan ikutilah Dia, supaya kamu mendapat petunjuk.” (QS. Al A’raaf: 158)
Kelengkapan agama Islam memantapkan Islam sebagai satu-satunya sistem hidup yang berasal dari Allah SWT, Pencipta seluruh makhluk, Yang Maha Adil dan Maha Mengetahui. Ajarannya yang rinci, lengkap, dan mampu menjawab seluruh problematika umat manusia sepanjang zaman telah dijamin sendiri oleh Allah SWT:
وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ تِبْيَانًا لِكُلِّ شَيْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَةً وَبُشْرَى لِلْمُسْلِمِينَ
"(Dan ingatlah) akan hari (ketika) Kami bangkitkan pada tiap-tiap umat seorang saksi atas mereka dari mereka sendiri dan Kami datangkan kamu (Muhammad) menjadi saksi atas seluruh umat manusia. Dan Kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri." (QS. An-Nahl: 89).
Ayat ini menegaskan bahwa salah satu fungsi al-Qur’an adalah menjelaskan (menjawab) segala problematika yang ada di hadapan manusia, di manapun dan kapanpun. Sebaliknya bila manusia (termasuk kaum muslimin) mengabaikan peringatan-peringatan dan hukum-hukum al-Qur’an maka yang diperoleh hanyalah kesempitan hidup, kesengsaraan dan kehinaan. Allah SWT berfirman:
وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى
"Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada Hari Kiamat dalam keadaan buta.” (QS. Thahaa: 124)

Butuhnya Manusia pada Ajaran Islam
Ajaran Islam tidak terkhususkan pada umat ini saja, tetapi Islam adalah ajaran semua Nabi dan utusan-utusan Allah SWT untuk mengentaskan manusia dari gelapnya kesesatan serta kemusyrikan menuju terangnya cahaya tauhid. Dan Allah SWT telah memerintahkan setiap orang yang berakal untuk meninggalkan kemusyrikan.  Firman Allah:
قُلْ إِنِّي نُهِيتُ أَنْ أَعْبُدَ الَّذِينَ تَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ لَمَّا جَاءَنِيَ الْبَيِّنَاتُ مِنْ رَبِّي وَأُمِرْتُ أَنْ أُسْلِمَ لِرَبِّ الْعَالَمِينَ
“Katakanlah (ya Muhammad): "Sesungguhnya aku dilarang menyembah sembahan yang kamu sembah selain Allah SWT setelah datang kepadaku keterangan-keterangan dari Tuhanku, dan aku diperintahkan supaya tunduk patuh kepada Tuhan semesta alam.” (QS. Ghofir: 66)
Dan Allah SWT telah menjelaskan dalam beberapa ayat bahwa agama yang diridloi oleh-Nya hanyalah Islam. Firman Allah:
إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ الْإِسْلَامُ
“Sesungguhnya agama (yang diridloi) di sisi Allah SWT hanyalah Islam.” (QS. Ali ‘imron: 19)
وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ
 “Barang siapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.” (QS. Ali ‘Imron: 85)
Sungguh nyata, manusia di setiap waktu dan zaman selalu membutuhkan makanan dan minuman untuk memenuhi kebutuhan jasmani mereka, dan sebenarnya mereka lebih butuh terhadap apa yang dibawa oleh para utusan Allah SWT yaitu petunjuk-petunjuk yang agung dan pesan-pesan yang penuh arti untuk memenuhi kebutuhan rohani sekaligus menjadi bekal untuk kehidupan akhirat.

Khilafah Dambaan Kita Semua
Khilafah merupakan hal yang sangat pokok dalam kehidupan bermasyarakat, karena dengan adanya seorang khalifah kita dapat menegakkan agama dan menjalankan syari’at Islam secara utuh. Mengangkat seorang khalifah merupakan kewajiban kita bersama untuk mencapai kebahagian di dunia dan akhirat. Menurut persepsi kita kaum santri khilafah akan terwujud dengan munculnya Imam Mahdi yang bernamakan Muhammad bin Abdillah yang akan memenuhi bumi ini dengan keadilan setelah dipenuhi dengan kedloliman. Dan yang akan mengangkat beliau adalah tentara-tentara Islam dari Khurosan dengan membawa bendera-bendera hitam. Mari kita doakan semoga mujahidin Thaliban sebagai muqoddimah dari tentara Khurasan itu, kalau memang mereka ahlussunnah, semoga mereka dilindungi dan dilestarikan Allah SWT untuk selalu melawan dan mengusir invasi Barat dan antek-antek Zionis dari Afganistan.
Cara Kita dalam Tathbiq as-Syari’ah
Penerapan Syari’at Islam (Tathbiq as-Syari’ah) adalah kewajiban bagi setiap muslim. Para pakar Kristen seperti Leeuwen mengakui bahwa Syari'at Islam itu mencakup dan mengatur berbagai aspek kehidupan. Aneh sekali jika di kemudian hari sebagian kalangan yang mengaku muslim meremehkan, melecehkan, memandang rendah, mencemooh, mengolok-olok, bahkan menghina Syari'at Islam, hanya karena terpukau pada tata aturan dan peradaban bangsa penjajah.
Di Indonesia penerapan hukum yang diadopsi dari Syari’at Islam tidaklah bertentangan dengan keutuhan NKRI dan Pancasila. Jika seluruh komponen umat Islam memperjuangkannya dengan sepenuh hati, bisa dipastikan penerapan Syari'at Islam akan segera terealisasi.  Dengan memasukkan tujuh kata dalam Piagam Jakarta, yakni ‘ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan Syari'at Islam bagi pemeluk-pemeluknya’ ditetapkan dalam Konstitusi, maka bangsa Indonesia memiliki landasan konstitusional yang kuat untuk menerapkan Syari'at Islam dalam seluruh aspek kehidupan bangsa. Kendalanya adalah masih banyak umat Islam, bahkan dari tokoh-tokohnya yang menjadi Islamophobia (alergi terhadap Syari'at Islam), sehingga hukum Islam cuma dibuat bahan kajian, bukan untuk diamalkan. Mereka menentang ditegaskannya pelaksanaan Syari'at Islam dalam konstitusi.
Tetapi perjuangan tidak mengenal kata henti. Maka upaya untuk menerapkan Syari'at Islam harus diupayakan melalui berbagai cara, dan tidak semata-mata tergantung pada Piagam Jakarta. Kita umat Islam wajib membesarkan partai-partai Islam atau partai-partai yang anggota legislatifnya lebih banyak muslimnya yang sering membantu memperjuangkan berlakunya Perda-perda Syari'at dan juga platform partainya tidak mengacu pada liberalisme/Neo-liberalisme. Kita jangan terkecoh dengan gerakan Khilafah Islamiyyah atau gerakan nasionalis dan sosial kemasyarakatan seperti NU, dengan kata lain selama NU masih melindungi dan memasukkan orang-orang liberal, sekuler, plural, Syi'ah serta aliran sesat lainnya dalam struktur kepengurusan NU dan organisasi-organisasi di bawahnya, serta tidak pro dengan Syari'at atau Perda-perda yang berbau Syari'at.
 Kita juga jangan bosan-bosan memberi masukan kepada Pemerintah, DPR/MPR untuk semaksimal mungkin menerapkan Syari’at Islam di negara kita ini. Dengan ditolaknya ‘tujuh kata’ secara formal untuk dikembalikan ke dalam Konstitusi Negara, maka perlu dicatat oleh para anggota DPR/MPR, pejabat negara, dan tokoh masyarakat, bahwa hukum Islam sebenarnya sudah secara sah berlaku dan wajib diberlakukan di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Wallahu A’lam Bi as-Showab.

    Sarang, 6 Shofar 1431 H
  
    Penulis
    H. Muhammad Najih Maimoen


MUQADDIMAH





الحمد لله, أشهد أن لاإله إلاالله وحده لاشريك له, واشهد انّ محمدا عبده ورسوله, والصلاة والسلام على رسول الله, سيدنا محمد بن عبد الله, وعلى آله وصحبه ومن والاه. أما بعد.
I
slam datang sebagai rahmat alam semesta, sebagai agama yang sempurna Islam tidak hanya berkutat dalam dunia transenden yang sarat dengan nuansa eskatologis sehingga sama sekali tidak bersentuhan dengan wilayah profan, atau dalam kata lain hanya berkaitan dengan apa yang disebut wilayah vertikal. Namun Islam tampil dengan Syari’at yang komprehensif yang mencakup semua sendi kehidupan manusia baik yang berhubungan dengan dunia maupun akhirat. Islam mampu menghasilkan perubahan total dalam setiap lini kehidupan. Perubahan-perubahan tersebut dimulai dari perubahan ideologi, pola pikir dan perubahan gaya hidup hingga terwujudnya Syari'at sebagai aspek hukum. Penerapan Syari'at mutlak dibutuhkan untuk mengatur kehidupan manusia. Eksistensinya yang selalu relevan sepanjang zaman mampu untuk menjawab masalah-masalah kekinian dan juga untuk membentengi diri dari rongrongan aliran-aliran sesat yang tidak sesuai dengan faham Ahlussunnah Wal Jama'ah.
Namun untuk merealisasikannya bukan hal yang mudah. Berbagai tantangan muncul bukan saja disuarakan oleh orang-orang di luar kaum muslimin, tetapi juga datang dari kalangan intern umat Islam sendiri. Sebuah fenomena yang menyedihkan, umat Islam sekarang dihadapkan dengan berbagai gerakan pemurtadan, juga dengan berbagai konspirasi musuh-musuh Islam dalam upaya pendangkalan agama, akidah , yaitu dengan cara menjauhkannya dari Syari'at Allah SWT dan Rasul-Nya. Berbagai invasi pemikiran dahsyat yang mengarah pada penghancuran ide-ide Islam. Perang pemikiran (Ghazwul Fikr) yang mereka lancarkan ternyata sangat efektif untuk mematikan akidah dan pemikiran serta perjuangan umat Islam secara perlahan. Menjadikan umat Islam tidak faham terhadap ajaran agamanya secara benar dan mendalam. Menciptakan tokoh-tokoh muslim untuk dijadikan agen-agen dan antek-antek mereka dengan dalih kerjasama atau demokrasi. Menciptakan perpecahan dan permusuhan serta menjadikan umat Islam terkotak-kotak agar kekuatan mereka musnah serta menjadikan umat Islam lemah dalam beribadah kepada Allah SWT. Mereka sangat gencar mensosialisasikannya lewat seminar-seminar, media massa, melalui tokoh-tokoh Islam moderat yang bekerja sama dengan musuh-musuh Islam. Dengan dalih toleransi, perdamaian, kerukunan, pluralisme, demokrasi atau mungkin dengan dalih Ukhuwah Islamiyah, Ukhuwah Basyariyah dan Ukhuwah Wathoniyah, mereka pasarkan faham liberal, sekuler, serta faham-faham lainnya yang menyimpang dari ajaran Islam yang murni.
Beredarnya buku "Mantan kyai NU menggugat Tahlilan, Istighotsah dan Ziarah para Wali" karya H. Mahrus Ali dan juga munculnya tuduhan terhadap kaum santri yang disampaikan oleh satu kelompok dari salah satu partai besar (PKS) yang mengusung faham Wahhabiyyah. Mereka menuduh bahwa kaum santri sebagai penganut ajaran kafir, syirik dan Bid'ah.
Mereka menghimbau kepada seluruh anggotanya untuk bersama-sama memberantas kekafiran yang berbau syirik yang selama ini berkembang dan menjadi amalan di kalangan kaum santri. Tentu saja keberadaannya menimbulkan keresahan dan menuai reaksi beragam dari masyarakat. Ada yang tidak percaya dan semakin memperkokoh ajaran Ahlussunnah Wal Jama'ah dan ada juga yang menimbulkan keragu-raguan sehingga akan berpindah pada ajaran lainnya.
Dalam menyikapi perkembangan dan penilaian terhadap aliran-aliran keagamaan di Indonesia, Majlis Ulama Indonesia (MUI) membuat sepuluh kriteria tentang bagaimana aliran-aliran tersebut bisa dikategorikan sesat.
1.    Mengingkari rukun Iman dan rukun Islam.
2.    Menyakini dan atau mengikuti akidah yang tidak sesuai dengan dalil syar'i (al-Quran dan as-Sunnah).
3.    Menyakini turunnya wahyu setelah al-Quran.
4.    Mengingkari otentisitas dan atau kebenaran isi al-Quran.
5.    Melakukan penafsiran al-Quran yang tidak berdasarkan kaidah tafsir.
6.    Mengingkari kedudukan Hadits Nabi sebagai sumber ajaran Islam.
7.    Melecehkan dan atau merendahkan para Rasul dan Nabi.
8.    Mengingkari nabi Muhammad . sebagai Nabi dan Rasul terakhir.
9.    Mengubah pokok-pokok ibadah yang telah ditetapkan syari'ah.
10.    Mengkafirkan sesama muslim tanpa dalil syar'i.
MUI menyakini, jika ada aliran keagamaan yang terindikasi memiliki salah satu saja dari kriteria point-point di atas, maka bisa dikategorikan sebagai kelompok atau aliran sesat.
***


LIBERALISME



F
aham liberal adalah faham yang memahami nash-nash agama (al-Qur’an dan as-Sunnah) dengan menggunakan akal pikiran yang bebas, dan hanya menerima doktrin-doktrin agama yang sesuai dengan akal pikiran mereka semata.
Secara sistematis, liberalisasi Islam di Indonesia yang sudah dijalankan sejak awal tahun 1970-an, dilakukan serempak melalui tiga bidang penting dalam sejarah Islam, yaitu:
1.    Liberalisasi bidang akidah dengan penyebaran faham pluralisme agama.
2.    Liberalisasi konsep wahyu dengan melakukan dekonstruksi Al-Qur’an.
3.    Liberalisasi bidang Syari'ah dengan melakukan metodologi baru ijtihad.

Liberalisasi Akidah Islam
Liberalisasi akidah Islam dilakukan dengan menyebarkan faham pluralisme agama. Faham ini, pada dasarnya menyatakan bahwa semua agama adalah jalan yang sama-sama sah menuju Tuhan yang sama. Jadi menurut penganut faham ini, semua agama adalah jalan yang berbeda menuju Tuhan yang sama. Atau mereka menyatakan, bahwa agama adalah persepsi relatif terhadap Tuhan yang mutlak, sehingga –karena kerelatifannya- maka setiap pemeluk agama tidak boleh mengklaim atau meyakini bahwa agamanya sendiri yang paling benar.
Di Indonesia penyebaran faham ini sudah sangat meluas, sangat massif dilakukan oleh para tokoh, cendekiawan, akademisi dan para pengasong ide-ide liberal.
Ulil Abshar Abdalla mengatakan, “Semua agama sama. Semuanya menuju jalan kebenaran. Jadi, Islam bukan yang paling benar”.  Ulil juga menulis, “Dengan tanpa rasa sungkan dan kikuk, saya mengatakan, semua agama adalah tepat berada pada jalan seperti itu, jalan panjang menuju Yang Maha Benar. Semua agama, dengan demikian adalah benar, dengan variasi, tingkat dan kadar kedalaman yang berbeda-beda dalam menghayati jalan religiutas itu. Semua agama ada dalam satu keluarga besar yang sama, yaitu keluarga pencinta jalan menuju kebenaran yang tak pernah ada ujungnya.”
Ide ngawur Ulil tentang agama ini berimbas pada masalah hukum perkawinan antar agama, do'a bersama, waris beda agama yang akhirnya ditegaskan kembali keharamannya oleh fatwa MUI. Dalam artikelnya di Kompas (18 November 2002), Ulil juga menyatakan, “Larangan kawin beda agama, dalam hal ini antara perempuan Islam dengan lelaki non-Islam, sudah tidak relevan lagi.”
Prof. Dr. Abdul Munir Mulkan, Dosen UIN Yogyakarta menulis, “Jika semua agama memang benar sendiri, penting diyakini bahwa surga Tuhan yang satu itu sendiri terdiri banyak pintu dan kamar. Tiap pintu adalah jalan pemeluk tiap agama memasuki kamar surganya. Syarat memasuki surga adalah keikhlasan pembebasan manusia dari kelaparan, penderitaan, kekerasan dan ketakutan, tanpa melihat agamanya. Inilah jalan universal surga bagi semua agama. Dari sini kerjasama dan dialog pemeluk berbeda agama jadi mungkin.”
Prof. Dr. Nurcholish Madjid, menyatakan bahwa ada tiga sikap dialog agama yang dapat diambil. Yaitu: Pertama, sikap eksklusif dalam melihat agama lain (agama-agama lain adalah jalan yang salah, yang menyesatkan bagi pengikutnya). Kedua, sikap inklusif (agama-agama lain adalah bentuk implisit agama kita). Ketiga, sikap pluralis -yang bisa terekspresi dalam macam-macam rumusan- misalnya “agama-agama lain adalah jalan yang sama-sama sah untuk mencapai kebenaran yang sama.”, “agama-agama lain berbicara secara berbeda, tetapi merupakan kebenaran-kebenaran yang sama sah.”, atau “setiap agama meng-ekspresikan bagian penting sebuah kebenaran.”
Lalu, tulis Nurcholish lagi, “Sebagai sebuah pandangan ke-agamaan, pada dasarnya Islam bersifat inklusif dan merentangkan tafsirnya ke arah yang semakin pluralis. Sebagai contoh, filsafat perenial yang belakangan banyak dibicarakan dalam dialog antar agama di Indonesia merentangkan pandangan pluralis dengan mengatakan bahwa setiap agama sebenarnya merupakan ekspresi keimanan terhadap Tuhan yang sama. Ibarat roda, pusat roda itu Tuhan, dan jari-jari itu adalah jalan dari berbagai agama. Filsafat perenial juga membagi agama pada level esoterik (batin) dan eksoterik (lahir). Satu agama berbeda dengan agama lain dalam level eksoterik. Oleh karena itu ada istilah Satu Tuhan Banyak Jalan.”
Nurcholish Madjid juga menulis: “Jadi, Pluralisme sesungguhnya adalah sebuah Aturan Tuhan (Sunnah Allah/Sunnatullah) yang tidak akan berubah, sehingga juga tidak mungkin dilawan atau diingkari.”
Dr. Alwi Shihab menulis: “Prinsip lain yang digariskan oleh al-Qur’an adalah pengakuan eksistensi orang-orang yang berbuat baik dalam setiap komunitas beragama, dan dengan begitu layak memperoleh pahala dari Tuhan. Lagi-lagi prinsip ini memperkokoh ide mengenai Pluralisme keagamaan dan menolak eksklusifisme. Dalam pengertian lain, eksklusifisme keagamaan tidak sesuai dengan semangat al-Qur’an. Sebab al-Qur’an tidak membeda-bedakan antara satu komunitas agama dari lainnya.”
Abdul Muqsith Ghozaly, menulis dalam disertasinya di UIN Jakarta, “Jika diperhatikan dengan seksama, maka jelas bahwa dalam ayat:
إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَالَّذِينَ هَادُوا وَالنَّصَارَى وَالصَّابِئِينَ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَعَمِلَ صَالِحًا فَلَهُمْ أَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ
"Sesungguhnya orang-orang mukmin, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani dan orang-orang Shabiin, siapa saja di antara mereka yang benar-benar beriman kepada Allah, hari Kemudian dan beramal saleh, mereka akan menerima pahala dari Tuhan mereka, tidak ada kekhawatiran kepada mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati." (QS. Al Baqarah: 62)
Itu tak ada ungkapan agar orang Yahudi, Nasrani, dan orang-orang Shabi’ah beriman kepada Nabi Muhammad. Dengan mengikuti bunyi Harfiyah ayat tersebut, maka orang-orang beriman yang tetap dalam keimanannya, orang-orang Yahudi, Nasrani, dan Shabi’ah yang beriman kepada Allah SWT dan Hari Akhir serta melakukan amal shaleh –sekalipun tak beriman kepada Nabi Muhammad- maka mereka akan memperoleh balasan dari Allah. Pernyataan agar orang-orang Yahudi, Nasrani dan Shabi’ah beriman kepada Nabi Muhammad adalah pernyataan para mufassir dan bukan ungkapan al-Qur’an. Muhammad Rasyid Ridla berkata, “Tak ada persyaratan bagi orang Yahudi, Nasrani, dan Shabi’ah untuk beriman kepada Nabi Muhammad .”
Kesimpulan disertasi seperti itu sangat aneh. Apalagi kalangan Liberal sering sekali mengutip pendapat Rasyid Ridha dalam Tafsir al-Manar. Padahal, jika ditelaah dengan seksama pendapat Rasyid Ridla dalam Tafsir al-Manar, maka akan ditemukan bahwa pada surat Al-Baqoroh ayat 62 dan Al Maidah ayat 69, adalah membicarakan keselamatan Ahlul Kitab yang risalah Nabi Muhammad  tidak sampai kepada mereka. Karena itu, mereka belum berkewajiban beriman kepada Nabi Muhammad . Sebab mereka tidak menemui masa beliau diangkat menjadi Nabi dan Rasul, juga ayat ini turun menyangkut pendeta Yahudi dan Nasrani yang tidak menemui masa diutusnya Rosulullah  tetapi diberi informasi tentang dekatnya kemunculan beliau dan mereka menunjukkan kepada Salman al-Farisi dan orang-orang semisalnya untuk membenarkan informasi tersebut. Atau ayat ini turun untuk Abdullah bin Salam dan para shahabatnya dari kalangan ahli kitab yang mengalami periode kenabian dan masuk Islam.
Sedangkan bagi Ahlul Kitab yang da’wah Islam sudah sampai kepada mereka dan supaya bisa masuk surga maka disyaratkan beberapa syarat, diantaranya:
a.    Beriman kepada Allah SWT dengan iman yang benar, yakni iman yang tidak bercampur dengan kemusyrikan dan disertai dengan ketundukan yang mendorong untuk melakukan kebaikan.
b.    Beriman kepada al-Qur’an yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad .
c.    Beriman kepada Nabi Muhammad  sebagai Nabi dan Rasul, dengan mengucapkan dua syahadat sebagai syarat seseorang dikatakan muslim, bahkan mayoritas ulama sepakat harus ditambah dengan ucapan ‘Tabarro’tu min al-Yahudiyyah wa an-Nasroniyyah wa as-Shobi’iyyah’.
Karena itu, sangat disayangkan, sebagaimana perilaku sejumlah kaum pluralis agama, penulis disertasi ini pun tidak benar dan tidak fair dalam mengutip pendapat-pendapat Rasyid Ridla. Padahal, dalam permasalahan ini, Nabi Muhammad  sudah menegaskan:
عن أبي هريرة عن رسول الله  أنه قال: وَالَّذِيْ نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لاَ يَسْمَعُ بِيْ أَحَدٌ مِنْ هَذِهِ اْلأُمَّةِ يَهُوْدِيٌّ وَلاَ نَصْرَانِيٌّ ثُمَّ يَمُوْتُ وَلَمْ يُؤْمِنْ بِالَّذِيْ أُرْسِلْتُ بِهِ إِلاَّ كَانَ مِنْ أَصْحَابِ النَّارِ.
“Demi Allah SWT yang diriku ada dalam genggaman tangan-Nya, tidaklah mendengar dari aku hal ini seorangpun dari umat sekarang ini, baik Yahudi maupun Nasrani, kemudian mereka tidak mau beriman kepadaku, melainkan masuklah dia ke dalam neraka.” (HR. Muslim)
Fenomena do'a bersama, antara umat Islam dan non-Islam, baik dalam acara-acara resmi kenegaraan maupun kemasyarakatan akhir-akhir ini marak terjadi di kalangan umat Islam, dengan dalih kerukunan umat beragama, Ukhuwah Basyariyah, Ukhuwah Wathoniyah, demi untuk keselamatan bangsa dan negara. Strategi ini memang sengaja diterapkan oleh orang-orang kafir untuk memperlihatkan kesungguhannya untuk hidup rukun. Rencana besar (grand design) dibalik itu semua adalah umat Islam bersedia menghadiri acara-acara keagamaan mereka, sehingga umat Islam akan timbul keragu-raguan terhadap ajaran agamanya sendiri, dan akhirnya menjadi murtad dengan sendirinya.
Faham Pluralisme ini memberi pemahaman bahwa pada dasarnya semua agama adalah sama. Sama-sama mengajak kebaikan dan melarang kejahatan. Jadi agama tidak hanya Islam yang benar, Yahudi-Nasrani dan keyakinan-keyakinan lainnya semua dianggap benar dan semua bisa masuk surga.
Islam menjamin hak beragama (agama samawi yang memiliki kitab suci) seperti yang tersebut dalam surat Al Baqoroh ayat 256, ‘Laa Ikroha Fi ad-Din’. Tapi toleran seperti itu sebatas pengakuan keberagamaan orang lain, tidak sampai pada keyakinan bahwa semua pengikut agama sama-sama menuju kebenaran. Kalau demikian, lalu apa gunanya seseorang memilih dan meyakini di antara sekian agama? Kalau teori ini diteruskan, maka bisa dipraktekkan sehari Islam, lain hari Budha misalnya, dan ini tidak masalah, karena semuanya benar, padahal itu merupakan toleransi intern yang mustahil terjadi, sebab menimbulkan kemurtadan.
Jadi fanatisme agama adalah naluri manusia yang tidak bisa dipungkiri, sebab ketika kita sudah masuk suatu agama, pasti yakin inilah yang benar, dan yang lain bathil. Seperti Nabi Ibrahim AS ketika mencari Tuhannya, pertama dia menganggap bintang sebagai Tuhannya, lalu bulan dan matahari, karena benda-benda inilah yang menerangi alam semesta. Namun setelah semuanya tenggelam, beliau diberi petunjuk Allah SWT bahwa Tuhannya adalah pencipta langit dan bumi, bukan yang disembah kaumnya. Allah SWT mengabadikannya dalam surat al-An'am ayat 74-82. Pengakuan Nabi Ibrahim pada ayat 79:
إِنِّي وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِي فَطَرَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ حَنِيفًا وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ
"Sesungguhnya aku menghadapkan diriku pada Tuhan yang menciptakan langit dan bumi dengan cenderung kepada agama yang benar dan aku bukan temasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan." (QS. Al-An'am: 79)
Ironisnya, banyak dari tokoh-tokoh Islam yang terjebak dan menjadi agen murahan serta menjadi antek-antek kaum imperalis dalam menyebarkan faham ini.
Abdurrahman Wahid (Gus-Dur), tokoh NU, yang pernah menjadi Presiden Republik Indonesia 1999-2001, yang diturunkan paksa oleh MPR pimpinan Amin Rais, karena kasus Bulog, juga pernah melontarkan omongan bahwa lafadz ‘Assalamu'alaikum’ bisa diganti dengan ucapan ‘selamat pagi’, itu berkata, "Bagi saya, peringatan Natal (christmas) adalah peringatan kaum muslimin juga. Kalau kita konsekuensi sebagai seorang muslim merayakan hari kelahiran Nabi Muhammad  juga harus konsekuensi merayakan malam Natal."
Hasyim Muzadi, Ketua PBNU, hadir pada acara do'a bersama di Surabaya, pada hari Senin tanggal 17 Agustus 1998, bertepatan dengan HUT RI ke-53, dari Kristen ada pendeta Wismo, Romo Kurdo (Katolik), Parisada Hindu Indonesia (Hindu) dan Bingki Irawan (Kong Hucu).
Said Aqil Siradj, Fungsionaris PBNU yang nyambi menjadi penasehat angkatan muda Kristen Republik Indonesia, tanpa canggung berkhotbah dalam acara misa Kristiani di sebuah gereja di Surabaya. Dengan background belakangnya berupa salib patung Yesus dalam ukuran yang cukup besar. Beritanya pun dimuat Majalah Aula milik warga NU. Dia juga pernah melontarkan gagasan liberalnya, yaitu merencanakan pembangunan gedung bertingkat, dengan komposisi lantai dasar akan diperuntukkan sebagai masjid bagi umat Islam, sedangkan lantai tingkat satu diperuntukkan sebagai gereja bagi umat Kristiani, lantai tingkat dua diperuntukkan sebagai pura bagi penganut Hindu, demikian dan seterusnya.
Ahmad Noer Kholis, 27 tahun Muslim, lahir di Tawangharjo, Grobogan, Jawa Tengah pada 7 Nopember 1974, menikahi seorang wanita Kong Hucu bernama Ang Mei Yong, 24 tahun, di Yayasan Paramadina pimpinan Dr. Nurcholish Madjid. Acara dimulai jam 09.30 WIB. Ketika Ahmad Noer Kholis memakai jas warna hitam menggandeng gadis idamannya Ang Mei Yong yang bergaun pengantin warna putih, mereka memasuki ruangan-ruangan di Islamic Study Center Paramadina di komplek Pondoh Indah Plaza, Jalan Tb. Simatupang Jakarta Selatan. Sekitar 50 orang hadir dalam acara tersebut. Di antara mereka tampak Ulil Abshar Abdalla, bose Jaringan Islam Liberal (JIL) dan Budi S Tanuwibowo, ketua Umum Majlis Tinggi Agama Kong Hucu Indonesia (Matakin). Ang Lin Gie, 66 tahun, ayah Mei dengan alasan tidak lancar berbahasa Indonesia mewakilkan kepada Dr. Kautsar Azhari Noer, dosen Tasawwuf di UIN dan beberapa perguruan tinggi lainnya, serta pengajar di Paramadina, sebagai wali sekaligus menikahkan mempelai secara Islam. Pernikahan pun berlangsung dengan mas kawin 8,8 gram dibayar tunai. Usai acara, mereka meluncur ke sekretariat Matakin di kompleks Royal Sunter Blok F-23, jalan Danau Sunter, Jakarta Utara.
Islam tidak membenarkan pencampur adukan dalam urusan ibadah antara pemeluknya dengan orang-orang kafir. Sebagaimana Allah SWT telah berfirman dalam surat Al-Kaafirun bahwa sebab turunnya ayat tersebut adalah di saat orang-orang kafir mengajak Rasulullah  untuk bersama-sama menyembah Allah SWT di satu waktu dan menyembah tuhan-tuhan mereka di waktu yang lain secara bergantian. Perkawinan beda agama ini jelas telah menyimpang dari ajaran Islam dan merusak tatanan perkawinan yang ada di Republik ini. Perusakan akidah Islam atas nama pluralisme dan kerukunan.
 Satu hal yang wajib diketahui oleh umat Islam, khususnya kalangan lembaga pendidikan Islam adalah bahwa hampir seluruh LSM dan proyek yang dibiayai oleh LSM-LSM Barat, seperti The Asia Foundation, Ford Foundation, Tifa yang bergerak dalam penyebaran faham pluralisme agama. Contoh tersebut bisa dilihat dalam artikel-artikel yang diterbitkan oleh Jurnal Tashwirul Afkar (diterbitkan oleh Lakpesdam NU dan The Asia Foundation), dan Jurnal Tanwir (diterbitkan oleh Pusat Studi Agama Dan Peradaban (PSAP) Muhammadiyah dan The Asia Foundation). Mereka bukan saja menyebarkan faham ini secara asongan, tetapi memiliki program yang sistematis untuk mengubah kurikulum pendidikan Islam yang saat ini masih mereka anggap belum inklusif pluralis. Pluralisme mesti merajai pikiran umat Islam Indonesia.
Sebagai contoh, Jurnal Tashwirul Afkar edisi no.11 tahun 2001, menampilkan laporan utama berjudul “Menuju Pendidikan Islam Pluralis”. Ditulis dalam Jurnal ini:
“Filosofi pendidikan Islam yang hanya membenarkan agamanya sendiri, tanpa mau menerima kebenaran agama lain mesti mendapat kritik untuk selanjutnya dilakukan re-orientasi. Konsep Iman-Kafir, Muslim-non Muslim, dan baik-benar (truth claim) yang sangat berpengaruh terhadap cara pandang Islam terhadap agama lain, mesti dibongkar agar umat Islam tidak lagi menganggap agama lain sebagai agama yang salah dan tidak ada jalan keselamatan. Jika cara pandangnya bersifat eksklusif dan intoleran, maka teologi yang diterima adalah teologi eksklusif dan intoleran, yang pada gilirannya akan merusak harmonisasi agama-agama, dan sikap tidak menghargai kebenaran agama lain. Kegagalan dalam mengembangkan semangat toleransi dan pluralisme agama dalam pendidikan Islam akan membangkitkan sayap radikalisme Islam.”
Salah satu istilah yang juga sedang dikem-bangkan dalam pendidikan Islam adalah istilah “Multikulturalisme”. Pada 11 Desember 2007, Badan Litbang Departemen Agama mengumumkan hasil penelitiannya tentang “Pemahaman Nilai-nilai Multikultural para Da'i”. Paham ini kini dijejalkan ke masyarakat Muslim Indonesia dengan alasan bahwa paham ini dapat mereduksi konflik antar umat beragama. Oleh penelitian ini, soal konflik tersebut dijelaskan sebagai berikut:
“Konflik ini salah satunya disebabkan oleh adanya pemahaman keberagamaan masyarakat yang masih eksklusif. Pemahaman ini dapat membentuk pribadi yang antipati terhadap pemeluk agama lain. Pribadi yang selalu merasa hanya agama dan alirannya saja yang paling benar, sedangkan agama dan aliran lainnya adalah salah dan dianggap sesat.”
Faham Multikulturalisme kini sangat gencar disebarkan ke tengah kaum Muslim melalui berbagai LSM di Indonesia, sampai ke pelosok-pelosok pesantren, seperti yang dilakukan oleh lembaga International Center of Islam and Pluralism (ICIP), yang mengkhususkan diri ‘menggarap’ pondok-pondok pesantren, khususnya di wilayah Jawa Barat. Lebih dari itu, juga sudah mulai dilakukan proyek-proyek Pendidikan Agama yang berwawasan Multikultural. Misalnya, dalam pengantarnya pada sebuah buku berjudul “Pendidikan Agama Berwawasan Multikultural” (2005), Prof. Azyumardi Azra menekankan pentingnya dikembangkan jenis pendidikan agama semacam ini. Padahal, dalam buku ini jelas-jelas ada gagasan untuk membangun persaudaraan universal tanpa membedakan lagi faktor agama. Misalnya dia menulis:
“Sebagai risalah profetik, Islam pada intinya adalah seruan pada semua umat manusia, termasuk mereka para pengikut agama-agama menuju satu cita-cita bersama kesatuan kemanusiaan (unity of mankind) tanpa membedakan ras, warna kulit, etnik, kebudayaan, dan agama. Pesan kesatuan ini tegas disinyalir dalam al-Qur’an: “Katakanlah, wahai semua penganut agama (dan kebudayaan), bergegaslah menuju dialog dan perjumpaan multikultural (kalimatun sawa’) antara kami dan kamu.” Dengan demikian kalimatun sawa’ bukan hanya mengakui pluralitas kehidupan, ia adalah sebentuk manifesto dan gerakan yang mendorong kemajemukan (pluralism) dan keragaman (diversity) sebagai prinsip inti kehidupan dan mengukuhkan pandangan bahwa semua kelompok multikultural diperlakukan setara (equality) dan sama martabatnya (dignity).”
Bagi yang memahami tafsir al-Qur’an, pemaknaan terhadap Surat Ali Imron Ayat 64 tentang Kalimatun Sawa’ semacam itu tentulah aneh. Sebab, ayat itu sendiri sangat jelas maknanya, yakni mengajak kaum Ahlul Kitab untuk kembali kepada ajaran Tauhid yang dibawa oleh Nabi Muhammad .
قُلْ يَا أَهْلَ الْكِتَابِ تَعَالَوْا إِلَى كَلِمَةٍ سَوَاءٍ بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمْ أَلَّا نَعْبُدَ إِلَّا اللَّهَ وَلَا نُشْرِكَ بِهِ شَيْئًا وَلَا يَتَّخِذَ بَعْضُنَا بَعْضًا أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ فَإِنْ تَوَلَّوْا فَقُولُوا اشْهَدُوا بِأَنَّا مُسْلِمُونَ
 “Katakanlah: Hai Ahli Kitab, marilah kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah SWT dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatupun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai Tuhan selain daripada Allah.” (QS. Ali Imron: 64)
Jadi, ayat tersebut jelas-jelas seruan kepada Tauhid, bukan kepada faham multikulturalisme. Tapi, itulah faktanya, karena menjadikan paham multikulturalisme sebagai dasar keimanannya, maka Tauhid pun dimaknai secara keliru, ngawur dan diselewengkan maknanya. Padahal, Tauhid jelas berlawanan dengan syirik. Musuh utama tauhid adalah syirik. Karena itu, Allah SWT sangat murka dengan tindakan syirik, dan disebut sebagai “kedzaliman yang besar (zhulmun ‘azhim), Allah SWT pun sangat murka karena dituduh mempunyai anak.
وَقَالُوا اتَّخَذَ الرَّحْمَنُ وَلَدًا. لَقَدْ جِئْتُمْ شَيْئًا إِدًّا. تَكَادُ السَّمَاوَاتُ يَتَفَطَّرْنَ مِنْهُ وَتَنْشَقُّ الْأَرْضُ وَتَخِرُّ الْجِبَالُ هَدًّا. أَنْ دَعَوْا لِلرَّحْمَنِ وَلَدًا
"Dan mereka berkata: "Tuhan Yang Maha Pemurah mengambil (mempunyai) anak". Sesungguhnya kamu telah mendatangkan sesuatu perkara yang sangat mungkar, Hampir-hampir langit pecah karena ucapan itu, dan bumi terbelah, dan gunung-gunung runtuh, Karena mereka menda'wakan Allah SWT Yang Maha Pemurah mempunyai anak." (QS. Maryam: 88 – 91)
Tetapi, dalam faham multikulturalisme sebagaimana dijelaskan dalam buku ini, justru keyakinan akan kebenaran agamanya sendiri dilarang, yaitu klaim berlebihan tentang kebenaran absolut kelompok keagamaan sendiri, dan klaim kesesatan kelompok-kelompok agama lain, bisa membangkitkan sentimen permusuhan antar umat beragama dan antar kelompok. Penulis buku yang juga dosen sebuah kampus Islam di Surakarta Jawa Tengah ini juga sangat berani dalam mengubah makna “taqwa” dalam Ayat:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
"Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa–bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu disisi Allah SWT ialah orang yang paling taqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah SWT Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal." (QS. Al-Hujuraat: 13)
Kaum Muslimin memahami bahwa makna "taqwa" adalah taat kepada perintah Allah SWT dan menjauhi larangan-larangan-Nya, tapi oleh penganut paham multikulturalisme, "taqwa" diartikan sebagai "yang paling dapat memahami dan menghargai perbedaan pendapat". Dia terjemahkan ayat tersebut sebagai berikut: “Hai manusia, sesungguhnya Kami jadikan kalian dari jenis laki-laki dan perempuan, dan menjadikan kalian berkelompok-kelompok dan berbangsa-bangsa agar kalian saling memahami dan saling menghargai. Sesungguhnya orang yang paling bermartabat di sisi Allah SWT adalah mereka yang paling dapat memahami dan menghargai perbedaan di antara kamu.”
Dalam pandangan Islam, faham Pluralisme Agama jelas-jelas merupakan faham syirik modern, karena menganggap semua agama adalah benar. Padahal, Allah SWT telah menegaskan bahwa hanya Islam agama yang benar dan diterima Allah SWT,
إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ الْإِسْلَامُ
"Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah SWT hanyalah Islam." (QS. Ali Imron: 19)
وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ
"Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, Maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) dari padanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi." (QS. Ali Imron: 85)
Dosa syirik merupakan dosa besar, kedzaliman besar, dan Allah SWT sangat murka jika disekutu-kan dengan yang lain, misalnya Allah SWT sangat murka karena dituduh punya anak.
Keyakinan akan kebenaran ad-Dinnul Islam sebagai satu-satunya agama yang benar dan diridlai Allah, adalah konsep yang sangat mendasar dalam Islam. Karena itu, para cendekiawan dan Ulama perlu menjadikan penanggulangan paham syirik modern ini sebagai perjuangan utama, agar jangan sampai 10 tahun lagi paham ini menguasai wacana pemikiran dan pendidikan Islam di Indonesia, sehingga akan lahir dosen-dosen, guru-guru agama, khatib, atau kyai yang mengajarkan paham persamaan agama ini kepada anak didik, kaum muda dan masyarakat.

Liberalisasi Al-Qur’an
Salah satu wacana yang berkembang pesat dalam tema Liberalisasi Islam di Indonesia saat ini adalah tema “Dekonstruksi Kitab Suci”. Di kalangan Yahudi dan Kristen, fenomena ini sudah berkembang pesat. Kajian “Biblical Criticism”, tentang kritik Bible dan kritik teks Bible telah berkembang pesat di Barat. Dr. Ernest C. dari School of Theology Claremont, misalnya, selama 30 tahun menekuni studi ini dan menulis satu buku berjudul “Studies in Methodology in Textual Criticism on the New Testatement.”
Pesatnya studi kritis Bible itu telah mendorong kalangan Kristen-Yahudi untuk ‘melirik’ al-Qur’an dan mengarahkan hal yang sama terhadap al-Qur’an. Pada tahun 1997, Alphonse Mingana, pendeta Kristen asal Irak dan guru besar di Universitas yang ada di Inggris, mengumumkan bahwa “sudah tiba saatnya sekarang untuk melakukan kritik teks terhadap al-Qur’an sebagaimana telah kita lakukan terhadap kitab suci Yahudi yang berbahasa Ibrani-Arami dan kitab suci Kristen yang berbahasa Yunani.”
Hampir satu abad lalu, para orientalis dalam bidang studi al-Qur’an bekerja keras untuk menunjukkan bahwa al-Qur’an adalah kitab bermasalah sebagaimana Bible. Mereka tidak pernah berhasil. Tapi, anehnya, kini imbauan itu sudah diikuti begitu banyak manusia dari kalangan Muslim sendiri, termasuk yang ada di Indonesia. Sesuai paham pluralisme agama, maka semua agama harus didudukkan pada posisi yang sejajar, sederajat, tidak boleh ada yang mengklaim lebih tinggi, lebih benar, atau paling benar sendiri. Tidak boleh ada kelompok agama yang mengklaim hanya kitab sucinya saja yang suci.
Maka, proyek liberalisasi Islam tidak akan lengkap jika tidak menyentuh aspek kesucian al-Qur’an. Mereka berusaha keras untuk meruntuhkan keyakinan kaum Muslim, bahwa al-Qur’an adalah Kalamullah, bahwa al-Qur’an adalah satu-satunya kitab suci yang suci, bebas dari kesalahan. Mereka mengabaikan bukti-bukti al-Qur’an yang menjelas-kan tentang otentisitas al-Qur’an, dan kekeliruan dari kitab-kitab agama lain. Ulil Abshar Abdalla, mantan bos Jaringan Islam Liberal, menulis di Harian Jawa Pos, 11 Januari 2004, “Tapi, bagi saya, all scriptures are miracles, semua kitab suci adalah mukjizat.”
Salah satu program sekularisasi adalah upaya desakralisasi, termasuk dalam upaya desakralisasi al-Qur’an. Kaum liberal ini menyatakan, bahwa al-Qur’an bukan kitab suci. Majalah GATRA edisi 1-7 Juni 2006 memberitakan, bahwa pada tanggal 5 Mei 2006, Sulhawi Ruba, 51 tahun, dosen mata kuliah Sejarah Peradaban Islam, IAIN Sunan Ampel di hadapan 20 mahasiswa Fakultas Dakwah, mene-rangkan posisi al-Qur’an sebagai hasil budaya manusia. “Sebagai budaya, posisi al-Qur’an tidak berbeda dengan rumput,” ujarnya. Ia lalu menuliskan lafadz Allah SWT pada secarik kertas sebesar telapak tangan dan menginjaknya dengan sepatu. “al-Qur’an dipandang sakral secara substansi, tapi tulisannya tidak sakral,” katanya setengah berteriak.
Taufik Adnan Kamal, dosen Ulumul Quran di IAIN Makassar, menulis satu makalah berjudul “Edisi Kritis al-Qur’an”, yang isinya menyatakan uraian dalam paragraf-paragraf berikut mencoba mengungkapkan secara ringkas proses pemantapan teks dan bacaan al-Qur’an, sembari menegaskan bahwa proses tersebut masih meninggalkan sejumlah masalah mendasar, baik dalam ortografi teks maupun pemilihan bacaannya, yang kita warisi dalam mushaf tercetak dewasa ini. Karena itu, tulisan ini juga akan menggagas bagaimana menyelesaikan itu lewat suatu upaya penyuntingan Edisi Kritis al-Qur’an.
Taufik berusaha meyakinkan, bahwa al-Qur’an saat ini masih bermasalah, tidak kritis, sehingga perlu diedit lagi. Dosen itu pun menulis sebuah buku serius berjudul “Rekonstruksi Sejarah al-Qur’an” yang juga meragukan keabsahan dan kesempurnaan Mushaf Utsmani.
Aktivis Islam Liberal, Dr. Luthfi As-Syaukanie juga berusaha membongkar konsep dasar Islam tentang al-Qur’an:
“Sebagian besar kaum Muslim meyakini bahwa al-Qur’an dari halaman pertama hingga terakhir merupakan kata-kata Allah SWT yang diturunkan kepada Nabi Muhammad secara verbatim, baik kata-katanya (lafdhan) maupun maknanya (ma’nan). Kaum Muslim juga meyakini bahwa al-Qur’an yang mereka lihat dan baca hari ini adalah persis sama seperti yang ada pada masa Nabi lebih dari seribu empat ratus tahun silam. Keyakinan semacam itu sesungguhnya lebih merupakan formulasi dan angan-angan teologis (al-khayal ad-dini) yang dibuat oleh para Ulama sebagai bagian dari formulasi doktrin-doktrin Islam. Hakikat dan sejarah penulisan al-Qur’an sendiri sesungguhnya penuh dengan berbagai nuansa yang delicate (rumit), dan tidak sunyi dari perdebatan, pertentangan, intrik (tipu daya), dan rekayasa.”
Jadi, di berbagai penerbitan mereka, kalangan liberal dan gengnya memang sangat aktif dalam menyerang al-Qur’an, secara terang-terangan. Mereka sedang tidak sekedar berwacana, tetapi aktif menyebarkan pemikiran yang merusak terhadap al-Qur’an. Itu bisa dilihat dalam buku-buku, artikel, dan jurnal yang mereka terbitkan. Sebagai contoh, Jurnal Justisia Fakultas Syariah edisi 23 tahun XI, 2003, memuat tulisan yang secara terang-terangan menyerang al-Qur’an dan sahabat Nabi Muhammad :
 “Dalam studi kritik al-Qur’an, pertama kali yang perlu dilakukan adalah kritik historisitas al-Qur’an. Bahwa al-Qur’an kini sudah berupa teks yang ketika hadir bukan bebas nilai dan tanpa konteks. Justru konteks Arab 14 abad silam telah mengkonstruksi al-Qur’an. Adalah Muhammad , seorang figur yang saleh dan berhasil mentransformasikan nalar kritisnya dalam berdialektika dengan realitas Arab. Namun, setelah Muhammad wafat, generasi pasca Muhammad terlihat tidak kreatif. Jangankan meniru kritisisme dan kreativitas Muhammad dalam memperjuangkan perubahan realitas zamannya, generasi pasca Muhammad tampak kerdil dan hanya membebek pada apa saja yang asalkan dikonstruk Muhammad. Dari sekian banyak daftar yang paling mencelakakan adalah pembukuan al-Qur’an dengan dialek Quraisy, oleh Khalifah Utsman bin Affan yang diikuti dengan klaim otoritas mushafnya sebagai mushaf terabsah dan membakar (menghilangkan pengaruh) mushaf-mushaf milik sahabat lain. Imbas dari sikap Utsman yang tidak kreatif ini adalah terjadinya militerisme nalar Islam untuk tunduk/ mensakralkan al-Qur’an produk Quraisy. Karenanya, wajar jika muncul asumsi bahwa pembukuan al-Qur’an hanya siasat bangsa Quraisy, melalui Utsman, untuk mem-pertahankan hegemoninya atas masyarakat Arab dan Islam. Hegemoni ini tampak jelas terpusat pada ranah kekuasaan, agama dan budaya. Dan hanya orang yang mensakralkan al-Qur’anlah yang berhasil terperangkap siasat bangsa Quraisy tersebut.”
Di dalam Jurnal Justisia edisi ini, Sumanto Al-Qurtubi juga menulis sebuah artikel berjudul “Kesucian Palsu Sebuah Kitab”. Maksudnya al-Qur’an bukan kitab suci, tetapi kitab suci yang palsu. Penyerangan terhadap al-Qur’an di lingkungan perguruan tinggi Islam merupakan hal yang sangat menyedihkan dan tragis. Dulu, beratus-ratus tahun, wacana itu hanya berkembang di lingkungan orientalis Yahudi dan Kristen. Tetapi, saat ini suara-suara yang menghujat al-Qur’an justru lahir dari lingkungan perguruan tinggi Islam, IAIN-IAIN yang hanya menjiplak dan mengulang-ulang lagu lama yang beratus-ratus tahun disuarakan para orientalis. Tentu, masalah ini tidak bisa dianggap sepele, sebab akan menjadi peluru gratis bagi kalangan orientalis untuk menyerang Islam. Mereka sekarang tinggal ‘ongkang-ongkang kaki’ (istirahat) dan menyaksikan kader-kadernya dari kalangan umat Islam sendiri yang aktif menyerang al-Qur’an. Bahkan, kadang dilakukan dengan bahasa-bahasa yang lebih vulgar dan lebih biadab dari para orientalis.
Cara yang lebih halus dan tampak akademis dalam menyerang al-Qur’an juga dilakukan dengan mengembangkan studi kritik al-Qur’an dan studi Hermeneutika di Perguruan Tinggi Islam. Di antara tokoh-tokoh terkenal dalam studi ini adalah Prof. Dr. Nasr Hamid Abu Zayd dan Muhammed Arkoun. Buku-buku kedua tokoh ini sudah banyak diterjemahkan di Indonesia. Bahkan Nasr Hamid yang terkenal dengan teorinya "al-Qur’an merupakan produk budaya Arab (Muntaj Tsaqafi)" sudah memiliki sejumlah murid yang kini mengajar di sejumlah perguruan tinggi Islam di Indonesia. Salah satu murid yang dibanggakannya adalah Dr. Nur Kholish Setiawan, yang baru saja menerbitkan disertasinya dengan judul “al-Qur’an Kitab Sastra Terbesar”. Buku Arkoun, Rethinking Islam, bahkan dijadikan buku rujukan utama dalam mata kuliah “Kajian Orientalisme terhadap al-Qur’an dan Hadits” di program Tafsir Hadits Fakultas Ushuluddin UIN Jakarta. Padahal, dalam buku ini, Arkoun secara terang-terangan menyesalkan mengapa para cendekiawan Muslim tidak mau mengikuti para orientalis Yahudi dan Kristen yang telah melakukan kritik terhadap Bible. Kemunculan tafsir Hermeneutika yaitu tafsir yang memakai metode Bible yang kemudian dikembangkan untuk menafsirkan dan menerangkan makna al-Qur’an dengan mengikuti metode kaum Yahudi-Nasrani dalam memahami Torah dan Gospel. Dalam memahami sebuah teks, Penganut Hermeneutika mengacu pada beberapa kriteria, di antaranya semua teks harus dianggap sama, semua adalah karya manusia, akibatnya akan sangat potensial pada pengingkaran al-Qur’an sebagai Kalamullah. Keaslian al-Qur’an akan diragukan dan kemutawati-rannya juga akan digugat. Kajian Hermeneutika sebagai metode tafsir pengganti ilmu tafsir klasik pun sudah menjadi mata kuliah wajib di program studi Tafsir Hadits UIN Jakarta dan sejumlah perguruan tinggi Islam lainnya. Padahal, metode ini jelas berbeda dengan ilmu tafsir dan bersifat dekonstruktif terhadap al-Qur’an dan Syari’at Islam. Kaum muda Islam dalam bahaya.
Masdar Farid Mas'udy, seorang tokoh PBNU dan stafnya, Zuhairi Misrawi, alumni jurusan akidah Filsafat Al Azhar, yang pernah mengatakan bahwa Shalat tidak wajib, dua sosok nyleneh, aneh bin ajaib yang tergabung dalam tim sembilan penulis buku FLA (Fiqih Lintas Agama) pimpinan Nurcholish Madjid direktur Paramadina diancam mati oleh Presiden PPMI (Persatuan Pelajar Mahasiswa Indonesia) di Mesir. Ancaman mati yang mengakibatkan batalnya acara selenggarakan untuk mahasiswa Indonesia di Mesir tanggal 7-8 Februari 2004. Sebelum acara berlangsung, berita pun telah ramai di milis insit di Malaysia. Bahwa Masdar yang dikenal ingin mengubah waktu pelaksanaan ibadah haji agar ritual pokoknya jangan hanya di bulan Dzulhijjah tapi bisa kapan saja selama tiga bulan itu telah bertandang ke Mesir untuk menggarap mahasiswa Indonesia. Di tengah kemelut persoalan haji, mulai di tanah air sampai pada tingkat pelaksanaannya di tanah suci, yang tak kunjung usai, khususnya setelah tragedi Mina terbaru (2004) yang menelan korban 244 orang, berbagai ide dilontarkan. Di antara yang menarik untuk dikaji dan diskusikan, apa yang disampaikan oleh Masdar F. Mas'udy, Katib Syuri'ah PBNU dan anggota komisi Fatwa MUI, seputar peninjauan ulang kembali waktu-waktu pelaksanaan ibadah haji dan dipasarkan oleh Ulil Absor Abdalla dalam tulisanya di Media Indonesia, Selasa 3 Februari 2004.
Kesimpulannya, menurut Masdar, selama ini telah terjadi kesalahan dalam pemahaman menyangkut waktu-waktu pelaksanaan ibadah haji, puncak ibadah haji yang dilakukan tanggal 9, 10, 11, 12, dan 13 Dzulhijjah, menurutnya, bertentangan dengan nash shorih dalam al Quran. "Al-Hajju Asyhurun Ma'lumat" (waktu haji adalah beberapa bulan yang sudah maklum, yaitu Syawwal, Dzulqo'dah, Dzulhijjah, dengan perbedaan apakah Dzulhijjah seluruhnya atau hanya 9 atau 10 hari pertama) berdasarkan ayat tersebut, ibadah haji dapat dilakukan kapan saja, dalam hari-hari selama tiga bulan tersebut, tanpa terfokus pada hari-hari yang selama kita kenal sebagai puncak pelaksanaan ibadah haji."
Pemikiran Liberal yang dilontarkan oleh Masdar yang pernah mengatakan "Kewajiban pajak bisa menggantikan Zakat" ini sangat kontradiksi dengan hadits Nabi:
عَنْ جَابِرٍ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم: خُذُوا عَنِّى مَنَاسِكَكُمْ لَعَلِّى لاَ أَرَاكُمْ بَعْدَ عَامِى هَذَا .
"Ikutilah aku (Nabi Muhammad) dalam melaksanakan manasik hajimu, mungkin saja kalian tidak lagi melihatku setelah tahun ini" (HR. Al Baihaqi)
Nabi Muhammad  sendiri melaksanakan ibadah haji dan mengajarkannya tepat tanggal 9-13 Dzulhijjah. Manasik haji dengan konsep Tauqifi Nabawi (doktrinasi kenabian) ini sudah dilaksanakan masyarakat Islam seluruh dunia.( )
Prof. Dr. M. Amin Abdullah, Ketua Majlis Tarjih Muhammadiyyah, bekas rektor IAIN Yogyakarta mengatakan, "Tafsir-tafsir Al Quran tidak lagi memberi makna dan fungsi yang jelas dalam kehidupan umat"
Ini mengingkari ilmu, sebab tafsir-tafsir klasik itu menyampaikan warisan ilmu dari Nabi Muhammad  yang disampaikan kepada para Shahabat, diwarisi para Tabi’in, lalu Tabi’it-Tabi’in yang kemudian diwarisi para Ulama. Dengan menafikan makna dan fungsi Al-Qur’an, maka yang akan dibabat justru Al-Qur’an sendiri. Akhirnya tidak diketahui mana makna yang kuat dan mana makna yang lemah dalam mengetahui isi Al-Qur’an.
وَنُنَزِّلُ مِنَ الْقُرْآنِ مَا هُوَ شِفَاءٌ وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ وَلَا يَزِيدُ الظَّالِمِينَ إِلَّا خَسَارًا
"Dan Kami turunkan dari Al Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al Quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian." (QS. Al Isra': 82)
إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ
"Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al-Qur’an, dan Sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya." (QS. Al Hijr: 9)
Kaum Muslimin perlu merenungkan masalah ini dengan serius. Jika al-Qur’an dan ilmu tafsir al-Qur’an dirusak dan dihancurkan, apalagi yang tersisa dalam Islam…?

Liberalisasi Syari'at Islam
Inilah aspek Liberalisasi yang paling banyak muncul dan menjadi pembahasan dalam bidang liberalisasi Islam. Hukum–hukum Islam yang sudah qath'i dan pasti, dibongkar dan dibuat hukum baru yang dianggap sesuai dengan perkembangan zaman. Salah satu program Liberalisasi Islam di Indonesia adalah "Kontekstualisasi Ijtihad". Para tokoh liberal biasanya memang menggunakan metode "Kontekstualisasi" sebagai mekanisme dalam merombak hukum Islam. Sebagai contoh, salah satu hukum Islam yang banyak dijadikan objek Liberalisasi adalah hukum Islam dalam bidang keluarga. Misalnya dalam masalah perkawinan antar agama, khususnya antara muslimah dengan laki-laki non-muslim.
Dalam sebuah tulisannya, Azyumardi Azra menjelaskan metode kontekstualisasi yang dilakukan oleh gerakan pembaharuan Islam di Indonesia, yang dipelopori Nurcholish Madjid:
“Bila didekati secara mendalam, dapat ditemui bahwa gerakan pembaharuan yang terjadi sejak tahun tujuh puluhan memiliki komitmen yang cukup kuat untuk melestarikan ‘tradisi’ (turats) dalam satu bingkai analisis yang kritis dan sistematis. Pemikiran para tokohnya didasari kepedulian yang sangat kuat untuk melakukan formulasi metodologi yang konsisten dan universal terhadap penafsiran al-Qur’an, suatu penafsiran yang rasional yang peka terhadap konteks kultural dan historis dari teks kitab suci dan konteks masyarakat modern yang memerlukan bimbingannya.”
Menjelaskan pendapat Nurcholish Madjid, Azyumardi Azra menulis, “al-Qur’an menunjukkan bahwa risalah Islam -disebabkan universalitasnya- adalah selalu sesuai dengan lingkungan kultural apa pun, sebagaimana (pada saat turunnya) hal itu telah disesuaikan dengan kepentingan lingkungan semenanjung Arab. Karena itu, al-Qur’an harus selalu dikontekstualisasikan dengan lingkungan budaya penganutnya, di mana dan kapan saja.”
Kontekstualisasi para pembaharu Islam ala Nurcholish Madjid ini tidaklah sama dengan teori Asbabun Nuzul yang dipahami oleh kaum Muslimin selama ini dalam bidang Ushul Fiqih. Tetapi, Azyumardi Azra memberikan legitimasi dan pujian terhadap metode Nurcholish Madjid:
 “Cak Nur berpegang kuat kepada Islam tradisi hampir secara keseluruhan, pada tingkat esoteris dan eksoteris. Dengan sangat bagus dan distingtif ia bukan sekedar berpijak pada aspek itu, namun ia juga memberikan sejumlah pendekatan dan penafsiran baru terhadap tradisi Islam itu. Maka, hasilnya adalah apresiasi yang cukup mendalam terhadap syari'ah atau Fiqih dengan cara melakukan kontekstualisasi Fiqih dalam perkembangan zaman.”
Apa yang dikatakan Azra sebagai bentuk apresiasi Syari'at atau Fiqih yang mendalam oleh Nurcholish Madjid adalah sebuah pujian yang sama sekali tidak berdasar. Nurcholish sama sekali tidak pernah menulis tentang metodologi Fiqih dan hanya melakukan dekonstruksi terhadap beberapa hukum Islam yang tidak disetujuinya. Ia pun hanya mengikuti jejak gurunya, Fazlur Rahman, yang menggunakan metode Hermeneutika untuk menafsirkan al-Qur’an. Misalnya, saat pidato kebudayaan di TIM (Taman Ismail Marzuki), 21 Oktober 1992, Nurcholish mempromosikan pendapat yang lemah tentang Ahlul Kitab, dengan mengatakan:
 “Dan patut kita camkan benar-benar pendapat Sayyid Muhammad Rasyid Ridla sebagaimana dikutip Abdul Hamid Hakim bahwa pengertian sebagai Ahlul Kitab tidak terbatas hanya kepada kaum Yahudi dan Kristen seperti tersebut dengan jelas dalam al-Qur’an serta kaum Majusi (pengikut Zoroaster) seperti tersebutkan dalam sebuah hadits, tetapi juga mencakup agama-agama lain yang mempunyai suatu bentuk kitab suci.”
Pendapat Nurcholish ini sangat lemah, dan telah dibuktikan kelemahannya, misalnya, oleh Dr. Muhammad Ghalib dalam disertasinya di IAIN Jakarta (yang juga diterbitkan oleh Paramadina) dan oleh Dr. Azizan Sabjan, dalam disertasinya di ISTAC Malaysia. Namun, Nurcholish tidak peduli dengan koreksi dan kritik, dan tidak pernah merevisi pendapatnya. Prestasi kaum pembaharu di Paramadina dalam merombak hukum Islam lebih jelas lagi dengan keluarnya buku Fiqih Lintas Agama (FLA), yang sama sekali tidak apresiatif terhadap syari’at . Bahkan, merusak dan menghan-curkannya. Misalnya, dalam soal perkawinan antar agama, buku FLA menulis:
“Soal pernikahan lelaki non Muslim dengan wanita Muslimah merupakan wilayah ijtihadi dan terikat dalam konteks tertentu, di antaranya:
Pertama, Konteks dakwah Islam pada saat itu. Yang mana jumlah umat Islam tidak sebesar saat ini, sehingga pernikahan antar agama merupakan sesuatu yang terlarang. Karena kedudukannya sebagai hukum yang lahir atas proses ijtihad, maka amat dimungkinkan bila dicetuskan pendapat baru, bahwa wanita Muslimah boleh menikah dengan laki-laki non-Muslim, atau pernikahan beda agama secara lebih luas amat diperbolehkan, apapun agama dan aliran kepercayaannya. Dan pernikahan beda agama dapat dijadikan salah satu ruang, yang mana antara penganut agama dapat saling berkenalan secara lebih dekat.
Kedua, bahwa tujuan diberlangsungkannya pernikahan adalah untuk membangun tali kasih (al-mawaddah) dan tali sayang (al-rahmah). Di tengah rentannya hubungan antar agama saat ini, pernikahan beda agama justru dapat dijadikan wahana untuk membangun toleransi dan kesepahaman antara masing-masing pemeluk agama. Bermula dari ikatan tali kasih dan tali sayang, kita rajut kerukunan dan kedamaian.
Ketiga, Semangat yang dibawa Islam adalah pembebasan, bukan belenggu. Dan tahapan-tahapan yang dilakukan oleh al-Qur’an sejak larangan pernikahan dengan orang musyrik, lalu membuka jalan bagi pernikahan dengan ahli kitab merupakan sebuah tahapan pembebasan secara evolutif. Dan pada saatnya, kita harus melihat agama lain bukan sebagai kelas kedua, dan bukan pula ahlu adz-dzimmah dalam arti menekan mereka, melainkan sebagai warga negara.”
Cakupan batasan ahli kitab mengalami perkembangan pada masa tabiin. Abu al-Aliyah (W 39H) mengatakan bahwa kaum Shabiin adalah kelompok ahli kitab yang membaca kitab suci Zabur. Imam Abu Hanifah (W 150 H) dan ulama lain dari madzhab Hanafi serta sebagian madzhab Hambali berpendapat, siapapun yang mempercayai salah satu nabi, atau kitab yang pernah diturunkan Allah, maka ia termasuk ahli kitab. Tidak terbatas pada kelompok penganut agama Yahudi dan Nasrani saja.

Menurut imam as-Syafi'i (W. 204 H), istilah ahli kitab hanya menunjuk pada orang–orang Yahudi dan Nasrani dari keturunan Bani Israil. Alasannya, Nabi Musa AS dan Nabi Isa AS hanya diutus kepada Bani Israil, tidak kepada bangsa-bangsa selainnya. Karenanya, dalam pandangan ini, bangsa–bangsa lain yang menganut agama Yahudi dan Nasrani, begitu pula orang-orang Kristen di Indonesia tidak termasuk ahli kitab. Selain itu al-Qur’an (al-Ma'idah:5) memakai redaksi "Min Qoblikum" (sebelum kamu). Dengan demikian, mereka yang menganut agama Yahudi dan Nasrani selain keturunan Bani Israil tidak dikategorikan ahli kitab. Sedangkan at-Thabari (W. 310 H) memahami termasuk ahli kitab secara ideologis. Menurutnya, mereka adalah para pemeluk agama Yahudi dan Nasrani dari keturunan siapapun mereka.

Dengan demikian, konotasi ahli kitab hanya terbatas pada komunitas Yahudi dan Nasrani saja. Sekiranya Majusi termasuk ahli kitab, Rasulullah  tidak akan memerintahkan para shahabat memperlakukan mereka seperti halnya ahli kitab. Begitu pula surat-surat dakwah yang beliau kirim kepada sejumlah penguasa di luar semenanjung Arabia, memberikan petunjuk bahwa ahli kitab hanya terbatas pada kaum Yahudi dan Nasrani. surat-surat tersebut juga mengindikasikan bahwa Islam adalah agama dakwah. Seandainya status mereka itu sama dengan umat Islam, niscaya Rasululloh  tidak akan mengirimkan surat-surat dakwah itu kepada mereka untuk mengajak mereka masuk Islam.”
Jadi, pendapat Azyumardi Azra tentang hebatnya kaum pembaharu Islam yang dimotori Nurcholish Madjid adalah sama sekali tidak terbukti. Sebagai salah seorang cendekiawan yang sangat populer, Azra telah melakukan kekeliruan besar dengan cara memberikan legitimasi berlebihan terhadap gerakan pembaharuan Islam yang telah terbukti sangat destruktif terhadap khazanah pemikiran Islam. Dengan alasan melakukan kontekstualisasi, maka kaum liberal melakukan penghancuran dan perombakan terhadap hukum-hukum Islam yang sudah pasti (qath’i), seperti hukum perkawinan Muslimah dengan laki-laki non-Muslim.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا جَاءَكُمُ الْمُؤْمِنَاتُ مُهَاجِرَاتٍ فَامْتَحِنُوهُنَّ اللَّهُ أَعْلَمُ بِإِيمَانِهِنَّ فَإِنْ عَلِمْتُمُوهُنَّ مُؤْمِنَاتٍ فَلَا تَرْجِعُوهُنَّ إِلَى الْكُفَّارِ لَا هُنَّ حِلٌّ لَهُمْ وَلَا هُمْ يَحِلُّونَ لَهُنَّ وَآتُوهُمْ مَا أَنْفَقُوا وَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ أَنْ تَنْكِحُوهُنَّ إِذَا آتَيْتُمُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ وَلَا تُمْسِكُوا بِعِصَمِ الْكَوَافِرِ وَاسْأَلُوا مَا أَنْفَقْتُمْ وَلْيَسْأَلُوا مَا أَنْفَقُوا ذَلِكُمْ حُكْمُ اللَّهِ يَحْكُمُ بَيْنَكُمْ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ
"Hai orang-orang yang beriman, apabila datang berhijrah kepadamu perempuan-perempuan yang beriman, Maka hendaklah kamu uji (keimanan) mereka. Allah SWT lebih mengetahui tentang keimanan mereka, maka jika kamu telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman Maka janganlah kamu kembalikan mereka kepada (suami-suami mereka) orang-orang kafir. Mereka tiada halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tiada halal pula bagi mereka. Dan berikanlah kepada (suami-suami) mereka, mahar yang telah mereka bayar. Dan tiada dosa atasmu mengawini mereka apabila kamu bayar kepada mereka maharnya. Dan janganlah kamu tetap berpegang pada tali (perkawinan) dengan perempuan-perempuan kafir. Dan hendaklah kamu minta mahar yang telah kamu bayar. Dan hendaklah mereka meminta mahar yang telah mereka bayar. Demikianlah hukum Allah SWT yang ditetapkan-Nya di antara kamu. Dan Allah SWT Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana." (QS. Al Mumtahanah: 10)
وَلَا تَنْكِحُوا الْمُشْرِكَاتِ حَتَّى يُؤْمِنَّ وَلَأَمَةٌ مُؤْمِنَةٌ خَيْرٌ مِنْ مُشْرِكَةٍ وَلَوْ أَعْجَبَتْكُمْ وَلَا تُنْكِحُوا الْمُشْرِكِينَ حَتَّى يُؤْمِنُوا وَلَعَبْدٌ مُؤْمِنٌ خَيْرٌ مِنْ مُشْرِكٍ وَلَوْ أَعْجَبَكُمْ أُولَئِكَ يَدْعُونَ إِلَى النَّارِ وَاللَّهُ يَدْعُو إِلَى الْجَنَّةِ وَالْمَغْفِرَةِ بِإِذْنِهِ وَيُبَيِّنُ آيَاتِهِ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ
"Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah SWT mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah SWT menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran." (QS. Al Baqarah: 221)
Jadi, diperbolehkannya pernikahan lelaki muslim dengan perempuan ahlul kitab apabila perempuan tersebut dari keturunan Bani Isra'il, maka diharuskan nenek moyangnya tidak masuk agama Yahudi-Nasrani setelah agama tersebut dimansukh dengan diutusnya Nabi Muhammad . Adapun kalau perempuan tersebut bukan dari keturunan Bani Israil maka harus benar-benar diketahui bahwa nenek moyangnya masuk agama Yahudi-Nasrani sebelum agama tersebut diman-sukh dengan diutusnya Nabi Muhammad , disamping disyaratkan tidak akan mengganggu keyakinan agamanya dan agama putra-putrinya, apalagi adanya misi kristenisasi.
الْيَوْمَ أُحِلَّ لَكُمُ الطَّيِّبَاتُ وَطَعَامُ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ حِلٌّ لَكُمْ وَطَعَامُكُمْ حِلٌّ لَهُمْ وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ الْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِكُمْ إِذَا آتَيْتُمُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ مُحْصِنِينَ غَيْرَ مُسَافِحِينَ وَلَا مُتَّخِذِي أَخْدَانٍ وَمَنْ يَكْفُرْ بِالْإِيمَانِ فَقَدْ حَبِطَ عَمَلُهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ
"Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik, makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi Al Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal (pula) bagi mereka. (dan dihalalkan mangawini) wanita yang menjaga kehormatan di antara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al Kitab sebelum kamu, bila kamu telah membayar mas kawin mereka dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan tidak (pula) menjadikannya gundik-gundik. Barangsiapa yang kafir sesudah beriman (Tidak menerima hukum-hukum Islam) Maka hapuslah amalannya dan ia di hari kiamat termasuk orang-orang merugi." (QS. Al Maidah: 5)
Jadi pernyataan mereka bahwa Allah SWT tidak pernah melarang dengan tegas perkawinan lelaki muslim dengan perempuan kafir itu bukti kebodohan yang nyata, karena pikiran dan hati mereka sudah buta.
Musdah Mulia, tokoh feminis, juga melakukan perombakan terhadap hukum perkawinan dengan alasan kontekstualisasi. Tapi, berbeda dengan buku Fiqih Lintas Agama, yang menekankan faktor jumlah umat Islam sebagai konteks yang harus dijadikan pertimbangan hukum, Musdah melihat konteks ‘peperangan’ sebagai hal yang harus dijadikan dasar penetapan hukum. Ia menulis:
“Jika kita memahami konteks waktu turunnya Surat Al Mumtahinah Ayat 10 larangan ini sangat wajar mengingat kaum kafir Quraisy sangat memusuhi Nabi dan pengikutnya. Waktu itu konteksnya adalah peperangan antara kaum Mu’min dan kaum kafir. Larangan melanggengkan hubungan dimaksudkan agar dapat diidentifikasi secara jelas mana musuh dan mana kawan. Karena itu, ayat ini harus dipahami secara kontekstual. Jika kondisi peperangan itu tidak ada lagi, maka larangan dimaksud tercabut dengan sendirinya.”
Nuryamin Aini, seorang dosen Fakultas Syariah UIN Jakarta, juga membuat pernyataan yang menggugat hukum perkawinan antar agama:
“Maka dari itu, kita perlu meruntuhkan mitos fikih yang mendasari larangan bagi perempuan Muslim untuk menikah dengan laki-laki non-muslim. Isu yang paling mendasar dari larangan PBA (perkawinan beda agama, red) adalah masalah sosial politik. Hanya saja, ketika yang berkembang kemudian adalah logika agama, maka konteks sosial-politik munculnya larangan PBA itu menjadi tenggelam oleh hegemoni cara berpikir teologis.”
Entah kenapa, di Indonesia yang mayoritas Muslim, kaum Liberal berusaha keras untuk menghancurkan hukum perkawinan antar agama ini, seolah-olah ada kebutuhan mendesak kaum Muslim harus kawin dengan non-muslim. Ulil Abshar Abdalla, di Harian Kompas edisi 18 November 2002, juga menulis, “Larangan kawin beda agama, dalam hal ini antara perempuan Islam dengan lelaki non Islam sudah tidak relevan lagi.” Bahkan, lebih maju lagi, Dr. Zainun Kamal, dosen UIN Jakarta, kini tercatat sebagai "penghulu swasta" yang menikahkan puluhan, mungkin sekarang sudah ratusan pasangan beda agama.
Padahal, perlu dicatat, larangan Muslimah menikah dengan laki-laki non Muslim sudah menjadi Ijma’ Ulama dengan dalil-dalil yang sangat meyakinkan, seperti Surat Al Mumtahinah Ayat 10. Memorandum Organisasi Konferensi Islam (OKI) menyatakan: “Perkawinan tidak sah kecuali atas persetujuan kedua belah pihak, dengan tetap memegang teguh keimanannya kepada Allah SWT bagi setiap Muslim, dan kesatuan agama bagi setiap Muslimat….”
Demikianlah cara dan siasat kaum Liberal di Indonesia dalam merombak hukum Islam, dengan mengubah metodologi ijtihad yang lebih menekan-kan aspek konteks, ketimbang makna teks itu sendiri. Gagasan-gagasan mereka bisa berlangsung sangat liar tanpa batasan dan teori yang jelas. Mereka bisa menyusun teori konteks itu sekehendak hati mereka.
Ketika hukum-hukum yang pasti dirombak, maka terbukalah pintu untuk membongkar seluruh sistem nilai dan hukum dalam Islam. Dari IAIN Yogyakarta, muncul nama Muhyidin M. Dahlan yang menulis buku memoar berjudul Tuhan Izinkan Aku Menjadi Pelacur, yang memuat kata-kata berikut:
“Pernikahan yang dikatakan sebagai pembirokrasian seks ini, tak lain tak bukan adalah lembaga yang berisi tong-tong sampah penampung sperma yang secara anarkis lelah membelah-belah manusia dengan klaim-klaim yang sangat menyakitkan. Istilah ‘pelacur’ dan ‘anak haram’ pun muncul dari rezim ini. Perempuan yang melakukan seks di luar lembaga ini dengan sangat kejam diposisikan sebagai perempuan yang sangat hina, luna, lacur, dan tak pantas menyandang harga diri. Padahal, apa bedanya pelacur dengan perempuan yang berstatus istri? Posisinya sama. Mereka adalah penikmat dan pelayan seks laki-laki. Seks akan tetap bernama seks meski dilakukan dengan satu atau banyak orang. Tidak, pernikahan adalah konsep aneh, dan menurutku mengerikan untuk bisa kupercayakan.”
Dari Fakultas Syariah IAIN Semarang, bahkan muncul gerakan legalisasi perkawinan homoseksual. Mereka menerbitkan buku berjudul “Indahnya Kawin Sesama Jenis, Demokratisasi dan Perlindungan Hak-hak Kaum Homoseksual”. Buku ini adalah kumpulan artikel di Jurnal Justisia Fakultas Syariah IAIN Semarang edisi 25, tahun XI, 2004. Dalam buku ini ditulis strategi gerakan yang harus dilakukan untuk melegalkan perkawinan homoseksual di Indonesia:
“Bentuk riil gerakan yang harus dibangun: Pertama, mengorganisir kaum homoseksual untuk bersatu dan berjuang merebut hak-haknya yang telah di rampas oleh negara. Kedua, memberi pemahaman kepada masyarakat bahwa apa yang terjadi pada diri kaum homoseksual adalah sesuatu yang normal dan fithrah, sehingga masyarakat tidak mengucilkannya bahkan sebaliknya, masyarakat ikut terlibat mendukung setiap gerakan kaum homosekseksual dalam menuntut hak-haknya. Ketiga, melakukan kritik dan reaktualisasi tafsir keagamaan (tafsir kisah Luth dan konsep pernikahan) yang tidak memihak kaum homoseksual. Keempat, menyuarakan perubahan UU perkawinan No 1/ 1974 yang mendefinisikan perkawinan harus antara laki-laki dan wanita.”
Pada bagian penutup buku tersebut, anak-anak fakultas Syariah IAIN Semarang tersebut menulis kata-kata yang tidak pernah terbayangkan oleh seorang Muslim pun:
“Hanya orang primitif saja yang melihat perkawinan sejenis sebagai sesuatu yang abnormal dan berbahaya. Bagi kami, tiada alasan kuat bagi siapapun dengan dalih apapun, untuk melarang perkawinan sejenis. Sebab, Tuhan pun sudah maklum, bahwa proyeknya menciptakan manusia sudah berhasil bahkan kebablasan.”
Mengikuti arus apa yang telah terjadi di dunia Barat, kaum Liberal di Indonesia memang mulai melakukan kampanye sistematis untuk melakukan legalisasi perkawinan sejenis. Prof. Siti Musdah Mulia, dosen UIN Jakarta, misalnya, yang sudah buta hatinya dan kacau pikirannya karena kebanyakan makan uang Zionis, dia orang yang secara terbuka menyatakan dukungannya terhadap legalisasi perkawinan sesama jenis. Dalam satu makalahnya yang berjudul Islam Agama Rahmat bagi Alam Semesta, ia menulis:
 “Menurut hemat saya, yang dilarang dalam teks-teks suci tersebut lebih tertuju kepada perilaku seksualnya, bukan pada orientasi seksualnya. Mengapa? Sebab, menjadi heteroseksual, homosek-sual (gay atau lesbi), dan biseksual adalah kodrati, sesuatu yang ‘given’ atau dalam bahasa Fiqih disebut sunnatullah sementara perilaku seksual bersifat konstruksi manusia. Jika hubungan sejenis atau homo, baik gay atau lesbi sungguh-sungguh menjamin kepada pencapaian-pencapaian tujuan dasar tadi, maka hubungan demikian dapat diterima.” (Pembahasan tentang hal ini bisa dilihat dalam Majalah Tabligh MTDK Muhammadiyah, Mei 2008)
Sebuah Jurnal yang juga sangat aktif dalam mengkampanyekan legitimasi homoseksual adalah Jurnal Perempuan, yang juga dimotori oleh aktivis liberal di Indonesia. Pada No. 58, edisi Maret 2008, jurnal ini secara khusus mengangkat tema “Seksualitas Lesbian”. Para pendukung perkawinan sesama jenis ini biasanya menggugat kembali penafsiran terhadap kisah kaum Nabi Luth a.s yang dipahami telah diazab karena melakukan praktek homoseksual. “Di sinilah kita perlu pertanyakan kembali kesimpulan tadi, benarkah azab hanya berkaitan dengan masalah moral dan praktek seksual saja?” Tulis seorang penulis liberal. “Saya juga menolak apabila “Azab” hanya dikaitkan dengan persoalan moral dan keyakinan belaka.”
Ancaman liberalisasi Islam di Indonesia, saat ini adalah tantangan yang terbesar yang dihadapi semua komponen umat Islam, baik pondok pesantren, perguruan tinggi Islam, ormas Islam, lembaga ekonomi Islam, maupun partai politik Islam. Sebab, liberalisasi Islam telah menampakkan wajah yang sangat jelas dalam menghancurkan Islam dari asasnya, baik akidah Islam, al-Qur’an maupun syari’at Islam. Tidak ada cara lain untuk membentengi keimanan kita, keluarga kita, dan jamaah kita, kecuali dengan meningkatkan ilmu-ilmu keislaman yang benar dan memohon pertolongan kepada Allah SWT. Keimanan yang tangguh dan akhlaq yang baik. Selamatkan akidah umat Islam dari bahaya liberalisme Islam.
***


SALAFY-WAHHABY



B
erbarengan dengan hadirnya era reformasi pasca jatuhnya rezim Soeharto, jagad Indonesia dipusingkan oleh hiruk-pikuk partai-partai yang serentak bermunculan dengan berbagai simbol, kemasan, dan ideologinya masing-masing, terma-suk ikut meramaikan panggung sejarah Indonesia adalah semaraknya gerakan dakwah, front-front, pengajian dan laskar yang seakan-akan muncul dengan tiba-tiba dan membesar begitu saja, mencengangkan dan teramat fenomenal bak jamur di musim hujan. Kita menjadi sering menyaksikan orang-orang berjubah, bersurban putih, berjenggot, juga wanita bercadar sering muncul dalam tayangan media elektronik juga berita-berita yang menghiasi banyak media massa. Aktivitas mereka menampakkan mobilitas yang teramat tinggi, terorganisir dan merambah banyak sektor kehidupan. Orang-orang kemudian dengan tiba-tiba mengenal dan mendengar nama-nama seperti Jama'ah Salafy-Wahhaby, Hizbut Tahrir (HTI), Jama'ah Tabligh, Laskar Jihad, Jama'ah Al muslimin (Jamus), dan yang lainnya. Yang menarik secara lahiriyah mereka sering tampil justru lebih Islami, lebih khusyu' dan lebih berkomitmen kepada Islam dari pada kelompok yang muncul dan besar lebih awal (baca: NU dan Muhammadiyyah) yang ironisnya sering nampak mengendor dalam memegangi hal-hal yang prinsipil semisal dengan memberi hak hidup kepada Islam Liberal dan Ahmadiyyah di negara kita.

Pengertian Salaf
Salaf merupakan cermin kemurnian ajaran Islam yang belum terkontaminasi oleh paradigma sosial yang sangat kompleks, generasi ini jauh dari berbagai kepentingan (pribadi maupun golongan) dalam mengemban amanah ideologis, mereka betul-betul menjaga kemurnian syari’at Islam dari pengkaburan-pengkaburan doktrin, sebagaimana yang banyak dimunculkan oleh banyak kelompok dewasa ini. Melihat betapa mulianya identitas salaf, tentu tidak sedikit kelompok-kelompok Islam yang turut mengaku sebagai pemegang tongkat estafet kelompok ini, di antaranya adalah Wahhabi. belakangan ini kelompok Wahhabi memunculkan isu "gerakan Salafiyah" sebagai identitas mereka agar dapat lebih diterima masyarakat yang tentunya tetap dengan kedok memurnikan dan menjauhkan umat manusia dari kemusyrikan.
Acapkali mereka mengaku sebagai pemegang tongkat estafet ulama salaf, tapi perilaku dan tingkah-polah mereka sangat jauh berbeda atau bahkan bertentangan dengan perilaku al-Salafuna as-Shalihun. Kita sudah sangat sering diingatkan oleh ulama-ulama kita seperti: Sayyid Muhammad 'Alawy al Maliki, DR. Muhammad Sa'id Romadlon al-Bouty akan pengakuan dan beberapa kedok mereka sehingga tentunya kita harus mengerti dan peka akan bahayanya gerakan ini.
Perlu dimengerti kiranya bahwa pemahaman istilah-istilah keagamaan acapkali mengalami reduksi (pengikisan makna) setelah ditafsirkan. Oleh karena itu haruslah dibedakan, sesuatu yang merupakan genuine (asli) teks dan mana yang merupakan interpretasi (tafsiran). Sebuah tafsiran seringkali dimunculkan untuk menguatkan ideologi, sehingga banyak sekali istilah-istilah tersebut dijadikan argumentasi untuk mengklaim kebenaran atas ideologi salah satu kelompok. Tak terkecuali gerakan Wahhabi ini.

Asal-Usul Wahhaby (Salafi)
Wahhabi diambil dari nama Abdul Wahhab, sementara pendiri dari gerakan ini adalah anak dari Abdul Wahhab yang bernama Muhammad. Ia mulai menyebar luaskan gerakannya di tanah kelahiran-nya yaitu Najd, daerah yang dulu banyak dihuni orang-orang Khawarij. Muhammad Abdul Wahab didukung oleh Raja Sa’ud (tokoh politikus, sekaligus ‘preman’ yang mendirikan Saudi Arabia) dengan bantuan Inggris dalam melakukan kudeta. Gerakan ini pun akhirnya menjadi besar dan tersebar luas di Jazirah Arab, bahkan sekarang sudah sampai di negeri kita tercinta Indonesia.
Ketika remaja, Muhammad bin Abdul Wahhab gemar membaca kisah orang-orang yang mengaku nabi seperti Musailimah Al-Kadzdzab, Sajjah, Thulaihah Al-Asadi dan sejenisnya.
Ibnu Abdul Wahhab menyebut jamaahnya sebagai kaum Anshar dan pengikut dari luar disebut dengan Muhajirin. Orang yang pernah melakukan haji sebelum menjadi pengikut Muhammad Ibnu Abdul Wahhab diperintah untuk melakukan haji lagi. Ia mengatakan, "Sesungguhnya hajimu yang pertama tidak di terima, karena ketika itu engkau masih dalam keadaan musyrik."
Ibnu Abdul Wahhab juga berkata kepada calon pengikutnya, "Bersaksilah sesungguhya engkau kafir, dan bersaksilah bahwa kedua orang tuamu juga kafir, dan saksikan pula kekafiran Fulan dan Fulan –sambil menyebut nama-nama Ulama terdahulu-.” Jika calon pengikut itu mau bersaksi, dia diterima sebagai pengikut, dan jika tidak mau, ia terpaksa harus mati.
Ibnu Abdul Wahhab telah mengkafirkan banyak generasi sejak 600 tahun sebelum Ibnu Abdul Wahhab. Ia mengkafirkan orang yang tidak sejalan dengannya, walaupun mereka mempunyai kapasitas ketakwaan sangat tinggi. Ia menyebut mereka sebagai orang musyrik yang halal darah dan hartanya. Namun sebaliknya, Ibnu Abdul Wahhab menetapkan keimanan para pendukungnya, walaupun orang fasik yang seharusnya mendapatkan siksa dari Allah.
Ibnu Abdul Wahhab tidak segan-segan menghina Nabi Muhammad  dengan hinaan yang bermacam-macam. Ia berkata, "Sesungguhnya tongkatku ini lebih baik daripada Nabi Muhammad , karena aku bisa memanfaatkannya. Sedangkan Muhammad  telah mati, maka tidak ada lagi kemanfaatan darinya."
Ibnu Abdul Wahhab juga tidak senang dengan bacaan sholawat. Ia melarang sholawat dibaca pada malam Jum'at dan melarang sholawat dibaca di atas mimbar. Orang yang melanggar larangan ini harus menerima siksa yang sangat pedih, bahkan Ibnu Abdul Wahhab pernah membunuh orang buta yang tidak menghiraukan larangannya.
Banyak Ulama dan orang sholeh yang tidak sefaham dibunuh oleh Ibnu Abdul Wahhab. Sayyid Alawi al Haddad pernah berkata, "Sesungguhnya pendapat yang benar menurutku ialah ucapan dan tindakan Ibnu Abdul Wahhab telah membawanya keluar dari kaidah-kaidah Islam. Sebab ia telah menghalalkan sesuatu yang telah disepakati keharamannya."
 Ditilik dari ucapan dan tindakan Muhammad ibn Abdul Wahhab, seolah ia ingin memproklamirkan ajarannya sebagai ajaran baru. Karena termotivasi oleh keinginan itu, akhirnya ia enggan dengan ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad . ia membuang semua ajaran yang berasal dari Nabi, kecuali al-Qur’an, itupun sebenarnya hanya kedok, sebatas sandiwara agar masyarakat tidak mengetahui keberadaan Ibnu Abdul Wahhab yang sebenarnya. Buktinya ia dan para pengikutnya menta’wil al-Qur’an sesuai dengan nafsu mereka dan tidak sejalan dengan tafsir Nabi, Shahabat, Ulama salaf dan para pakar tafsir. Apa yang telah dilakukan Muhammad Ibnu Abdul Wahhab juga tidak berdasarkan ta'wil yang akurat dan valid. Di samping itu, ia telah melecehkan para Nabi, para Wali yang berdasarkan konsensus imam madzhab empat menghina orang-orang tersebut merupakan perbuatan kufur.
 Kejahatan Ibnu Abdul Wahhab yang lain ialah banyak kitab-kitab yang berisi ilmu pengetahuan yang tidak ternilai harganya yang dia bakar dan banyak manusia pilihan dan ulama yang dia bunuh. Dia juga membongkar makam para wali. Di Aqsho, Ibnu Abdul Wahhab menjadikan maqom para wali untuk toilet.
 Kesalahan terbesar Wahhabi ialah pembantaian besar-besaran yang ia lakukan ketika memasuki Thaif. Mereka memusnahkan penduduk Thaif tanpa pandang bulu, dewasa ataupun anak-anak. Wahhabi menjadi bencana bagi rakyat, penguasa, orang terpandang dan masyarakat biasa. Wahhabiyyah tak segan-segan menyembelih anak yang sedang menyusu dalam dekapan ibunya. Orang-orang yang sedang tadarrus al-Qur’an di dalam masjid, juga tidak luput dari kekejaman mereka.
 Ketika semua orang yang tinggal di rumah telah mati, mereka kembali bergerak menuju masjid dan pertokoan. Mereka membunuh semua orang yang ada di sana, dan membunuh orang yang sedang Shalat di dalam masjid.
 Musuh yang berdamai, dan tidak bersenjata kemudian dibantai oleh Wahhabiyyah dan sisanya dibawa kelembah Wuj. Di lembah itu mereka disiksa, dengan suhu yang cukup dingin dan hujan salju. Keadaan mereka sangat mengenaskan, tanpa memakai alas kaki, telanjang dan terbuka auratnya. Tidak peduli laki-laki atau wanita muslimah yang seharusnya dipingit di dalam rumah.
 Di antara ajaran kontroversial Muhammad bin Abdul Wahhab adalah melarang Ziarah ke makam Rasulullah . Setelah ultimatum ini disampaikan ada sekelompok pria yang datang dari ¬Ahsa' untuk ziarah ke makam Rasulullah . Di saat perjalanan pulang mereka bertemu dengan Muhammad Abdul Wahhab yang sedang berada di Dzir'iyyah, kemudian Muhammad Abdul Wahhab memerintahkan sekelompok orang tersebut untuk mencukur jenggot mereka dan menjungkalkan kepala mereka di atas kendaraan yang membawa mereka pulang.
Bisa dikatakan bahwa sebenarnya gerakan Wahhabi adalah perwujudan kaum Khawarij di masa sekarang. Jauh-jauh hari Nabi telah mengingatkan kita akan kemunculan kaum Khawarij dalam hadits-hadits yang menerangkan kejadian yang akan datang diantaranya:
مِنْ هَا هُنَا جَاءَتْ اْلفِتَنُ نَحْوَ المَشْرِقِ (رواه البخاري)
"Dari sanalah fitnah itu datang, dari arah timur" (HR. Al Bukhori)
Dalam hadits lain Nabi bersabda:
عن أبي سعيد الخدري رضي الله عنه: عن النبي  قال يَخْرُجُ نَاسٌ مِنْ قِبَلِ المَشْرِقِ وَيَقْرَؤُوْنَ القُرْآنَ لاَ يُجَاوِزُ تَرَاقِيَهُمْ يَمْرُقُوْنَ مِنَ الدِّيْنِ كَمَا يَمْرُقُ السَّهْمُ مِنَ الرَّمِيَّةِ ثُمَّ لاَ يَعُوْدُوْنَ فِيْهِ حَتَّى يَعُوْدَ السَّهْمُ إِلَى فُوْقِهِ ) . قيل ما سيماهم ؟ قال ( سِيْمَاهُمْ التَّحْلِيْقُ أو قال التَّسْبِيْدُ)
"Akan muncul manusia dari arah timur, mereka semua mahir dalam membaca al-Qur’an, namun al-Qur’an itu tidak sampai melewati sampai hati mereka. Mereka keluar dari agamanya sebagaimana anak panah menembus sasaranya. Mereka tidak kembali lagi pada agama, sampai anak panah itu kembali pada busurnya. Di tanyakan: apa ciri-ciri mereka? Nabi menjawab: ciri-ciri mereka adalah mencukur rambut" (HR. Al Bukhori)
عن أبي سعيد الخدري وأنس بن مالك: عن رسول الله  قال " هُمْ شَرُّ الخَلْقِ والخَلِيْقَة طُوبَى لمِنْ قَتَلهُم وقَتلُوه يَدعُونَ إلى كِتابِ اللهِ ولَيْسُوا مِنه في شَىءٍ مَنْ قَاتَلَهُمْ كان أَولى بالله تَعَالى مِنْهُم "
"Mereka adalah orang yang paling buruk, beruntung bagi orang yang mereka atau terbunuh oleh mereka. Mereka mengajak pada kitab Allah SWT sedangkan mereka sendiri tidak memiliki bagian dari kitab Allah SWT. Barang siapa memerangi mereka, maka di hadapan Allah SWT orang itu lebih utama daripada mereka." (HR. Abu Dawud)
Dari hadits di atas disebutkan bahwa ciri-ciri dari mereka adalah mencukur rambut, dan itu mengindikasikan bahwa yang dikehendaki dengan mereka adalah pengikut Muhammad bin Abdul Wahhab, sebab hanya merekalah yang membuat aturan memerintahkan anggota baru mereka untuk mencukur rambut.

Beberapa Penyimpangan Salafiyah (Wahhabi)
Penyimpangan Akidah
Gerakan Wahhabiyyah muncul melawan kemapanan umat Islam bukan hanya dalam masalah syari'ah tapi juga dalam masalah akidah, sehingga perlu kita jelaskan kepada masyarakat awam bahwa perbedaan mereka dengan Ahlussunnah bukan hanya dalam furu'iyyah yang masih bisa ditolerir, tapi juga merambah pada masalah ushuluddin sehingga sudah tidak dapat ditolerir lagi. Berikut ini contoh-contoh penyimpangan akidah gerakan Wahhabi atau yang mengaku Salafiyah :
Menetapkan yad, wajah, jihah kepada Allah SWT dalam bentuk jisim (condong ke Mujassimah).
Mengkafirkan para Shufiyah kecuali yang bisa menjadi partner mereka seperti JT (Jama’ah Tabligh).
Membid’ahkan para pengikut Imam Asy’ari dan Imam Maturidi serta mensejajarkan mereka dengan golongan Jahmiyyah (pengikut Jahm bin Shofwan) dan kaum Mu’tazilah.
Mengkafirkan orang yang bertawassul dengan para nabi maupun para wali dan orang-orang sholih karena dianggap syirik (menyekutukan Allah).
Itulah sebagian dari akidah mereka yang dengan mudah mengkafirkan umat Islam dan menganggap selama 600 tahun umat Islam telah hidup dalam kemusyrikan.

Penyimpangan Syari'ah
Dalam masalah Syari’ah, gerakan Wahhabiyyah juga banyak menyimpang dari ajaran Islam ála Ahlissunnah Wal Jama'ah, diantaranya:
1.    Mengharamkan ziarah dengan menghadap agak lama ke maqbaroh Rasulullah 
2.    Mengharamkan Syaddu ar-Rihal (berangkat dari daerah yang jauh untuk ziarah kepada Rasulullah).
3.    Mengharamkan Tawassul.
4.    Mengharamkan Maulid Nabi, membaca Sholawat Nariyah, Sholawat Fatih, Dala-il al-Khoirot dan yang lainnya.( )
Dan tentunya masih banyak lagi ajaran–ajaran yang menyimpang dari Syari'at kita Ahlus sunnah wal Jama’ah, Umat Islam Indonesia.

Pokok-Pokok Ajaran Wahhabi
Mengkafirkan Orang-Orang Islam
Gerakan dari jazirah Arabia yang satu ini memang bisa di bilang radikal/beraliran keras, walaupun secara dhohir mereka sekarang tidak melakukan tindak kekerasan, tapi hakikatnya mereka ini adalah kelompok radikalis/ekstrimis. Hal ini bisa kita buktikan dengan tindakan mereka dalam mengkafirkan orang-orang Islam karena telah melakukan hal-hal yang menurut mereka adalah haram atau bahkan bisa menjadikan kufur, semisal tawassul dan ziarah dengan menghadap agak lama ke maqbaroh Rasul, Sayyidah Khadijah dll. Seolah-olah mereka tidak suka dengan adanya orang-orang yang menghormati Nabi . Hal ini dapat kita buktikan dengan adanya larangan tawassul dengan Nabi, larangan mengadakan Maulid dan lain sebagainya dengan dalih khawatir sampai adanya pengkultusan terhadap Nabi , padahal menurut kami setiap ta’dzim belum tentu menuhankan dengan bukti Allah SWT memerintahkan para Malaikat dan Iblis untuk sujud kepada Nabi Adam AS yang pada akhirnya Iblis dilaknat oleh Allah SWT karena kesombongannya dengan tidak mau sujud kepada Nabi Adam AS.
Menurut mereka tauhid dibagi menjadi tiga bagian: Tauhid Uluhiyyah, Tauhid Rububiyyah dan Tauhid asma’ wa sifat. Ulama Asy’ariyyah dan Maturidiyyah tidak memberi penjelasan tentang Tauhid Uluhiyyah dan kurang memberi penjelasan tentang Tauhid asma’ wa sifat, hal inilah yang menyebabkan masyarakat Islam banyak menjadi musyrik karena bertawassul dengan orang yang sudah mati. Ulama Asy’ariyyah dan Maturidiyyah juga tidak menetapkan yad, wajah, jihah dan istiwa’ alal ‘arys kepada Allah SWT, ujar mereka.
Membagi tauhid menjadi tiga bagian ini adalah Bid’ah terbesar mereka dan senjata utama mereka untuk mengkafirkan mayoritas umat Islam yang yang bermadzhab Asy’ari, Maturidi ataupun Shufi. Mereka adalah golongan yang merasa paling suci dalam memegang ajaran Islam.

Condong ke Tajsim
Wahhabisme termasuk aliran yang menolak adanya ta’wil pada ayat-ayat mutasyabihat, sehingga mereka berkeyakinan bahwa istiwa’nya Allah SWT di ‘Arsy adalah bersemayamnya Allah SWT di atas ‘Arsy. Mereka pun berkeyakinan bahwa Allah SWT mempunyai wajah dan tangan, mereka juga beranggapan bahwa Allah SWT memegang langit, bumi, pepohonan dengan jari-jemari-Nya.
Dari uraian tadi sebenarnya keyakinan mereka dalam permasalahan di atas ini lebih mirip dengan golongan Mujassimah, yang menurut kita (Ahlussunnah) adalah termasuk ahli Bid’ah walaupun tidak sampai kafir. Sebenarnya pendapat bahwa Allah SWT itu Jisim ini adalah pendapatnya orang-orang Yahudi yang diusung oleh Mujassimah, tapi kita tidak sampai mengatakan bahwa Mujassimah adalah ahli Bid’ah yang kafir seperti halnya kita mengatakan bahwa Yahudi adalah orang-orang kafir, karena memang vonis Al-Qur’an bahwa Yahudi orang kafir adalah karena perilaku-perilaku mereka menyembah anak sapi, membunuh para Nabi, orang-orang yang beramar ma’ruf nahi munkar, mengakui ‘Uzair sebagai anak Allah SWT dan meninggalkan hukum-hukum Taurot (menolak rajam, qishos dan potong tangan seorang pencuri) dengan tidak pernah mengamalkannya sama sekali bahkan mereka berani merubah ayat-ayat yang ada dalam Taurot dan menafsirkannya secara liberal, bukanlah vonis kufur itu karena mereka itu mujassim.
Secara umum kaum Wahhabiyyah adalah kelompok yang anti ta’wil, mereka memahami Al-Qur’an menurut dhahirnya saja, sehingga hal tersebut dipaksakan terhadap ayat-ayat mutasyabihat yang akhirnya membawa mereka lebih condong ke golongan Mujassimah. Beda dengan kita yang bisa menerima ta’wil dengan syarat tidak sampai ta’thil (menafikan sifat-sifat Allah SWT), tidak terlalu bebas seperti apa yang dilakukan golongan mu’tazilah, tidak terlalu keluar dai tatanan bahasa Arab, tapi juga tidak menyamakan Allah SWT dengan makhluknya.
Kami sendiri sebenarnya lebih condong kepada tafwidl, tapi kami tidaklah menyalahkan adanya ta’wil dengan syarat-syarat tersebut karena sebagian shohabat dan tabi’in melakukan sebagaimana disebutkan oleh Syaikh Romadlon al-Buthi dalam kitabnya. Kami juga menetapkan yad, wajah, jihhah, dlohku, ghodlob, hubb, ridho dan makr sebagai sifat-sifat Allah SWT (baik sifat Dzat maupun sifat Af’al). Kami juga menetapkan sifat kalam, sama’, dan bashor bagi Allah SWT, apalagi sifat qudroh, irodah, ilmu, hayat, qidam dan baqo’.

Melarang Tawassul dan Diam Berdiri Menghadap Maqbaroh Rasul 
Dalam pandangan orang Wahhabi masalah tawassul dan ziarah kubur menjadi salah satu isu sensitif yang menjadi kajian mereka, mereka mengatakan bahwa pelaku tawassul dan ziarah kubur para wali dan bertawassul termasuk orang kafir karena telah melakukan perbuatan syirik. Mereka mengusung ayat-ayat Al-Qur’an yang mestinya sebagai dalil kafirnya orang musyrikin pada masa Nabi untuk digunakan sebagai dalil kufurnya pelaku tawassul dan ziarah kubur tanpa mengkaji lebih dalam apa arti dan maksud dari ayat-ayat tersebut.
Ketika kita meneliti dalil-dalil mereka pastilah kita temukan perbedaan antara pelaku tawassul dengan orang musyrik zaman dahulu. Orang musyrik zaman dahulu dikatakan kufur karena memang mereka menyembah pada selain Allah SWT, berbeda dengan pelaku tawassul atau ziarah kubur. Mereka tidaklah menyembah selain kepada Allah SWT, tidak menyekutukan Allah SWT, mereka hanya bertadlarru' (berdo’a) kepada Allah SWT dengan perantara menyebut kekasih-kekasih Allah SWT (menurut keyakinan mereka), tidak lebih. Sedangkan dalil-dalil tentang bolehnya tawassul tentunya banyak sekali di dalam Al Quran, seperti Firman Allah SWT:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَابْتَغُوا إِلَيْهِ الْوَسِيلَةَ وَجَاهِدُوا فِي سَبِيلِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah SWT dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan." (QS.Al Maaidah: 35)
أُولَئِكَ الَّذِينَ يَدْعُونَ يَبْتَغُونَ إِلَى رَبِّهِمُ الْوَسِيلَةَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ وَيَرْجُونَ رَحْمَتَهُ وَيَخَافُونَ عَذَابَهُ إِنَّ عَذَابَ رَبِّكَ كَانَ مَحْذُورًا
"Orang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan kepada Tuhan mereka siapa di antara mereka yang lebih dekat (kepada Allah SWT) dan mengharapkan rahmat-Nya dan takut akan azab-Nya. Sesungguhnya azab Tuhanmu adalah suatu yang (harus) ditakuti." (QS. Al Isra': 57)
Menurut Ibnu Abbas ra. yang di maksud dengan wasilah adalah setiap perkara yang bisa mendekatkan diri kepada Allah SWT.
وَلَمَّا جَاءَهُمْ كِتَابٌ مِنْ عِنْدِ اللَّهِ مُصَدِّقٌ لِمَا مَعَهُمْ وَكَانُوا مِنْ قَبْلُ يَسْتَفْتِحُونَ عَلَى الَّذِينَ كَفَرُوا فَلَمَّا جَاءَهُمْ مَا عَرَفُوا كَفَرُوا بِهِ فَلَعْنَةُ اللَّهِ عَلَى الْكَافِرِينَ
"Dan setelah datang kepada mereka Al-Qur’an dari Allah SWT yang membenarkan apa yang ada pada mereka, padahal sebelumnya mereka biasa memohon (kedatangan Nabi) untuk mendapat kemenangan atas orang-orang kafir. Maka setelah datang kepada mereka apa yang telah mereka ketahui, mereka lalu ingkar kepadanya. Maka laknat Allah-lah atas orang-orang yang ingkar itu." (QS. Al Baqoroh: 89)
Dari Ayat di atas dapat kita simpulkan bahwa mereka (orang Yahudi) bertawassul dengan Nabi akhir zaman (Nabi Muhammad ) agar bisa mengalahkan musuh-musuh mereka. Dan untuk lebih gamblangnya silahkan lihat kita-kitab tafsir seperti Tafsir ath-Thobari, al-Qurthubi, al-Jalalain, dan sebagainya.
Nabi  juga bersabda:
لَمَّا اقْتَرَفَ آدَمُ الخَطِيْئَةَ قَالَ: يَا رَبِّ أَسْأَلُكَ بِحَقِّ مُحَمَّدٍ لِمَا غَفَرْتَ لِيْ، فَقَالَ اللهُ: يَا آدَم وَكَيْفَ عَرَفْتَ مُحَمَّدًا وَلَمْ أَخْلُقْهُ ؟ قال: ياَ رَبِّ لاَنَّكَ لَمَّا خَلَقْتَنِيْ بِيَدِكَ وَنَفَخْتَ فِيَّ مِنْ رُوْحِكَ رَفَعْتُ رَأْسِيْ فَرَأَيْتُ عَلَى قَوَائِمِ العَرْشِ مَكْتُوْبًا لاَ إِلَهَ إِلاَ الله مُحَمَّدٌ رَسُوْلُ اللهِ فَعَلِمْتُ أَنَّكَ لَمْ تُضِفْ إِلَى اسْمِكَ إِلاَ أَحَبَّ الخَلْقِ إِلَيْكَ، فقال اللهُ: صَدَقْتَ يَا آدَمُ إنَّهُ لأَحَبُّ الخَلْقِ إلَيَّ ادْعُنِيْ بِحَقِّهِ فَقَدْ غَفَرْتُ لَكَ وَلَوْلاَ مُحَمَّدٌ مَا خَلَقْتُكَ.
“Ketika Nabi Adam melakukan kesalahan, beliau memohon kepada Allah: ”Wahai Tuhanku dengan hak Muhammad aku mohon ampunanMu untukku”. Allah SWT bertanya: ”Wahai Adam, bagaimana kamu bisa mengenal Muhammad padahal aku belum menciptakannya?”. Adam menjawab: ”Wahai Tuhanku, sungguh ketika engkau menciptakan aku dan Engkau tiupkan ruh ke dalam jasadku, aku mengangkat kepalaku dan aku melihat tertulis di tiang-tiang ‘Arsy “Tiada Tuhan selain Allah SWT, Muhammad utusan Allah”. Maka aku tahu bahwasanya Engkau tidak akan menyandingkan dengan nama-Mu kecuali makhluk yang paling engkau cintai”. Allah SWT berkata: ”Engkau benar, sesungguhnya Muhammad adalah makhluk yang paling Aku cintai. Berdoalah kepada-Ku dengan hak Muhammad . Aku telah mengampunimu. Seandainya tidak ada Muhammad , Aku tidak akan menciptakanmu”. (HR. Al Hakim)
Itulah Nabi Adam, manusia yang sudah punya derajat sebagai Nabi ternyata masih bertawassul terhadap Nabi Akhir zaman (Nabi Muhammad ). Apakah dengan bertawassul Nabi Adam menjadi kufur karena menyekutukan Allah? Tentunya bagi orang yang punya iman tidak akan mungkin mengatakan hal tersebut.
وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ رَسُولٍ إِلَّا لِيُطَاعَ بِإِذْنِ اللَّهِ وَلَوْ أَنَّهُمْ إِذْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ جَاءُوكَ فَاسْتَغْفَرُوا اللَّهَ وَاسْتَغْفَرَ لَهُمُ الرَّسُولُ لَوَجَدُوا اللَّهَ تَوَّابًا رَحِيمًا
"Dan Kami tidak mengutus seseorang Rasul melainkan untuk ditaati dengan seizin Allah. Sesungguhnya jikalau mereka ketika menganiaya dirinya datang kepadamu, lalu memohon ampun kepada Allah, dan rasulpun memohonkan ampun untuk mereka, tentulah mereka mendapati Allah SWT Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang." (QS. An Nisaa’ 64)
Diceritakan dari Imam al-‘Utbi saat beliau duduk di sisi maqbaroh Rasul, tiba-tiba datang seseorang seraya berkata: “Assalaamu’alaikum Ya Rasulullah , aku mendengar Firman Allah SWT –lantas dia membaca Ayat di atas– dan sekarang aku datang kepadamu agar kamu memintakan ampunan kepada Allah SWT atas dosa-dosaku.” Dan setelah orang tadi pergi Imam al ‘Utbi kemudian tertidur. Dalam tidurnya beliau bermimpi bertemu Nabi, Nabi bersabda: “Temuilah orang tadi. Beri ia kabar gembira dengan diampuni dosa-dosanya oleh Allah SWT."
Ayat ini, di samping menjadi dalil akan baiknya ziarah Rasulullah  menurut kami ayat ini juga menjadi dalil diperbolehkannya bertawassul dengan Nabi Muhammad .
Nabi  juga bersabda:
كُنْتُ نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ القُبُوْرِ فَزُوْرُوْهَا
 “Dulu aku melarang kalian dari ziarah kubur, tapi sekarang berziarahlah kalian semua" (HR. Muslim)
مَنْ زَارَ قَبْرِيْ وَجَبَتْ لَهُ شَفَاعَتِيْ
“Barang siapa yang berziarah ke kuburanku maka ia akan mendapatkan pertolonganku." (HR. Al Bazzar)

Mengharamkan Tahlil dan Bacaan-Bacaan Lainnya yang Dihadiahkan kepada Mayit
Dalam perspektif Wahhabiyyah, amal yang dihadiahkan pada orang yang telah meninggal tidak bisa sampai, karena amal orang lain tidak akan memberi manfaat apapun baginya. Manusia hanya berhak menerima imbalan dari amal perbuatannya sendiri. Mereka bertendensi dengan sebuah ayat dan hadits:
وَأَنْ لَيْسَ لِلْإِنْسَانِ إِلَّا مَا سَعَى
"Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diperbuat." ( QS: an-Najm. 39)
إذَا مَاتَ ابْنُ آدَمَ انْقَطَعَ عَمَلُهُ
"Ketika anak cucu Adam meninggal, maka terputuslah amalnya" (HR. Muslim)
Padahal pengertian dari ayat tersebut adalah bahwa al- Qur’an hanya memberitakan kalau seseorang tidak memiliki hak apapun kecuali atas apa yang telah dilakukan, tidak menyinggung tentang amal orang lain yang pahalanya dihadiahkan kepadanya. Sedangkan Hadits Nabi di atas menjelaskan tentang terputusnya amal, bukan terputusnya manfaat sebuah amal.
Tahlil adalah beberapa bacaan yang semuanya mempunyai landasan Hadits yang jelas, namun pada intinya semua bacaan tersebut merupakan bacaan dzikir yang sangat dianjurkan oleh Allah SWT. Allah SWT berfirman:
وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيرًا لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
"Dan berdzikirlah kepada Allah SWT banyak-banyak supaya kamu beruntung." (QS: Al-Jum'ah 10)
Lalu bagaimana menghadiahkan pahala Tahlil kepada orang yang telah meninggal? Dan apakah pahala tersebut akan sampai kepadanya?
Dalam hal ini Imam Kurdi mengatakan: "Ada orang yang membaca al-Qur’an lalu menghadiahkan pahalanya untuk ruh Nabi , juga untuk ruh Fulan dan Fulan. Dengan demikian, pahala yang dihadiahkan kepada Nabi secara mutlak akan sampai kepada beliau, bahkan akan dilipatgandakan, begitu juga pahala yang dihadiahkan kepada selain Nabi akan sampai kepada mereka.”
Pendapat serupa juga diutarakan oleh mayoritas ulama Syafi'iyah dan juga al-Aimmah al-Tsalatsah selain imam al-Syafi'i.

Mengharamkan Maulid Nabi
Mereka juga mengharamkan Maulid Nabi yang sudah menjadi tradisi turun-temurun di kalangan Nahdliyin. Mereka mengatakan, tiada ajaran dalam Islam untuk memperingati kelahiran Nabi, guru dan lain-lainnya. Perayaan Maulid Nabi pertama kali diprakarsai oleh penguasa Arbil, yaitu raja Mudloffar Abi Sa'id al-Kubkuri bin Zainuddin Ali bin Buktikin yang meninggal pada tahun 630 H dalam usia 82 tahun.
Al-Hafidl Ahmad ibn Hajar al-Asqolani mengutip sebuah hadits dalam kitab shohih muslim sebagai dalil atas pelaksanaan Maulid.
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ  قَدِمَ المَدِينَةَ فَوَجَدَ اليَهُودَ صِيَامًا يَوْمَ عَاشُورَاءَ فَقَالَ لَهُمْ رَسُولُ اللَّهِ  مَا هَذَا اليَوْمُ الَّذِي تَصُومُونَهُ فَقَالُوا هَذَا يَوْمٌ عَظِيمٌ أَنْجَى اللَّهُ فِيهِ مُوسَى وَقَوْمَهُ وَغَرَّقَ فِرْعَوْنَ وَقَوْمَهُ فَصَامَهُ مُوسَى شُكْرًا فَنَحْنُ نَصُومُهُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ  فَنَحْنُ أَحَقُّ وَأَوْلَى بِمُوسَى مِنْكُمْ.
"Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwasanya Rasulullah  tiba di Madinah, kemudian beliau melihat orang-orang Yahudi melakukan puasa pada hari ‘Asyura. Maka Nabi bertanya kepada mereka: "Hari apakah ini yang kalian melakukan puasa di dalamnya?" Mereka menjawab: "Hari ini adalah hari agung, yang pada hari itu Allah SWT menyelamatkan Musa dan kaumnya serta menenggelamkan Fir'aun besera pengikutnya, kemudian Musa berpuasa pada hari itu karena bersyukur kepada Allah, maka kami sekarang berpuasa." Nabi Muhammad lalu bersabda: "kami lebih berhak dan lebih layak mengikuti Musa dari pada kalian." (HR. Muslim)
Menurut Ibnu Hajar, Hadits di atas memberikan sebuah pesan tentang peringatan syukur atas nikmat dan selamat dari petaka. Syukur ini bisa dilakukan dalam setiap tahun, tepat pada hari yang sama. Bentuk syukur pun boleh diungkapkan dalam bentuk yang berbeda, seperti bersujud, berpuasa, bersedekah atau yang lainnya.
Toh pada akhirnya, kaum Wahhabi yang mengharamkan perayaan Maulid Nabi tidak konsisten dengan tesis mereka bahwa semua Bid'ah pasti sesat. Di saat mereka mengharamkan dan menilai syirik perayaan Maulid Nabi, mereka justru merayakan haul guru mereka Muhammad ibnu Abdul Wahhab pendiri ajaran Wahhabi dalam acara tahunan yang mereka namakan "Usbu' al-Syaikh Muhammad ibn Abdul Wahhab".( )

Mengharamkan Ziarah Kubur untuk Bertawassul atau Baca Fatihah, Tahlil dan Lainnya
Mereka juga menyatakan, bahwa ibadah membacakan al-Fatihah untuk mayit, seperti halnya ibadah baru yang begitu memasyarakat, tidak ditemukan tuntunannya. Dalam Islam tidak ada anjuran melakukan amalan membaca al-Qur’an di atas kuburan. Tentu saja pendapat tersebut bisa melemahkan keyakinan kaum Santri.
Para ulama menjelaskan, bahwa ziarah kubur sudah menjadi kebiasaan Nabi ketika masih hidup. Beliau menjelaskan tujuan dan faidah melakukan ziarah kubur, yaitu dengan tujuan mengingat akhirat dan mengambil tauladan dari kematian.
عن أنس بن مالك عن النبّيّ صلى الله عليه وسلم « وَكُنْتُ نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ القُبُوْرِ، ثُمَّ بَدَا لِيْ فَزُوْرُوْهَا فَإِنَّهَا تُرِقُّ القَلْبَ وَتُدْمِعُ العَيْنَ وَتُذَكِّرُ الآخِرَةَ، فَزُوْرُوْا وَلاَ تَقُوْلُوْا هُجْرًا »
"Anas ibn Malik meriwayatkan hadits dari Rasulullah , beliau bersabda: "Aku dulu telah melarang kalian melakukan ziarah kubur, kemudian aku temukan hikmahnya. Maka sekarang ziarahlah kalian ke kubur, karena melembutkan hati, meneteskan air mata, dan mengingatkan akan akhirat. Ziarahlah dan jangan mengucapkan perkataan kotor." (HR. Al Baihaqi)
Mengenai permasalahan tawassul dan menghadiahkan pahala bacaan kepada orang yang meninggal dunia sudah kami bahas pada keterangan yang telah lewat.
Adapun ziarah kubur bagi wanita tidak sampai pada lefel haram melainkan makruh. Faktor dari hukum tersebut, karena wanita mempunyai hati yang lemah, sering risau dan tidak bisa menahan diri ketika menerima musibah. Sehingga mereka dikhawatirkan melakukan hal-hal yang tidak semestinya, seperti menjerit dan menangis histeris.
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ  قَالَ مَرَّ النَّبِيُّ  بِامْرَأَةٍ عِنْدَ قَبْرٍ وَهِيَ تَبْكِي فَقَالَ اتَّقِي اللَّهَ وَاصْبِرِي
"Diriwayatkan dari Anas ibn Malik, Rasulullah  melintasi seorang wanita yang sedang menangis di samping kuburan, lalu Nabi berkata padanya: "Bertakwalah kepada Allah SWT dan bersabarlah." (HR. Bukhori)
Dalam hadits di atas, Nabi hanya memerintahkan wanita tersebut untuk bertakwa dan bersabar. Nabi tidak mengingkari perbuatannya ataupun melarangnya berziarah. Sedangkan Hadits riwayat Ibnu Hibban dari Abi Hurairah:
لَعَنَ الله ُزَائِرَاتِ القُبُورِ
Itu berlaku bagi wanita yang sering melakukan ziarah kubur dengan niyahah (menyebut kebaikan-kebaikan mayit sambil menangis dengan disertai menjerit dan histeris sebagaimana tradisi kaum Jahiliyyah, membuka aurat, berhias dan sendirian tanpa mahrom atau rombongan wanita yang tidak bercampur dengan rombongan laki-laki baik di kuburan ataupun dalam perjalanan). Ziarah semacam inilah yang dilarang oleh Nabi.

Mengharamkan Membaca Wirid dan Yasin Fadhilah Bersama dengan Keras Ala Santri
Amalan inipun tidak luput dari kritik mereka, padahal ulama-ulama pesantren yang menjadi panutan kaum santri merupakan ulama pilihan dan mempunyai kapasitas keilmuan yang sangat tinggi. Mereka selalu memperhatikan aktifitas kaumnya, apakah amalan-amalan yang dilakukan kaumnya itu bertentangan dengan Syari'at atau tidak.


Mengharamkan Membaca Wirid Bersama dengan Keras Ala Santri
Mereka juga mengkritisi pembacaan dzikir dan wirid setelah Shalat, misalnya:
أستغفر الله العظيم الّذي لا إله الا هو الحيّ القيّوم وأتوب إليه – ثلاث مرات
Menurut pandangan Wahhabiyyah bacaan ini Bid'ah, karena cara membacanya dengan suara keras dan ada tambahan lafadz "Al-'Adzim".
اللّهم أنت السّلام ومنك السّلام وإليك يعود السّلام فحيّنا ربّنا بالسّلام وادخلنا الجنّة دار السّلام تباركت ربنّا وتعاليت ياذا الجلال والإكرام
Dalam bacaan wirid ini menurut pandangan Wahhabiyyah, tidak sesuai dengan Hadits Nabi, karena ada penambahan-penambahan.
Adanya penambahan, selama masih mengandung do'a (meminta keselamatan, meminta surga, penghormatan kepada Allah SWT) diperbolehkan, seperti penambahan "Sayyidina" sebagai bentuk penghormatan kepada Nabi, asalkan tidak berkeya-kinan bahwa penambahan tersebut datang dari Nabi. Namun alangkah baiknya cukup membaca (iqtishor) yang datang dari Nabi.
عَنْ ثَوْبَانَ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ  إِذَا انْصَرَفَ مِنْ صَلاَتِهِ اسْتَغْفَرَ ثَلاَثًا وَقَالَ اللَّهُمَّ أَنْتَ السَّلاَمُ وَمِنْكَ السَّلاَمُ تَبَارَكْتَ ذَا الجَلاَلِ وَالإِكْرَامِ
Jadi, anggapan mereka bahwa membaca wirid bersama dengan keras yang selama ini sudah menjadi amalan rutin kaum Nahdliyin itu mengada-ada dan tidak benar, karena Nabi  juga pernah melakukannya. Dengan bukti sebagian Shahabat mendengar bacaan beliau dan juga para Shahabat melakukannya dengan keras sesudah Shalat maktubah. Sebagaimana hadits Ibnu Abbas riwayat Imam Bukhori dalam Shohih-nya:
عَنِ ابْنِ عبّاَسِ رضِيَ اللهُ عَنهُمَا: اَنَّ رَفْعَ الصَّوْتِ باِلذّكْرِ حِيْنَ يَنْصَرِفُ النّاَسُ مِنَ المَكْتُوبَةِ, كَانَ عَلى عَهْدِ رَسُولِ اللهِ صَلىَّ اللهِ عَليهِ وَسلَّمَ
Orang Arab Wahhabiyyah memang punya budaya dan kesenangan membaca wirid dengan suara pelan/ pelan-pelan dan sendirian, sedangkan orang selain mereka senang membacanya dengan suara keras dan bersama-sama. Dalam hal ini tidak ada aturan atau kaifiyah khusus mengenai praktek pembacaan wirid. Semua diserahkan dan menjadi hak kaum muslimin.

Mengharamkan Yasin Fadlilah
Yasin fadlilah sedikit berbeda dengan Yasin yang rutin kita baca. Cara membacanya adalah dengan terputus-putus, berhenti pada ayat tertentu guna membaca do'a.
Praktek ini dianggap keliru oleh Wahhabi, sehingga mereka menyebut pelakunya sebagai orang yang mencampur ayat-ayat al-Qur’an dengan selain al-Qur’an. Padahal berdo'a di tengah bacaan al Quran juga pernah dilakukan oleh Nabi .
عَنْ حُذَيْفَةَ أَنَّهُ صَلَّى إِلَى جَنْبِ النَّبِيِّ  لَيْلَةً فَقَرَأَ فَكَانَ إِذَا مَرَّ بِآيَةِ عَذَابٍ وَقَفَ وَتَعَوَّذَ وَإِذَا مَرَّ بِآيَةِ رَحْمَةٍ وَقَفَ فَدَعَا وَكَانَ يَقُولُ فِي رُكُوعِهِ سُبْحَانَ رَبِّيَ العَظِيمِ وَفِي سُجُودِهِ سُبْحَانَ رَبِّيَ الأَعْلَى
"Shahabat Hudzaifah melakukan Shalat malam di samping Rasulullah, kemudian membaca surat. Ketika sampai pada ayat yang menerangkan adzab, Rasulullah berhenti dan meminta perlindungan, dan ketika sampai ayat yang menerangkan rahmat, beliau berhenti dan berdo'a meminta rahmat. Ketika ruku' beliau membaca Subhana Robbi al-Adhimi, dan ketika sujud beliau membaca Subhana Robbi al-A'la." (HR. Nasa'i)
Jadi jelas dalam Yasin Fadlilah tidak ada penyimpangan sebagaimana yang mereka tuduh-kan.

Mengharamkan Do'a Qunut Shubuh
Dalam menanggapi masalah Qunut, para ahli hukum Islam berpendapat bahwa hukum melakukan doa Qunut adalah sunnah (Imam Syafi'i), dan mustahab (Imam Malik). Namun menurut imam Syafi'I Qunut Shubuh waktunya setelah ruku' sedangkan menurut imam Malik sebelum ruku'.
عَنْ ابْنِ سِيرِينَ أَنَّ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ سُئِلَ هَلْ قَنَتَ رَسُولُ اللَّهِ  فِي صَلاَةِ الصُّبْحِ قَالَ نَعَمْ فَقِيلَ لَهُ قَبْلَ الرُّكُوعِ أَوْ بَعْدَهُ قَالَ بَعْدَ الرُّكُوعِ
"Anas ibn Malik ditanya, “Apakah Rasulullah  membaca do'a qunut dalam Shalat shubuh?” Beliau menjawab: “Ya,” kemudian ditanya, “Apakah sebelum ruku' atau setelahnya?” Beliau menjawab: “sesudah ruku'." (HR. An Nasa'i)
Jadi, anggapan mereka bahwa amalan qunut tidak ada landasan hukumnya adalah sebuah kebohongan.
***


METODOLOGI
KOMPREHENSIF DALAM MENGETAHUI DAN MENAFSIRI SEBUAH NASH




S
eorang manusia supaya dapat mempraktekkan Islam dengan benar dan penuh keyakinan, hendaknya harus melewati tiga fase berikut ini:
I.    Memastikan kesahihan nash-nash yang dinukil dari Nabi  (Al Quran maupun Al Hadits) sekiranya ia yakin bahwa nash tersebut benar-benar dari Nabi  dan bukanlah pembohongan atas Nabi .
II.    Meneliti kandungan nash-nash tersebut, sampai dia mantap dengan apa yang dimaksud dan sesuai dengan yang dikehen-daki oleh pemiliknya.
III.    Meneliti dan membandingkan semua arti dan maksud yang telah dihasilkan dengan logika dan akal sebagai langkah untuk menguji dan mengetahui posisi akal.
Hanya saja manusia tidak akan dapat melewati tiga fase di atas kecuali dengan bantuan sebuah perangkat, dan perangkat inilah yang disebut sebagai metodologi. Sedangkan metodologi sendiri terbentuk dari tiga bagian, yang setiap satu bagian menghimpun sepertiga dari metode itu sendiri. Berikut ini tiga bagian tersebut:
Bagian pertama: kaidah-kaidah yang memberi pengertian kepada seseorang akan shahih maupun bathilnya sebuah Hadits, serta tingkat derajatnya.
Bagian kedua: kaidah-kaidah yang bisa menjadi petunjuk dan penjelas yang diambil dari percakapan-percakapan orang Arab yang biasa digunakan dalam kamus-kamus bahasa Arab.
Bagian ketiga: suatu hal yang terbentuk dari perimbangan logika dan akal.
***


TIDAK ADA RUANG
IJTIHAD DALAM AKIDAH




A
kidah merupakan salah satu kandungan dari ajaran Islam disamping Syari’at dan Akhlak. Hanya saja Akidah sifatnya pasti dan tidak pernah berubah-ubah, berbeda dengan syari’at yang bisa berubah-ubah menurut kemaslahatan manusia selama masih ada Rasul-rasul Allah SWT di muka bumi. Oleh karenanya tidak ada ruang ijtihad dalam pokok-pokok Akidah seperti dalam beberapa hal berikut ini:
1.    Berkeyakinan bahwa Islam adalah agama yang Allah SWT telah memerintahkan kepada hamba-Nya untuk memeluknya. Semua ajaran Islam di kandung oleh al-Quran dan Al-Hadits.
2.    Berkeyakinan bahwa Allah SWT adalah satu baik dzat, sifat maupun af'alnya.
3.    Semua sifat Allah SWT seperti sama', bashor, ilmu, qudrah dan irodah menyatu dengan dzat Allah SWT dan tidak akan pernah terpisah.
4.    Berkeyakinan bahwa tidak ada satu makhluk pun yang menyerupai Allah SWT baik dalam dzat, sifat maupun af'alnya. Itulah salah satu kandungan sifat wahdaniyyah bagi Allah.
5.    Berkeyakinan bahwa setiap sesuatu pasti atas kehendak Allah. Hal yang baik, buruk, pekerjaan manusia dan lain sebagainya semua atas kehendak-Nya.
6.    Berkeyakinan bahwa segala sesuatu pasti menurut qadla' dan qadarnya Allah, orang mukmin mendapat petunjuk karena taufiq Allah SWT seperti halnya tersesatnya orang-orang kafir tidak lepas dari Qadla' dan qadar-Nya.
7.    Berkeyakinan bahwa ahlul Qiblah (orang Islam) selama terus menerus menjaga unsur-unsur iman dan Islam, tidak akan menjadi kafir dengan sebab melakukan sebuah dosa (dosa besar atau kecil) selama mereka tidak menghalalkannya.
8.    Berkeyakinan bahwa di hari kiamat kelak, Allah SWT akan dapat dilihat oleh orang-orang mukmin seperti halnya kita sekarang dapat melihat bulan purnama dengan terang dan jelas tanpa berdesak-desakan.
9.    Berkeyakinan tentang adanya pertanyaan dari dua malaikat, adzab dan nikmat kubur seperti yang telah banyak diterangkan dalam banyak hadits yang sampai pada tingkatan mutawatir ma'nawi.
10.    Mantap akan keharusan mencintai pendahulu kita (Salafiyyun) yang telah dipilih Allah SWT sebagai sahabat Rasulullah  dan yakin benar bahwa pemegang Imamah setelah Rasulullah adalah Abu Bakar ash-Shiddiq Ra, Umar bi Khatthab Ra, Utsman bin Affan  dan Ali bin Abi Tholib.
11.    Berkeyakinan bahwa persatuan umat Islam adalah termasuk tujuan dan prinsip-prinsip agama, oleh karenanya wajib bagi setiap umat Islam untuk memperjuangkannya dengan cara selalu menetapi apa yang telah disyari’at kan dan diperintahkan oleh Allah.
12.    Mengakui dan meyakini beberapa tanda-tanda hari kiamat yang telah dipaparkan dalam Al Quran ataupun Hadits Nabi seperti keluarnya Dajjal, turunnya Nabi Isa As, dll.
13.    Berkeyakinan bahwa membuat Bid'ah dalam ajaran agama termasuk kelaliman dan penistaan atas agama.
14.    Berkeyakinan bahwa A'immah Arba'ah (imam empat) adalah orang-orang yang telah mendokumentasikan hukum-hukum Syari'at serta mencurahkan segala kemampuan untuk menjelaskan dan menerangkannya, mereka adalah: imam Abu hanifah, imam Malik, imam Syafi'i dan imam Ahmad bin Hambal.
15.    Berkeyakinan bahwa mencari pengetahuan dan membekali akal dengan ilmu adalah satu hal yang sangat dianjurkan selama orang tersebut sadar dan ingat akan norma-norma kebenaran.
16.    Dan yang terakhir seseorang harus tahu dan yakin bahwa agama Allah SWT yang wajib dipeluk oleh hamba-Nya terdiri dari Iman, Islam dan Ihsan.
***


MASALAH KHILAFIYYAH



D
alam Islam, banyak sekali permasalahan-permasalahan yang bersifat khilafiyyah, Dikarenakan dalil-dalil yang menerangkannya tidak sampai bersifat qoth’i, sehingga para Ulama Mujtahid dengan metode ijtihadnya yang berbeda–beda tidak jarang mencetuskan hukum yang berbeda dari dalil yang sama. Dalam permasalahan ini, kita tidak boleh menganggap orang yang berbeda pandangan sebagai orang yang sesat, atau bahkan sampai mengkafirkannya. Secara global, masalah khilafiyyah ini terkelompokkan menjadi tiga hal:
1.    Nash-Nash Mutasyabihat
2.    Pengkategorian Bid’ah
3.    Permasalahan Tashawwuf

Nash-Nash Mutasyabihat
Dalam menyikapi ayat-ayat Mutasyabihat, ada dua metode tafsir di kalangan Ulama. Pertama, mengartikan ayat tersebut sesuai dengan arti dhohirnya serta meyakini Allah SWT tidak ada kesamaan dengan makhluk. Kedua, mengartikan-nya dengan ma’na majaz yang terkandung dalam ayat tersebut dengan menyesuaikan susunan kalamnya. Contohnya dalam surat Al Fath ayat 10 Allah SWT berfirman: “يد الله فوق أيديهم”. Menurut metode pertama, kata “yad” diartikan dengan tangan, dan tetap berkeyakinan tangan Allah SWT tidak sama dengan tangan yang dimiliki makhluk. Sedangkan menurut metode tafsir yang kedua, diartikan dengan kekuatan Allah.

Pengkategorian Bid’ah
Bid’ah adalah ritual keagamaan yang dibuat dengan menyerupai Syari’at yang dilakukan untuk menambah ibadah kepada Allah SWT. Ulama sepakat, Bid’ah adalah termasuk hal yang sesat dan diharamkan. Perkhilafan muncul ketika dalam mengkategorikan Bid’ah.

Adat/Kebiasaan Keseharian
Ulama salaf tidak satu pendapat dalam menanggapi kebiasaan keseharian baik yang berkaitan dengan makanan, pakaian atau yang lain yang belum pernah ada pada masa Rasulullah  masih hidup. Di antara mereka ada yang berpendapat, adat tidak ada kaitannya dengan pembahasan Bid’ah. Adat tidaklah merupakan Syari’at ataupun salah satu sumber hukum Syari’at.

Menerapkan Status Bid’ah dalam Realita
Menghukumi sebuah kejadian, apakah termasuk Bid’ah atau tidak, membutuhkan pemikiran yang jeli dan berbagai pertimbangan. Sehingga perkhilafan dalam menetapkan hukum sangat sulit dihindari. Di antara contohnya adalah:
1.    Penambahan Adzan dalam Shalat Jum'at yang dilakukan Utsman . Karena luasnya daerah, umat Islam belum cukup dengan adanya satu adzan untuk memberitahukan bahwa waktu Shalat Dhuhur sudah tiba, sehingga menurut Utsman , adzan tersebut tidak termasuk Bid’ah tetapi hal yang mendatangkan kemashlahatan bagi umat Islam.
2.    Mendirikan Jama’ah Shalat ‘Id di masjid, dan masih banyak lagi permasalahan yang lain.

Permasalahan Tashawwuf
Tashawwuf adalah upaya membersihkan hati dari penyakit-penyakit semisal hasud, takabbur, cinta harta dunia dll. Namun, di sana terdapat amalan-amalan dalam rangka pembersihan hati yang masih ada perkhilafan hukum, diantaranya:
1.    Mengadakan halaqoh dzikir dalam waktu tertentu. Mereka melakukan amalan ini dengan landasan hadits-hadits Nabi , di antaranya hadits yang diriwayatkan Imam Muslim:
لاَ يَقْعُدُ قَوْمٌ يَذْكُرُونَ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ إِلاَّ حَفَّتْهُمْ الْمَلَائِكَةُ وَغَشِيَتْهُمْ الرَّحْمَةُ وَنَزَلَتْ عَلَيْهِمْ السَّكِينَةُ وَذَكَرَهُمْ اللَّهُ فِيمَنْ عِنْدَهُ
2.    Berdzikir hanya dengan menyebut lafadz “Allah” saja. Kaum Wahhabiyyah mengatakan bahwa dzikir dengan cara demikian adalah haram dan sesat. Sedangkan kebanyakan orang Islam tidak mempermasalahkannya,  dengan berdasar Firman Allah:
وَاذْكُرِ اسْمَ رَبِّكَ بُكْرَةً وَأَصِيلاً (الدهر: 25)
***

BID’AH  



M
ayoritas kaum muslimin Ahlussunnah Wal Jama’ah, dari kalangan Shahabat, Ulama salaf membagi Bid’ah menjadi dua: Bid’ah Hasanah (Bid’ah yang baik) yaitu setiap inovasi yang sesuai dengan substansi dari al-Qur’an dan as-Sunnah serta Ijma’ ulama karena di dalamnya terdapat kemashlahatan dan kemanfaatan. Sedangkan Bid’ah Sayyiah (Bid’ah yang jelek) adalah setiap inovasi yang bertabrakan dengan substansi al-Qur’an dan as-Sunnah serta ijma’ ulama.
Al Imam Abu Umar Yusuf bin Abdi al-Bar an-Namiri al-Andalusi membagi Bid’ah menjadi dua. Beliau berkata, “Adapun perkataan Umar “sebaik-baik Bid’ah”, maka Bid’ah dalam bahasa Arab adalah menciptakan dan memulai sesuatu yang belum pernah ada. Maka apabila Bid’ah tersebut dalam agama menyalahi Sunnah yang telah berlaku, maka itu Bid’ah yang tidak baik. Wajib mencela dan melarangnya, menyuruh menjauhinya dan meninggalkan pelakunya apabila telah jelas keburukan alirannya. Sedangkan Bid’ah yang tidak menyalahi dasar Syari’at dan Sunnah, maka itu sebaik-baik Bid’ah.”
Imam Ibnu Hajar al-‘Asqolani juga menjelaskan, “Secara bahasa, Bid’ah adalah sesuatu yang dikerjakan tanpa mengikuti contoh sebelumnya. Dalam syara’, Bid’ah diucapkan sebagai lawan sunnah, sehingga Bid’ah itu pasti tercela. Sebenarnya, apabila Bid’ah itu masuk dalam naungan sesuatu yang dianggap baik menurut syara’. Maka disebut Bid’ah Hasanah. Bila masuk dalam naungan sesuatu yang dianggap buruk menurut Syara’, maka disebut Bid’ah Mustaqbahah (tercela) bila tidak masuk dalam naungan menjadi bagian mubah (boleh) dan Bid’ah dapat dibagi menjadi lima hukum.”
Lebih lanjut Imam Muhammad bin Isma’il ash-Shon’ani menjelaskan dalam kitabnya Subul al-Salam syarh Bulugh al-Marom: “Bid’ah menurut bahasa adalah sesuatu yang dikerjakan tanpa mengikuti contoh sebelumnya. Yang dimaksud Bid’ah di sini adalah sesuatu yang dikerjakan tanpa didahului pengakuan Syara’ melalui al-Qur’an dan as-Sunnah. Ulama telah membagi Bid’ah menjadi lima bagian:
Pertama, Bid’ah Wajibah, seperti memelihara ilmu-ilmu agama dengan membukukannya dan menolak kelompok-kelompok sesat dengan menegakkan dalil-dalil.
Kedua, Bid’ah Mandubah, seperti membangun madrasah-madrasah.
Ketiga, Bid’ah Mubahah, seperti makanan yang bermacam-macam dan pakaian yang indah-indah.
Keempat, Bid’ah Muharromah, dan kelima adalah Bid’ah Makruhah, dan keduanya sudah jelas contoh-contohnya. Jadi Hadits “semua Bid’ah itu sesat” adalah kata-kata umum yang di- batasi jangkauannya.”

Dalil-Dalil Bid’ah Hasanah
Kalangan ulama Ahlussunnah Wal Jama’ah berpandangan bahwa Hadits “semua Bid’ah itu sesat” adalah kata-kata umum yang harus dibatasi jangkauannya. Dalam hal ini imam al-Nawawi menyatakan:
قَوْلُهُ : ( وَكُلّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ ) هَذَا عَامّ مَخْصُوصٌ ، وَالْمُرَادُ غَالِبُ الْبِدَعِ (الإمام النواوي في شرح مسلم)

Bid’ah Hasanah pada Zaman Rasulullah 
Hadits Sayyidina Mu’adz bin Jabal 
عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي لَيْلَى قَالَ: كَانَ النَّاسُ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ  إِذَا جَاءَ الرَّجُلُ وَقَدْ فَاتَهُ شَيْءٌ مِنَ الصَّلاَةِ أَشَارَ إِلَيْهِ النَّاسُ فَصَلَّى مَا فَاتَهُ ثُمَّ دَخَلَ فِي الصَّلاَةِ ثُمَّ جَاءَ يَوْمًا مُعَاذٌ بْنُ جَبَلٍ فَأَشَارُوْا إِلَيْهِ فَدَخَلَ وَلَمْ يَنْتَظِرْ مَا قَالُوْا فَلَمَّا صَلَّى النَّبِيُّ  ذَكَرُوْا لَهُ ذَلِكَ فَقَالَ لَهُمُ النَّبِيُّ : (سَنَّ لَكُمْ مُعَاذٌ) وَفِيْ رِوَايَةِ سَيِّدِنَا مُعَاذٌ بْنُ جَبَلٍ: (إِنَّهُ قَدْ سَنَّ لَكُمْ مُعَاذٌ فَهَكَذَا فَاصْنَعُوا). رواه أبو داود وأحمد وابن أبي شيبة والطبراني في الكبير.
Hadits ini menunjukkan bolehnya membuat perkara baru dalam Ibadah, seperti Shalat atau lainnya, apabila sesuai dengan tuntutan Syara’. Dalam Hadits, Nabi Muhammad  tidak menegur Mu’adz yang membuat cara baru dalam Shalat bahkan membenarkan, karena perbuatan Muadz sesuai dengan kaidah berjamaah yaitu Ma’mum harus mengikuti Imam.
عَنِ الْعَاصِ بْنِ وَائِلٍ قَالَ : قَدِمَ بَكْرُ بن وَائِلٍ مَكَّةَ ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ  ِلأَبِيْ بَكْرٍ: (ائْتِهِمْ فَاعْرِضْ عَلَيْهِمْ) وفيه: فَأَتَاهُمْ فَعَرَضَ عَلَيْهِمُ الإِسْلاَمَ فَقَالُوْا :حَتَّى يَجِيْءَ بَنُوْ ذُهْلٍ بْنِ شَيْبَانَ ، فَعَرَضَ عَلَيْهِمْ أَبُو بَكْرٍ قَالُوْا: إِنَّ بَيْنَنَا وَبَيْنَ الْفُرْسِ حَرْبًا فَإِذَا فَرَغْنَا فِيْمَا بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمْ عُدْنَا فَنَظَرْناَ فَقَالَ أَبُو بَكْرٍ : أَرَأَيْتَ إِنْ غَلَبْتُمُوهُمْ أَتَتَّبِعُنَا عَلَى أَمْرِنَا ؟ قَالُوْا: لا نَشْتَرِطُ لَكَ ذَلِكَ عَلَيْنَا وَلَكِنْ إِذَا فَرَغْنَا بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمْ عُدْنَا فَنَظَرْنَا فِيمَا تَقُولُ ، فَلَمَّا الْتَقَوْا يَوْمَ ذِي قَارٍ مَعَ الْفُرْسِ ، قَالَ شَيْخُهُمْ : مَا اسْمُ الرَّجُلِ الَّذِي دَعَاكُمْ إِلَى اللهِ ؟ قَالُوا : مُحَمَّدٌ ، قَالَ : هُوَ شِعَارُكُمْ ، فَنُصِرُوا عَلَى الْقَوْمِ ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ  : بِي نُصِرُوا. رواه الطبراني في المعجم الكبير
Hadits ini menunjukkan bolehnya membuat perkara baru apabila sesuai dengan tuntunan Syara’. Dalam peperangan melawan Persia, suku Dzuhl bin Syaiban bertawassul dengan nama Nabi  agar memperoleh kemenangan. Tawassul yang mereka lakukan atas inisiatif pimpinan mereka dan belum mereka pelajari dari Nabi . Ternyata tawassul mereka dibenarkan oleh Nabi , dengan penegasan beliau: "بي نصروا" dengan perantara namaku mereka diberi kemenangan oleh Allah”. Dengan demikian tidak selamanya perbuatan yang tidak diajarkan oleh Nabi  selalu keliru dan buruk.

Hadits Sayyidina Bilal 
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ  أَنَّ النَّبِيَّ  قَالَ لِبِلاَلٍ عِنْدَ صَلاَةِ الْفَجْرِ يَا بِلاَلُ حَدِّثْنِي بِأَرْجَى عَمَلٍ عَمِلْتَهُ فِي اْلإِسْلاَمِ فَإِنِّي سَمِعْتُ دَفَّ نَعْلَيْكَ بَيْنَ يَدَيَّ فِي الْجَنَّةِ قَالَ مَا عَمِلْتُ عَمَلاً أَرْجَى عِنْدِي أَنِّي لَمْ أَتَطَهَّرْ طَهُورًا فِي سَاعَةِ لَيْلٍ أَوْ نَهَارٍ إِلاَّ صَلَّيْتُ بِذَلِكَ الطُّهُورِ مَا كُتِبَ لِي. وَفِيْ رِوَايَةٍ: قَالَ لِبِلاَلٍ بِمَ سَبَقْتَنِي إِلَى الْجَنَّةِ؟ قَالَ: مَا أَذَّنْتُ قَطُّ إِلاَّ صَلَّيْتُ رَكْعَتَيْنِ وَمَا أَصَابَنِي حَدَثٌ قَطُّ إِلاَّ تَوَضَّأْتُ وَرَأَيْتُ أَنَّ لِلّهِ عَلَيَّ رَكْعَتَيْنِ فَقَالَ النَّبِيُّ  بِهِمَا نِلْتَ تِلْكَ الْمَنْزِلَةِ. رواه البخاري ومسلم وأحمد
Menurut al-Hafizh Ibn Hajar dalam Fath al-Bari (3/34), Hadits ini memberikan faidah bolehnya berijtihad dalam menentukan waktu ibadah, karena Bilal memperoleh derajat tersebut berdasarkan ijtihadnya, lalu Nabi  pun membenarkannya. Nabi  belum pernah menyuruh atau mengerjakan Shalat dua rakaat setiap selesai berwudhu atau setiap selesai adzan, akan tetapi Bilal melakukannya atas ijtihadnya sendiri, tanpa dianjurkan dan tanpa bertanya kepada Nabi . Ternyata Nabi  membenarkannya, bahkan memberinya kabar gembira tentang derajatnya di surga, sehingga shalat dua rakaat setiap selesai wudhu menjadi sunnat bagi seluruh umat. Karena
Dalam hal ini syara’ tidak pernah membatasi untuk memperbanyak ibadah pada waktu-waktu yang tidak dilarang oleh syara’.

Hadits Ibn Abbas 
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ أَتَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ  فِيْ آخِرِ اللَّيْلِ فَصَلَّيْتُ خَلْفَهُ فَأَخَذَ بِيَدِي فَجَرَّنِي حَتَّى جَعَلَنِي حِذَاءَهُ فَلَمَّا أَقْبَلَ رَسُولُ اللَّهِ  عَلَى صَلاَتِهِ خَنِسْتُ فَصَلَّى رَسُولُ اللَّهِ  فَلَمَّا انْصَرَفْتُ قَالَ: مَا شَأْنُكَ؟ أَجْعَلُكَ حِذَائِي فَتَخْنَسُ فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَوَيَنْبَغِي ِلأَحَدٍ أَنْ يُصَلِّيَ بِحِذَاءِكَ وَأَنْتَ رَسُولُ اللَّهِ الَّذِي أَعْطَاكَ اللَّهُ؟ قَالَ فَأَعْجَبَهُ فَدَعَا لِي أَنْ يَزِيدَنِي اللَّهُ عِلْمًا وَفِقْهًا. رواه أحمد والحاكم
Hadits ini menunjukkan bolehnya membuat perkara baru apabila sesuai dengan tuntunan Syara’. Ibn Abbas mundur ke belakang berdasarkan ijtihadnya, padahal sebelumnya Rasulullah  telah menariknya berdiri lurus di sebelah beliau, ternyata beliau tidak menegurnya, bahkan merasa senang dan memberinya hadiah doa. Dan seperti inilah yang dimaksud dengan Bid’ah Hasanah.

Hadits Ali bin Abi Thalib 
عَنْ عَلِيٍّ  قَالَ كَانَ أَبُو بَكْرٍ  يُخَافِتُ بِصَوْتِهِ إِذَا قَرَأَ وَكَانَ عُمَرُ  يَجْهَرُ بِقِرَاءَتِهِ وَكَانَ عَمَّارٌ  إِذَا قَرَأَ يَأْخُذُ مِنْ هَذِهِ السُّورَةِ فَذُكِرَ ذَاكَ لِلنَّبِيِّ  فَقَالَ ِلأَبِي بَكْرٍ  لِمَ تُخَافِتُ قَالَ إِنِّي ِلأُسْمِعُ مَنْ أُنَاجِي وَقَالَ لِعُمَرَ  لِمَ تَجْهَرُ بِقِرَاءَتِكَ قَالَ أُفْزِعُ الشَّيْطَانَ وَأُوقِظُ الْوَسْنَانَ وَقَالَ لِعَمَّارٍ وَلِمَ تَأْخُذُ مِنْ هَذِهِ السُّورَةِ وَهَذِهِ السُّورَةِ؟ قَالَ أَتَسْمَعُنِي أَخْلِطُ بِهِ مَا لَيْسَ مِنْهُ قَالَ لاَ قَالَ فَكُلُّهُ طَيِّبٌ. رواه أحمد
Hadits ini menunjukkan bolehnya membuat Bid’ah Hasanah dalam agama. Ketiga sahabat itu melakukan ibadah dengan caranya sendiri berdasarkan ijtihadnya masing-masing, sehingga sebagian sahabat melaporkan cara ibadah mereka bertiga yang berbeda-beda itu, dan ternyata Nabi  membenarkan dan menilai semuanya baik serta tidak ada yang buruk. Dari sini dapat disimpulkan, bahwa tidak selamanya sesuatu yang belum diajarkan oleh Nabi  pasti buruk atau keliru.


Hadits ‘Amr bin al-‘Ash 
عَن عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ  أَنَّهُ لَمَّا بُعِثَ فِيْ غَزْوَةِ ذَاتِ السَّلاَسِلِ قَالَ احْتَلَمْتُ فِي لَيْلَةٍ بَارِدَةٍ شَدِيدَةِ الْبَرْدِ فَأَشْفَقْتُ إِنْ اغْتَسَلْتُ أَنْ أَهْلَكَ فَتَيَمَّمْتُ ثُمَّ صَلَّيْتُ بِأَصْحَابِي صَلاَةَ الصُّبْحِ قَالَ فَلَمَّا قَدِمْنَا عَلَى رَسُولِ اللَّهِ  ذَكَرُوْا لَهُ ذَلِكَ فَقَالَ يَا عَمْرُو صَلَّيْتَ بِأَصْحَابِكَ وَأَنْتَ جُنُبٌ؟ فَقُلْتُ: ذَكَرْتُ قَوْلَ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ {وَلاَ تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا} فَتَيَمَّمْتُ وَصَلَّيْتُ فَضَحِكَ رَسُولُ اللَّهِ  وَلَمْ يَقُلْ شَيْئًا. رواه أبو داود وأحمد
Hadits ini menjadi dalil Bid’ah Hasanah. ‘Amr bin al-Ash melakukan Tayammum karena kedinginan berdasarkan ijtihadnya. Kemudian setelah Nabi  mengetahuinya, beliau tidak menegurnya bahkan membenarkannya. Dengan demikian, tidak semua perkara yang tidak diajarkan oleh Nabi  itu pasti tertolak, bahkan dapat menjadi Bid’ah Hasanah apalagi sesuai dengan tuntunan Syara’ seperti dalam hadits ini.

Hadits Jabir bin Abdillah 
عن جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ رضي الله عنه قَالَ إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ  مَكَثَ تِسْعَ سِنِينَ لَمْ يَحُجَّ ثُمَّ أَذَّنَ فِي النَّاسِ فِي الْعَاشِرَةِ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ  حَاجٌّ فَقَدِمَ الْمَدِينَةَ بَشَرٌ كَثِيرٌ كُلُّهُمْ يَلْتَمِسُ أَنْ يَأْتَمَّ بِرَسُولِ اللَّهِ  وَيَعْمَلَ مِثْلَ عَمَلِهِ فَخَرَجْنَا مَعَهُ حَتَّى أَتَيْنَا ذَا الْحُلَيْفَةِ فَوَلَدَتْ أَسْمَاءُ بِنْتُ عُمَيْسٍ مُحَمَّدَ بْنَ أَبِي بَكْرٍ فَأَرْسَلَتْ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ  كَيْفَ أَصْنَعُ قَالَ اغْتَسِلِي وَاسْتَثْفِرِي بِثَوْبٍ وَأَحْرِمِي فَصَلَّى رَسُولُ اللَّهِ  فِي الْمَسْجِدِ ثُمَّ رَكِبَ الْقَصْوَاءَ حَتَّى إِذَا اسْتَوَتْ بِهِ نَاقَتُهُ عَلَى الْبَيْدَاءِ نَظَرْتُ إِلَى مَدِّ بَصَرِي بَيْنَ يَدَيْهِ مِنْ رَاكِبٍ وَمَاشٍ وَعَنْ يَمِينِهِ مِثْلَ ذَلِكَ وَعَنْ يَسَارِهِ مِثْلَ ذَلِكَ وَمِنْ خَلْفِهِ مِثْلَ ذَلِكَ وَرَسُولُ اللَّهِ  بَيْنَ أَظْهُرِنَا وَعَلَيْهِ يَنْزِلُ الْقُرْآنُ وَهُوَ يَعْرِفُ تَأْوِيلَهُ وَمَا عَمِلَ بِهِ مِنْ شَيْءٍ عَمِلْنَا بِهِ فَأَهَلَّ بِالتَّوْحِيدِ لَبَّيْكَ اللَّهُمَّ لَبَّيْكَ لَبَّيْكَ لَا شَرِيكَ لَكَ لَبَّيْكَ إِنَّ الْحَمْدَ وَالنِّعْمَةَ لَكَ وَالْمُلْكَ لَا شَرِيكَ لَكَ وَأَهَلَّ النَّاسُ بِهَذَا الَّذِي يُهِلُّونَ بِهِ فَلَمْ يَرُدَّ رَسُولُ اللَّهِ  عَلَيْهِمْ شَيْئًا مِنْهُ وَلَزِمَ رَسُولُ اللَّهِ  تَلْبِيَتَهُ
Hadits ini menunjukkan bolehnya memakai shighat talbiyah yang tidak diajarkan oleh Nabi. Terbukti ketika para shahabat melafadlkan talbiyah tersebut ternyata Nabi  tidak melarangnya, seperti yang dijelaskan dalam syarh Imam Suyuthi perihal hadis di atas.

Hadits Rifa’ah bin Rafi’ 
عَنْ رِفَاعَةَ بْنِ رَافِعٍ الزُّرَقِيِّ قَالَ كُنَّا يَوْمًا نُصَلِّي وَرَاءَ النَّبِيِّ  فَلَمَّا رَفَعَ رَأْسَهُ مِنْ الرَّكْعَةِ قَالَ سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ قَالَ رَجُلٌ وَرَاءَهُ رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ حَمْدًا كَثِيرًا طَيِّبًا مُبَارَكًا فِيهِ فَلَمَّا انْصَرَفَ قَالَ مَنْ الْمُتَكَلِّمُ قَالَ أَنَا قَالَ رَأَيْتُ بِضْعَةً وَثَلَاثِينَ مَلَكًا يَبْتَدِرُونَهَا أَيُّهُمْ يَكْتُبُهَا. رواه البخاري
Di dalam hadits ini kedua sahabat mengerjakan perkara baru yang belum pernah diterimanya dari Nabi , yaitu menambah bacaan dzikir dalam Iftitah dan dzikir dalam I’tidal. Ternyata Nabi  membenarkan perbuatan mereka, bahkan memberi kabar gembira tentang pahala yang mereka lakukan, karena perbuatan mereka sesuai dengan Syara’, dimana dalam i’tidal dan iftitah itu tempat memuji kepada Allah. Oleh karena itu al-Hafidz Ibnu Hajar menyatakan dalam Fath al-Bari (2/ 267), bahwa hadits ini menjadi dalil bolehnya membuat dzikir baru dalam Shalat, apabila tidak menyalahi dzikir yang ma’tsur (datang dari Nabi ), dan bolehnya mengeraskan suara dalam bacaan dzikir selama tidak mengganggu orang lain.

Bid’ah Hasanah setelah Rasulullah  Wafat
Penghimpunan al-Qur’an dalam Mushhaf
جَاءَ سَيِّدُنَا عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ  إِلَى سَيِّدِنَا أَبِيْ بَكْرٍ  يَقُوْلُ لَهُ : يَا خَلِيْفَةَ رَسُوْلِ اللهِ  أَرَى أَنَّ الْقَتْلَ قَدْ اسْتَحَرَّ فِيْ الْقُرَّاءِ فَلَوْ جَمَعْتَ الْقُرْآنَ فِيْ مُصْحَفٍ فَيَقُوْلُ الْخَلِيْفَةُ: كَيْفَ نَفْعَلُ شَيْئًا لَمْ يَفْعَلْهُ رَسُولُ اللَّهِ ؟ فَيَقُوْلُ عُمَرُ إِنَّهُ وَاللَّهِ خَيْرٌ وَلَمْ يَزَلْ بِهِ حَتَّى قَبِلَ فَيَبْعَثَانِ إِلَى زَيْدٍ بْنِ ثَابِتٍ  فَيَقُوْلاَنِ لَهُ ذَلِكَ فَيَقُوْلُ: كَيْفَ تَفْعَلاَنِ شَيْئًا لَمْ يَفْعَلْهُ النَّبِيُّ ؟ فَيَقُوْلاَنِ لَهُ: إِنَّهُ وَاللَّهِ خَيْرٌ فَلاَ يَزَالاَنِ بِهِ حَتَّى شَرَحَ اللَّهُ صَدْرَهُ كَمَا شَرَحَ صَدْرَ أَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا. رواه البخاري والترمذي وأحمد
 Di dalam Hadits diterangkan bahwa Umar  mengusulkan penghimpunan al-Qur’an dalam satu Mushhaf. Abu Bakar  mengatakan, bahwa hal itu belum pernah dilakukan oleh Rasulullah  Tetapi Umar  meyakinkan Abu Bakar  bahwa hal itu tetap baik walaupun belum pernah dilakukan oleh Rasulullah . Dengan demikian, tindakan beliau ini tergolong Bid’ah. Dan para ulama sepakat bahwa menghimpun al-Qur’an dalam satu mushhaf hukumnya wajib, meskipun Bid’ah, agar al-Qur’an tetap terpelihara. Oleh karena itu, penghimpunan al-Qur’an ini tergolong Bid’ah Hasanah yang wajibah.

Shalat Tarawih
عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَبْدٍ الْقَارِيِّ أَنَّهُ قَالَ: خَرَجْتُ مَعَ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ  لَيْلَةً فِي رَمَضَانَ إِلَى الْمَسْجِدِ فَإِذَا النَّاسُ أَوْزَاعٌ مُتَفَرِّقُونَ يُصَلِّي الرَّجُلُ لِنَفْسِهِ وَيُصَلِّي الرَّجُلُ فَيُصَلِّي بِصَلاَتِهِ الرَّهْطُ فَقَالَ عُمَرُ إِنِّي أَرَى لَوْ جَمَعْتُ هَؤُلاَءِ عَلَى قَارِئٍ وَاحِدٍ لَكَانَ أَمْثَلَ ثُمَّ عَزَمَ فَجَمَعَهُمْ عَلَى أُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ ثُمَّ خَرَجْتُ مَعَهُ لَيْلَةً أُخْرَى وَالنَّاسُ يُصَلُّونَ بِصَلاَةِ قَارِئِهِمْ قَالَ عُمَرُ نِعْمَتِ الْبِدْعَةُ هَذِهِ وَالَّتِي يَنَامُونَ عَنْهَا أَفْضَلُ مِنْ الَّتِي يَقُومُونَ يُرِيدُ آخِرَ اللَّيْلِ وَكَانَ النَّاسُ يَقُومُونَ أَوَّلَه. رواه البخاري
Rasulullah  tidak pernah menganjurkan shalat Tarawih secara berjama’ah. Beliau hanya melakukannya beberapa malam, kemudian meninggalkannya. Beliau tidak pernah pula melakukannya secara rutin setiap malam. Tidak pula mengumpulkan mereka untuk melakukannya. Demikian pula pada masa Khalifah Abu Bakar . Kemudian Umar  mengumpulkan mereka untuk melakukan shalat Tarawih pada seorang imam, dan menganjurkan mereka untuk melakukannya. Apa yang beliau lakukan ini tergolong Bid’ah, tetapi Bid’ah Mahmudah. Oleh karena itu beliau mengatakan: “Sebaik-baik Bid’ah adalah ini”. Pada hakekatnya, apa yang beliau lakukan ini termasuk Sunnah, karena Rasulullah  telah bersabda:
قَالَ رَسُولُ اللهِ : عَلَيْكُمْ بِسُنَّتِيْ وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ الْمَهْدِيِّيْنَ مِنْ بَعْدِيْ وَعَضُّوْا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ.

Adzan Jum’at
عَنْ السَّائِبِ بْنِ يَزِيدَ قَالَ كَانَ النِّدَاءُ يَوْمَ الْجُمُعَةِ أَوَّلُهُ إِذَا جَلَسَ اْلإِمَامُ عَلَى الْمِنْبَرِ عَلَى عَهْدِ النَّبِيِّ  وَأَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا فَلَمَّا كَانَ عُثْمَانُ  وَكَثُرَ النَّاسُ زَادَ النِّدَاءَ الثَّالِثَ عَلَى الزَّوْرَاءِ. قَالَ أَبُو عَبْد اللَّهِ الزَّوْرَاءُ مَوْضِعٌ بِالسُّوقِ بِالْمَدِينَةِ. رواه البخاري
Pada masa Rasulullah , Abu Bakar  dan Umar  adzan Jum’at dikumandangkan apabila imam telah duduk di atas mimbar. Pada masa Utsman  kota Madinah semakin luas, populasi penduduk semakin meningkat, sehingga mereka perlu mengetahui dekatnya waktu Jum’at sebelum imam hadir ke mimbar. Lalu Utsman  menambah adzan pertama, yang dilakukan di Zaura’, sebuah tempat di pasar Madinah, agar mereka segera berkumpul untuk menunaikan shalat Jum’at, sebelum imam hadir ke atas mimbar. Semua shahabat yang ada pada waktu itu menyetujuinya. Apa yang beliau lakukan ini termasuk Bid’ah, tetapi Bid’ah Hasanah dan dilakukan hingga sekarang oleh kaum muslimin. Benar pula menamainya dengan Sunnah, karena Utsman termasuk Khulafaur Rasyidin yang Sunnahnya harus diikuti berdasarkan Hadits sebelumnya.


Shalat Sunnah sebelum Shalat ‘Id dan Sesudahnya
عَنِ الْوَلِيْدِ بْنِ سَرِيعٍ قَالَ خَرَجْنَا مَعَ أَمِيْرِ الْمُؤْمِنِيْنَ عَلِي بْنِ أَبِيْ طَاِلبٍ فِيْ يَوْمِ عِيْدٍ فَسَأَلَهُ قَوْمٌ مِنْ أَصْحَابِهِ فَقَالُوْا يَا أَمِيْرَ الْمُؤْمِنِيْنَ مَا تَقُوْلُ فِي الصَّلاَةِ يَوْمَ الْعِيْدِ قَبْلَ الصَّلاَةِ وَبَعْدَهُ فَلَمْ يَرُدَّ عَلَيْهِمْ شَيْئاً ثُمَّ جَاءَ قَوْمٌ فَسَأَلُوْهُ كَمَا سَأَلُوْهُ الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِهِمْ فَمَا رَدَّ عَلَيْهِمْ فَلَمَّا انْتَهَيْنَا إِلَى الصَّلاَةِ وَصَلًَّى بِالنَّاسِ فَكَبَّرَ سَبْعاً وَخَمْساً ثُمَّ خَطَبَ النَّاسَ ثُمَّ نَزَلَ فَرَكِبَ فَقَالُوْا يَا أَمِيْرَ الْمُؤْمِنِيْنَ هَؤُلاَءِ قَوْمٌ يُصَلُّوْنَ قَالَ فَمَا عَسَيْتُ أَنْ أَصْنَعَ سَأَلْتُمُوْنِيْ عَنِ السُّنَّةِ؟ إِنَّ النَّبِيَّ  لَمْ يُصَلِّ قَبْلَهَا وَلاَ بَعْدَها فَمَنْ شَاءَ فَعَلَ وَمَنْ شَاءَ تَرَكَ أَتَرَوْنِيْ أَمْنَعُ قَوْماً يُصَلُّوْنَ فَأَكُوْنَ بِمَنْزِلَةِ مَنْ مَنَعَ عَبْداً إِذَا صَلَّى. رواه البزار
Rasulullah  tidak pernah melakukan shalat Sunnah sebelum dan sesudah Shalat ‘Id. Kemudian beberapa orang melakukannya pada masa Amirul Mu’minin Ali bin Abi Thalib , dan ternyata beliau membiarkan dan tidak menegurnya. Jadi, dalam Shalat 'Id tidak ada Shalat Qobliyyah atau pun Ba'diyyah. Yang ada hanya Shalat Tahiyatul Masjid, Shalat Dhuha atau Shalat Nafilah Mutlaqoh. Karena mereka dimungkinkan melakukan Shalat-shalat Sunnah tersebut. Di sini, sayyidina Ali bin Abi Thalib, salah satu Khulafaur Rasyidin, memahami bahwa sesuatu yang belum pernah dilakukan oleh Rasulullah  belum tentu salah dan tercela.

Bid’ah Hasanah Setelah Generasi Shahabat
Pemberian Titik dalam Penulisan Mushhaf
Pada masa Rasulullah  penulisan Mushhaf al-Qur’an yang dilakukan oleh para shahabat tanpa pemberian titik terhadap huruf-hurufnya seperti Ba’, Ta’ dan lain-lainnya. Bahkan ketika Khalifah Utsman menyalin Mushhaf menjadi 6 salinan, yang 5 salinan dikirimnya ke berbagai kota negara Islam seperti Basrah, Makkah dan lain-lain, dan satu salinan untuk beliau pribadi, dalam rangka penyatuan bacaan kaum muslimin, yang dihukumi Bid’ah Hasanah Wajibah oleh seluruh ulama, juga tanpa pemberian titik terhadap huruf-hurufnya. Pemberian titik pada Mushhaf al-Qur’an dimulai oleh seorang Tabi’in, Yahya bin Ya’mur (wafat sebelum tahun 100 H/ 719 M). Al-Imam Ibn Abi Dawud al-Sijistani meriwayatkan:
عَنْ هَارُوْنَ بْنِ مُوْسَى قَالَ: أَوَّلُ مَنْ نَقَّطَ الْمَصَاحِفَ يَحْيَى بْنُ يَعْمُرَ (الإمام ابن أبي داود السجستاني، المصاحف، ص/ 158)
Setelah beliau memberikan titik pada mushhaf, para ulama tidak menolaknya, meskipun Nabi  belum pernah memerintahkan pemberian titik pada Mushhaf.

Perayaan Maulid Nabi 
Perayaan hari kelahiran (Maulid) Nabi  baru terjadi pada permulaan abad keenam Hijriyyah. Para sejarawan sepakat bahwa yang pertama kali mengadakannya adalah Raja Irbil di Irak, yang dikenal alim, bertakwa dan pemberani, yaitu Raja al-Muzhaffar Abu Sa’id Kubkuri bin Zainuddin Ali Buktikin (w. 630 H/ 1232 M) para ulama dari kalangan Shufi, Fuqhoha’ dan Ahli Hadits menilai perayaan Maulid ini termasuk Bid’ah Hasanah, yang dapat memberikan pahala bagi yang melakukannya. Di antara ulama yang menilai perayaan Maulid sebagai Bid’ah Hasanah adalah al-Hafizh Ibn al-Jauzi al-Hanbali, al-Hafizh Ibn Dihyah, al-Hafizh Abu Syamah (guru al-Imam al-Nawawi), al-Hafizh Ibn Katsir, al-Hafizh Ibn Rajab al-Hanbali, al-Hafizh Ibn Hajar, al-Hafizh al-Sakhawi, al-Hafizh al-Suyuthi dan lain-lain. Setidaknya ada nilai positif yang membenarkan perayaan maulid Nabi . Allah SWT berfirman:
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ (الأنبياء: 107)
Dan Rasulullah  telah bersabda:
إِنَّمَا أَنَا رَحْمَةٌ مُهْدَاةٌ. صححه الحاكم (1/91) ووافقه الحافظ الذهبي
Dengan demikian Rasulullah  adalah al-Rahmat al-‘Uzhma (rahmat yang paling agung) bagi umat manusia. Sedangkan Allah SWT telah merestui kita untuk merayakan lahirnya rahmat itu. Dalam hal ini Allah SWT berfirman:
قُلْ بِفَضْلِ اللَّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَلِكَ فَلْيَفْرَحُوا هُوَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُونَ (يونس: 58)
Ibnu Abbas menafsirkan ayat ini dengan, “Dengan karunia Allah SWT (yaitu ilmu) dan rahmat-Nya (yaitu Muhammad ), hendaklah dengan itu mereka bergembira”. (al-Hafizh al-Suyuthi, al-Durr al-Mantsur, 2/308). Allah SWT juga berfirman:
وَكُلًّا نَقُصُّ عَلَيْكَ مِنْ أَنْبَاءِ الرُّسُلِ مَا نُثَبِّتُ بِهِ فُؤَادَكَ وَجَاءَكَ فِي هَذِهِ الْحَقُّ وَمَوْعِظَةٌ وَذِكْرَى لِلْمُؤْمِنِينَ (هود: 120)
Ayat ini menegaskan bahwa penyajian kisah-kisah para rasul dalam al-Qur’an adalah untuk meneguhkan hati Nabi . Dan tentu saja kita yang dha’if dewasa ini lebih membutuhkan peneguhan hati dari beliau, melalui penyajian sirah dan biografi beliau.
Sisi lain dari perayaan maulid Nabi  adalah mendorong kita untuk memperbanyak Shalawat dan Salam kepada beliau sesuai dengan Firman Allah SWT:
إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا (الأحزاب:56)
Dan sesuai kaidah yang telah ditetapkan, bahwa sarana yang dapat mengantar pada anjuran agama, itu juga dianjurkan. Sehingga perayaan Maulid menjadi dianjurkan.
Allah SWT juga berfirman:
قَالَ عِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ اللَّهُمَّ رَبَّنَا أَنْزِلْ عَلَيْنَا مَائِدَةً مِنَ السَّمَاءِ تَكُونُ لَنَا عِيدًا لِأَوَّلِنَا وَآخِرِنَا وَآيَةً مِنْكَ وَارْزُقْنَا وَأَنْتَ خَيْرُ الرَّازِقِينَ (المائدة: 114)
Dalam ayat ini, ditegaskan bahwa turunnya hidangan dianggap sebagai hari raya bagi orang-orang yang bersama Nabi Isa AS dan orang-orang yang datang sesudah beliau di bumi agar mengekspresikan kegembiraan dengannya. Tentu saja lahirnya Rasulullah  sebagai al-Rahmat al-‘Uzhma lebih layak kita rayakan dengan penuh suka cita dari pada hidangan itu. Ibnu Taimiyah mengatakan:
فَتَعْظِيْمُ الْمَوْلِدِ وَاتَّخَاذُهُ مَوْسِمًا قَدْ يَفْعَلُهُ بَعْضُ النَّاسِ وَيَكُوْنُ لَهُ فِيْهِ أَجْرٌ عَظِيْمٌ لِحُسْنِ قَصْدِهِ وَتَعْظِيْمِهِ لِرَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَمَا قَدَّمْتُهُ لَكَ . اهـ (ابن تيمية الحراني، اقتضاء الصراط المستقيم، ص/297)
Toh pada akhirnya, kaum Wahhabi yang mengharamkan perayaan Maulid Nabi , tidak konsisten dengan tesis mereka bahwa semua Bid’ah pasti sesat. Pada saat mereka mengharamkan dan menilai syirik perayaan maulid Nabi , mereka justru merayakan haul guru mereka, Muhammad bin Abdul Wahhab pendiri ajaran Wahhabi, dalam suatu acara tahunan selama satu pekan yang mereka namakan Usbu’ al-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab (pekan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab). Selama sepekan, secara bergantian, ulama-ulama Wahhabi akan mengupas secara panjang lebar, tentang Manaqib dan berbagai aspek menyangkut Muhammad bin Abdul Wahhab, dan kemudian mereka terbitkan dalam bentuk jurnal ilmiah. Kata pepatah, “al-Mubthil Mutanaqidh” (orang yang berpaham batil, pasti kontradiktif).
***


ANTARA SALAFY-WAHHABY
DAN JAMA'AH TABLIGH



J
ama'ah Tabligh adalah gerakan yang didirikan oleh Muhammad Ilyas bin al-Maulawi Ismail (1303-1363 H) berdasarkan wangsit yang diperoleh dari mimpi yang ia sebut sebagai kabar gembira.
Aliran ini memperbolehkan siapa saja untuk bergabung asalkan sudah pernah mengikrarkan dua kalimat syahadah, tidak memperdulikan berasal dari golongan apapun, baik dari golongan al-Qodiyani, al-Bahaiyah, al-Wahhabi, al-Maududiyah dan lain sebagainya. Walaupun mereka mengaku tidak mau memakai selain yang dibawa oleh Nabi, namun kenyataannya mereka bergabung dan berda'wah dengan golongan-golongan sesat.
Sebenarnya golongan ini selalu menggembor-gemborkan gerakannya kepada orang-orang awam yang tidak tahu tentang gerakan mereka. Masyarakat pun tertipu, dikiranya mereka itu juga Ahlussunnah karena akidah yang sebenarnya dan paham yang menyimpang itu tidak pernah diperlihatkannya. Karena mereka melarang anggotanya membahas akidah dan menyerahkannya kepada pribadi masing-masing. Mereka mengaku telah mengumpulkan tiga dimensi Islam, yaitu: Syari'at, Thariqat dan Haqiqat. Sama halnya mereka menginginkan agama baru, yang bisa mencakup semua dimensi da'wah Islam. Yang lucu, ini semua berdasarkan wangsit.
Muhammad Ilyas, pemimpin tertinggi Jama'ah Tablighiyyah dalam kitab "al-Malfudhat" mengatakan, "Tujuan dari pergerakan ini adalah mengajarkan apa saja yang dibawa oleh baginda Rasulullah . Itulah maksud tujuan kami, adapun mengenai perjalanan kami berkeliling keluar masuk kampung yang dikenal dengan al-Kayts merupakan awal dari pergerakan kami. Sedangkan Kalimatullah, Shalat dan pendidikan dari kegiatan-kegiatan yang biasa kami lakukan adalah laksana Alif, Ba', dan Ta' bagi pergerakan tersebut."
Jelas sudah tujuan mereka sebenarnya yaitu ingin mendidik masyarakat dengan seluruh ajaran yang dibawa Nabi Muhammad , menurut akidah yang dikehendakinya.
Suatu ketika ia juga mengatakan kepada teman sejawatnya, Dhohir al-Hasan, "Tujuanku tidak bisa dimengerti setiap orang. Masyarakat menduga pergerakan ini sekedar mengajak orang mengerjakan Shalat. Akupun bersumpah, demi Allah SWT gerakan ini bukan sekedar mengajak orang mengerjakan Shalat!"
Ungkapan ini menunjukkan pada maksud yang sebenarnya dari gerakannya. Sesungguhnya gerakan ini tidak hanya sekedar mengajak masyarakat mengerjakan Shalat seperti yang digembor-gemborkan para pengikutnya, di manapun mereka berada pada saat ini, namun mereka ingin menciptakan semacam tarekat dan akidah yang digunakan propaganda untuk mengumpulkan manusia.
Menurut Dhohir al-Hasan, “Jama'ah Tabligh ini telah mewadahi Syari'at, Thariqat, dan Haqiqat dengan sangat sempurna."
Perkataan ini dengan sangat jelas mengakui tentang tujuan Jama'ah Tabligh -yang didirikan atas dasar mimpi itu-, yaitu mewujudkan gerakan yang bersayapkan Syari'at, Thariqat dan Haqiqat. Tiga dimensi ajaran agama ini semuanya akan diwujudkan dalam Jama'ah Tabligh. Sama halnya ia menginginkan agama baru, yang bisa mencakup semua dimensi da'wah Islam, yang aneh bin ajaib plus lucu, semua ini terinspirasi dari sebuah mimpi.
Mengenai akidah mereka, menurut Muhammad Idris Anshori, teman seperjuangan pendiri gerakan ini, mengatakan, "Akidah Jama'ah Tabligh ini adalah "Laailaha illa Allah SWT Muhammad Rasulullah".
Memang benar, siapapun mengakui bahwa akidah ini adalah akidah Islam, akan tetapi akidah ini dipakai juga untuk merangkul aliran al-Qodiyani, al-Bahai dan aliran lainnya, yaitu golongan-golongan yang keluar dari ajaran Islam dengan berdasarkan kesepakatan ulama-ulama terpandang dari kaum muslimin.
Ada satu pertanyaan yang harus dijawab oleh mereka. “Apakah dengan mengibarkan panji-panji tersebut sudah memadai untuk mereformasi umat Islam yang pada periode ini telah terpecah belah menjadi 73 golongan sebagaimana yang telah diisyaratkan oleh Rasulullah , dan dari masing-masing golongan ini pun akan terpecah belah lagi menjadi firqoh-firqoh kecil yang tak terhitung jumlahnya?”
Sementara itu, dengan seenaknya mereka menafsiri bagian kedua dari Syahadatain, yaitu hanya dengan mengetahui bahwa suatu perintah atau larangan itu berasal dari Nabi Muhammad , bagi mereka sudah cukup untuk ditaati (tanpa melalui interpretasi dari imam mujtahid). Dengan demikian mereka itu menafikan pada Ijma' dan Qiyas, namun tidak berani dengan terus-terang memproklamirkan diri sebagai mujtahid mutlak.
Yang lebih mengerikan, mereka punya doktrin "Persekutuan tanpa Batas" dalam keanggotaan Jama'ah Tabligh ini. Dalam kitab Dustur al-Amal mereka mengatakan:
"Setiap orang yang telah mengikrarkan dua kalimat Syahadat, dan mengakui maknanya sebagai akidah kemudian setuju dengan pergerakan ini dan dengan penuh semangat ikut berkhidmah kepada agama Islam, maka dengan sendirinya termasuk anggota jama'ah ini. Meskipun berasal dari golongan mana saja atau berdiam di penjuru manapun. Untuk masuk ke dalam jama'ah ini tidak ada syarat lainnya."
Dari ungkapan di atas dapat ditarik kesimpulan, bahwa gerakan ini menampung semua orang yang mengaku Islam, meskipun dari golongan al-Qodiyan, al-Khowarij, al-Qodariyyah, al-Mu'tazilah, al-Wahhabiyyah, al-Maudidiyyah dan aliran-aliran sesat lainnya. Asal mereka telah mengakui kalimat Tauhid dan berpegang pada keterangan dari Nabi Muhammad  dan tidak berpaling dari keterangan lainnya, meskipun keterangan tersebut berdasarkan Ijma' dan Qiyasnya para imam madzhab empat.
***


KETAATAN MEMBABI-BUTA
KEPADA 'AMIR JAMA'AHNYA



D
oktrin ini sama persis dengan doktrin yang dikembangkan oleh Amir Jama'ah Islamiyyah, Abu al-A'la al-Maududi, sebagaimana yang dijelaskan pada doktrin dasar pergerakannya.
Dua golongan ini sebenarnya setali tiga uang. Sama persis tanpa ada perbedaan berarti. Keduanya tidak mensyaratkan ‘persekutuan’ kecuali hanya dengan mengucapkan dua kalimat Syahadat saja. Dan mereka sama-sama tidak mau menerima pendapat apapun kecuali yang diperoleh dari Rasulullah .
 Mengenai masalah kepemimpinan, dijelaskan sebagai berikut, "Dalam sistem Islam harus ada kepemimpinan yaitu sebuah pertanggungjawaban yang memang dianggap penting. Barang siapa yang telah memilih Amir dalam "al-Jama'ah at-Tablighiyyah" sesuai sistem yang berlaku. Berarti itu merupakan mafhum dari pengertian "Ulil Amri" yang bisa diketahui dari keterangan Syari'at yang disucikan. Mentaatinya hukumnya wajib bagi setiap orang, sebagaimana ia mentaati Allah SWT dan Rasul-Nya".
Kemudian mengenai ketetapan hukum yang diputuskan Amir dijelaskan sebagai berikut, "Ketetapan hukum seorang amir, apabila masih dalam batas-batas Syar'iyyah, maka wajib dilakukan tanpa boleh protes sedikitpun atau meminta argumentasi atau meminta keterangan dalilnya. Menolak ketetapan hukum dikarenakan meremehkan, atau karena tidak ridlo, termasuk dosa besar yang kelak mendapatkan azab yang setimpal."
Kemudian doktrin kewajiban-kewajiban seorang amir, dijelaskan sebagai berikut, "Bagi seorang amir di dalam menetapkan hukum tertentu, wajib untuk bermusyawarah dengan para cerdik pandai dan anggota dewan Syuro. Akan tetapi ketika terjadi perbedaan pendapat dipersilahkan amir memberi keputusan hukum sesuai hati nuraninya, meskipun hanya disetujui satu orang saja dan bertolak belakang dengan pendapat mayoritas."
***


TABLIGH, THARIQAT DAN TASHAWWUF



M
enurut Muhammad Ilyas, pendiri Jama'ah Tabligh, berdirinya gerakan ini untuk menciptakan sistem dakwah baru, yang tidak membedakan antara golongan Ahlussunnah dan golongan lainnya. Di sana juga dilarang mempelajari dan mengajar masalah-masalah Furu'iyyah. Mereka sudah meng-anggap cukup dengan mengajarkan "Keutamaan-keutamaan amal" dari risalah-risalah tertentu. Bagi orang yang tidak mencermati dengan seksama, mungkin akan menganggap "al-Jama'ah at-Tablighiyyah" ini termasuk pengamal Thariqah, Aurad dan Wadhifah-wadhifah yang diperoleh dari Masyayikh.
Kesalahpahaman di atas dipicu dari dua rutinitas yang mereka jalankan yaitu: berdzikir dan mengajar. Seperti kita maklumi, pengertian Thariqat adalah: sebuah jalan untuk sampai kepada hadlrotillah (ma'rifat kepada Allah SWT). Berbeda dengan kata Muhammad Ilyas pendiri Jama'ah Tabligh berikut ini:
"Fungsi Thariqat hanyalah untuk mendorong seseorang agar dengan senang hati mau menjalankan hukum-hukum Allah SWT dan menjauhi larangan-larangan-Nya. Sedangkan fungsi dzikir, amalan-amalan hanyalah untuk mewujudkan hal-hal di atas. Namun sayang sekali, kebanyakan orang menyangka Thariqat, dzikir dan amalan-amalan tertentu sebagai tujuan, apalagi ada yang berupa perbuatan Bid'ah."
Menurut mereka, Thariqat itu hanya suatu metode untuk membiasakan dan mendorong seseorang menjalankan hukum-hukum Allah SWT dan menjauhi larangan-larangan-Nya, dan ketika hal itu bisa diwujudkan, maka Thariqat tidak lagi dibutuhkan dan sebagai gantinya mereka menyeru langsung kepada masyarakat dengan berkeliling masuk kampung. Hal ini bertentangan dengan ajaran-ajaran para ulama yang benar-benar menguasai ilmu-ilmu dhohir bathin.
Selain itu, pendiri gerakan ini menciptakan Thariqat model baru. Yaitu, tentang pembagian waktu "Setelah Shubuh membaca terjemah atau mengajar al-Qur’an", padahal kita tahu kegiatan-kegiatan yang dianjurkan ulama salaf, bagi pengamal Thariqat tidak seperti itu.
Hujjatul Islam al-Ghozali mengatakan, "Waktu ini (antara terbitnya fajar dan terbitnya matahari) merupakan waktu mulia, dan hal itu ditunjukkan dalam beberapa kali kesaksian Allah SWT di dalam al-Qur’an. Untuk itu duduklah dan jangan bicara hingga matahari terbit dan sebaiknya engkau membaca amalan-amalan berupa do'a-doa, dzikir-dzikir, membaca al-Qur’an dan tafakkur.”
Bukti-bukti di atas menyadarkan kita semua, bahwa mereka telah menjadikan dzikir dan pengajian sebagai rutinitas, namun dzikir yang dimaksud tidak seperti ajaran-ajaran Thariqat dan yang dimaksudkan dengan pengajian pun tidak seperti lazimnya pengajian. Sebab yang mereka kaji adalah kitab-kitab yang menerangkan Fadhoilul A’mal yang ditulis oleh amirnya. Di sana tidak diajarkan mengenai hukum Fiqih dan Ilmu Hal. Semua itu seperti yang kita saksikan sendiri dan dikabarkan para pengikutnya.
 Coba kita lihat pernyataan Muhammad Ilyas, "Menghadiri Khataman al-Qur’an, wiridan-wiridan memang baik sekali dan telah menjadi tradisi dari para ulama besar. Namun apabila khawatir menyerupai perilaku Bid'ah, agar lebih hati-hati dihindari saja. Ketika mengucapkan "ash-Shalatu was-Salamu 'Alaika" pun, juga sangat mengkhawatirkan, apabila disertai perasaan akan kehadiran Rosulullah  atau seolah-olah dilihat oleh beliau. Atau dalam keadaan ingin menyerupai para perilaku Bid'ah, maka demikian ini sama sekali tidak diperbolehkan. Namun apabila disebabkan rindu dendam yang tidak tertahankan, maka tidaklah haram. Meskipun sebenarnya bisa juga syetan mengganggu dan merusak akidahnya. Oleh karena itu juga mengandung kekhawatiran yang besar."
Pernyataan tersebut persis dengan pernyatan-pernyataan kaum Wahhabiyyah yang sesat dan menyesatkan.
Gerakan ini juga tidak terlepas dari pengaruh para guru Muhammad Ilyas, yaitu Rasyid Ahmad al-Janjoehi dan Asyraaf Ali at-Tahanawi, As-Saharpoeri, Ad-Dahlawi dan orang-orang yang sepaham dengan mereka.
Mereka merupakan orang yang sangat memuji Muhammad bin Abdul Wahhab dan para pengikutnya, bahkan Rasyid mengatakan bahwa akidah mereka adalah baik dan mengikuti Madzhab Hambali. Dan ini jelas bertolak belakang dengan kecaman-kecaman keras yang dilakukan oleh para ulama Sunni. Dan sangat banyak akidah-akidah mereka yang salah diantaranya:
1.    Meyakini bahwa Rosulullah  tidak mengetahui hal-hal ghoib.
2.    Memanggil Nabi dari jarak jauh tergolong syirik.
Dua pemahaman akidah di atas jelas-jelas bertentangan dengan pokok ajaran Ahlussunnah Wal Jama'ah.
1.    Meyakini bahwa Rasulullah  dan para wali bisa mengetahui hal-hal yang ghoib setelah diberitahu Allah SWT.
2.    Orang-orang yang sudah meninggal masih bisa mendengarkan panggilan orang yang masih hidup.
عَالِمُ الْغَيْبِ فَلَا يُظْهِرُ عَلَى غَيْبِهِ أَحَدًا (26) إِلَّا مَنِ ارْتَضَى مِنْ رَسُولٍ فَإِنَّهُ يَسْلُكُ مِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهِ رَصَدًا (27) لِيَعْلَمَ أَنْ قَدْ أَبْلَغُوا رِسَالَاتِ رَبِّهِمْ وَأَحَاطَ بِمَا لَدَيْهِمْ وَأَحْصَى كُلَّ شَيْءٍ عَدَدًا (28)
"(Dia adalah Tuhan) Yang Mengetahui yang ghaib, maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorangpun tentang yang ghaib itu.(26) Kecuali kepada Rosul yang diridhai-Nya, maka sesungguhnya Dia mengadakan penjaga-penjaga (malaikat) di muka dan di belakangnya.(27) Supaya Dia mengetahui, bahwa sesungguhnya rasul-rasul itu telah menyampaikan risalah-risalah Tuhannya, sedang (sebenarnya) ilmu-Nya meliputi apa yang ada pada mereka, dan Dia menghitung segala sesuatu satu persatu.(28)" (QS. Al-Jin: 26-27)
Hujjatul Islam al-Ghozaly menulis dalam Ihya’ ‘Ulumuddin, "Hadirkan Nabi di dalam hatimu, sekaligus bayangkan pribadinya yang agung, kemudian ucapkan “'Assalamu'alaika Ayyuha an-Nabiyyu”, dan percayalah salammu itu akan sampai kepada beliau dan pasti dibalasnya dengan salam yang lebih sempurna."
Al-'Arif Bi Allah Sayyid Muhammad Utsman juga menulis dalam Aqrob at-Thuruq-nya, "Bayangkan seolah-olah engkau menghadap Nabi , karena beliaupun melihat dan mendengarkan suaramu meskipun engkau berada pada tempat yang sangat jauh karena tidak ada sesuatu yang samar bagi beliau, baik dari dekat maupun jauh."
Fatwa Ibnu Hajar Al-Haitami sangat mendukung keterangan di atas. Beliau mengatakan, "Jangan dikira Nabi  tidak bisa dilihat dari segenap penjuru, meskipun dalam waktu bersamaan, sebab dzat Nabi  yang mulia itu bagaikan cermin yang bisa dipakai bercermin oleh siapapun dan bisa menampakkan semua kebaikan dan keburukan bagi orang yang melihatnya."
Sungguh mengherankan bila Muhammad Ilyas meragukan kehadiran Nabi  ketika dibacakan Shalawat, padahal ulama-ulama besar telah meyakininya, karena roh-roh yang telah disucikan itu bagaikan malaikat. Para wali-walipun ketika sudah tidak terhalang oleh raga-raga kasar, derajatnya pun akan bertambah, dan mereka juga bisa mencampuri urusan orang-orang yang masih hidup, sebagaimana para malaikat.
Syaikh Waliyullah Ad-Dahlawi dalam kitab al-Hujjah al-Balighoh mengatakan, "Ketika keterkaitan dengan alam kasar itu telah lenyap, maka para wali itu laksana para malaikat. Mereka itu sekarang telah kembali pada tabiatnya sebagaimana para malaikat yang bisa memberikan ilham kepada manusia. Demikian juga para wali yang sudah meninggal, mereka bisa mengerjakan apa-apa yang dikerjakan malaikat. Terkadang ada juga yang ikut berjuang menegakkan kalimat Allah. Dan ada juga yang berbuat sesuatu kepada anak Adam."
Keterangan di atas sudah cukup untuk mempermalukan pendiri dan penggerak al-Jama'ah at-Tablighiyyah. Nampaknya tidak ada lagi orang yang mengingkari keterangan-keterangan di atas, kecuali kaum Wahhabiyyah yang sesat dan menyesatkan itu.
Ditilik dari pernyataan-pernyataannya, sama persis dengan faham aliran ibnu Taimiyyah, sama dengan yang diajarkan oleh Muhammad Ilyas pendiri Jama'ah Tabligh.
Dari uraian di atas, tidak dapat dipungkiri lagi kalau mereka adalah termasuk bagian dari aliran Wahhabi yang dipelopori oleh Muhammad bin Abdul Wahhab.
***


SEKULARISME



F
aham sekuler adalah faham yang memisahkan urusan dunia dari agama. Agama hanya digunakan untuk mengatur hubungan pribadi (private) dengan Tuhan, sedangkan hubungan sesama manusia diatur hanya dengan berdasarkan kesepakatan sosial.
Intinya faham ini memisahkan agama dari kehidupan manusia secara pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara (Fasluddin 'An ad-Daulah).
Konsep pemisahan agama dan negara adalah konsep pemikiran Kristen-kafir, demikian pula konsep demokrasi yang menyerahkan kekuasaan kepada rakyat. Islam memandang bahwa kekuasaan awalnya adalah milik Allah SWT yang selanjutnya diserahkan kepada orang yang dipilih oleh umat dari kalangan ahlu al-halli wal ‘aqdi yang terdiri dari tokoh agama yang memiliki pengetahuan agama dan adil.
Faham ini muncul dari Barat sekitar abad pertengahan. Pemikir-pemikir liberal menjadi motor dan pelopor untuk membebaskan rakyat dan negara dari cengkeraman tokoh-tokoh gereja. Fungsi gereja saat itu pasif dan statis menghadapi dinamika peradaban manusia, mengedepankan tahayyul daripada rasionalisme, menyebabkan mandeknya laju pemerintahan yang selalu tidak sinkron dengan kemauan gereja. Gereja dan negara berjalan sendiri-sendiri.
Secara garis besar, faham sekuler mencakup akidah Islam secara teori dan wacana, tapi apa yang menjadi konsekuensi dari akidah Islam mereka tolak mentah-mentah. Ini dapat kita lihat dengan jelas dalam dua masalah krusial:
Pertama: Mereka menolak akidah menjadi asas solidaritas dan persaudaraan, karena akidah tidak bisa menjadi standar pemersatu manusia. Mereka mengedepankan kesukuan, ras, hubungan darah dan kebangsaan sebagai standar pemersatu bangsa. Ini jelas paradoks terhadap orientasi al-Qur’an yang menampilkan iman dan akidah sebagai asas solidaritas persaudaraan, mendahulukan pembelaan terhadap Allah SWT dan Rasul-Nya serta komunitas mukmin atas pembelaan yang lain.
Kedua: Gerombolan sekuler menolak apa yang menjadi konsekuensi akidah Islam terhadap generasinya yaitu menjalankan dan tunduk pada hukum Allah SWT dan Rasul-Nya. Seorang Muslim harus membuat pola hidupnya sesuai dengan akidah Islam pada perilaku dan pergaulannya dengan predikat apa saja, sipil atau pemerintah. Sedangkan faham sekuler menghendaki akidah sebagai tawanan dalam penjara hati, tidak boleh mengarungi medan kehidupan dan kalau terpaksa diberi toleransi hanya pada batas-batas tertentu.
Jadi, kalau seorang muslim hidup di bawah cengkeraman faham sekuler akan paradoks antara akidah yang diimaninya dengan realitas kehidupan yang dijalaninya. Ideologinya ke-Timuran prakteknya ke-Barat-baratan. Ideologinya berkata haram, sekuler berkata boleh. Ideologinya menuntut aktif bergerak, sekuler menghalanginya, begitulah keduanya tidak akan pernah sinkron.
Faham sekuler tidak anti terhadap ibadah dan syiar-syiar Islam, karena merupakan bagian dari kebebasan beragama, tapi tidak menjadikannya sebagai tujuan utama atau kebutuhan primer manusia. Sesibuk apapun seorang muslim tetap berkewajiban melaksanakan Shalat walaupun dalam kondisi ketakutan di medan perang. (lihat: Al-Baqarah: 238-239, al-Nisa’: 102)
حَافِظُوا عَلَى الصَّلَوَاتِ وَالصَّلَاةِ الْوُسْطَى وَقُومُوا لِلَّهِ قَانِتِينَ (238) فَإِنْ خِفْتُمْ فَرِجَالًا أَوْ رُكْبَانًا فَإِذَا أَمِنْتُمْ فَاذْكُرُوا اللَّهَ كَمَا عَلَّمَكُمْ مَا لَمْ تَكُونُوا تَعْلَمُونَ (239)
“Peliharalah segala Shalatmu dan peliharalah Shalat wustho, berdirilah karena Allah SWT dalam Shalatmu dengan khusu’. Jika kamu dalam keadaan takut (bahaya) maka Shalatlah sambil berjalan atau berkendaraan kemudian apabila kamu telah aman maka sebutlah Allah SWT (Shalatlah) sebagaimana Allah SWT telah mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui.” (QS. Al Baqarah: 238 - 239)
وَإِذَا كُنْتَ فِيهِمْ فَأَقَمْتَ لَهُمُ الصَّلَاةَ فَلْتَقُمْ طَائِفَةٌ مِنْهُمْ مَعَكَ وَلْيَأْخُذُوا أَسْلِحَتَهُمْ فَإِذَا سَجَدُوا فَلْيَكُونُوا مِنْ وَرَائِكُمْ وَلْتَأْتِ طَائِفَةٌ أُخْرَى لَمْ يُصَلُّوا فَلْيُصَلُّوا مَعَكَ وَلْيَأْخُذُوا حِذْرَهُمْ وَأَسْلِحَتَهُمْ وَدَّ الَّذِينَ كَفَرُوا لَوْ تَغْفُلُونَ عَنْ أَسْلِحَتِكُمْ وَأَمْتِعَتِكُمْ فَيَمِيلُونَ عَلَيْكُمْ مَيْلَةً وَاحِدَةً وَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ إِنْ كَانَ بِكُمْ أَذًى مِنْ مَطَرٍ أَوْ كُنْتُمْ مَرْضَى أَنْ تَضَعُوا أَسْلِحَتَكُمْ وَخُذُوا حِذْرَكُمْ إِنَّ اللَّهَ أَعَدَّ لِلْكَافِرِينَ عَذَابًا مُهِينًا
 “Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu kamu hendak mendirikan Shalat bersama-sama mereka, maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri Shalat besertamu dan menyandang senjata, kemudian apabila mereka yang Shalat yang besertamu sujud, telah menyempurnakan satu Raka’at, maka hendaklah mereka pindah dari belakangmu untuk menghalangi musuh dan hendaklah datang golongan yang kedua yang belum Shalat lalu Shalatlah mereka denganmu dan hendaklah mereka bersiap siaga dan menyandang senjata. Orang-orang kafir ingin supaya kamu lengah terhadap senjatamu dan harta bendamu lalu mereka menyerbu kamu dengan sekaligus dan tidak ada dosa atasmu meletakkan senjata-senjatamu jika kamu mendapatkan kesusahan karena hujan atau karena kamu memang sakit dan siap siagalah kamu sesungguhnya Allah SWT telah menyediakan adzab yang menghinakan bagi orang-orang kafir itu.” (QS. An Nisaa': 102)
Kepedulian seperti ini jauh berbeda dengan pandangan kaum sekuler yang membuang predikat mukmin taat atau kurang taat sebagai ukuran untuk mengangkat pemimpin dengan alasan ketaatan seseorang terhadap agamanya adalah urusan pribadi, sedangkan kesuksesan adalah urusan sosial kemasyarakatan yang harus dibedakan. Sekuler juga membiarkan orang-orang yang terang-terangan meninggalkan ibadah tanpa ada kontrol sosial atau sanksi. Ini berbeda dengan konsep Islam yang memberi sanksi murtad atau keluar dari agama bagi mereka yang terus menerus meninggalkan Shalat, menolak zakat, tidak puasa Ramadlan.
Gerombolan sekuler juga tidak memandang zakat sebagai undang-undang positif dalam urusan ekonomi dan sosial tapi merupakan urusan pribadi. Silahkan yang mau mengeluarkan zakat dan tetap berkewajiban membayar pajak dan bagi yang tidak zakat tidak ada sanksi, padahal zakat salah satu syarat dari turunnya pertolongan Allah SWT pada hamba-Nya.
الَّذِينَ إِنْ مَكَّنَّاهُمْ فِي الْأَرْضِ أَقَامُوا الصَّلَاةَ وَآتَوُا الزَّكَاةَ وَأَمَرُوا بِالْمَعْرُوفِ وَنَهَوْا عَنِ الْمُنْكَرِ وَلِلَّهِ عَاقِبَةُ الْأُمُورِ
"(Yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi niscaya mereka mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma'ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar. Dan kepada Allah-lah kembali segala urusan." (QS. Al Hajj: 41)
Faham ini menjunjung nilai-nilai etika, karena hanya etikalah yang mampu mewarnai maju mundurnya peradaban manusia dan motivasi tunggal bangkitnya suatu bangsa. Manusia sebagai subyek dinamika peradaban harus membangunnya di atas nilai-nilai etika kemanusiaan yang luhur.
Jadi, kelihatannya sinkron antara Islam dan sekuler dalam masalah etika, tapi kalau dicermati secara kritis ada dua jurang yang membelah kedua ideologi ini: interaksi lawan jenis dan asa etika.

Interaksi Lawan Jenis
Islam menyikapi hal ini dan memberi solusi alternatif paling etis yaitu nikah, melarang pergaulan bebas di luar pagar saklar nikah dan menvonisnya dengan sebutan zina atau penyelewengan seksual yang bisa mengundang murka Allah SWT dan mencoreng wajah komunitas masyarakat yang beretika luhur.
وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا
 “Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguh-nya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan jalan yang buruk.” (QS. Al Israa': 32)
Juga menutup rapat-rapat semua pintu menuju perzinaan, karena Islam mendidik generasinya untuk selalu menjaga kehormatan dan privasi diri serta memalingkan pandangan (Ghoddlul Bashor).
قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ (30) وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ (31)
 “Katakanlah kepada orang-orang yang beriman hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya, yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka sesungguhnya Allah SWT Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat. Katakanlah kepada wanita yang beriman hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya.” (QS. An Nur: 30 -31)
Secara spesifik seorang muslimah diperintah untuk selalu menjaga feminisme dan keanggunannya dalam berbagai aspek, diantaranya:

1.    Dalam berpakaian
وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ
 “Dan janganlah mereka menampakkan perhiasan-nya kecuali yang nampak daripadanya dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya.” (QS. An Nur: 31)
2.    Dalam berbicara
فَلَا تَخْضَعْنَ بِالْقَوْلِ فَيَطْمَعَ الَّذِي فِي قَلْبِهِ مَرَضٌ وَقُلْنَ قَوْلًا مَعْرُوفًا
“Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga ber-keinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya dan ucapkanlah perkataan yang baik.” (QS. Al Ahzab: 32)
3.    Dalam berjalan dan bergerak.
وَلَا يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ مِنْ زِينَتِهِنَّ
“Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan.” (QS. An Nur: 31)
Seperti larangan seorang muslim berduaan dengan seorang muslimah, seorang muslimah juga dilarang bepergian sendiri tanpa suami atau mahrom apalagi dalam situasi tidak aman. Itulah orientasi Islam yang disambut acuh oleh kaum sekuler Barat, bahkan mengamini pola pergaulan bebas dengan dalih kebebasan individual (freedom). Sekularisme inilah yang sedang menjarah sistem kenegaraan.

Asas Etika
Sekuler membuang jauh-jauh agama sebagai asas etika. Menurut mereka, falsafah atau tindakan positif yang sesuai dengan model kekinian itulah yang patut menjadi asas etika, padahal etika dari sisi tolak ukur, tanggung jawab, tujuan dan motivasi bila tidak dijiwai agama, maka etika tinggal slogan saja, seperti kata politisi Inggris dalam menghadapi masalah kebejatan moral dan kehancuran ekonomi. Dia berkata, “Tanpa undang-undang tidak akan ada suatu Bangsa, tanpa etika tidak akan berwibawa, suatu undang-undang tanpa iman tidak akan wujud suatu etika.”
Sebagian etika yang diajarkan Islam yang selalu dimusuhi kaum sekuler dimana saja dan kapan saja adalah masalah Hijab, karena dituduh kurang gaul, sok suci dan cenderung menutup diri. Padahal ini salah satu ekspresi dari kebebasan individual dan menjalankan perintah agama bagi seorang muslimah.
Kalangan sekuler berbaris serempak menghalangi siapa saja yang menginginkan Syari’at Islam menjadi hukum positif negara. Menurut mereka, cukuplah agama berdomisili dalam hati atau di masjid, mereka beranggapan komunitas masyarakat punya pranata-pranata yang lebih mantap dan lebih dinamis dibanding produk-produk hukum lain. Jadi Islam tidak berhak mengatur dan menghukumi halal haram pada mereka. Inilah sabotase terang-terangan terhadap Allah SWT Tuhan semesta alam.
Dari tinjauan ini, berarti kelompok sekuler telah menjadikan manusia sekutu Allah SWT yang telah menciptakan manusia itu sendiri. Memang mereka mengakui kalau alam semesta ini Allah SWT yang menciptakan, tapi hak manajemen tidak milik Allah SWT. Padahal Islam berasaskan:
أَلَا لَهُ الْخَلْقُ وَالْأَمْرُ تَبَارَكَ اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ
 “Ingatlah! Menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah, Maha Suci Allah SWT Tuhan semesta alam.” (QS. Al A'raaf: 54)
Kalau ada kaum sekuler yang sedikit toleran, mengakui Allah SWT punya hak untuk mengatur dalam prakteknya mereka akan meralat hukum-hukum Allah SWT dengan argumen-argumen ngawur yang tidak bisa dipertanggungjawabkan di hadapan Allah SWT dan akhirnya terjadilah menghalalkan apa yang diharamkan Allah SWT atau sebaliknya.
Realitanya, konsep sekularisme tak mampu menyaingi produk langit yang mengetahui secara total apa yang akan terjadi pada manusia. Walaupun zaman selalu berubah, ruang berbeda-beda, dan peradaban manusia semakin dinamis, Islam tetap eksis menjadikan menu-menu hukum yang sesuai dengan kemaslahatan manusia mengantarkannya menuju peradaban yang lebih dinamis walau sudah termakan usia 14 abad.
Islam berasaskan ideologi yang sangat kokoh bahwa Allah SWT Maha Agung, tidak ada yang mampu bersembunyi dari ilmu Allah SWT. Masa lampau, sekarang, maupun yang akan datang sama saja menurut Allah SWT.
وَمَا تَكُونُ فِي شَأْنٍ وَمَا تَتْلُو مِنْهُ مِنْ قُرْآنٍ وَلَا تَعْمَلُونَ مِنْ عَمَلٍ إِلَّا كُنَّا عَلَيْكُمْ شُهُودًا إِذْ تُفِيضُونَ فِيهِ وَمَا يَعْزُبُ عَنْ رَبِّكَ مِنْ مِثْقَالِ ذَرَّةٍ فِي الْأَرْضِ وَلَا فِي السَّمَاءِ وَلَا أَصْغَرَ مِنْ ذَلِكَ وَلَا أَكْبَرَ إِلَّا فِي كِتَابٍ مُبِينٍ
 “Kamu tidak berada dalam suatu keadaan dan tidak membaca suatu ayat dari al-Qur’an dan kamu tidak mengerjakan suatu pekerjaan malainkan kami menjadi saksi atasmu di waktu melakukan tidak luput dari pengetahuan Tuhanmu biarpun sebesar atom di bumi ataupun di langit tidak ada yang lebih kecil dan tidak pula yang lebih besar dari itu malainkan semua tercatat dalam kitab yang nyata (Lauhul Mahfudz).” (QS. Yunus: 61)
Hukum Syari’at adalah monster dan drakula paling menakutkan bagi sekuler di negeri Islam, karena Daulah Islamiyyah yang mampu mengangkat Islam dari alam teori, wacana dan ilusi menuju Islam yang subyektif dan merambah dunia yang realistis. Seperangkat pranata hukum telah tertata rapi menunggu uluran tangan siapa saja yang mau meletakkannya sebagai hukum positif negara, juga akan menjaga umat dari serangan musuh seperti kata Khalifah Utsman bin Affan ra:
إِنَّ اللهَ لَيَزَعُ بالسُّلْطانِ مَا لا يَزَعُ بالقُرْآنِ
“Sesungguhnya Allah SWT akan melindungi dengan suatu pemerintahan apa yang tidak mampu dilindungi oleh al-Qur’an.”

Daulah Islamiyah dan Negara Sekuler
Eksistensi Daulah dalam Islam
Kaum imperalis Barat telah mampu menanam opini bahwa Islam adalah agama, bukan negara. Agama menurut istilah Barat adalah gereja dan kekuasaan Albaba. Mereka ingin mempraktekkan di negeri-negeri Islam Timur apa yang terjadi di Barat. Revolusi Barat baru bisa menuai kesuksesan setelah mereka membebaskan diri dari kekuasaan gereja, begitu pula negeri-negeri Timur, Islam Arab kalau ingin bangkit harus melepaskan diri dari pengaruh agama, padahal Islam bukanlah gereja atau Albaba.
Sebagai exercise pragmatis adalah negara yang didirikan Kamal Attaturk di Turki pasca runtuhnya Khilafah Utsmaniyah yang merupakan benteng politik Islam terakhir dalam menghadapi tentara Salib dan Zionisme Internasional. Kamal adalah penganut freemansonry.
Keberhasilan Barat dalam mempublikasikan ide sekuler tidak hanya mampu menjajah pemikiran tokoh-tokoh politik modern, tapi juga mampu menusuk sebagian generasi muda yang menggeluti ilmu-ilmu agama di lembaga-lembaga pendidikan seperti Azhar University. Ini dapat dilihat dalam buku al-Islam wa Ushulul Hukmi milik Ali Abdul Raziq, salah satu pelajar al-Azhar yang mengusung ide sekuler secara total.
Dr. Muslim Abdurrahman, Tokoh Muhammadiyah, mengatakan, "Korban pertama dari penerapan Syari'at adalah perempuan."
Perkataan yang sangat terlalu, karena sama halnya menuduh Allah SWT yang mensyari'atkan Syari'at untuk manusia itu dzolim. Kalau Allah SWT dianggap dzolim, apakah justru setan, iblis, demokrasi ala Amerika, Israel yang dianggap adil?[ ]
أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ
"Apakah hukum jahiliyyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah SWT bagi orang-orang yang yakin?" (QS al-Maidah: 50)
Masa Jahiliyyah merupakan masa yang paling suram dalam sejarah wanita. Betapa hina nasib kaum wanita pada masa itu, mereka tidak dihargai sebagai seorang manusia, hak sipil mereka dikebiri, martabat mereka dinodai, dan harga diri mereka dikotori, bahkan lebih dari itu mereka diperlakukan tak ubahnya seperti barang dagangan bagi walinya sebelum ia menikah dan bagi suaminya setelah menikah. Wanita pada waktu itu hanya dieksploitasi sebagai obyek pemuas nafsu kaum pria. Yang lebih mengerikan di era itu tersebar semacam opini publik bahwa melahirkan anak perempuan adalah aib besar, sehingga mereka (Jahiliyyah) tidak segan-segan untuk membunuh putrinya hidup-hidup.
وَإِذَا بُشِّرَ أَحَدُهُمْ بِالْأُنْثَى ظَلَّ وَجْهُهُ مُسْوَدًّا وَهُوَ كَظِيمٌ (58) يَتَوَارَى مِنَ الْقَوْمِ مِنْ سُوءِ مَا بُشِّرَ بِهِ (59)
"Dan apabila seseorang dari mereka diberi kabar dengan (kelahiran) anak perempuan, hitamlah (merah padamlah) mukanya, dan dia sangat marah. Ia menyembunyikan dirinya dari orang banyak, disebabkan buruknya berita yang disampaikan kepadanya." (QS. An Nahl: 58 - 59)
Kedatangan Islam telah memberi warna tersendiri dalam dunia wanita, Islam berhasil mengangkat derajat wanita dari jurang kehinaan dan menempatkannya dalam mahligai kemuliaan. Kalau sekarang Barat dengan lantang menyerukan emansipasi wanita sebenarnya hal itu sudah basi, karena sebelum benih-benih emansipasi tumbuh di Barat empat belas abad sebelumnya, Islam telah lebih dahulu memperjuangkan masalah tersebut. Islam mengaggap seorang wanita sejajar dengan kaum pria, sama sebagai makhluk Allah SWT yang diciptakan hanya untuk beribadah dan mengabdi kepada-Nya.
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً
"Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah SWT menciptakan isterinya. Dan dari pada keduanya Allah SWT memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak." (QS. An Nisaa': 1)
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
"Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku." (QS. Adz Dzariyaat: 56)
Dalam berkarya Islampun tidak membeda-bedakan di antara keduanya. Seorang perempuan akan mendapatkan pahala atas amaliyah-nya yang sholihah, sebagaimana seorang laki-laki juga akan mendapatkan balasan atas perilakunya yang sholih.
فَاسْتَجَابَ لَهُمْ رَبُّهُمْ أَنِّي لَا أُضِيعُ عَمَلَ عَامِلٍ مِنْكُمْ مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى
"Maka Tuhan mereka memperkenankan permoho nannya (dengan berfirman): "Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki atau perempuan." (QS. Ali Imran: 195)
وَمَنْ يَعْمَلْ مِنَ الصَّالِحَاتِ مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَأُولَئِكَ يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ وَلَا يُظْلَمُونَ نَقِيرًا
"Barangsiapa yang mengerjakan amal-amal saleh, baik laki-laki maupun wanita sedang ia orang yang beriman, Maka mereka itu masuk ke dalam surga dan mereka tidak dianiaya walau sedikitpun." (QS. An Nisaa': 124)
إِنَّ الْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ
"Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mukmin…,” (QS. Al Ahzab: 35)
Selain itu, Islam juga telah membumi hanguskan budaya-budaya Jahiliyah yang sangat keji dan kejam kepada wanita. Hal tersebut dapat dilihat dari hal-hal sebagai berikut:
a.    Diberikannya hak hidup bagi kaum wanita.
قَدْ خَسِرَ الَّذِينَ قَتَلُوا أَوْلَادَهُمْ سَفَهًا بِغَيْرِ عِلْمٍ وَحَرَّمُوا مَا رَزَقَهُمُ اللَّهُ افْتِرَاءً عَلَى اللَّهِ قَدْ ضَلُّوا وَمَا كَانُوا مُهْتَدِينَ
"Sesungguhnya rugilah orang yang membunuh anak-anak mereka, Karena kebodohan lagi tidak mengetahui dan mereka mengharamkan apa yang Allah SWT telah rizqikan pada mereka dengan semata-mata mengada-adakan terhadap Allah. Sesungguhnya mereka telah sesat dan tidaklah mereka mendapat petunjuk." (Al An'aam: 140)
b.    Dihapusnya pernikahan-pernikahan model Jahiliyyah yang sangat melecehkan mereka, dan diberikannya kebebasan untuk mentasharufkan harta mereka sendiri.
لِلرِّجَالِ نَصِيبٌ مِمَّا اكْتَسَبُوا وَلِلنِّسَاءِ نَصِيبٌ مِمَّا اكْتَسَبْنَ وَاسْأَلُوا اللَّهَ مِنْ فَضْلِهِ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمًا
"Bagi orang laki-laki ada bagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada bagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah SWT sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah SWT Maha Mengetahui segala sesuatu." (QS. An Nisaa': 32)
c.    Dibukanya kesempatan kepada mereka untuk menuntut ilmu.
عن أبي سعيد الخدريّ قال: جَاءَتْ امْرَأَةٌ إلَى رَسُوْلِ اللهِ، فَقَالَتْ: يَا رَسُوْلَ اللهِ، ذَهَبَ الرِّجَالُ بِحَدِيْثِكَ فَاجْعَلْ لَنَا مِنْ نَفْسِكَ يَوْمًا نَأْتِيْكَ فِيْهِ تَعَلَّمْنَا مِمَّا عَلَّمَهُ اللهُ، فَقَالَ: اجْتَمِعْنَ فِيْ يَوْمِ كَذَا وَكَذَا فِيْ مَكَانِ كَذَا وَكَذَا.
"Diriwayatkan dari Abi Sa'id al-Khudri, ada seorang wanita datang kepada Rasulullah kemudian berkata: “Wahai Rasulullah, orang-orang laki-laki telah meninggalkan tempatmu dengan membawa Haditsmu. Berikanlah kami kesempatan satu hari untuk menimba ilmu yang telah diberikan Allah SWT kepadamu.” Kemudian Nabi bersabda: "Berkumpullah kalian pada suatu hari di suatu tempat." (HR. Bukhori)
d.    Ditempatkannya seorang ibu pada derajat yang lebih tinggi daripada seorang ayah.
وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ إِحْسَانًا حَمَلَتْهُ أُمُّهُ كُرْهًا وَوَضَعَتْهُ كُرْهًا وَحَمْلُهُ وَفِصَالُهُ ثَلَاثُونَ شَهْرًا
"Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, melahirkannya dengan susah payah (pula), mengandungnya sampai menyapihnya tiga puluh bulan." (QS. Al Ahqaaf: 15)
عن أبي هريرة: قَالَ رَجٌلٌ لِلرَّسُوْلِ: مَنْ أَحَقُّ النَّاسِ بِحُسْنِ صُحْبَتِيْ، فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ: أُمــُّكَ، قَالَ: ثُمَّ مَنْ؟، قَالَ: أُمُّكَ، قَالَ: ثُمَّ مَنْ؟، قَالَ: أُمُّكَ، قَالَ: ثُمَّ مَنْ؟، قَالَ: أَبُوْكَ. (رواه البخاري ومسلم).
"Diceritakan dari Abi Hurairah, ada seseorang yang bertanya kepada Rasulullah: “Siapakah yang paling berhak mendapatkan perlakuan baik dariku?” Rasulullah menjawab: "Ibumu." Ia kembali bertanya: “Kemudian siapa?” Rasulullah menjawab: "Ibumu." Ia kembali bertanya: “Kemudian siapa?” Rasulullah menjawab: "Ibumu." Ia kembali bertanya: “Kemudian siapa?” Rasulullah menjawab: "Ayahmu." (HR. Bukhori-Muslim)
e.    Dijadikannya seorang istri sebagai pembawa rahmat dan kedamaian bagi keluarga.
وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
"Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir." (QS. Ar Rum: 21)
Semua ini merupakan bukti konkret betapa Islam sangat menghargai pribadi dan posisi wanita.
Dalam masalah poligami, jika Syari’at poligami dituduh sebagai sarana pendzoliman kaum laki-laki terhadap wanita, maka tudingan itu salah besar. Bagaimanapun poligami merupakan rahmat bagi kaum wanita, karena memandang bahwa jumlah laki-laki yang siap menikah lebih sedikit dari pada jumlah wanita yang siap menikah. Seorang pakar Barat yang berpikiran luas mengatakan, “Perkawinan yang mengharuskan seorang laki-laki kawin dengan seorang wanita adalah penindasan atas wanita yang terpaksa tidak menikah”. Kita juga melihat bahwa poligami merupakan jalan untuk memelihara harga diri wanita dan menjadikannya sebagai istri terhormat daripada hidup sebagai kawan kencan atau wanita penghibur. Dengan demikian kaum wanita harus memahami bahwa tanpa praktek poligami, cita-cita dan harapan sebagian dari mereka untuk menjadi ibu rumah tangga tidak akan tercapai.
 Dalam permasalahan Thalaq (cerai), Islam sendiri sebenarnya tidak menyukainya, dan lebih suka untuk mempertahankan keluarga agar tetap hidup harmonis. Namun apabila jiwa pernikahan telah mati, maka Islam memandang dengan penyesalan dan mengizinkan untuk menguburkannya. Sebenarnya logika Thalaq dalam Islam tidak didasarkan atas kepemilikan pria dan status wanita sebagai benda yang dimiliki. Namun hak Thalaq muncul berdasarkan peranan khusus pria dalam percintaan dimana kehidupan keluarga dibangun berdasarkan rasa cinta dan kasih sayang suami dan istri. Namun satu hal yang penting untuk diketahui ialah bahwa kondisi psikologis wanita dan pria dalam hal ini berbeda.
Sesuai dengan fitrahnya, cinta selalu dimulai dari pihak pria dan disambut oleh si wanita dengan sikap responsif dan menerima. Kasih sayang dan cinta seorang wanita yang sejati hanya mungkin bila cinta itu lahir sebagai reaksi kasih sayang dan kekaguman pria terhadapnya. Dengan demikian sangatlah tepat jika kunci pembubaran pernikahan juga ada di tangan pria. Selain itu dalam permasalahan ini umumnya pria lebih arif dan bijak serta memiliki pandangan ke depan terhadap segala akibat yang akan terjadi (terutama dampaknya bagi anak-anak mereka). Ia tidak akan menjatuhkan Thalaq kecuali dalam keadaan terpaksa yang sudah tidak bisa diperbaiki lagi. Lain halnya dengan seorang perempuan yang lebih sering dikuasai emosi dan nafsunya terutama pada waktu menstruasi. Seandainya hak Thalaq diberikan kepadanya maka dengan mudah (tanpa melalui pertimbangan yang matang) ia akan menjatuhkan Thalaq dengan seenaknya.
Dalam masalah mahar, kami percaya bahwa diperkenalkannya mahar merupakan Syari’at yang sangat bijaksana untuk menjaga keseimbangan hubungan pria dan wanita. Keberadaan mahar sama sekali bukan sebagai harga pembelian terhadap gadis itu dari ayahnya atau dari gadis itu sendiri sehingga ia harus menyerahkan diri dan menjadi budak suaminya. Namun hal ini semata-mata hanya menjadi hadiah untuk sang istri sebagai tanda betapa dalam dan besar cinta sang suami kepada istrinya, serta sebagai tanda penghormatan atas pribadi seorang wanita, sehingga ia merasa dihargai dan dihormati. Bagi wanita nilai moral mahar lebih besar daripada nilai materialnya. Inilah sebabnya mengapa hukum mahar, yang merupakan salah satu pasal dari suatu undang-undang yang absolut dan fundamental yang digariskan oleh Tuhan yang telah membentuk sifat-sifat manusia, tidak boleh dihapus hanya dengan dalih persamaan hak pria dan wanita.
 Dalam konteks nafkah sebagaimana juga mahar, ia mempunyai status dan posisi yang khusus dalam dunia wanita. Andaikata Islam memberikan hak kepada pria untuk memanfaatkan pelayanan istri dan mempekerjakannya sebagaimana budak serta menguasai seluruh kekayaan dan hasil kerjanya, maka tidak salah tuduhan Barat yang mengatakan bahwa dasar penalaran nafkah ialah “apabila seseorang memperkerjakan seekor hewan atau seorang budak untuk memperoleh keuntungan materi, maka dengan sendirinya ia harus mengeluarkan biaya untuk perawatan hewan atau budak tersebut”.
Tetapi Islam tidak mengakui logika seperti ini. Apakah setiap orang yang dinafkahi oleh orang lain dengan sendirinya adalah budaknya? Menurut Islam dan semua konstitusi di dunia, seorang ayah berkewajiban untuk memelihara anak-anaknya. Lalu apakah dengan demikian, anak-anak itu dipandang sebagai budak dari orang tua mereka?
Dalam kacamata Islam, jika seorang ayah atau ibu sudah tidak mampu membiayai hidupnya, maka wajib bagi putra–putranya untuk memberikan nafkah kepadanya, lalu dapatkah kita katakan bahwa Islam memandang para ayah dan ibu sebagai budak putra–putra mereka? Islam telah memberikan kepada kaum wanita suatu keuntung-an yang belum pernah ada sebelumnya dalam urusan finansial dan ekonomi. Di satu pihak Islam memberikan kepada mereka kebebasan dan kemerdekaan penuh dalam hal finansial dan mencegah kekuasaan pria atas harta dan hasil kerja wanita dan dipihak lain dengan membebaskan wanita dari tanggung jawab pembelanjaan keluarga, Islam telah membebaskannya dari kewajiban mencari uang, sehingga ia tetap mampu menjaga sifat kewanitaannya. Karena memelihara kecantikan, daya tarik dan kebanggaan bagi suaminya pasti memerlukan kehidupan yang tentram, damai dan menyenangkan serta jauh dari kecemasan-kecemasan dalam memikirkan kebutuhan. Sekiranya wanita berkewajiban seperti laki-laki untuk berpenghasilan dan mengejar uang kebanggaannya akan merosot dan kerut merut akan muncul di wajahnya, seperti yang muncul di wajah dan dahi kaum pria. Sering terdengar bahwa kaum wanita Barat yang terpaksa harus berjuang untuk mencari penghasilan di toko-toko, pabrik-pabrik dan kantor-kantor merasa iri terhadap kaum wanita Timur. Ketika orang-orang yang memuja Barat hendak mengkritik hukum ini, dengan dalih melindungi kaum wanita, maka tuduhan mereka tidak punya alternatif lain, kecuali kebohongan yang nyata.
 Semua yang kami paparkan di muka menggambarkan betapa hebat dan luwesnya Syari’at Islam dalam mengolah, meracik dan menyajikan menu yang khusus untuk kaum hawa. Dengan petunjuk wahyu Ilahi, Islam telah mengetahui rahasia kehidupan manusia dan maslahat-maslahat yang ada di dalamnya yang baru dicoba didekati oleh ilmu pengetahuan setelah rentang masa yang panjang, kurang lebih sekitar empat belas abad. Sejauh ini jelas bahwa dasar pemikiran Islam terlalu dalam dan terlalu jauh dari tingkat pemahaman para penuduh (Barat).
 Dalam permasalahan warisan di mana anak perempuan mendapat bagian separo dari anak laki-laki, ketentuan hukum waris ini sering mendapat kritik tajam dari kalangan orang-orang yang sering menuntut kesetaraan hak. Perlu diketahui bahwa Islam adalah agama yang adil dan tidak bersikap kecuali dengan adil. Kenyataan bahwa seorang wanita mewarisi setengah dari bagian pria bukanlah merupakan tindak kedzaliman, tetapi justru merupakan buah daripada keadilan dan keseimbangan hak antara pria dan wanita. Sebenarnya perbedaan tersebut didasarkan atas suatu hak yang berhubungan erat dengan keduanya. Seorang pria dalam hidupnya dibebani beberapa tanggung jawab yang bersifat material seperti memberikan mahar kepada istrinya ketika menikah, memberikan nafkah kepada anak istrinya, juga bertanggung jawab memberikan nafkah kepada kedua orang tuanya jika mereka sudah tidak mampu. Sedangkan seorang istri dalam hidupnya tidak dibebani sedikitpun dengan urusan-urusan di atas. Malah dalam posisinya sebagai seorang istri, ia mendapatkan mahar dan nafkah dari suaminya. Maka sangat adil kiranya jika seorang laki-laki mendapat dua bagian dari pada bagian wanita dengan pertimbangan tanggung jawab yang berat kepada anak dan istrinya, dan seorang perempuan mendapat bagian separo dengan tanpa dibebani tanggungan–tanggungan tersebut. Dan sebagai kompensasi atas kekurangan wanita dalam hak warisan, Islam telah mensyari’atkan wajibnya mahar dan nafkah atas suami kepada istrinya sehingga tercipta keseimbangan hak yang dimiliki keduanya. Di situlah sebenarnya letak rahasia keadilan Islam.
Dalam permasalahan Syahadah (kesaksian), jika dua orang wanita dianggap sama nilainya dengan seorang pria, maka hal itu bukan identik dengan rendahnya derajat wanita, lebih dari itu Islam sebenarnya bertindak lebih proporsional dan hati-hati dalam menjaga obyektifitas syahadah. Perlu diketahui bahwa kemantapan dalam memberikan kesaksian mutlak diperlukan, sedangkan menurut disiplin ilmu psikologi seorang wanita sering kali lupa, bingung atau ragu dalam memastikan sesuatu. Apalagi pada masa menstruasi, ia sering mengalami gejala-gejala tegang dan gelisah (tension), lemah dan kehilangan daya (energy loss), kurang bersemangat dan lesu (depression), serta rasa nyeri di perut. Perubahan-perubahan psikologis dan biologis yang kerap melanda wanita ini mengakibatkannya mudah diserang kebingungan dan keragu-raguan. Maka tepatlah kiranya jika Al-Qur’an menetapkan dua saksi wanita sebagai pengganti dari seorang saksi laki-laki dengan tujuan agar bila salah seorang wanita itu lupa yang lain bisa mengingatkannya.
 Begitu juga dalam permasalahan Diyat (hukuman pidana), ditetapkannya Diyat seorang perempuan yang terbunuh sebanyak separo dari Diyât seorang laki-laki, sekali lagi tidak dimaksudkan untuk merendahkan perempuan, baik secara moral maupun material. Karena dalam hal ini yang menjadi pertimbangan para Ulama adalah nilai pengganti yang diperlukan keluarga. Kerugian ekonomi keluarga korban atas terbunuhnya laki-laki yang notabene sebagai tulang punggung ekonomi jelas lebih besar dibanding jika yang menjadi korban pembunuhan adalah wanita yang secara ekonomi justru ditanggung oleh laki-laki.
Dengan prinsip keadilan ini, Islam tetap consist dengan konsep bahwa wanita dan pria atas dasar kenyataan yang satu adalah wanita dan yang lainnya adalah pria tidaklah identik dalam banyak hal. Dunia mereka tidak persis sama, watak dan pembawaan mereka tidak dimaksudkan supaya sama. Oleh sebab itu, maka dalam banyak hak, kewajiban dan hukum keduanya tidak harus menempati kedudukan yang sama.
Sesungguhnya membidangi suatu pekerjaan dan profesi adalah tingkat tertinggi aktualisasi manusia, dan potensi ini secara fitrah sudah dianugerahkan kepada manusia, baik laki-laki maupun perempuan. Islam tidak pernah melarang wanita untuk mengembangkan potensinya. Islam tidak pernah menyuruh wanita untuk tetap bodoh. Bahkan tidak ada satupun pemikir Islam yang melarang wanita untuk bekerja. Wanita sebagai makhluk yang berakal (Homo Sapiens) dan juga bersosial (Homo Kasius) mempunyai peran penting dalam ikut memberikan sumbangsih terhadap berlangsungnya kehidupan manusia di alam fana ini.
Sesuai dengan ketetapan Al-Qur’an dan ilmu hayat (biologi), kita temukan sebuah tugas yang mulia bagi seorang wanita, tugas itu ialah sebagai ibu rumah tangga. Dengan tugas ini sebenarnya cukup bagi wanita untuk bisa mencapai derajat tertinggi sebagai makhluk sosial. Jika kita renungkan sesungguhnya betapa besar jasa seorang ibu terhadap bangsa dan negara. Ia telah mendidik putra–putra mereka menjadi pemuda–pemuda agamis yang militan, menjadi patriot bangsa yang konsisten. Ialah sebenarnya yang patut dijuluki sebagai pahlawan tanpa tanda jasa. Semua ini bukan berarti aktifitas di luar rumah bagi seorang wanita adalah haram, namun yang jelas profesi apapun yang digeluti, seorang wanita tidak boleh meninggalkan sama sekali tugas utamanya sebagai seorang ibu.
 Islam tidak melarang wanita untuk berkarir, namun dalam berkarir ada beberapa norma dan etika yang harus dipatuhinya sebagai wanita muslimah. Pekerjaan yang dijalani tidak termasuk pekerjaan yang diharamkan Syari’at atau mendorong pada perbuatan haram. Seperti seorang wanita menjadi pelayan bagi laki-laki lajang yang hidup sendirian, atau menjadi sekretaris pribadi bagi seorang direktur yang tugasnya menuntut untuk berkhalwat (menyendiri), dan yang lainnya. Harus selalu berpegang pada adab wanita muslimah. Pekerjaan itu tidak menghalangi tugas dan kewajiban utamanya sebagai seorang wanita, yaitu sebagai ibu rumah tangga yang harus berbakti kepada suami dan anak-anaknya.
Namun perlu diketahui, tidak ada tugas yang lebih utama dan mulia bagi seorang wanita selain sebagai ibu rumah tangga yang mempersiapkan dan mencetak generasi muda siap pakai dan tahan uji sebagai penopang berlangsungnya kehidupan bangsa dan negara.
Dengan prinsip keadilan, Islam tetap konsis dengan konsep bahwa wanita dan pria atas dasar kenyataan yang satu adalah wanita dan yang lainnya adalah pria tidaklah identik dalam banyak hal. Dunia mereka tidak persis sama, watak dan pembawaan mereka tidak dimaksudkan supaya sama. Oleh sebab itu, maka dalam banyak hak, kewajiban dan hukum keduanya tidak harus menempati kedudukan yang sama.
Di dunia Barat sekarang sedang diusahakan untuk menciptakan keseragaman dan kesamaan hak, tugas, dan kewajiban antara wanita dan pria, dengan mengabaikan perbedaan-perbedaan yang kodrati dan alami. Menurut hemat kami, hal ini merupakan kejahatan hak asasi terbesar sepanjang sejarah manusia. Dengan label palsu ”Persamaan Hak“, mereka berpura-pura memperjuangkan hak asasi kaum hawa, namun pada dasarnya mereka adalah penjahat nomor satu yang berusaha menghancurkan pagar ayu hak asasi kaum hawa yang alami dan kodrati.
Dr. Siti Musdah Mulia, Dosen pascasarjana UIN, sosok wanita nyeleneh, agen Zionis murahan di Indonesia, selalu menyuarakan kesetaraan gender, melarang poligami, memperbolehkan kawin kontrak, memperbolehkan nikah beda agama, hukum waris laki-laki dan perempuan sama, bersama timnya 11 orang ditambah kontributornya 16 orang, juga kucuran dana dari lembaga kafir The Asia Foundation, mengeluarkan buku Counter Legal Draft Kompilasi Hukum Islam (CLKHI) yang isinya meresahkan masyarakat karena menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal, sehingga MUI melalui Menteri Agama mencabut draft tersebut.
Karena itulah, selayaknya kita merapatkan barisan menghadang laju Sekularisme dan agen-agen komersialnya dengan menancapkan interpretasi bahwa sejarah adalah bagian dari Islam yang punya spesifik selalu relevan di berbagai waktu dan ruang serta dinamis mengikuti peradaban manusia. Sentral pendidikan Islam diharapkan bisa melahirkan kader pemikir Islam yang komprehensif dan kaffah, untuk memberi bimbingan dan panduan bagi umat Islam, dalam skala kehidupan pribadi, berkeluarga dan berbangsa dan bernegara.
Proporsi Liberalisme-Sekularisme di Indonesia dengan mudah dapat dicermati dari berbagai media massa milik mereka. Media massa- media massa sekuler yang selalu mendiskriminatifkan umat Islam seperti Kompas (media massa milik Katholik), Tempo, Jawa Pos dengan 56 radar-radarnya di seluruh Indonesia, pemancar radio 68 H dengan 400-an radio swasta, Website JIL Islamlib.com, yang senantiasa menyuarakan faham liberalnya maupun lembaga-lembaga lainnya yang siap jadi penampung dan penyalur kenyelenehan dan kesesatannya, seperti Yayasan Paramadina, IAIN-IAIN dan STAIN-STAIN seluruh Indonesia.
Umat Islam Indonesia nampaknya belum merdeka sepenuhnya. Keadaan inilah yang harus terus kita perjuangkan, penerapan Syari'at Islam untuk bisa menjadi undang-undang negara, untuk mengatur semua aspek kehidupan, dalam bidang ekonomi, sosial politik. yang akan membawa kedamaian manusia di dunia dan akhirat.
Allah SWT telah menurunkan kitab-Nya yang menjelaskan apa saja yang ada di alam semesta.
وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ تِبْيَانًا لِكُلِّ شَيْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَةً وَبُشْرَى لِلْمُسْلِمِينَ
“Dan Kami turunkan kepadamu al-Kitab untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.” (QS. An Nahl: 89)

Kewajiban Mendirikan Daulah Islamiyah
Ide Daulah Islamiyah bukanlah penemuan baru, tapi inilah yang disuarakan lantang oleh nash-nash, peristiwa-peristiwa historis serta karakter dakwah Islam yang universal.
إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ أَنْ تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ إِنَّ اللَّهَ نِعِمَّا يَعِظُكُمْ بِهِ إِنَّ اللَّهَ كَانَ سَمِيعًا بَصِيرًا (58) يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ
“Sesungguhnya Allah SWT menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya. Dan menyuruh kamu apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil sesungguhnya Allah SWT memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepada kamu. Sesungguhnya Allah SWT Maha Mendengar lagi Maha Melihat. Hai orang-orang yang beriman! taatilah Allah SWT dan taatilah Rasul-Nya dan Ulil Amri di antara kamu kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah ia kepada al-Qur’an dan Sunnah Rasul.” (QS. An Nisaa': 58 - 59)
Ayat pertama, seruan kepada pemerintah dan para hakim agar menjalankan amanat dan membuat keputusan yang adil, karena bila amanat dan keadilan disia-siakan kehancuran umat dan robohnya sendi-sendi bangunan masyarakat tinggal menunggu hitungan jari. Dalam Hadits:
إِذَا ضُيِّعَتْ الأَمَانَةُ فَانْتَظِرُوْا السَّاعَةَ، قِيْلَ: كَيْفَ إِضَاعَتُهَا؟، قَالَ: إذَا وُسِّدَ الأمْرُ إلَى غَيْرِ أهْلِهِ فَانْتَظِرِ السَّاعَةَ.
“Ketika amanat disia-siakan, maka tunggulah kehancuran umat. Ada yang bertanya: “Bagaimana amanat itu disia-siakan?” Nabi menjawab: “Bila urusan diserahkan kepada selain ahlinya, maka tunggulah kehancuran.” (HR. Bukhori)
Ayat kedua, seruan terhadap rakyat mukmin agar taat pada pemerintah dengan syarat dari kelompok mukmin juga dan ketaatan ini menempati rangking ketiga setelah taat kepada Allah SWT dan Rasul-Nya serta bila terjadi perbedaan hendaklah dikembalikan pada al-Qur’an dan al-Hadits.
Jelas termasuk perbuatan haram, seorang muslim bai’at kepada pemerintah yang tidak menjalankan hukum Islam. Sedangkan bai’at yang bisa menyelamatkan dari dosa adalah kepada pemerintah yang menjalankan hukum Allah. Dan kalau tidak ada, semua orang Islam berdosa sampai terwujudnya pemerintahan Islam, tidak ada yang bisa lepas dari dosa ini kecuali orang yang ingkar walau dalam hati dan berusaha semaksimal mungkin untuk memulai kehidupan yang Islami. Dan ini tidak mungkin dilakukan sendirian, harus menggalang solidaritas saudara-saudara yang seperjuangan.

Fakta Historis
Rasulullah mengajak Kabilah-Kabilah untuk beriman kepada beliau serta membela da'wahnya, sampai akhirnya Allah SWT mempertemukan beliau dengan Anshor dari Kabilah Aus dan Khazraj. Setelah Islam menyebar di kalangan Anshor, pada musim haji sebanyak 73 laki-laki dan 2 wanita datang untuk bai’at kepada Rasulullah . isi bai’at itu adalah :
•    Anshor akan membela beliau seperti halnya membela diri mereka sendiri, istri-istri serta anak-anak mereka.
•    Patuh dan taat pada Rasulullah.
•    Amar Ma’ruf Nahi Anil Munkar.
Dan hijrahnya Rasulullah ke Madinah tiada lain untuk membentuk masyarakat muslim yang nantinya akan berwujud Daulah Islam. Pada masa itu bagi yang telah masuk Islam diwajibkan hijrah ke Madinah untuk memperkuat eksistensi Daulah, hidup di bawah naungannya serta berperang di bawah panji-panji Daulah Madinah.
وَالَّذِينَ آمَنُوا وَلَمْ يُهَاجِرُوا مَا لَكُمْ مِنْ وَلَايَتِهِمْ مِنْ شَيْءٍ حَتَّى يُهَاجِرُوا
 “Dan terhadap orang-orang yang beriman tetapi belum hijrah, maka tidak ada sedikitpun atasmu melindungi mereka sebelum mereka hijrah.” (QS. Al Anfal: 72)
فَلَا تَتَّخِذُوا مِنْهُمْ أَوْلِيَاءَ حَتَّى يُهَاجِرُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ
“Maka janganlah kamu jadikan di antara mereka penolong-penolongmu hingga mereka hijrah pada jalan Allah.” (Surat an-Nisa: 89)
Juga turun ayat yang mengancam orang-orang Islam yang memilih hidup di negara kafir. Dan konsekuensinya mereka tidak bisa melaksanakan kewajiban-kewajiban agamanya.
إِنَّ الَّذِينَ تَوَفَّاهُمُ الْمَلَائِكَةُ ظَالِمِي أَنْفُسِهِمْ قَالُوا فِيمَ كُنْتُمْ قَالُوا كُنَّا مُسْتَضْعَفِينَ فِي الْأَرْضِ قَالُوا أَلَمْ تَكُنْ أَرْضُ اللَّهِ وَاسِعَةً فَتُهَاجِرُوا فِيهَا فَأُولَئِكَ مَأْوَاهُمْ جَهَنَّمُ وَسَاءَتْ مَصِيرًا (97) إِلَّا الْمُسْتَضْعَفِينَ مِنَ الرِّجَالِ وَالنِّسَاءِ وَالْوِلْدَانِ لَا يَسْتَطِيعُونَ حِيلَةً وَلَا يَهْتَدُونَ سَبِيلًا (98) فَأُولَئِكَ عَسَى اللَّهُ أَنْ يَعْفُوَ عَنْهُمْ وَكَانَ اللَّهُ عَفُوًّا غَفُورًا (99)
“Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan malaikat dalam keadaan menganiaya diri sendiri kepada mereka malaikat bertanya: dalam keadaan bagaimana kamu ini?, mereka menjawab: adalah kami orang-orang yang tertindas di negeri Mekkah. Para malaikat berkata: bukankah bumi Allah SWT itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah di bumi itu?, orang-orang itu tempatnya neraka jahanam dan jahanam itu seburuk-buruk tempat kembali. Kecuali mereka yang tertindas baik laki-laki atau wanita ataupun anak-anak yang tidak mampu berdaya upaya dan tidak mengetahui jalan untuk hijrah. Mereka itu mudah-mudahan Allah SWT memaafkannya dan adalah Allah SWT Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun.” (QS. An Nisaa': 97-99)
Dan ketika Rasulullah wafat, apa yang digagas para Sahabat? Ternyata suksesi kepemimpinan. Baru setelah Abu Bakar dibai’at, mereka mengubur jenazah Rasulullah .
Tak pernah dijumpai dalam lembaran-lembaran sejarah orang Islam memisahkan agama dan negara kecuali setelah munculnya abad sekuler pada masa itu dan itulah yang dikhawatirkan Rasulullah, seperti Hadits Mu’adz:
ألاَ إنَّ رَحَى الإسْلاَمِ دَائِرَةٌ فَدَارُوْا مَعَ الإسْلاَمِ حَيْثُ دَارَ ألاَ إنَّ القُرْآنَ وَالسُّلْطَانَ سَيَفْتَرِقَانِ فَلاَ تُفَارِقُوْا الكِتَابَ أَلاَ إنَّهُ سَيَكُوْنُ عَلَيْكُمْ أُمَرَاءُ يَقْضُوْنَ ِلأِنْفُسِهِمْ مَا لاَ يَقْضُوْنَ لَكُمْ فَإِنْ عَصَيْتُمُوْهُمْ قَتَلُوْكُمْ وَإِنْ أَطَعْتُمُوْهُمْ أَضَلُّوْكُمْ قَالُوْا: وَمَاذَا نَصْنَعُ يَا رَسُوْلَ اللهِ؟، قَالَ: كَمَا صَنَعَ أَصْحَاَبُ عِيْسَى ابْنِ مَرْيَمَ، نُشِرُوْا بِالمَنَاشِرِ وَحُمِلُوْا عَلَى الخَشَبِ مَوْتٌ فِيْ طَاعَةِ اللهِ خَيْرٌ مِنْ حَيَاةٍ فِيْ مَعْصِيَةِ اللهِ. (رواه إسحاق بن راهويَه).
“Ingatlah sesungguhnya lokomotif Islam akan selalu berputar. Berputarlah kalian semua bersama Islam ke manapun Islam berputar. Ingatlah sesungguhnya al-Qur’an dan pemerintahan akan berpisah, maka janganlah kalian berpisah dengan Kitab. Ingatlah sesungguhnya akan datang pada kalian para penguasa yang memutuskan perkara untuk mereka tidak pernah memperhatikan hak kalian. Bila kalian mendurhakai mereka, mereka akan membunuh kalian dan kalau kalian taat pada mereka, mereka akan menyesatkan kalian.” Para Sahabat bertanya: “Apa yang harus kami lakukan wahai Rasulullah?” Nabi menjawab: “Seperti yang dilakukan pengikut-pengikut Isa bin Maryam, dibelah dengan gergaji dan disalib pada kayu-kayu. Mati mempertahankan taat kepada Allah SWT lebih baik daripada hidup mendurhakai Allah." (HR. Ishaq ibn Rohawiyah)
Partisipasi tokoh-tokoh Islam dalam menolak formalisasi Syari'ah Islam telah membawa dampak buruk bagi upaya penegakan syari'ah Islam. Mereka tidak saja memposisikan Syari'at Islam sebagai ancaman bagi umat Islam, tetapi juga meletakkan posisi sebagai terdakwa, bahkan biang keladi kemunduran dan menajamnya konflik antar warga. Hal ini disadari atau tidak, ikut menyukseskan skenario global yang disusun orang-orang kafir dengan mengatasnamakan demokrasi, hak asasi dan toleransi. Penolakan terhadap berlakunya Syari'at Islam berdampak multikompleks, terutama bagi perbaikan Indonesia masa depan. Kerusakan moral kian sulit dihentikan, kebejatan merajalela, korupsi kian menggurita, bencana kemanusiaan kian silih berganti, orang-orang kafir semakin berani melecehkan ajaran Islam dan meminggirkannya dari area politik dan pemerintahan. Akan tetapi yang paling tragis dan patut disesalkan, sekiranya Islam dimusuhi dan dicaci, mengapa harus tokoh-tokoh Islam sendiri yang melakukannya?( )
Penentangan Syari'at Islam tampaknya dilakukan oleh sebagian tokoh dengan tidak malu-malu lagi membela kejorokan dan kemaksiatan yang amat dilarang dalam Islam. Contohnya ketua P3M, Masdar Farid Mas'udy, Katib Syuriah PBNU dan juga anggota Komisi Fatwa MUI, tidak malu-malu lagi membela perzinaan, diantaranya dia menyiarkan, “Kalau toh laki-laki nekat berzina dengan pelacur, maka hendaknya pakai kondom”.
Menurut Masdar, sebaiknya kampanye kondom dilakukan tidak secara terbuka di media umum. Yang penting bagaimana menjangkau kaum pria yang tidak bisa menahan hajat seksualnya dan tetap nekat berhubungan seks dengan pekerja seks komersial agar mau menggunakan kondom sehingga tidak menularkan HIV kepada istrinya.
Anehnya, Masdar yang jelas-jelas antek Yahudi-Nasrani, diangkat menjadi ketua PBNU sementara dalam rapat di tempatnya Musthofa Bisri, mertua Ulil, pelukis aneh, yang melukis "Berdzikir bersama Inul", menggantikan Hasyim Muzadi yang mencalonkan diri sebagai Wakil Presiden berpasangan dengan Megawati pada Pilpres 2004. Dengan demikian berarti NU telah kemasukan faham liberal, karena dipimpin oleh orang yang mengkampanyekan akidah kufur.( )
Lebih ironis lagi, Masdar Farid Mas'udy dan kedua teman seprofesinya, Ulil Absor Abdalla dan Sa'id Aqil Siradj, ketiga tokoh NU kontroversial yang menjadi antek-antek Yahudi-Amerika dan Salibis itu melenggang-kangkung masuk dalam bursa kandidat ketua PBNU dalam Muktamar ke-32 pada tanggal 22 Maret 2010 di Makasar, Sulawesi Selatan. apa yang terjadi jika NU, organisasi warisan agung para ulama Salafushsholih ini dipegang mereka. NU akan dijual ke Amerika Serikat, Australia dan negara-negara Zionis lainnya. Akidah umat Islam akan dipermainkan mereka. Sistem kurikulum pendidikan Islam bisa dirubah sesuai dengan syahwat mereka. Syahwat untuk merusak Islam yang dikendalikan oleh aktor utama mereka, Amerika.
Tentunya kita tidak rela organisasi NU dijadikan komoditi bagi berkembangnya pemikiran kufur dan aliran-aliran sesat lainnya, bahkan kepentingan orang-orang non-Muslim.
Pada tanggal 2 Desember 2007, beberapa orang akademis/intelektual muslim Indonesia dari perguruan tinggi Islam dan pondok pesantren diundang Presiden Shimon Peres ke Israel untuk misi perdamaian. Di Israel mereka bertemu dengan pemimpin moderat Yahudi, kepala para Rabi, Uskup Munib A. Younan dan Presiden Israel sendiri. Pemilihan lima akademisi itu kata Charles Holland Taylor, pendiri Liberty For All Foundation yang berpusat di Winston Carolina AS karena mereka dinilai memiliki toleransi yang tinggi dan memiliki pemahaman yang baik tentang Islam. Dia percaya bahwa nantinya muslim Indonesia, Palestina, Israel akan berdamai. Susunan organisasi ini di Indonesia adalah terdiri dari:
•     Penasehat Senior: Abdurrahman Wahid.
•    Dewan Penasehat: Musthofa Bisyri, Abdul Munir Mulkan, Amin Abdullah, Azyumardi Azra, Romo Magnis Suseno dan Ahmad Dhani.
•    Direktor Program: Hodry Ariev.
Sebuah pertanyaan, mengapa justru orang non muslim notabene Yahudi dan Kristen yang mensponsori perdamaian dan merangkul orang Islam? Mengapa kok orang Islam saja yang dimintai berdamai, sementara mereka sendiri selalu menyerang secara fisik dan teritori ekonomi dan politik? Berita yang beredar bahwa tamu negara itu bernyanyi, berdansa bersama pemimpin Israel, dan menghadiri hari raya Hanukkah salah satu hari suci Yahudi. Salah seorang tamu terhormat itu melaporkan kepada tuan rumahnya bahwa "Ada sekelompok kecil muslim ekstrim di Indonesia, dan juga ada muslim bringas". Laporan ini dinilai sudah tendensius dan tidak seimbang.
Sungguh suatu tindakan yang memalukan dan menjijikkan, karena telah ‘menjua’" kaum muslimin dan mereka berjabatan tangan dengan orang-orang yang paling berdosa yang tangannya berlumuran darah kaum muslimin tak berdosa, anak-anak, wanita dan orang-orang tua. Mereka dibunuh secara keji di ladang pembantaian dan disinyalemen ada penghapusan etnis muslim secara sistematis. Bantuan makanan, obat-obatan, selimut dilarang masuk, listrik dipadamkan dan kran-kran air disumbat. Jama'ah haji Palestina tahun 2007 tertahan di perbatasan tidak boleh pulang ke tanah airnya sendiri, sementara kaum muslimin di dunia khususnya di Palestina digerus dan dibantai. Pada saat yang sama orang-orang di tingkat elit bermesraan dengan Zionis kafir dan menari di atas bangkai dan darah saudaranya. Jika tujuan pertemuan antara Yahudi dan delegasi itu mengagendakan perdamaian abadi dan sejati, cukup mudah, berikan tanah Palestina yang dirampas itu kepada pemiliknya. Langkah yang mereka tempuh sebenarnya hanya untuk menguatkan cengkraman kuku Israel di tanah Baitul Maqdis dan Palestina secara keseluruhan.
Israel sejak dulu selalu merepotkan orang, tidak henti-hentinya membuat ulah. Walaupun mereka pernah dimanja tetapi kenakalannya tidak kunjung berhenti, hingga akhirnya mereka dikutuk menjadi kera yang hina. Al-Qur’an mengabadikan peristiwa itu, manusia menyaksikannya dan Allah SWT menegaskan karakter orang Yahudi serta memberikan atensi kepada kita semua agar mewaspadai tipudayanya.
وَلَنْ تَرْضَى عَنْكَ الْيَهُودُ وَلَا النَّصَارَى حَتَّى تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ
"Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka." (QS. Al Baqarah: 120)
يُرِيدُونَ لِيُطْفِئُوا نُورَ اللَّهِ بِأَفْوَاهِهِمْ وَاللَّهُ مُتِمُّ نُورِهِ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ
"Mereka ingin memadamkan cahaya Allah SWT dengan mulut (tipu daya) mereka, tetapi Allah SWT (justru) menyempurnakan cahaya-Nya, walau orang-orang kafir membencinya". (QS. As-Shof: 8)
Akhir-akhir ini kerjasama sebagian umat Islam dengan orang-orang kafir sangatlah erat terjalin, bahkan di antara tokoh-tokoh Islam ada yang ikut berperan aktif dalam membela kepentingan agama orang lain, sebut saja Kristen atau Kong Hucu yang di negara kita minoritas. Yang lebih tragis, banyak kalangan Pesantren, Kyai, Gus, Ibu-Ibu Nyai, yang seharusnya menjadi penjaga gawang akidah ahlussunnah waljama'ah justru mereka dengan bangga bergandengan erat dengan para tokoh liberal yang nyata-nyata telah menjerumuskan umat Islam ke dalam kubangan kesesatan. KH. Drs. Husein Muhammad, Pengasuh Pondok Pesantren Arjawinangun, Cirebon, Jabar. KH. Drs. Afifuddin Muhajir MA, Pengasuh Pondok Pesantren Sukorejo, Asembagus, Situbondo, Jatim. Dra. Ny. Hindun Anisa. MA. PP. Krapyak, Yogyakarta. Dra. Badriyah Fayumi Lc. MA., mereka inilah yang sudah menjadi agen murahan Zionis-Amerika, yang bergabung dalam tim 11 di bawah komando Siti Musdah Mulia lewat LSM–nya itu selalu berjuang mati-matian untuk menyuarakan kesetaraan gender, menyusun sebuah Draft Counter Legal Kompilasi Hukum Islam, yang akhirnya mereka kebakaran jenggot karena buku mereka dicabut oleh Menteri Agama, Oktober 2004.( )
Mereka menghormati dan menghargai tokoh-tokoh liberal layaknya mujaddid yang membangkitkan kebesaran agama Islam, padahal Rasulullah telah bersabda :
مَنْ وَقَّرَ صَاحِبَ بِدْعَةٍ فَقَدْ أَعَانَ عَلَى هَدْمِ الإِسْلاَمِ (رواه البيهقي)
"Siapapun yang memuliakan pembuat Bid'ah berarti dia telah membantu kehancuran agama Islam" (HR. Al-Baihaqi)
Gerakan kaum muda PBNU yang dipelopori oleh Sa’id Aqiel Siradj, dan didorong oleh Gus-Dur untuk memodernisasikan pemikiran pengurus dan warga NU. Bahkan mengulang kembali “Asas NU”, yaitu madzhabnya dua Imam (Abu Hasan al-Asy’ary dan Abu Mansur al-Maturidy) dan Madzahib al-Fuqaha’ al-Arba’ah, sudah sangat memprihatinkan.
Menurut pendapat kami bahkan keyakinan kami, ini sangat berbahaya, bahkan lebih menyimpang dari pada Jam’iyyah Muhammadiyah. Karena, mereka masih menghormati fatwa-fatwa ulama mereka dan dalam dasarnya tetap berpegangan dengan al-Qur’an dan Sunnah, walaupun mungkin salah tata caranya.
Kalau Sa’id mengajak “Nahdlah” diartikan dengan menerima pemikiran-pemikiran dan budaya non Islam, ini berarti berakibat mengajak kepada kekufuran.
Kata Sa’id Aqiel, "Abu Bakar tak punya integritas, Umar hanyalah putra mahkota yang berarti terpilihnya tidak lewat permusyawaratan, tapi ditunjuk langsung oleh Abu Bakar." Dan lebih tragis adalah nasib Sayyidina Utsman. Beliau dipikun-pikunkan oleh Sa’id Aqiel dan suka menghambur-hamburkan uang pada kerabatnya.
Sa’id Aqiel, tokoh Syi'ah antek Khomaini yang mengaku NU itu terus mengumbar mulut kotornya. Dalam makalahnya, Sa’id mengatakan bahwa pada enam tahun terakhir dari kekhilafahan Utsman terjadi banyak kesalahan yang bersumberkan dari Marwan dengan mengangkat pejabat dari golongan Bani Umayyah.
Bagaimanakah sebenarnya permasalahan tersebut? Siapakah sebenarnya Marwan? Apakah dia seorang yang tak pantas jadi pejabatnya? Dan salahkah bila kekhalifahan Sayyidina Utsman diwarnai kelompok Bani Umayyah? Atau bagaimanakah sebenarnya peristiwa tersebut? Maka, tulisan-tulisan di bawah ini akan membuka lebar-lebar mata Sa’id Aqil yang sebenarnya belum begitu pengalaman tentang sejarah para Sahabat Rasulullah , sehingga lucu sekali bila Sa’id Aqil diberi titel "pakar sejarah". Dan sangat disayangkan bila dia menyandang gelar "doktor".
Sayyidina Utsman dalam menjalankan peme-rintahannya sama sekali tidak didikte oleh Marwan bin Hakam. Justru Marwan mendapat amarah dari Khalifah Utsman manakala hendak campur tangan urusan beliau dalam menangani para demonstran. Ini suatu bukti bahwa walaupun Sayyidina Utsman sudah tua namun tak bersedia dicampuri pihak lain dalam melaksanakan amanat kekhalifahannya. Entah sumber dari mana yang mendikte Sa’id Aqiel untuk melontarkan tuduhan keji pada Sayyidina Utsman sampai mengatakan bahwa, pada masa ini (6 tahun terakhir) khalifah Utsman sudah mulai usia senja (harom) sehingga hampir semua urusan pemerintahan banyak didikte oleh sekretarisnya, Marwan bin Hakam.
Mungkin Marwan telah banyak melakukan kesalahan dalam masa pemerintahan Sayyidina Utsman. Tapi, hal itu bukanlah merupakan sebab timbulnya kekacauan dan pemberontakan. Sebab utamanya adalah munculnya isu-isu negatif yang ditiupkan oleh orang Yahudi bernama Abdullah bin Saba’. Dan jikalau Sa’id Aqiel mengingkari adanya Abdullah bin Saba’ sehingga menganggapnya sebagai tokoh fiktif, maka itu adalah suatu pertanda bahwa dia (Sa’id Aqil) adalah benar-benar bodoh dan tak kenal sejarah. Karena, ath-Thobari, al-Kamil dan al-Bidayah telah memuatnya. Sungguh memalukan bualan si ‘doktor’ sejarah malah tak mengetahuinya. Inilah akibatnya bila mata hati telah rusak dan teracuni ajaran sesat Syi’ah. Buktinya, Sa’id Aqiel ikut menghadiri pertemuan “Peringatan Arba’in” di Malang, dan di sana dia mengaku terus terang sebagai agen Syi’ah. Demikian pula dalam pertemuan “Peringatan Karbala” yang diadakan pengikut-pengikut Syi’ah di Jakarta, dia juga ikut mendatanginya.
Nabi bersabda:
سِتَّةٌ لَعَنْتُهُمْ لَعَنَهُمُ اللهُ وَكُلُّ نَبِيٍّ مُجَابٌ الزَّائِدُ فِىْ كِتَابِ اللهِ وَالمُكَذِّبُ بِقَدَرِ اللهِ تَعَالَى وَالمُتَسَلِّطُ بِالجَبَرُوْتِ فَيُعِزُّ بِذَلِكَ مَنْ اَذَلَّ اللهَ وَيُذِلُّ اللهُ وَيُذِلُّ مَنْ اَعَزَّ اللهَ وَالمُسْتَحِلُّ لِحَرَمِ اللهِ وَالمُسْتَحِلُّ مِنْ عِتْرَتِىْ مَا حَرَّمَ اللهُ وَالتَّارِكُ لِسُنَّتِيْ .
"Ada enam orang yang aku laknat, di laknat Allah SWT dan semua Nabi yang dikabulkan do'anya, yaitu orang yang memberi tambahan arti dalam al-Qur’an (yang tidak sesuai dengan apa yang diajarkan Rasulullah), orang yang mendustakan Qodar Allah, orang yang otoriter dengan kekuasaannya, maka dia memuliakan orang yang direndahkan Allah SWT (kafir, ahli bid'ah, orang fasiq) dan merendahkan orang yang dimuliakan Allah SWT (Ulama dan orang sholeh), orang yang merendahkan tempat-tempat yang dimuliakan Allah SWT, (berbuat maksiat, keonaran di Tanah Haram Makkah, Madinah, masjid, pesantren, dll.), orang yang menghalalkan perkara yang telah diharamkan oleh Allah SWT atas keturunanku (membunuh, berbuat asusila, menghina, melecehkan, dll.) dan orang yang meninggalkan Sunnahku." (HR. Al Hakim)
Sa’id Aqiel Siradj, Penasehat Gerakan Pemuda Kristen Republik Indonesia, yang pernah memasukkan aliran Syiah di NU, menghina Nabi dan para Shahabatnya, dia berkata: "Nabi Muhammad tidak berhasil mempersatukan orang Arab, dengan bukti, sepeninggal beliau orang Arab murtad, kecuali Quraisy (Anshor), itupun tidak keluarnya dari Islam bukan karena agama tetapi karena fanatik kesukuan." (Hartono Ahmad Jaiz, Ada Pemurtadan di IAIN)
Dalam makalahnya, dia menghujat Shahabat, "Abu Bakar tak punya integritas, Umar hanyalah putra mahkota yang berarti terpilihnya tidak lewat permusyawaratan, tapi ditunjuk langsung oleh Abu Bakar.” Dan lebih tragis adalah nasib sayyidina Utsman. Beliau dipikun-pikunkan oleh Sa’id Aqiel dan suka menghambur-hamburkan uang pada kerabatnya. (Makalah Said yang disampaikan pada tanggal 19 Oktober 1996 di Kantor PBNU Jakarta) dia juga bilang: "Tauhid Islam dan Kristen sama saja".
Omongan yang keterlaluan, entah iblis mana yang telah mempengaruhi pikiran Said Aqil, sehingga dia merasa melebihi Allah SWT, berani menghujat Nabi dan Shahabatnya.
وَإِنَّكَ لَعَلَى خُلُقٍ عَظِيمٍ
"Dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung." (QS. Al Qolam: 4)
مَنْ يُطِعِ الرَّسُولَ فَقَدْ أَطَاعَ اللَّهَ وَمَنْ تَوَلَّى فَمَا أَرْسَلْنَاكَ عَلَيْهِمْ حَفِيظًا
"Barangsiapa yang mentaati Rasul itu, Sesungguhnya ia telah mentaati Allah. Dan barangsiapa yang berpaling (dari ketaatan itu), Maka Kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka." (QS. An Nisaa': 80)
وَكَانَ فَضْلُ اللَّهِ عَلَيْكَ عَظِيمًا
"Dan karunia Allah SWT sangat besar atasmu." (QS. An Nisaa': 113)
تِلْكَ الرُّسُلُ فَضَّلْنَا بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ
"Rasul-rasul itu Kami lebihkan sebagian (dari) mereka atas sebagian yang lain." (QS. Al Baqarah: 253)
وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ رَسُولٍ إِلَّا لِيُطَاعَ بِإِذْنِ اللَّهِ
"Dan Kami tidak mengutus seseorang Rasul melainkan untuk ditaati dengan seizin Allah." (QS. An Nisaa': 64)
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ : أَنَا سَيِّدُ وَلَدِ آدَمَ يَوْمَ القِيَامَةِ وَلاَ فَخْرَ، وَأَنَا أَوَّلُ مَنْ تَنْشَقُّ عَنْهُ الأَرْضُ يَوْمَ القِيَامَةِ وَلاَ فَخْرَ، وَأَنَا أَوَّلُ شَافِعٍ يَوْمَ القِيَامَةِ وَلاَ فَخْرَ.
"Rasulullah bersabda: “Aku adalah tuan anak keturunan Adam di hari kiamat, dan tidak ada kesombongan. Akulah orang yang pertama kali keluar dari bumi di Hari Kiamat, dan tidak ada kesombongan. Akulah orang pertama yang minta Syafa'at di Hari Kiamat, dan tidak ada kesombongan." (HR. Ahmad)
عن أبي سعيدٍ الخُدري رضي الله عنه قال: كانَ بينَ خالدُ بن الوليد وبينَ عبدِ الرحمن بن عَوفِ شَيْئٌ فَسَبَّهُ خَالِدٌ فقال رَسُولُ الله صلَّى اللهِ عليه وسلَّم: لاَ تَسُبُّوا أَحَدًا مِنْ أَصْحَابِى فَإِنَّ أَحَدَكُمْ لَوْ أَنْفَقَ مِثْلَ أُحُدٍ ذَهَبًا مَا أَدْرَكَ مُدَّ أَحَدِهِمْ وَلاَ نَصِيفَهُ
"Di antara Kholid Bin Walid dan Abdur Rahman Bin A'uf telah terjadi sesuatu, lalu Kholid mencacinya. Mendengar hal itu, Rasulullah  bersabda: “Janganlah kamu mencaci shahabatku. Maka sesungguhya walaupun salah seorang dari kamu membelanjakan emas sebesar gunung Uhud sekalipun, dia dapat menandingi salah seorang ataupun separuh dari mereka" (HR. Bukhori Muslim)
Amanah yang diemban oleh para ulama pesantren adalah mengkader para santri menjadi generasi penerus perjuangan para ulama dalam memelihara, membela dan mempertahankan akidah Ahlussunnah Wal Jama'ah sekaligus membimbing umat agar mereka selalu berada di jalan yang diridhoi Allah. Namun dengan sikap sebagian dari mereka yang menjalin kerjasama dengan kalangan liberal justru mereka telah mencederai amanah itu. Akhirnya kini banyak alumni pesantren yang berada di garda depan dalam membela faham liberal dan banyak pula masyarakat yang menganut faham liberal dalam kehidupan keagamaan mereka. Naudzubillah Min Dzalik.
 Marilah kita selamatkan umat Islam dari wabah Sekularisme. Demi kehidupan yang baik dari generasi ke generasi di bawah bendera Islam Ahlussunnah Wal Jama'ah.
***


RUU KUHP
BERAROMA YAHUDI-KRISTEN



S
ejumlah media sedang meributkan Revisi RUU perzinaan dan kumpul kebo hanya karena dianggap berbau “Islam”. Faktanya justru berbau “Kristen dan Yahudi” (baca:Catatan Akhir Pekan, Adian Husaini ke-25). Sejumlah media di Indonesia –cetak dan elektronik– rupanya sedang ramai mempersoalkan sejumlah pasal kontroversial, khususnya pasal-pasal perzinaan dalam Rancangan Undang-undang Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RUU-KUHP).
Majalah TEMPO edisi 6-12 Oktober 2003, menampilkan laporan utama dengan judul “Rancangan KUHP, Kitab Yang Semakin Menakutkan”: “Banyak pasal yang menjadi bahan kontroversi dalam RUU KUHP yang baru. Tetapi, yang menarik untuk kita jadikan bahan Catatan Akhir Pekan kali ini adalah pasal-pasal tentang perzinaan.”
 Majalah GATRA pekan ini memuat sejumlah komentar dari aktivis HAM dan perempuan yang menolak urusan perzinaan diatur dalam KUHP, karena dianggap itu masalah pribadi. “Beberapa hari ini, ada sejumlah email yang saya terima dari kalangan aktivis Kristen yang menolak masuknya unsur-unsur hukum Islam dalam KUHP.” Seperti dikutip Majalah TEMPO, Menkeh dan HAM Yusril Ihza Mahendra memang mengakui bahwa RUU KUHP kali ini mengganti definisi Zina dari hukum Belanda ke sistem hukum Islam (meskipun soal sanksi, masih belum pas dengan hukum Islam). Yakni, bahwa Zina adalah hubungan seksual di luar nikah.
TEMPO menulis soal pasal-pasal Zina dalam RUU KUHP ini dengan satu judul naskah: “Jeratan buat Para Pezina”. Ditulis di sini: “Makna Zina dalam RUU KUHP diperluas, membuka peluang aparat ke ruang pribadi. AROMA HUKUM Islam, MINUS SANKSI.”
Berikut ini sejumlah contoh pasal RUU KUHP tentang perzinaan yang dihebohkan:
(1) Pasal 419 berbunyi: Dipidana karena pernikahan, dengan pidana penjara lima tahun: (a). Laki-laki yang berada dalam ikatan perkawinan melakukan persetubuhan dengan perempuan yang bukan istrinya. (b). Perempuan yang berada dalam ikatan perkawinan melakukan persetubuhan dengan laki-laki yang bukan suaminya. (c) Laki-laki yang tidak dalam ikatan perkawinan melakukan persetubuhan dengan perempuan, padahal diketahui bahwa perempuan tersebut berada dalam ikatan perkawinan, atau perempuan yang tidak dalam ikatan perkawinan melakukan persetubuhan dengan laki-laki, padahal diketahui laki-laki tersebut berada dalam ikatan perkawinan.
Pasal 420 RUU KUHP menyatakan: “Laki-laki dan perempuan yang masing-masing tidak terikat perkawinan yang sah melakukan persetubuhan, dan karenanya mengganggu perasaan kesusilaan masyarakat setempat, dipidana dengan penjara paling lama satu tahun atau denda dalam kategori II (Rp 750 ribu).”
Kumpul kebo pun diancam hukuman pidana. Ini diatur dalam Pasal 422: “Seorang yang melakukan hidup bersama sebagai suami istri di luar perkawinan yang sah karenanya menganggu perasaan kesusilaan masyarakat setempat dipidana penjara dua tahun. Tidak dilakukan penuntutan kecuali atas pengaduan keluarga salah seorang sampai derajat ketiga, kepala adat atau oleh kepala desa atau lurah setempat.”
Hubungan seks sejenis (homoseksual atau lesbian) pun tak luput dari sanksi pidana, seperti diatur Pasal 427: “Setiap orang yang melakukan perbuatan cabul dengan orang lain yang sama jenis kelaminnya yang diketahui atau patut diduga belum berumur 18 tahun dipidana paling singkat satu tahun penjara dan paling lama tujuh tahun.”
Banyak sekali pendapat yang sudah terungkap melalui media massa, baik yang pro terhadap pasal-pasal semacam itu, maupun yang kontra. Tampaknya, kaum Muslim yang menginginkan tegaknya Syari’ah Islam, cenderung setuju dengan pendefinisian Zina sebagai delik pidana tanpa aduan. Sedangkan sejumlah respon yang menolak muncul dari kalangan Kristen, yang menyebut atau disebut sebagai aktivis HAM, atau pun kalangan Muslim sekuler. Yang jelas, seperti ditulis TEMPO, RUU KUHP ini dianggap ‘beraroma Islam’. Dalam catatan kali ini, kita tidak akan mendiskusikan seputar pro-kontra masalah ini. Tetapi, kita akan menganalisis sebutan Majalah TEMPO, bahwa pasal-pasal zina adalah ‘beraroma Islam’. Benarkah demikian?
 Memang, dalam hukum Islam, persoalan zina sudah begitu gamblang. Hukuman bagi pezina yang telah memenuhi syarat – seperti adanya empat saksi yang melihat langsung ‘dengan mata kepala sendiri’ proses perzinaan itu-- pun sudah jelas. Bagi pezina muhshan, maka ia dihukum mati dengan cara rajam. Pezina ghairu muhshan, dicambuk 100 kali. Allah SWT berfirman:
الزَّانِيَةُ وَالزَّانِي فَاجْلِدُوا كُلَّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا مِائَةَ جَلْدَةٍ وَلَا تَأْخُذْكُمْ بِهِمَا رَأْفَةٌ فِي دِينِ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَلْيَشْهَدْ عَذَابَهُمَا طَائِفَةٌ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ
“Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah (fajlidu) tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, dan jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan dari orang-orang yang beriman.” (QS An-Nur: 2)
Hukuman dera seratus kali dalam ayat tersebut di atas diperuntukkan lelaki atau perempuan yang belum menikah, dan menurut Jumhur ulama ditambah pengasingan (taghrib) satu tahun bila itu dipandang perlu, namun bila tidak, maka tidak dilakukan. (Tafsir Ibn al-Katsir (1401H), vol. I, hal. 261).
Hukum rajam, meskipun tidak secara eksplisit disebutkan dalam surat An-Nur tersebut, tetapi para ulama telah bersepakat tentang hukuman rajam bagi pezina yang telah menikah, sebagaimana yang ditegakkan Rasulullah atas Ma’iz al-Aslami dan al-Ghamidiyah. Tidak ada yang menolak kesepakatan (Ijma’) ini kecuali golongan al-Khawarij. Pendapat para ulama itu diperkuat oleh Abu Hanifah, Malik dan Syafi’i bahwa mereka menetapkan hukuman rajam bagi pezina muhshan tanpa didahului oleh hukum cambuk. Sedangkan Imam Ahmad berpendapat bahwa sebelum dijalankan hukuman rajam, pezina muhshan harus dicambuk dulu. Pendapat beliau ini merujuk kepada riwayat khalifah Ali bin Abi Thalib yang menghukum dera seorang wanita (Syarahah) pada hari Kamis dan dirajam pada hari Jum’at. Kemudian beliau berkata, “Saya menderanya dengan hukum kitabullah sedangkan saya merajamnya dengan Sunnaturrasul.” [Ibnu Katsir, Jilid III, hal. 262]
Meninjau secara singkat ketentuan Islam tentang Zina tersebut, maka wajar ada yang menyebut bahwa pasal-pasal Zina dalam RUU KUHP itu adalah “Beraroma Islam”. Karena Islam memang begitu tegas menekankan, Zina dalah kejahatan besar. Bahkan, lebih besar dari pencurian atau korupsi. Tetapi, apa benar pasal-pasal Zina dalam RUU KUHP kali ini beraroma Islam? Untuk menjawab hal ini, ada baiknya kita telaah pasal-pasal perzinaan dalam Bible. (Istilah Bible bagi kaum Kristen, menunjuk kepada Perjanjian Lama (Old Testament) dan Perjanjian Baru (New Testament). Sedangkan bagi Yahudi, Bible yang dimaksud adalah “Perjanjian Lama”, meskipun Yahudi tidak mau menyebutnya sebagai “The Old Testament” tetapi menyebutnya sebagai “Hebrew Bible” atau “Bible” saja. Yahudi tidak mengakui New Testament)
Dalam konsep Bible, perbuatan zina dipandang sebagai kejahatan yang sangat berat –bahkan lebih berat dari konsep hukum Islam. Hukuman bagi pezina adalah hukuman mati, dengan cara dilempari batu sampai mati. Beberapa jenis perzinaan diantaranya malah dihukum dengan dibakar hidup-hidup. Dalam Kitab Ulangan 22:20-22, disebutkan: (Teks-teks di sini diambil dari Alkitab terbitan Lembaga Alkitab Indonesia tahun 2000).
“(20) Tetapi jika tuduhan itu benar dan tidak didapati tanda-tanda keperawanan pada si gadis, (21) maka haruslah si gadis dibawa keluar ke depan pintu rumah ayahnya, dan orang-orang sekotanya haruslah melempari dia dengan batu, sehingga mati - sebab dia telah menodai orang Israel dengan bersundal di rumah ayahnya. Demikianlah harus kauhapuskan yang jahat itu dari tengah-tengahmu. (22) Apabila seorang kedapatan tidur dengan seorang perempuan yang bersuami, maka haruslah keduanya dibunuh mati: Laki-laki yang telah tidur dengan perempuan itu dan perempuan itu juga. Demikianlah harus kauhapuskan yang jahat itu dari antara orang Israel."
Kitab Imamat (Leviticus) 20:8-15 juga menjelaskan, bahwa berbagai bentuk dan jenis perbuatan zina, semuanya wajib dihukum mati. Bahkan, pezina dengan binatang pun, harus dihukum mati, termasuk binatangnya harus dibunuh juga.
"(8) Demikianlah kamu harus berpegang pada ketetapan-Ku dan melakukannya; Akulah Tuhan yang menguduskan kamu. (9) Apabila ada seseorang yang mengutuki ayahnya dan ibunya, pastilah ia dihukum mati; ia telah mengutuki ayahnya atau ibunya, maka darahnya tertimpa kepadanya sendiri. (10) Bila seorang laki-laki berzina dengan istri orang lain, yakni berzina dengan istri sesamanya manusia, pastilah keduanya dihukum mati, baik laki-laki maupun perempuan yang berzina itu. (11) Bila seorang laki-laki tidur dengan seorang istri ayahnya, pastilah keduanya dihukum mati, dan darah mereka tertimpa kepada mereka sendiri. (12) Bila seorang laki-laki tidur dengan manantunya perempuan, pastilah keduanya dihukum mati; mereka telah melakukan suatu perbuatan keji, maka darah mereka tertimpa kepada mereka sendiri. (13) Bila seorang laki-laki tidur dengan laki-laki secara orang bersetubuh dengan perempuan, jadi keduanya melakukan suatu kekejian, pastilah mereka dihukum mati dan darah mereka tertimpa kepada mereka sendiri. (14) Bila seorang laki-laki mengambil seorang perempuan dan ibunya, itu suatu perbuatan mesum; ia dan kedua perempuan itu harus dibakar, supaya jangan ada perbuatan mesum di tengah-tengah kamu. (15) Bila seorang laki-laki berkelamin dengan seekor binatang, pastilah ia dihukum mati, dan binatang itupun harus kamu bunuh juga.”
Encyclopedia Talmudica menjelaskan tentang hukuman mati pagi pezina: “For it says, “And the man who commits adultery and the adulteress shall be put to death.” (Lev. 20:10) … This is so in the case of married woman. If, however, she is a bethrothed maiden and virgin, they are both punishable by stoning. If the married woman is a priest’s daughter she is punishable by burning and he by strangulation.”
Leviticus 18:20 (versi Encyclopedia Talmudica) menyebutkan: “Do not have sexual relations causing an emission of semen with the wife of your fellow, to defile yourself with her.” Alkitab versi Lembaga Alkitab Indonesia tahun 2000, menulis ayat ini: “Dan janganlah engkau bersetubuh dengan istri sesamamu, sehingga engkau menjadi najis dengan dia.” Sedangkan versi King James Version menulis teks ayat ini: “Moreover thou shalt not lie carnally with thy neighbour’s wife, to defile thyself with her.” Dalam Ten Commandents juga ditegaskan: “You shall not commit adultery.” (Ex. 20:14). (lihat: Encyclopedia Talmudica (Jerusalem, Talmudic Encyclopedia Pbl. Ltd., 1978), Vol. III, hal. 202-204)
Mencermati pasal-pasal tentang Zina dalam Bible tersebut, seharusnya TEMPO juga menulis, bahwa pasal-pasal perzinaan dalam RUU KUHP yang sekarang ini ‘beraroma Yahudi-Kristen’. Kita memang heran, mengapa pasal-pasal Zina dalam RUU KUHP hanya disebutkan ‘beraroma Islam’, sehingga dihantam habis-habisan. Dan mengapa banyak kalangan Kristen yang menolaknya? Mengapa?
Jika dicermati lebih jauh, persoalan seksual, perzinaan, perselingkuhan, memang banyak menjadi pembahasan dalam Bible. Dalam bukunya yang berjudul, “Christianity” (terbitan Hodder Headline Ltd., London, 2003, hal. 75), John Young menempatkan satu sub judul “Why so much sex and violence?”. Ia menulis sebagai pembelaan terhadap Bible: “The Bible takes the form of a history, not a treatise. This is why it contains so much sex and violence, for all real history does! We learn from this that God is concerned with the world as it really is. The ancient world was certainly very violent.”
Memang, meskipun hukum Zina begitu keras dalam Bible, tetapi pada saat yang sama, banyak sekali kisah-kisah para tokoh Bible yang melakukan praktik perzinaan. Dan para tokoh itu tidak dihukum, sesuai dengan konsep Bible. Misalnya, perzinaan antara David dengan Batsheba. Dalam Bible juga disebutkan setelah David menzinai Batsheba, maka kemudian ia juga menjebak suaminya agar terbunuh di medan perang. Kisah ini diceritakan dalam Kitab 2 Samuel 11:2-5 dilanjutkan ayat 13-17. Lalu, Kitab Kejadian 19:30-38 menceritakan kisah perzinaan Lot dengan kedua anak perempuannya sendiri dan akhirnya melahirkan anak dari kedua anaknya itu. Dari anak yang lebih tua lahir anak yang diberi nama Moab, dan dari anak yang lebih muda, lahir cucu Lot yang diberi nama Ben-Ami.
Kasus perzinaan lain terjadi pada tokoh penting dalam Bible, yaitu kasus yang terjadi pada Judah (Yehuda). Yehuda adalah anak Yakub dari Lea. Kitab Kejadian 35:22b-26 menceritakan ke-12 anak Yakub. Yaitu, dari istrinya Lea, lahir Ruben, Simoen, Lewi, Yehuda, Isakhar, dan Zevulon. Dari istrinya, Rahel, lahir Yusuf dan Benyamin. Dari istrinya, Bilha, lahir anak bernama Dan dan Naftali; dan dari istri bernama Zilpa lahir anak bernama Gad dan Asyer. Kitab Kejadian 38:15-18 menceritakan perzinaan Yehuda dengan Tamar, menantunya sendiri.
Kisah lain kasus kejahatan seksual seperti diceritakan dalam Bible adalah cerita tentang Amon bin David yang memerkosa adiknya sendiri. Kisah ini dengan sangat panjang dan secara terperinci diceritakan dalam 2 Samuel 13:1-22. Ceritanya terjadi antara Amnon bin David dan Tamar bin David. Tamar adalah adik dari Absalom bin David. Amnon dan Tamar adalah sama-sama anak Daud tapi berlainan Ibu (half brother). Tamar digambarkan sebagai perempuan cantik, dan Amnon jatuh cinta pada adiknya itu. Ia sangat tergoda pada Tamar, sehingga ia jatuh sakit. Atas nasehat saudara sepupunya bernama Yonadab, Amnon berpura-pura sakit untuk menjebak Tamar, agar dapat masuk ke kamarnya, dengan menghidangkan kue buatannya. Berikut ini petikan 2 Samuel 13:11-14:
“(11) Ketika gadis itu menghidangkannya kepadanya supaya ia makan, dipegangnyalah gadis itu dan berkata kepadanya: “Marilah tidur dengan aku, adikku.” (12) Tetapi gadis itu berkata kepadanya: “Tidak kakakku, jangan perkosa aku, sebab orang tidak berlaku seperti itu di Israel. Janganlah berbuat noda seperti itu. (13) Dan aku, kemanakah kubawa kecemaranku? Dan engkau ini, engkau akan dianggap sebagai orang yang bebal di Israel. Oleh sebab itu, berbicaralah dengan raja, sebab ia tidak akan menolak memberikan aku kepadamu.” (14) Tetapi Amnon tidak mau mendengarkan perkataannya, dan sebab ia lebih kuat dari padanya, diperkosanyalah dia, lalu tidur dengan dia.”
Meskipun dikenang sebagai Raja Israel yang sangat dihormati, tetapi keluarga David digambarkan amburadul dalam soal moral. Amnon memerkosa adiknya sendiri. Amnon kemudian dibunuh oleh kakak Tamar yang bernama Absalom. Cerita berikutnya, Absalom pun melakukan persetubuhan dengan gundik-gundik David di depan mata seluruh bangsa Israel. Persetubuhan Absalom dengan gundik-gundik ayahnya dilakukan setelah Absalom berhasil merebut tahta kekuasaan dari ayahnya, David, seperti diceritakan dalam 2 Samuel 16:21-23.
Kisah perzinaan David dan Batsheba sudah dianggap hal biasa saja di Barat. Dan seperti bukan dianggap sebagai kejahatan yang serius, padahal sanksi hukum atas perzinaan begitu beratnya. Seorang Novelis Swedia terkenal, bernama Torgny Lindgren menulis sebuah novel berjudul Bathsheba. Novel ini memenangkan penghargaan Prix Femina di Perancis tahun 1986. Penulis novel ini mengaku, sejak kecil ia sudah mendengar cerita tentang hal ini. Berbagai pujian mengalir untuk novel Lindgren.
Cerita kejahatan David tentu tidak ada dalam al-Qur’an. Sebab, al-Qur’an menggambarkan Daud AS adalah seorang Nabi yang saleh. Tentang Daud AS, al-Qur’an menggambarkan: “Bersabarlah atas segala apa yang mereka katakan, dan ingatlah hamba Kami, Daud, yang mempunyai kekuatan. Sesungguhnya dia amat taat kepada Allah." (QS Shaad:17)
Jadi, menelaah sejumlah ayat al-Qur’an dan Bible tentang perzinaan, pasal-pasal perzinaan dalam RUU KUHP yang diributkan ini, ‘beraroma Islam’ atau ‘beraroma Yahudi-Kristen’? Wallahu A’lam.
***


BAHAYA
SEKULARISASI PENDIDIKAN



P
ada tanggal 17 Ramadhan 1406/1986. Subuh dini hari menjelang sahur, tiga orang tak dikenal menyelinap masuk ke dalam rumah suami-istri Ismail Faruqi dan Lois Lamya di wilayah Chletenham, Philadelpia. Dengan kejam, suami-istri al-Faruqi, keduanya guru besar di Universitas Temple AS dibunuh oleh orang-orang yang tidak dikenal dan kemudian wafat seketika. Siapa Ismail Faruqi? Laki-laki kelahiran 1921 di Palestina ini dikenal sebagai tokoh penggagas utama Islamisasi pengetahuan. Ia berpendapat bahwa untuk menuju masa depan yang lebih baik perlu diadakannya reformasi di bidang pemikiran Islam. Dan itu berarti kaum Muslim tidak saja harus menguasai ilmu-ilmu warisan Islam, namun juga harus menguasai disiplin ilmu-ilmu modern.
Menurut Faruqi, adalah sangat perlu kaum Muslim melakukan integrasi pengetahuan- pengetahuan baru dengan warisan Islam dengan penghilangan, perubahan, penafsiran kembali, dan adaptasi komponen-komponennya sehingga sesuai dengan pandangan dan nilai Islam.
Selain Faruqi, kini yang terkenal dengan gagasan integrasi Islam dan pengetahuan modern adalah Harun Yahya. Buku-buku dan VCD orang yang bernama asli Adnan Oktar itu yang mengungkap tentang detail-detail keajaiban Allah di alam kini laris dan beredar luas di masyarakat.
Perpaduan nilai-nilai Islam dan ilmu pengetahuan modern itu kini dipraktikkan berbagai sekolah Islam terpadu di Indonesia, baik tingkat TK sampai perguruan tinggi. Lahirnya sekolah-sekolah Islam maupun sekolah-sekolah umum yang kurang menghasilkan pribadi-pribadi yang unggul secara intelektual dan moral sekaligus.

RUU Sisdiknas
Di tengah tumbuhnya semangat memadukan pengetahuan modern dengan warisan Islam itu, kini lahirlah RUU Sisdiknas. Isi RUU Sisdiknas yang beberapa ayatnya mendukung perpaduan ilmu Islam dan pengetahuan modern itu tentu saja disambut hangat oleh kalangan Islam.
Pimpinan Pondok Gontor, Badan Kerjasama Pondok Pesantren se-Indonesia, pesantren-pesantren Banten, pesantren-pesantren Madura, yang tergabung dalam BASSRA, Majelis Ulama Indonesia (MUI) mendukung penuh isi RUU Sisdiknas dari pemerintah. Mereka meminta secepatnya agar DPR mengesahkan RUU Sisdiknas pada 2 Mei 2003.
Tapi, Majelis Nasional Pendidikan Katolik dan Majelis Pendidikan Kristen dengan didukung oleh sebuah media massa besar berupaya 'mati-matian' menjegal RUU yang kini sedang dibahas DPR itu. Keberatan kedua lembaga itu, terutama pada pasal-pasal yang berkenaan dengan agama. Mereka mengerahkan massa untuk berdemo, melobi DPR, dan sambung-menyambung menulis artikel-artikel yang mengecam keras RUU Sisdiknas.
Di antara keberatan mereka adalah pasal 1 ayat 5 yang berisi, "Pendidikan Nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan UUD 45 dan perubahannya, yang bersumber pada ajaran agama, keanekaragaman budaya Indonesia, serta tanggap terhadap perubahan zaman." Ketentuan ini diprotes Karena dianggap paham dan definisi pendidikan nasional sangat kental dengan muatan agama.
Kecaman teradap pasal ini sebenarnya cukup aneh. Ajaran agama sebagai sumber pertama pendidikan nasional adalah wajar, bahkan bias dikatakan wajib. Kenapa? Karena Pancasila yang merupakan dasar pendidikan, sila pertamanya terkait erat dengan ketuhanan (agama). Bukankah pendidikan agama Kristen/Katolik sendiri juga telah sejak lama melaksanakan hal itu dan juga menginginkan siswanya beragama yang baik?
Pasal lain yang diprotes adalah pasal 4 ayat 1 yang berbunyi, "Pendidikan nasional bertujuan membentuk manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak dan berbudi mulia, sehat, berilmu, cakap, serta menjadi warga Negara yang demokratis dan bertanggungjawab terhadap kesejahteraan masyarakat dan tanah air.”
Pasal ini dikecam karena seharusnya tujuan pendidikan adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Meningkatkan iman dan takwa bukan tujuan pendidikan. "Perumusan tujuan pendidikan (pasal 4) terlalu sarat beban agama tetapi tidak mencerdaskan," tulis Darmaningtyas, salah satu tokoh yang menolak RUU Sisdiknas itu (Kompas, 18/3)
Pendapat Darmaningtyas ini cukup aneh. Bila iman dan takwa bukan tujuan pendidikan, maka yang lahir bisa jadi model-model manusia semisal Bush, Blair, dan Sharon. Cerdas dan pintar, tapi tidak berkemanusiaan. Manusia-manusia yang tidak peduli terhadap penderitaan dan kematian massal manusia di Palestina dan Irak. Atau yang terjadi adalah pendidikan yang menghasilkan banyak pejabat yang korup, seperti terjadi pada hasil pendidikan selama ini. Lagipula pasal itu juga jelas mendorong kecerdasan manusia dengan adanya kata-kata dalam pasal itu: berilmu dan cakap.
Selain dua pasal di atas, dikecam juga pasal 13 ayat 1A yang menyatakan, "Setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapat pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidik yang seagama.”
Bunyi ketentuan itu menimbulkan anggapan, antara lain turut campurnya negara dalam urusan privat warganya. Pasal ini juga dinilai bertentangan dengan pasal 28e, UUD 45, di mana dinyatakan bahwa setiap orang bebas memilih pendidikan dan pengajaran (Koran Tempo, 21/ 3).
Kecaman terhadap pasal 13 ayat 1A ini sebenarnya aneh bin ajaib karena pasal ini justru pasal yang sangat demokratis dan bisa disebut pasal yang 'sangat toleran' dari umat Islam yang mayoritas di tanah air ini. Dengan pasal ini, maka sekolah umum atau sekolah Islam harus menyediakan guru-guru yang beragama lain, bila ada siswa yang beragama lain (atau siswa dipersilahkan tidak mengikuti pelajaran agama itu). Seperti sekolah-sekolah Muhammadiyah di Kupang yang menyediakan guru-guru non-Islam untuk siswanya yang beragama non-Islam. Karena itu ada yang bertanya, apa beratnya sekolah-sekolah non-Islam menyediakan guru-guru Islam untuk murid yang beragama Islam?
Prof. Dr. Dachnel Kamers, Guru Besar Manajemen Pendidikan di Universitas Negeri Padang, mendukung pendidikan agama diajarkan oleh guru yang seagama. Dachnel mencontohkan, bagaimana seorang siswa Muslim bisa menghayati akidah (keyakinan) dan Fiqh (hukum/aturan) jika dia diajar oleh guru non-Muslim?
"Secara kompetensi, seorang guru yang berpengetahuan luas mungkin bisa mengajarkan riwayat agama Islam serta tata cara beribadah kepada siswa Muslim, kendati guru yang bersangkutan menganut agama lain. Namun secara afektif, guru yang bersangkutan belum tentu bisa mentransformasi pelajaran dengan efektif. Agama adalah soal keyakinan dan nurani. Bagaimana mungkin seorang guru non-Muslim yang tidak pernah bepuasa mampu menanamkan nilai-nilai dan hikmah puasa kepada muridnya?" Papar Dachnel. (Kompas, 17/ 3)
Anggapan bahwa pasal 13 itu berarti Negara ikut campur dalam urusan privat warganya adalah alasan yang klise. Negara kita ikut campur dalam masalah privat sudah sejak lama, ikut campur dalam masalah pernikahan, pembangunan masjid, pembangunan gereja, masalah zakat dan lain-lain.
Kekhawatiran terhadap pasal-pasal agama itu juga diungkapkan oleh pakar pendidikan Arief Rahman. "Kita perlu mengajarkan kepada anak-anak kita tentang eksistensi Sang Pencipta, Tuhan. Mengenal agama berarti kita aka mengenal hidup ini bukan hanya di dunia, tapi juga ada di alam lain. Ini berarti pula kita tidak bisa hidup seenaknya sendiri tanpa tanggung jawab," kata Kepala Sekolah SMA Lab School ini.

Bahaya Sekularisme
Agama, khususnya Islam, jelas-jelas mendorong berkembangnya kecerdasan manusia dan ilmu pengetahuan. Sejak kecil anak-anak Islam telah diajar untuk mengenal dan menguasai bahasa dengan mengaji dan keharusan dapat membaca al-Qur'an.
Selain itu, tradisi Islam yang menonjol adalah pengajian, tabligh akbar, majelis taklim, dan lain-lain. Jika ada musik, syair-syairnya pun terpilih, seperti nasyid dll. Tradisi musik huru-hara yang disertai mabuk-mabukan dan goyang erotisme yang dapat merusak akal dan 'menghilangkan kecerdasan' jelas ditentang oleh Islam.
Tradisi Islam yang mengagungkan ilmu pengetahuan itu adalah salah satu faktor yang menyebabkan kejayaan Islam bisa berlangsung sampai lebih dari 12 abad. Gambaran keaguangan warisan-warisan Islam itu ditulis sangat menarik dan cukup lengkap oleh Ismail Faruqi dalam bukunya, The Cultural Atlas of Islam.
Maka dari itu, memisahkan ilmu pengetahuan dan Islam (sekularisme) ibaratnya memisahkan air atau udara dengan kandungan oksigennya. Ketika air atau udara hilang kandungan oksigennya, hilanglah nilai kegunaannya. Ketika ilmu pengetahuan dipisahkan dengan Islam (agama), hilanglah maknanya bagi kehidupan. Rudal-rudal tomhawk, pesawat-pesawat F-117 Stealth, dan helikoper Apache yang merupakan kreasi tinggi ilmu pengetahuan, kini digunakan untuk membunuh manusia dan menindas bangsa yang tidak bersalah.
***


RAKSASA DI BALIK
PROGRAM LIBERALISASI ISLAM



S
ekitar tahun 2003, seorang aktifis Islam Jakarta mendatangi kantor The Asia Foundation (TAF) di Jalan Darmawangsa Raya, Kebayoran Baru. Ia datang dengan menenteng majalah yang berwajah Islam Militan. Aktifitas ormas Islam itu ingin mencoba “maukah TAF mendanai majalah seperti itu?” Staf TAF yang menemuinya tertawa dan kontan menolak memberi bantuan. Majalah yang ditentengnya diketahui sering mengecam Kristenisasi, Islam Liberal, dan program-program AS di dunia Islam.
Kejadian lain, seorang mahasiswa Solo mengajukan proposal ke TAF untuk kegiatan pendidikan multikultural, pluralisme, dan lain-lain. Ia hanya mengajukan lima juta rupiah, tapi kaget bukan main karena dana yang dikucurkan TAF kepadanya sejumlah 50 juta rupiah, sepuluh kali lipat dari proposal yang diajukannya.
Begitulah sikap sang donatur The Asia Foundation. "Tidak ada makan siang yang gratis," kata pepatah Amerika. Oleh sebab itu, jangan heran bila program-program pendidikan inklusif-pluralis, liberalisme Islam, multikultural, dialog antariman, doa antaragama, sosialisasi pernikahan antaragama, akan mendapat kucuran yang deras dari TAF dan LSM-LSM pro-pemerintah AS lainnya seperti USAID dan Ford Foundation. Pundi-pundi miliaran Rupiah yang mudah diraih itu kini menjadi keroyokan para aktivis Islam Liberal, baik yang tergabung dalam JIL, LKIS, sebagian aktivis-aktivis NU-Muhammadiyah-IAIN (UIN), Paramadina, dan lain-lain.
Program-program yang disusun TAF dan USAID diantaranya mempunyai tujuan untuk mendorong politik sekuler di Indonesia yang didasarkan pada nilai-nilai kebebasan, toleransi beragama, dan pluralisme. Selanjutnya kata USAID dalam situs resminya, "Thus, the program seeks to promote the twin objective of the U.S. foreign policy of strengthening democracy in the largest Muslim country and of enganging Muslim leaders and organizations in fight against extremism and terrorism."
Siapakah donatur TAF sehingga ia bisa menggelontorkan dana yang tidak terbatas ke Indonesia? Dalam situs resminya (www.asiafoundation.org), TAF menyatakan bahwa donasinya diperoleh dari American Jewish World Service, Charles Stewart Mott Foundation, The Ford Foundation, The Freeman Foundation, The William and Flora Hewlett Foundation, The Henry luce Foundation, Inc., The McConnel Foundation, The Myer Foundation, Starr Foundation, The Sungkok Foundation for Journalism, Tang Foundation dan US-China Legal Cooperation Fund. Di situ jelas tertera organisasi Yahudi, American Jewish World Service.
Hal yang tak kalah gawatnya, Ford Foundation ternyata punya kaitan erat dengan organisasi CIA. Dalam situs www.rebelion.org/petras/englis/ford010102.htm, James Petras, sosiolog asal Amerika, menulis sebuah artikel berjudul ”The Ford Foundation and the CIA: A Documented Case of Philanthropic Collaboration with the Secret Police".
Di situ menurut Petras, kerjasama Ford Foundation dan CIA telah dimulai sejak perang Amerika melawan Komunisme hingga kini. Bila dulu Washington punya kebijakan "komunisme vs demokrasi", kini negeri Bush itu bersemboyan "terorisme vs demokrasi".
Dalam sejarahnya, Ford Foundation berperanan besar dalam proyek-proyek penelitian Islam di Chicago University, AS, tempat gembong-gembong Islam Liberal seluruh dunia dulu berkumpul. Profesor Leonard Binder (Yahudi) dalam bukunya Islamic Liberalism mengakui bahwa Ford Foundation tahun 1974-1978 telah mendanai penelitian di beberapa negeri Islam tentang Islam dan perubahan sosial. Bersama Fazlur Rahman, Leonard Binder, dan beberapa cendekiawan lain –diantaranya Nurcholish Madjid- mereka mengerjakan proyek penelitian di dunia Islam. Di antara hasilnya adalah terbitnya buku Islamic Liberalism tahun 1988.
Bagaimana dengan TAF? Roland G. Simbulan dalam makalahnya yang berjudul CIA's Hidden History in the Philipines, yang disampaikan dalam ceramahnya di University of The Philipinnes (18 Agustus, 2000), menyatakan bahwa yang memainkan peran CIA yang paling menonjol di Manila adalah The Asia Foundation. Pernyataan ini didasari oleh pernyataan seorang anggota Departemen Birokrasi Amerika, William Blum. Dalam sebuah resensi buku yang berjudul "Asia Foundation is the Principal CIA Front" dalam salah satu buku yang berjudul Waltzing with a Dictator: The Marcoses and the Making of American Policy karya seorang jurnalis investigasi majalah Times bernama Raymond Bonner dinyatakan, "Asia Foundation adalah bentukan dan kedok CIA."
Bukti adanya koneksi itu makin kuat dengan wawancara Roland G. Simbulan dengan seorang mantan mata-mata CIA yang beroperasi di Filipina pada tahun 1996. Intel CIA itu mengaku ia aktif menggunakan yayasan ini (The Asia Foundation) sebagai agen. Bahkan secara terang-terangan diungkapkan dalam laporan tahunan The Asia Foundation tahun 1985 menyebutkan di dalamnya pernyataan Victor Marchetti, salah satu Deputi CIA, "Asia Foundation didirikan oleh CIA dan sampai 1967 mendapat subsidi darinya."

Pengakuan The Asia Foundation
Bantuan dan program bersama antara LSM-LSM Amerika (yang berafiliasi ke pemerintah AS) dengan komunitas Islam Liberal, bukanlah prasangka tapi fakta. Penulis behasil mendapatkan release asli The Asia Foundation.
Dalam Program Bidang Media di Indonesia di brosur itu dinyatakan:
"The Asia Foundation turut mendukung Kantor 68H, yakni kantor berita radio independen yang baru pertama kali didirikan, sejak didirikan pada awal tahun 1999… Kantor Berita 68H memperkerjakan sebuah tim wartawan di Jakarta yang bertugas membuat dan menyeberluaskan berita nasional serta tajuk-tajuk karangan ke stasiun-stasiun daerah di seluruh pelosok Indonesia. Stasiun-stasiun radio daerah ini juga mengirimkan berbagai berita tentang daerah mereka kepada Kantor Berita 68H. Berita-berita dan tajuk karangan ini disebarluaskan kepada puluhan juta pendengar radio di seluruh wilayah Nusantara mulai dari Aceh hingga Papua melalui sebuah Jaringan yang mencakup hampir 200 mitra stasiun radio di 28 provinsi, yang dihubungkan melalui internet dan teknologi satelit. Bahan-bahan berita tersebut juga dimuat, baik dalam bahasa Inggris maupun bahasa Indonesia, dalam situs (http://www.radio.68.com) milik Kantor Berita 68H."
"Dengan dukungan The Asia Foundation, Kantor Berita 68H memberikan pelatihan kepada para wartawan radio di seluruh pelosok Indonesia, baik yang menyangkut teknologi jaringan nasional maupun tentang keterampilan dan profesionalisme dalam pemberitaan."
"Untuk mengurangi bias gender dalam pemberitaan, The Asia Foundation membantu proyek percobaan berupa pelatihan bagi 30 orang wartawan media cetak yang berasal dari Indonesia Timur mengenai berbagai persoalan gender dan sebuah program radio mingguan tentang kekerasan dalam rumah tangga yang menjangkau sekitar satu juta pendengar di daerah Yogyakarta."
Sedangkan dalam program Islam dan Civil Society brosur resmi The Asia Foundation dinyatakan:
"Mengingat pentingnya mendorong nilai-nilai civil society yang eksklusif di Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam, sejak tahun 1970-an The Asia Foundation telah memulai bekerja sama dengan berbagai kelompok organisasi non-pemerintah, sebagian di antara mereka berafiliasi dengan dua oraganisasi terbesar Muslim di Indonesia, yaitu Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah, melalui program Islam and Civil Society. Kelebihan program ini adalah mendekati isu civil society dari sudut perspektif Islam dan menjadi jalan yang efektif untuk memperkuat nilai-nilai pluralitas dan demokrasi di dalam komunitas Muslim dan karena itu mampu masuk ke dalam semua tingkatan masyarakat. Program ini meliputi studi-studi tekstual keagamaan, forum-forum publik pemahaman Islam tentang hak-hak asasi manusia, isu gender, dan demokrasi; kuliah dan pelajaran tentang pendidikan civic di lembaga-lembaga pendidikan Islam; penguatan pluralitas dan toleransi melalui media agama; pusat krisis dan advokasi untuk perempuan Muslim; kampanye perdamaian dan rekonsiliasi; serta pelayanan dukungan para legal."
"The Asia Foundation mendukung pengembangan dan implementasi program berkelanjutan mandiri kursus pendidikan civic bagi 47 IAIN (Institut Agama Islam Negeri) dan STAIN (Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri) di seluruh Indonesia. Dukungan Asia Foundation terhadap program pendidikan civic yang lain adalah meliputi kursus eksplorasi lima prinsip dasar-dalam Islam tentang deklarasi hak-hak asasi manusia (LKIS-Lembaga Kajian Islam dan Sosial), membangun civil society melalui kelompok diskusi (IRM-Ikatan Remaja Muhammadiyah), dan training demokrasi untuk kalangan pesantren yang dilakukan oleh P3M (Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat)."
"Asia Foundation mendukung penerbitan yang mempromosikan Islam Toleran dan pluralis berdasarkan pada civil society. Penerbitan leaflet, majalah, jurnal, dan buku didesain untuk menyerukan kepada khalayak ramai dan memberikan masukan bagi kualitas perdebatan tentang isu-isu tersebut di dalam komunitas Muslim. Program tersebut meliputi Jurnal Tasywirul Afkar yang diterbitkan oleh Lakpesdam, Jakarta; Jurnal Gerbang diterbitkan oleh elSAD, Surabaya"
"Asia Foundation mendukung program-program yang mengkhususkan diri pada pendidikan gender, advokasi perempuan, dan penelitian untuk penafsiran teks-teks Islam yang progresif berkaitan dengan kesetaraan gender dan hak asasi perempuan. Sejak 1997 Fatayat NU telah menciptakan dan memelihara secara berkelanjutan 25 jaringan lembaga konstulasi dan penguatan perempuan yang berbasis di masyarakat desa (LKP2) sebagai crisis center dengan dukungan dari Asia Foundation."
"Asia Foundation juga mendukung dimungkinkannya Korp Perempuan –Majelis Dakwah Islam (KP-MDI) untuk melakukan training bagi para pendakwah perempuan tentang kesetaraan gender, hak-hak asasi perempuan, dan demokrasi melalui khotbah maupun pengajian-pengajian."
"Syarikat, melalui dukungan Asia Foundation bekerja untuk upaya rekonsiliasi bagi mereka yang menjadi korban dalam kekerasan komunal dalam transisi Orde Baru tahun 1965-1966. Bertujuan untuk mengurangi meluasnya konflik, Pusat Penelitian Universitas Muhammadiyah Surakarta melakukan penelitian akar-akar konflik dan kemungkinan rekonsiliasi hubungan NU-Muhammadiyah dan kelompok-kelompok Islam pada umumnya.”

Ulil dan Bantuan AS
Hubungan TAF dengan pemerintah AS telah jelas. Permasalahannya kemudian, seperti pernah diungkap "amil" Asia Foundation Ulil Abshar Abdalla, “Kalau dana dari AS memangnya kenapa? Mereka (Islam militan) juga dapat dana dari Saudi.” Kepada Majalah Hidayatullah, edisi Desember 2004, Ulil mengaku mendapat dana 1,4 Milyar dari Asia Foundation setahunnya.
Aneh pernyataan Ulil ini. Jelas beda dana dari AS dan dari negeri Islam Saudi. Donatur dari AS jelas non-Muslim. Mereka menggelontorkan dana untuk sosialisasi ide-ide dari Kristen, sekuler, liberal, dan orientalis. Ketatnya pengawasan donasi dari LSM AS itu, mustahil dana miliaran tiap tahun itu dikucurkan untuk membuat kejayaan Islam, meskipun kejayaan ala Ulil. Pernah seorang redaktur majalah aliran liberal itu cerita kepada penulis, di akhir-akhir deadline majalahnya, biasanya awak Asia Foundation ikut mendampingi redaksi untuk mengedit.
Dana dari Timur Tengah, khususnya Saudi (baik perseorangan atau lembaga), masih bernuansa Islam. Donaturnya adalah orang-orang Islam dan mereka menginginkan kesejahteraan umat Islam (walaupun prakteknya bantuan tersebut untuk kelompok Islam tertentu), meskipun di sana-sini kadang-kadang dijumpai adanya 'perbedaan pandangan' antara donatur dan penerimanya dalam proyek menjayakan Islam. Dan yang lebih penting para donatur Muslim itu bukanlah seperti Pemerintah AS atau CIA yang tega untuk membantai, mengusir, dan memiskinkan dunia Islam seperti yang terjadi di Afghanistan, Irak, dan Palestina.
Tapi kini, seiring kampanye global terorisme, donatur-donatur dari timur tengah banyak ditutup atau dihalang-halangi untuk mengalirkan dana ke dunia Islam atas perintah pemerintah AS ke PBB. Bersamaan dengan itu, ‘keran’ dana dari Amerika dibuka lebar-lebar mengalir ke dunia Islam.
Walhasil, al-Qur'an telah mengingatkan kita untuk tidak bergantung kepada orang-orang kafir. Firman Allah SWT,
 وَلَن يَجْعَلَ اللَّهُ لِلْكَافِرِينَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ سَبِيلاً
"… Allah tidak akan memberi jalan kepada orang kafir untuk mengalahkan orang-orang beriman." (QS An-Nisaa': 141)
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ تَتَّخِذُواْ الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى أَوْلِيَاء بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاء بَعْضٍ وَمَن يَتَوَلَّهُم مِّنكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ إِنَّ اللَّهَ لاَ يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ . فَتَرَى الَّذِينَ فِي قُلُوبِهِم مَّرَضٌ يُسَارِعُونَ فِيهِمْ يَقُولُونَ نَخْشَى أَن تُصِيبَنَا دَآئِرَةٌ فَعَسَى اللَّهُ أَن يَأْتِيَ بِالْفَتْحِ أَوْ أَمْرٍ مِّنْ عِندِهِ فَيُصْبِحُواْ عَلَى مَا أَسَرُّواْ فِي أَنْفُسِهِمْ نَادِمِينَ
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim. Maka kamu akan melihat orang-orang yang ada penyakit dalam hatinya (orang-orang munafik) bersegera mendekati mereka (Yahudi dan Nasrani), seraya berkata: "Kami takut akan mendapat bencana". Mudah-mudahan Allah akan mendatangkan kemenangan (kepada Rasul-Nya), atau sesuatu keputusan dari sisi-Nya. Maka karena itu, mereka menjadi menyesal terhadap apa yang mereka rahasiakan dalam diri mereka." (QS. Al-Maa'idah: 51-52)
***


ISLAM LIBERAL,
MAU KE MANA……?



P
ada zaman sekarang ini kita mendapati ada orang yang meragukan keharaman khamar atau riba, atau tentang bolehnya thalaq dan bepoligami dengan syarat-syaratnya. Ada yang meragukan keabsahan Sunnah Nabi  sebagai sumber hukum. Bahkan ada yang mengajak kita untuk membuang seluruh ilmu al-Qur'an (‘Ulumul Qur'an) dan seluruh warisan ilmu pengetahuan al-Qur'an ke ‘tong sampah’ untuk kemudian memulai membaca al-Qur'an dari nol dengan bacaan kontemporer, dengan tidak terikat oleh suatu ikatan apa pun, tidak berpegang pada ilmu pengetahuan sebelumnya, juga tidak dengan kaidah dan aturan yang ditetapkan oleh ulama umat Islam semenjak berabad-abad silam.” (Yusuf Qardhawi)
Itulah ungkapan ulama Faqih dan dihormati oleh dunia Islam, Syekh Yusuf Qardhawi menanggapi adanya sekelompok Islam Liberal di Mesir yang mencoba "mendekonstruksikan" ilmu-ilmu Islam. Padahal ilmu-ilmu Islam itu, seperti ‘Ulumul Qur'an, ‘Ulumul Hadits dll. –yang kini juga sedang dicoba didekonstruksikan oleh mereka– dibangun dengan metodologi yang super hati-hati dan syarat-syarat mujtahid yang sangat ketat. Sebagaimana kita tidak mungkin merombak ilmu-ilmu ekonomi dan sains sekarang ini tanpa kita Faqih dalam bidang itu. Kita tidak bisa seenaknya mengkampanyekan misalnya, telah lahir ilmu baru matematika bahwa dua dolar ditambah dua dolar sama dengan 1000 dolar.
 Jadi, kita jangan seenaknya mendekonstruksikan sesuatu tanpa mencoba merekontruksikannya dengan yang lebih baik. Ibarat anak kecil yang pandai membongkar-bongkar mainan tanpa bisa memasangnya kembali karena ia tidak punya ilmu untuk pemasangan alat mainan itu.
Para ulama terdahulu dan sekarang telah jelas pandangannya terhadap kebenaran Islam sebagaai satu-satunya kebenaran yang absolut. Baik dalam bentuk keyakinan pribadi maupun ketika berhadapan dengan pemeluk agama lain.
Dari Imam Syafi'i atau imam mazhab yang lain, Syekh Ibnu Taimiyyah, Rasyid Ridha sampai ulama yang sekarang Yusuf Qardhawi, dalam kitab-kitabnya mereka telah jelas menyatakan tentang kekafiran kaum Yahudi dan Nasrani. Bukalah kitab atau buku-buku mereka (baik terjemahan atau yang aslinya), maka kita akan mendapati pendapat seperti itu. Sebaiknya, jangan kita gunakan rujukan pendapat orang lain (sekunder) tentang pemikiran tokoh-tohoh itu seperti yang dilakukan Ahmad Gaus AF, peneliti Paramadina yang mengutip Farid Essack dan Quraish Shihab dalam menilai Rasyid Ridha (Republika, 17/1/03).
Tentang kekafiran kaum Yahudi-Nasrani ini Qardhawi menyatakan, "Terlihat bagi individu muslim yang memiliki ilmu keislaman, walaupun hanya sebesar atom. Hal ini juga sesuatu yang disepakati oleh seluruh umat Islam dari seluruh mazhab dan aliran pemikiran, sepanjang masa; baik kalangan Ahli Sunnah, Syi'ah, Mu'tazilah, dan Khawarij. Demikian juga dengan seluruh aliran umat Islam yang ada saat ini; Ahli Sunnah, Zaidiah, Ja'fariah dan Ibadhiah."
Pendapat Ahmad Gaus ini senada dengan Komarudin Hidayat. Dalam acara Mutiara Subuh AN-TV, Rabu 14 Juni 2000, yang membahas buku Tiga Agama Satu Tuhan, tokoh kelompok Paramadina (Islam Liberal) Dr. Komarudin Hidayat mengatakan bahwa di masa Nabi Muhammad  orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak dikatakan sebagai orang "kafir", tetapi disebut sebagai "Ahlul Kitab". Hal senada juga diungkap pengikut Nurcholish lainnya, Budy Munawwar Rahman (Direktur Pelaksana Lembaga Studi Agama dan Filsafat/LSAF). Melalui artikelnya di harian Republika (24/6/ 2000) yang berjudul: “Mengembalikan kerukunan umat beragama hanya dapat dicapai jika para pemeluk agama menganut –dan mengembangkan- teologi pluralis atau teologi inklusif. Sebaliknya, teologi eksklusif tidak kondusif dan menjadi akar munculnya konflik agama (SARA).”
Masalah kekafiran dua agama itu, menurut Qardhawi, telah ditegaskan oleh puluhan ayat al-Qur'an dan puluhan hadits shahih. Bukan semata-mata oleh satu-dua ayat al-Qur'an. Masalah itu menurut Qardhawi adalah bagian dari al-ma'lum min ad-diin al-Islam bi adh-dharurah (sesuatu ajaran Islam yang elementer, kalangan awam mengetahuinya).
Keyakinan bahwa Islam satu-satunya agama yang benar, logikanya akan dibawa seorang muslim baik ketika menghadapi saudaranya yang Muslim atau masyarakat lain yang non–Muslim. Masalah keyakinan bergama atau teologi, bukanlah masalah yang remeh karena membahas konsekuensi ke keyakinan syari’at dan keselamatan manusia dunia dan akhirat.
Kita khawatir bahwa propaganda gerakan Islam Liberal di dunia Islam sekarang ini adalah follow up pernyataan Samuel Zweimer, Direktur Organisasi Misi Kristen dalam Konferensi Misionaris di kota Quds (1935), "Misi utama kita bukan menghancurkan kaum Muslimin sebagai orang Kristen, namun mengeluarkan seorang Muslim dari Islam agar menjadi orang yang tidak berakhlak sebagaimana seorang Muslim. Dengan begitu akan terbuka pintu kemenangan imperialis di negeri-negeri Islam. Tujuan kalian adalah mempersiapkan generasi baru yang jauh dari Islam. Generasi Muslim yang sesuai dengan kehendak kaum penjajah, generasi yang malas, dan hanya mengejar kepuasan hawa nafsunya."
***


PENJAJAHAN PERADABAN



M
enurut Abu al-A'la al-Maududi, penjajahan ada dua macam. Pertama, penjajahan maknawi serta moral. Kedua, penjajahan fisik dan politik. Menurut ulama besar india ini, "Yang pertama (penjajahan moral) muncul lantaran adanya suatu bangsa yang maju dan kuat dalam pemikiran dan konsepsi yang membuat bangsa-bangsa lain memercayai pemikiran-pemikiran mereka, sehingga konsepsinya dapat menguasai hati nurani dan akidahnya mengendalikan kesadaran dan intelektual bangsa itu."
Peradaban bangsa yang kuat itu pun menjadi peradaban mereka. Ilmunya menjadi ilmu mereka, kebenarannya menjadi kebenaran mereka, dan kebatilan yang ditetapkannya pun akan diterima oleh mereka sebagai kebatilan pula. Seperti kita saksikan pembebekan pemerintahan Negara Dunia Ketiga dalam perang melawan terorisme yang diserukan negara digdaya AS.
"Tolok ukur bagi kebenaran, kejujuran, perilaku, etika, kemanusiaan, dan pendidikan adalah apa yang telah dipasang oleh barat di semua bidang tesebut. Kemudian mereka pun mengukur semua apa yang ada dalam tangan mereka, termasuk keimanan dan akidah, dengan tolok ukur barat serta menyelaraskan alam pikiran, konsepsi, kebudayaan, pendidikan, etika, dan perilaku mereka dengan tolok ukur itu pula," kata al-Maududi.
Akhirnya, ilmu-ilmu dari barat mendominasi dunia ilmu pengetahuan dan diajarkan ke negeri-negeri Islam tanpa 'seleksi yang berarti'. Ilmu-ilmu itu mencakup sosiologi, ekonomi, antropologi, politik, hukum, dll.. Bahkan ilmu-ilmu sains yang diajarkan ke mahasiswa-mahasiswa juga telah terpengaruh paradigma Barat. Dalam Islam, pangkajian ilmu-ilmu sosial dan alam, tidak terpisahkan dengan tujuan agar siswa semakin tinggi keimanannya kepada Allah SWT. Hasil pendidikan ala Barat itu menjadikan siswa-siswa di dunia Islam sebagian menjadikan Barat sebagai tolok ukur dalam memandang kemajuan dan kebenaran.
"Islam membangun seluruh sistem peradaban atas landasan keimanan kepada risalah dan wahyu, sedangkan menurut pandangan Barat wahyu adalah sesuatu yang amat diragukan dan risalah kenabian adalah persoalan yang diremehkan dengan berbagai kekacauan, " ungkap Maududi.
Menurut Profesor Naquib al-Attas, peradaban barat memiliki sejumlah ciri: Pertama, berdasarkan filsafat dan bukan agama. Kedua, filsafat itu menjelma menjadi humanisme yang meneriakkan dengan lantang prinsip dikotomi sebagai nilai dan kebenaran. Ketiga, berdasarkan pandangan hidup yang tragis. Prinsip tragedi ini disebabkan oleh kekosongan kepercayaan (iman) dan karenanya mereka memandang kehidupan secara dikotomis. Konsep ini berujung pada keresahan jiwa, selalu mencari sesuatu yang tiada akhir, dan mencari sesuatu kebenaran tanpa asas kebenaran atau prinsip kebenaran mutlak.
Sedangkan Abu al-Hasan an-Nadwi mencatat bahwa peradaban Eropa (Barat) adalah rangkaian peradaban Yunani dan Romawi yang mereka warisi dalam politik pemikiran dan peradaban mereka. Dari kedua sumber ini peradaban Eropa mewarisi seluruh peninggalannya, sistem politiknya, filsafat kemasyarakatannya, serta peninggalan pemikiran dan ilmunya bahkan seluruh hal yang ditinggalkan oleh Bangsa Yunani merupakan suatu yang pertama-tama mengagumkan bagi pemikiran Bangsa Eropa seperti yang dicatat oleh sejarah. Setelah peradaban Yunani mulai runtuh, berdiri menggantikannya peradaban Romawi yang senada dengan peradaban Yunani.
Bangsa Yunani adalah bangsa yang mempunyai kelebihan tersendiri di antara bangsa- bangsa saat itu. Mereka adalah bangsa yang paling cerdas dan paling banyak menghasilkan ilmu pengetahuan maupun karya sastra. Bangsa ini telah mewariskan kepada dunia ilmu filsafat, kesusastraan, dan berbagai macam hasil karya ilmiah yang hingga kini masih menghiasi setiap perpustakaan di seluruh dunia. Ciri khas peradaban Yunani: Pertama, selalu percaya dengan apa saja yang yang dapat diraba oleh indra dan tidak banyak memperhatikan kepada hal yang tidak dapat diraba oleh indra. Kedua, rasa keagamaan dan kekhusyukannya kurang. Ketiga, kecenderungan duniawi dan hidup senang sangat besar dan keempat, rasa fanatik kebangsaan (nasionalis) yang tinggi.
Keempat ciri itu diringkas oleh an-Nadwi dengan paham materialis (kebendaan). Bangsa Romawi pun tidak jauh berbeda dengan Bangsa Yunani. Bangsa Romawi banyak mempelajari filsafat, kesusatraan, dan ilmu dari Bangsa Yunani. Dr. Mohammad Assad menyatakan, "Yang selalu dipikirkan oleh para penguasa Romawi hanyalah cara memperkuat bidang kemiliteran dan memeras kekayaan bangsa-bangsa lain untuk kepentingan Bangsa Romawi. Sedikit pun para penguasa itu tidak mau menjauhi perbuatan zalim dan curang demi untuk mendapatkan harta yang dapat memuaskan hati mereka. Sifat adil yang mereka bangga-banggakan itu tidak lain hanya berlaku dikalangan Bangsa Romawi saja. Bangsa Romawi sangat lemah rasa keagamaannya. Agama yang mereka anut itu tidak lebih hanyalah satu tradisi yang mereka tiru dari Bangsa Yunani belaka." Paham kebendaan yang menimpa Romawi itu mengakibatkan kehidupan pembesar-pembesarnya senantiasa hidup dengan foya-foya. Pemerasan serta pembunuhan terhadap rakyat kecil menjadi pemandangan sehari-hari.
***


TRADISI NATAL,
KAUM KAFIR DAN KITA



R
emi Silado, seorang budayawan Kristen, menulis kolom yang menarik di majalah Gatra, edisi 27 Desember 2003. Judulnya, “Gatal di Natal”. Berikut ini beberapa kutipan kolomnya, yaitu:
“Sebab, memang tradisi pesta ceria Natal, yang sekarang gandrung dinyanyikan bahasa kereseh-reseh Inggris, belum lagi terlembaga. Sapaan Natal “Merry Cristmas”-dari bahasa Inggris lama, Christes Maesse, artinya “misa Kristus”- baru terlembaga pada abad ke-16 dan perayaanya bukan pada 25 Desember, melainkan 6 Januari.”
“Dengan gambaran ini, keramaian Natal sebagai perhitungan tahun Masehi memang berkaitan dengan leluri Barat, istiadat kafir, atau tradisi pagan, yang tidak berhubungan dengan Yesus sendiri sebagai sosok historis-antropologis bangsa Semit, lahir dari garis Ibrahim dan Daud, yang merupakan bangsa tangan pertama yang mengenal monoteisme absolut lewat Yehwah.”
“Saking gempitanya pesta Natal itu, sebagaimana yang tampak saat ini, karuan nilai-nilai rohaninya tergeser dan kemudian yang menonjol adalah kecenderungan-kecenderungan duniawi semata, antara lain di Manado orang mengatakan “makang riki puru polote en minung riki mabo” (makan sampai pecah perut dan minum sampai mabok).”
“Demikianlah, soal Natal sekali lagi merupakan gambaran pengaruh Barat, dan persisnya Barat yang kafir, yang dirayakan dengan keliru.”

Kisah Natal
Kritik tajam terhadap budaya Natal dari kalangan Kristen itu sebenarnya sudah banyak dilakukan. Seorang pendeta bernama Budi Asali M.Div., menulis artikel panjang tentang Natal berjudul “Pro-Kontra Perayaan Natal”, dan disebarluaskan melalui jaringan internet.
Pendeta itu membuka tulisannya dengan ungkapan: “Akhir-akhir ini makin banyak orang-orang Kristen yang menentang perayaan Natal, dan mereka menentang dengan cara yang sangat fanatik dan keras, dan menyerang orang-orang Kristen yang merayakan Natal. Kalau ini dibiarkan, maka Natal bisa berkurang kesemarakannya, dan menurut saya itu akan merugikan kekristenan. Karena itu mari kita membahas persoalan ini, supaya bisa memberi jawaban kepada orang-orang yang anti-Natal.”
Jelas, banyak kalangan Kristen yang ‘anti-Natal’, meskipun mereka tenggelam oleh gegap gempita peringatan Natal, yang begitu gemerlap. Di Malaysia, 27 Desember 2003 ada perayaan Natal Bersama di Lapangan Olahraga Kinabalu, Sabah, yang dihadiri ratusan ribu orang. Selain ada pawai lampion, nyanyi-nyanyi lagu-lagu Natal, ada juga acara peragaan busana batik, lagu-lagu Natal, beberapa peserta lomba ratu kecantikan dari berbagai Negara. Acara ini disiarkan langsung oleh TV1 Malaysia. Seperti halnya di berbagai belahan dunia lainnya sosok Santaklaus sudah jauh lebih popular daripada sosok Jesus, Pohon Cemara yang sulit dicari di Palestina, sudah menjadi simbol Natal.
Sebenarnya, jika ditelusuri, kisah Natal itu sendiri sangat menarik. Bagaimana satu tradisi kafir (pagan/penyembah berhala) di wilayah Romawi kemudian diadopsi menjadi tradisi keagamaan Kristen. Banyak literatur menyebutkan, bahwa tanggal 25 Desember memang merupakan hasil peringatan Dewa Matahari yang di Romawi dikenal sebagai Sol Invictus. Setelah Konstantine mengeluarkan the Edict of Milan, pada 313 M, maka ia kemudian mengeluarkan sejumlah peraturan keagamaan yang mengadopsi tradisi pagan. Pada 321 M ia memerintahkan pengadilan libur pada “Hari Matahari” yang dikatakan sebagai “hari mulia bagi matahari”.
Sebelumnya, kaum Kristen –sama dengan dengan Yahudi- menjadikan hari Sabbath sebagai hari suci. Maka, sesuai peraturan Konstantine, hari suci itu diubah, menjadi Suday. Sampai abad ke-4, kelahiran Jesus diperingati pada Januari, yang hingga kini masih dipegang oleh kalangan Kristen Ortodoks tertentu. Namun, kemudian, sebagai penghormatan terhadap Dewa Matahari, peringatan Hari Kelahiran Jesus diubah menjadi 25 Desember.
Ada sebagian kalangan Kristen yang berargumen, bahwa tanggal 25 Desember itu diambil supaya perayaan Natal dapat menyaingi perayaan kafir tersebut. Tetapi, apa yang terjadi sekarang, tampaknya seperti yang dikatakan oleh Remi Silado, bahwa perayaan Natal sudah didominasi oleh tradisi perayaan kaum kafir.
Maka, muncullah, di kalangan Kristen, gerakan untuk menentang perayaan Natal pada 25 Desember. Apalagi ada yang kemudian melihat, penciptaan tokoh Sinterklas, sebenarnya merupakan bagian dari rekayasa Barat untuk melanggengkan hegemoni imperialistiknya, yakni ingin menciptakan image, bahwa Barat adalah dermawan, baik hati, suka bagi-bagi hadiah, seperti Sinterklas itu. Begitulah bagian dari tradisi Kristen.

Ada Ibrah
Kaum muslim seyogyanya mengambil ibrah dari kisah ini, dan kemudian tidak latah untuk mengambil apa yang datang dari kaum Kristen, yang sebenarnya mereka sendiri juga mengadopsi tradisi itu dari kaum kafir pagan.
Di dalam Islam, ada hal yang menarik jika dicermati, bagaimana dalam soal perayaan Hari Besar, sejak awal mula, Rasulullah  sudah memberikan garis yang tegas, agar kaum muslim merayakan hari besarnya sendiri. Jangan meniru-niru atau mengambil hari yang sama dengan kaum musyrik atau kaum Yahudi dan Nasrani.
Dalam Islam, ada satu batasan yang ketat dalam soal ibadah, bahwa haram hukumnya melakukan ibadah yang tidak ada contohnya dari Rasulullah . Islam memiliki kitab suci yang terpelihara terjaga otentisitasnya.
Bahkan, sikap dilarang meniru-niru tradisi kaum kafir itu sangat ditekankan oleh Allah SWT dan rasul-Nya. Dalam sehari, minimal 17 kali, di dalam shalat wajib, kaum muslim selalu meminta petunjuk kepada jalan lurus, serta dijauhkan dari jalan kaum yang dimurkai Allah dan jalan kaum yang sesat.
Karena itulah, Islam memiliki tata cara ubudiyah yang terjaga. Kitab suci Islam, tetap berbahasa Arab, sampai sekarang, ban bahasa ritual Islam adalah bahasa Arab. Ini yang tidak dimiliki kaum Kristen. Sebab, kalangan sejarawan Kristen masih berdebat tentang bahasa Ibu dari Jesus itu sendiri, apakah bahasa Syiriac, Armaic, Greek, atau Hebrew. Bahkan ada yang menyebut mungkin bahasa Ibu Jesus adalah Latin.
Ketika berbicara tentang teks Bible, muncul lebih banyak masalah lagi. Perjanjian Baru ditulis dalam bahasa Greek. Remi Silado mencatat bahwa injil sekarang diterjemahkan ke dalam semua bahasa, yaitu 2.062 bahasa di dunia dan 135 bahasa di Indonesia. Gereja Vatikan sendiri sekarang tidak lagi menggunakan bahasa Greek (Yunani) sebagai bahasa ritual keagamaan, tetapi menggunakan bahasa Latin. Padahal, banyak keterbatasan bahasa Latin dalam terjemahan dari bahasa Greek.
Dalam buku the Early Versions of the New Testaments karya Bruce M. Metzger, disebutkan sejumlah teks Bible awal, seperti Syiriac versions, Coptic versions, Armenian versions, Georgian versions, Ethiopic versions, dan bahasa Eropa lainnya.
***


MENARA DOA JAKARTA
DAN PERANG SALIB



B
ethany membangun Menara Doa Jakarta (MDJ) senilai Rp 2,5 T di negeri mayoritas muslim. Jika lembaga gereja tak mengambil tindakan, sulit membangun kerukunan beragama yang kondusif.
Website Eramuslim.com, 27 April 2004, menurunkan wawancara Pendeta Abraham Alex Tanusaputra dengan Warta Plus Bethany. Isinya tentang rencana pembangunan Menara Doa Jakarta (MDJ) yang menelan biaya sekitar Rp 2,5 Trilyun. Pendeta Abraham Alex Tanusaputra –yang biasa dipanggil Alex– menyatakan, bahwa menara itu memang seperti sebuah proyek mimpi. Tetapi, katanya, “Karena Tuhan yang menyuruh, ya saya harus melangkah. Meski banyak anak-anak rohani yang meninggalkan saya."
Dengan biaya yang begitu fantastis, MDJ tentulah sebuah proyek raksasa kelompok Kristen Bethany ini. Tahun 2000 lalu, Bethany baru saja menyelesaikan proyek raksasa di Surabaya –Graha Bethany– yang mampu menampung sekitar 20.000 Jemaat. MDJ diperkirakan memapu menampung 200.000 Jemaat, atau dua kali lipat kapasitas tempat duduk lapangan sepak bola Senayan.
Menurut Pendeta Alex, pembangunan MDJ merupakan perintah Tuhan –tanpa menjelaskan, bagaimana Alex menerima perintah Tuhan itu-. “Sebenarnya berulang kali saya mencoba untuk menghindar dan melupakannya. Tetapi setiap kali saya coba melupakan, timbul banyak persoalan dalam kehidupan saya. Sampai suatu ketika Tuhan menegur saya, "Kalau kamu tidak menurut, okey kamu akan mengalami hal yang sama seperti yang dialami oleh Yunus. Kalau menurut perintah, kamu akan dikeluarkan dari mulut ikan, tapi jika tidak, akan keluar dari belakang (maaf, anus ikan-Red. Warta Plus Bethany Nginden). Saya bertobat dan mulai melangkah lagi dalam proyek Menara Jakarta,” kata Pendeta Alex.
Mengapa proyek ini dinamakan Menara Doa Jakarta? Kata Pdt. Alex: “Karena itu visi yang Tuhan Yesus berikan untuk proyek ini. Dulu Namanya Menara Jakarta. Sekarang tinggal ditambah Doa, sebab memang visinya Doa bagi bangsa, Doa untuk menyongsong Indonesia Baru.” Soal dana, Alex menambahkan: “Yang back up adalah Tuhan Yesus, sebab ini proyeknya Tuhan Yesus…saya sadar, Tuhan Yesus punya cara sendiri, ada 1001 jalan yang Dia bisa buat untuk back up pendanaan proyek ini.”
Alex mengaku mengenal suara Tuhan. Maka, ia mengaku berjalan terus dengan rencananya, meskipun banyak yang menentangnya. Ia menyatakan, lebih mendengar suara Tuhan lebih dari suara penentang-penentangnya. “Saya mengenal suara Tuhan, suara Tuhan yang berbicara kepada saya untuk membangun gereja Mojokerto, Manyar, Nginden adalah suara yang juga berbicara kepada saya untuk Menara Doa Jakarta,” begitu kata dia. Dan konon, menurut pengakuannya, pemerintah telah memberikan respon positif. Sejak awal Pemerintah DKI Jakarta, lewat Gubernur dan Pemerintah Pusat melalui Setneg, sangat mendukung realisasi proyek yang ditujukan untuk kebesaran Tuhan, bangsa dan negara tercinta Indonesia.
Jika proyek MDJ ini lancar, maka 8,5 tahun kemudian, Indonesia akan menyaksikan sebuah Menara Doa kaum Kristen yang kabarnya memiliki ketinggian sekitar 500 meter. Untuk apa menara itu dibangun? Kata Alex, “Nama Tuhan ditinggikan, menarik banyak orang datang dan Percaya kepada-Nya. Nama Tuhan dimuliakan. Kepercayaan dunia international ke Indonesia dipulihkan dan segera terwujud Indonesia Baru.”
Itulah semangat yang luar biasa dari seorang pendeta Kristen untuk menjalankan misinya di Indonesia. Untuk mengenal perkembangan kelompok ini, bisa dilihat di website mereka, www.kasih.org. Tahun 1993, mereka memulai kebaktian di daerah Cinere, dengan anggota kelompok sekitar 70 orang. Pendeta Alex merintis persekutuan doa sejak 1977 di Surabaya, dengan peserta 7-10 orang. Tahun 1978, berdiri Gereja Bethany di Jalan Manyar Rejo I/29. Tahun 1989, mereka mulai membangun Graha Bethany, dan selesai tahun 2000.
Disamping terus membangun gereja, kelompok ini juga aktif mengembangkan jaringan ke berbagai penjuru Indonesia. Tahun 1996, jumlah cabang-cabang yang ada di Indonesia dan luar negeri sekitar 100 cabang. Tahun 1977, cabang-cabang yang ada terus berkembang menjadi 254 buah. 1999, GBI Jemaat Bethany berkembang menjadi hampir 1000 cabang yang tersebar di dalam dan luar negeri.
Jika kita membaca website kelompok Kristen Bethany ini, akan kita dapati sejumlah website misionaris Kristen di berbagai belahan dunia. Salah satunya, website Billy Graham, tokoh terkemuka Kristen fundamentalis AS (www.billygraham.org). Dalam website ini kita temukan banyaknya digunakan istilah “Crusade” untuk menggambarkan bahwa aktivitas misionaris Kristen di AS dan dunia lainnya merupakan satu bentuk Crusade (Perang Salib). Di dalam website itu, ditulis ungkapan sebagai berikut: “Evangelist Billy Graham has preached the Gospel to more people in live audiences than anyone else in history --over 210 million people in more than 185 countries and territories-- through various meetings. Every evangelistic crusade conducted by Mr. Graham is the result of a cooperative effort involving the evangelist, his team, and many local Christians and churches.”
Jadi, Evangelis atau Misionaris Billy Graham disebutkan telah mempropagandakan Injil kepada lebih dari 210 juta orang, lebih banyak dari penginjil mana pun dalam sejarah. Setiap upaya ‘Perang Salib’ yang dilakukan Billy Graham merupakan hasil kerja sama para misionaris, tim Billy Graham, dan sejumlah orang dan Gereja Kristen lokal. Kelompok Billy Graham melakukan Perang Salib adalah untuk menyeru manusia untuk melakukan penebusan dosa dan mempercayai Tuhan Jesus Kristus. (The Billy Graham Evangelistic Association continues to work diligently in calling men and women to repent of their sins and receive the Lord Jesus Christ into their hearts by faith).
Dalam tradisi Kristen dan hingga sekarang, istilah ‘Crusade’ merujuk pada peristiwa Penyerbuan Besar-besaran kaum Kristen untuk merebut Jerusalem dari tangan kaum Muslim. Dalam buku Concise Dictionary of the Christian Church, (Oxford University Press, 1996) disebutkan, bahwa istilah ‘Crusade’ terutama digunakan untuk menggambarkan serangkaian expedisi dari Barat ke Timur, dimulai tahun 1095, yang bertujuan untuk membebaskan Tanah Suci (Holy Land)dari tangan Muslim dan untuk mempertahankannya di tangan Kristen. Belakangan, istilah ‘Crusade’ juga digunakan untuk menghadapi kekuatan Ottoman (Turki Utsmani). Jadi, istilah ‘Crusade’ memang membawa kenangan khusus bagi kaum Kristen untuk melawan dan menaklukkan Islam. Istilah itulah yang digunakan oleh tokoh Misionaris terkemuka AS dan dipopulerkan diantaranya oleh kelompok Bethany yang sedang berjuang keras membangun sebuah Menara Kristen di Jakarta.
Pengaruh besar ‘Crusade’ terhadap kaum Kristen di Barat dapat dibaca pada buku Karen Armstrong, berjudul Holy War: The Crusades and Their Impact on Today’s World (1991). Perang itu dimulai pada 25 November 1095, saat Paus Urbanus II, menyerukan Perang Salib. Paus mengimbau, agar para ksatria Kristen menghentikan konflik antar mereka, dan bersatu padu menghadapi musuh Tuhan, yang mereka sebut “Turks”. “The Turks”, kata Paus, “Adalah bangsa terkutuk, dan membunuh monster seperti mereka itu adalah tindakan suci. Maka, wajib bagi kaum Kristen memusnahkan mereka dari tanah kita.” (Killing these godless monsters was a holy act: it was a Christian duty to exterminate this vile race from our lands).
Seruan Paus Urbanus mendapat sambutan luar biasa. Ratusan ribu pasukan Kristen bergabung, dengan semangat tinggi merebut Jerusalem. Dalam buku klasiknya, Islam and the West (terbit pertama tahun 1960), Norman Daniel menyebut “semangat Crusade adalah melakukan pembantaian demi Kasih Tuhan”. (The essence of crusading was to slay for God’s love). Maka, tidak heran, jika tentara Salib kemudian melakukan pembantaian yang luar biasa sadisnya terhadap Muslim, Yahudi, dan berbagai kelompok masyarakat lain.
Tahun 1099, saat menaklukkan Jerusalem, mereka membantai sekitar 30.000 warganya. Puluhan ribu kaum Muslim yang menngungsi di atap al-Aqsha dibantai dengan sadis, tanpa pandang bulu, wanita, anak-anak, atau orang tua. Setahun sebelumnya, 1098, pasukan Salib (dikenal dengan istilah Franks/Crusaders) membantai ratusan ribu kaum Muslim di Marr’at un-Noman, Syria. Paus menjanjikan pengampunan dosa bagi siapa pun yang bergabung dalam pasukan Salib dan jaminan sorga bagi yang mati dalam perang suci itu.
Karena itu, menurut Armstrong, Crusade adalah proyek kerjasama besar-besaran Eropa di masa kegelapan mereka. Mereka dicengkeram dengan semangat Kristen yang tinggi. Jelas, Crusade merupakan jawaban terhadap kebutuhan Kristen Eropa ketika itu. (Clearly, crusading answered a deep need in the Christian of Europe).
Jadi, tidaklah mengherankan, jika Presiden George W. Bush menggunakan istilah ‘Crusade’ ketika mengobarkan perang melawan teroris, sebab sasaran mereka yang utama adalah kaum Muslim yang mereka cap sebagai teroris dan mengganggu kepentingan AS, dan bukan kelompok-kelompok teroris non-Muslim, seperti kelompok Kach (Yahudi), IRA (Kristen), Aungshirinkyo (Jepang), Tamil Elan (Hindu), dan sebagainya. Karena itu, kita mesti memahami, mengapa Billy Graham dan berbagai kelompok misionaris dan fundamentalis Kristen lainnya, sangat gemar menggunakan istilah ‘Crusade’ ketika mereka bermaksud menaklukkan kaum Muslim atau satu negeri Islam. Merasa mengemban misi untuk meng-Kristenkan seluruh umat manusia, kaum misionaris Kristen memang akan terus melakukan gerakannya. Mereka paham, bahwa Indonesia adalah mangsa yang empuk, dengan sekitar 170 juta Muslim, yang dikatakan Berkhof, “Indonesia adalah suatu daerah Pekabaran Injil yang diberkati Tuhan dengan hasil yang indah dan besar atas penaburan bibit Firman Tuhan.”
Setelah gagalnya Musyawarah Antar Agama pada 30 November 1967, Prof. Dr. Hamka menulis sebuah kolom berjudul “Musyawarah Antar-Agama Tidak Gagal!”. Ketika itu pihak Kristen menolak usulan rumusan, agar pemeluk satu agama tidak dijadikan sasaran propaganda oleh agama lain. Tokoh Kristen, Tambunan SH. menyatakan, bahwa bagi orang Kristen menyebarkan Perkabaran Injil kepada orang yang belum Kristen adalah ‘Titah Ilahi’ yang wajib dijunjung tinggi. Jika tidak melakukan gerakan misi Kristen, maka mereka akan dimurkai Tuhan Yesus. Bahkan, mereka mengancam, kalau gerak-gerik mereka dibatasi, bukan saja akan menjadi masalah nasional, malah akan menjadi masalah internasional. Hamka menulis: “Kalau bangsa penjajah dahulu telah menyatakan berulang-ulang bahwa kedatangan mereka kemari adalah membawa mission sacre, sekarang setelah penjajah tak ada lagi, kewajiban itu dilanjutkan oleh Kristen bangsa kita sendiri, dengan diberi bantuan tenaga misi dan Zending dari negeri-negeri Barat itu; diberi uang dan orang.”
Kepada kaum Muslim, Hamka mengingatkan: “… dengan sikap Kristen yang demikian, mereka pun tidak boleh lagi berlalai-lalai, melainkan wajiblah mereka menghidupkan semangat jihad dalam artinya yang luas, yaitu bekerja keras, membanting tulang, dan bersedia memberikan seluruh pengorbanan dalam mempertahankan agama. Mereka tidak lagi akan bersikap masa bodoh seperti selama ini, karena merasa bilangan mereka lebih banyak. Sebab yang mereka hadapi bukanlah golongan minoritas dalam negeri sendiri, tetapi kekuatan Kristen Politik Internasional, Perang Salib gaya baru, yang diinstruksikan kepada teman sebangsa kita sendiri.”
Mantan Perdana Manteri RI, Dr. Mohammad Natsir pernah memberikan peringatan keras kepada kaum Nasrani yang terus berusaha mengkristenkan kaum Muslim Indonesia.
"Hanya satu saja permintaan kami: Isyhaduu bi anna muslimuun. Saksikanlah dan akuilah bahwa kami ini adalah Muslimin. Yakni orang-orang yang sudah memeluk agama Islam. Orang-orang yang sudah mempunyai identitas-identitas Islam. Jangan identitas kami saudara-saudara ganggu, jangan kita ganggu-mengganggu dalam soal agama ini. Agar agama-agama jangan jadi pokok sengketa yang sesungguhnya tidak semestinya begitu. Marilah saling hormat menghormati identitas kita masing-masing, agar kita tetap bertempat dan bersahabat baik dalam lingkungan "Iyalullah" keluarga Tuhan yang satu itu.
Kami umat Islam tidak apriori menganggap musuh terhadap orang-orang yang bukan Islam. Tetapi tegas pula Allah SWT melarang kami bersahabat dengan orang-orang yang menganggu agama kami, agama Islam. Malah kami akan dianggap zalim bila berbuat demikian (al-mumtahinah). Dengan sepenuh hati kami harapkan supaya saudara-saudara tidaklah hendaknya mempunyai hasrat sebagaimana idam-idaman sementara golongan orang-orang Nashara yang disinyalir dalam al-Quran yang tidak senang sudah, bila belum dapat mengkristenkan orang-orang yang sedang beragama Islam. Mudah-mudahan jangan demikian, sebab kalau demikian maka akan putuslah tali persahabatan, akan putus pula tali suka dan duka yang sudah terjalin antara kita semua.
Jangan-jangan nanti jalan kita akan bersimpang dua dengan segala akibat yang menyedihkan. Baiklah kita berpahit-pahit, kadang-kadang antara saudara dengan saudara ada baiknya kita berbicara dengan berpahit-pahit, yakni yang demikian tidaklah dapat kami lihatkan saja sambil berpangku tangan.
Sebab, kalaulah ada sesuatu harta yang kami cintai dari segala-galanya itu ialah agama dan keimanan kami. Itulah yang hendak kami wariskan kepada anak cucu dan keturunan kami. Jangan tuan-tuan coba pula memotong tali warisan ini." (Seperti dikutip oleh Prof. Umar Hubeis dalam mukaddimah buku Dialog Islam dan Kristen, karya Bey Arifin).
Lembaga-lembaga Kristen/Katolik, seperti Persekutuan Gereja-gereja Indonesia (PGI) atau Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI), seyogyanya segera mengambil tindakan terhadap manuver-manuver berlebihan kalangan Kristen yang sangat tidak kondusif untuk membangun kerukunan umat beragama di Indonesia.
***


MENELAAH LAPORAN KEBEBASAN BERAGAMA (VERSI) AMERIKA



B
eberapa hari terakhir, media massa Malaysia banyak memberitakan reaksi keras para pemimpin Malaysia terhadap isi Laporan Kebebasan Beragama yang dikeluarkan Departemen Luar Negeri Amerika Serikat.
Pada 20 Desember 2003 lalu, BBC melaporkan, bahwa Perdana Menteri Malaysia Abdullah Badawi menanggapi dengan marah kecaman Amerika Serikat yang menyebut kekurangan-kekurangan dalam kebebasan beragama di Malaysia. Laporan AS itu menempatkan Malaysia dalam daftar sembilan negara di mana undang-undang menganak-emaskan kelompok-kelompok keagamaan tertentu dan melakukan diskriminasi terhadap yang lainnya.
Juga dikatakan dalam laporan tersebut, orang-orang non-Muslim yang ingin membangun tempat-tempat peribadatan sering menghadapi halangan. Abdullah Badawi meminta Washington mengirimkan peninjau-peninjaunya untuk menyaksikan sendiri suasan keagamaan di Malaysia. Harian Utusan Malaysia, edisi 24 Desember 2003, mengutip ungkapan Menteri Luar Negeri Malaysia Syed Hamid Albar, yang menyatakan, akan mengirimkan bantahan resmi kepada pemerintah AS.
Bantahan lain juga datang dari berbagai tokoh agama di Malaysia. Timbalan Ketua Menteri Serawak, Tan Sri Alfred Jabu, mengatakan, bahwa kewujudan kuil, gereja dan masjid di Malaysia membuktikan wujudnya toleransi beragama di kalangan rakyat Malaysia.
"Saya sendiri yang beragama Kristian tidak pernah menjadi mangsa kezaliman kerana agama, dan sebaliknya mempunyai hubungan yang amat baik dengan bangsa lain daripada pelbagai agama," katanya kepada Kantor Berita Malaysia, Bernama.
Selain Malaysia, Laporan Tahunan Mengenai Kebebasan Beragama yang dikeluarkan oleh Departemen Luar Negeri AS itu juga mengkritik Belarus, Brunei, Eritrea, Indonesia, Israel (termasuk kawasan yang didudukinya), Moldova, Rusia dan Turki.
Setiap tahun, Departemen Luar Negeri AS secara rutin mengeluarkan apa yang disebut sebagai International Religious Freedom Report yang dikeluarkan oleh The Bureau of Democracy, Human Rights, and Labor dari Departemen Luar Negeri atau Secretary of State. Kali ini, yang menarik kita catat adalah laporan tentang Malaysia. Laporan lengkap versi Deplu AS itu dapat disimak di website www.state.gov.
Malaysia adalah sebuah negara yang menyatakan Islam sebagai agama resmi negara. Penduduknya berjumlah 23 juta jiwa. Berdasarkan sensus tahun 2000, sebanyak 60,4 persen penduduknya Muslim, 19,2 persen mempraktikkan Budhisme, 6,3 persen Hinduisme, dan 2,6 persen Konfusius, Taoisme, dan agama tradisional Cina lainnya, termasuk Sikh dan Bahai. Kaum non-Muslim terkonsentrasi di Malaysia Timur (Sabah dan Serawak).
Malaysia juga mengakui Hari-hari besar agama dan menjadikannya sebagai hari libur, seperti Hari Raya Idul Fithri (Muslim), Hari Raya Qurban (Muslim), Hari Maulid Nabi Muhammad  (Muslim), Hari Waisak (Buddhis), Deepavali (Hindu), Hari Natal/Christmas (Kristen).
Pada September 2001, Perdana Menteri Mahathir mendeklarasikan Malaysia sebagai negara Islam. Pemerintah Malaysia mempromosikan sejumlah aspek hukum Islam terhadap warga Muslim. Misalnya, kaum Muslim terkena larangan untuk berjudi dan berkhalwat (berdua-duaan bukan muhrim).
Identitas Islam juga masih menjadi satu dengan identitas Melayu. Sebagai misal, Enakmen Jenayah Syariah (1995) Selangor, perkara 29 (berhubung khalwat), menyatakan:
 “(1) Mana-mana (a) orang lelaki yang didapati berada bersama dengan seorang atau lebih daripada seorang perempuan yang bukan istrinya atau mahramnya; (b) orang perempuan yang didadapi berada bersama dengan seorang atau lebih daripada seorang lelaki yang bukan suami atau mahramnya, dimana-mana tempat yang terselindung atau di dalam rumah atau bilik dalam keadaan yang boleh menimbulkan syak bahawa mereka sedang melakukan perbuatan yang tidak bermoral adalah melakukan suatu kesalahan dan apabila disabitkan boleh didenda tidak melebihi 3.000 ringgit atau dipenjarakan selama tempoh tidak melebihi dua tahun atau kedua-duanya.”
Juga, Enakmen Jenayah Syariah (1995), perkara 31 (berkaitan perbuatan tidak sopan di tempat awam), menyatakan:
“Mana-mana orang yang dengan sengaja bertindak atau berkelakuan tidak sopan bertentangan dengan Hukum Syara di mana-mana tempat awam adalah melakukan suatu kesalahan dan apabila disabitkan boleh didenda tidak melebihi 1.000 ringgit atau dipenjarakan selama tempoh tidak melebihi enam bulan atau kedua-duanya.”
Bahkan, pemerintah Malaysia juga secara tegas menyatakan berkewajiban melindungi akidah Islam. Jabatan Kemajuan Islam Malaysia (JAKIM) --semacam Departemen Agama-nya Malaysia -- membuat garis panduan tentang masalah ini, yakni “Kerajaan tidak pernah bersikap sambil lewa dalam hal-hal yang berkaitan dengan akidah umat Islam. Segala pendekatan dan saluran digunakan secara bersepadu dan terancang bermula dari pendidikan hinggalah ke penguatkuasaan undang-undang semata-mata untuk melihat akidah umat Islam terpelihara di bumi Malaysia".
Apakah yang dirisaukan oleh AS sehubungan dengan kehidupan beragama di Malaysia? Jika dicermati isi laporan Deplu AS itu, tampaknya yang disorot tajam adalah masalah pemurtadan atau Misi Kristen yang tidak begitu bebas berlangsung di Malaysia. Laporan tentang hal ini diletakkan di bawah sub-judul Restrictions on Religious Freedom.
Ada beberapa kutipan yang menarik untuk dicermati: “Muslims who wish to convert from Islam face severe obstacles. For Muslims, particularly ethnic Malays, the right to leave the Islamic faith and adhere to another religion is a controversial question, and in practice it is very difficult for Muslims to change religions.”
Jadi, laporan ini menyatakan, orang Muslim yang ingin berganti agama akan menghadapi hambatan-hambatan yang berat, dan pada praktiknya, bagi etnis Melayu, sangatlah sulit untuk mengganti agamanya.
Renungkanlah kutipan laporan Deplu AS tersebut. Karena Malaysia mempersulit orang yang murtad dari Islam, maka dia dikecam dan dikatakan menghalangi kebebasan beragama. Padahal, bagi kaum Muslim, urusan agama adalah masalah vital. Sebab hal ini menyangkut keselamatan hidup di dunia dan akhirat. Jika orang mati dalam kekufuran atau murtad, maka dia akan mendapatkan siksa di neraka. Ini akidah Islam, karena itu, dalam ajaran Islam, tidak sewajarnya, jalan menuju neraka dimudahkan.
Ada hadits Nabi  yang diriwayatkan Imam Muslim yang menyebutkan, bahwa murtad (keluar dari Islam) merupakan kejahatan besar. Nabi  bersabda: "Tidak halal darah seseorang melainkan dengan salah satu daripada tiga sebab yaitu janda atau duda yang berzina, membunuh, dan meninggalkan agamanya serta berpisah dari jemaahnya."
Masalah penerapan hukum murtad telah banyak dibahas oleh para ulama Islam. Yang jelas, murtad adalah tindakan tercela, sebagaimana zina, korupsi, mencuri, menfitnah, tidak mengerjakan shalat wajib, dan sebagainya. Murtad adalah kemaksiatan yang besar dan serius.
Al-Qur’an surat an-Nisa' ayat 137 menyebutkan:
إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا ثُمَّ كَفَرُوا ثُمَّ آمَنُوا ثُمَّ كَفَرُوا ثُمَّ ازْدَادُوا كُفْرًا لَمْ يَكُنِ اللَّهُ لِيَغْفِرَ لَهُمْ وَلَا لِيَهْدِيَهُمْ سَبِيلًا
 "Sesungguhnya orang-orang yang beriman, kemudian kafir, kemudian beriman, kemudian kafir lagi, kemudian beriman, kemudian kafir lagi, kemudian bertambah-tambah kekafirannya, maka sekali-kali Allah tidak akan memberi ampunan kepada mereka, dan tidak (pula) menunjuki mereka kepada jalan yang lurus." (QS. An Nisaa’:137)
Cara pandang orang Islam terhadap agamanya ini tentulah berbeda dengan cara pandang negara AS. Menurut AS, agama tidaklah penting. Sebab, AS sudah punya agama sendiri, yang disebut sebagai civil religion, yang mengadopsi teori pemikir Perancis Ruosseau. Agama AS adalah demokrasi versi AS, dengan nabinya bernama Abraham Lincoln. Richard D. Hefner, dalam bukunya, A Documentary History of The United States (2002), menulis satu bab khusus berjudul “The Prophet of Democracy” atau Nabi-nya Demokrasi, yaitu Lincoln.
Dalam teori demokrasi di AS, memang negara tidak memberikan keistimewaan kepada agama terentu. Ini teorinya. Praktiknya, negara tetap memberikan keistimewaan kepada kelompok Kristen. Bahkan, ada doktrin tidak tertulis, syarat untuk jadi Presiden AS haruslah WASP (White, Anglosaxon, dan Protestant).
Dalam negara seperti AS, dan negara-negara Barat yang percaya kepada agama sekuler, untuk menggantikan agama-agama lainnya, memang masalah agama dan moralitas keagamaan tidaklah penting. Hal itu dapat disimak dari biografi para pemikir besar yang menjadi panutan mereka.
Paul Johnson, dalam bukunya yang berjudul Intellecutals (1988), memaparkan kebejatan moral sejumlah ilmuwan besar yang menjadi rujukan keilmuan di Barat dan dunia internasional saat ini, seperti Jean Jacques Ruosseau, Henrik Ibsen, Leo Tolstoy, Ernest Hemingway, Karl Marx, Bertrand Russel, Jean-Paul Sartre, dan beberapa lainnya. Ruosseau, misalnya, dicatatnya sebagai manusia gila yang menarik (an interesting madman).
Pada tahun 1728, saat berumur 15 tahun, dia bertukar agama menjadi Katolik, agar dapat menjadi peliharaan Madame Francoise-Louise de Warens. Ernest Hemingway, seorang ilmuwan jenius, tidak memiliki agama yang jelas. Kedua orang tuanya adalah pengikut Kristen yang taat. Istri pertamanya, Hadley, menyatakan, ia hanya melihat Hemingway sembahyang selama dua kali, yaitu saat perkawinan dan pembaptisan anaknya. Untuk menyenangkan istri keduanya, Pauline, dia berganti agama menjadi Katolik Roma. Kata Johnson, dia bukan saja tidak percaya kepada Tuhan, tetapi menganggap organized religion sebagai ancaman terhadap kebahagiaan manusia. (He not only did not believe in God, but regarded organized religion as a menace to human happiness).
Dengan cara pandang seperti terhadap agama, maka bisa dimengerti, mengapa AS sangat tidak suka, ada negara tertentu yang secara tegas melindungi akidah atau keyakinan agama rakyatnya. Pemerintahan sekuler menganggap negara haram ikut campur dalam urusan akidah rakyatnya. Jadi, apakah rakyatnya mau menjadi bajingan, durhaka kepada orang tua, meninggalkan solat wajib, berzina, dan berbagai tindak jahat lainnya, pemerintah tidak punya urusan apa-apa. Yang penting, rakyatnya tidak mengganggu ketertiban.
Cara pandang sekuler seperti itu tentu berbeda dengan cara pandang Islam, yang menggariskan, bahwa setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban dihadapan Allah SWT. Karena itu, urusan pindah agama, urusan murtad, dalam pandangan Islam, memang merupakan masalah serius. Seharusnya, AS memahami pluralitas dalam tata pergaulan dunia saat ini, dan tidak memaksakan nilai-nilainya sendiri kepada negara lain.
Laporan Deplu AS itu memang banyak menyinggung masalah sulitnya pemurtadan terhadap Muslim Melayu di Malaysia. Dikatakan dalam laporan tersebut: “Proselytizing of Muslims by members of other religions is prohibited strictly, although proselytizing of non-Muslims faces no obstacles. The Government discourages --and in practical terms forbids-- the circulation in peninsular Malaysia of Malay-language translations of the Bible and distribution of Christian tapes and printed materials in Malay. However, Malay-language Christian materials are available. Some states have laws that prohibit the use of Malay-language religious terms by Christians, but the authorities do not enforce them actively. The distribution of Malay-language Christian materials faces few restrictions in East Malaysia.”
Jadi, menurut laporan tersebut, pemurtadan terhadap kaum Muslim dilarang keras. Pemerintah Malaysia masih melarang peredaran Bible dalam bahasa Melalyu dan berbagai bahan-bahan bacaan Kristen lainnya. Beberapa negara bagian Malaysia melarang penggunaan istilah-istilah keagamaan bahasa Melayu oleh kaum Kristen.
Bagian dari laporan ini menarik, bahwa meskipun AS merupakan negara sekuler, tetapi memberikan perhatian besar kepada usaha Kristenisasi, sehingga merasa perlu untuk mengkritik kebijakan pemerintah Malaysia yang membatasi usaha-usaha Kristenisasi, khususnya terhadap orang Islam. Padahal, meskipun jumlahnya sangat kecil, gaung Kristen di Malaysia cukup besar, khususnya pada saat-saat peringatan Hari Natal. Jauh sebelum Natal berlangsung, mal-mal, hotel, dan pusat-pusat perbelanjaan, sudah memutar lagu-lagu Natal (di Malaysia disebut Krismas), dan memasang pohon Natal. Televisi-televisi di sini pun tidak ketinggalan menampilkan banyak sosok Santaklaus dan film-film bernuansa Natal.
Mestinya, pemerintah AS bertanya kepada para misionaris Kristen di negeri Islam Melayu ini, untuk apa mereka ngotot mau mengkristenkan kaum Muslim di Melayu ini, sedangkan di negara-negara Barat sendiri, begitu banyak yang perlu dikristenkan. Bahkan, orang seperti Gene Robinson, Uskup Gereja Anglikan di New Hampshire, yang terang-terangan melakukan praktik homoseksual, haruslah dikristenkan terlebih dahulu. Betapa banyak gereja yang kosong yang kini ditinggalkan oleh pemeluk Kristen sendiri. Mengapa usaha-usaha Kristenisasi itu dilakukan untuk orang-orang Muslim yang sudah jelas-jelas memeluk agamanya sendiri?
Dalam buku e Theology of Mission and Evangelism (edited by Thomas Shivute) terbitan Helsinki (1980), disebutkan, bahwa dalam pertemuan misionaris Kristen sedunia di Jerusalem tahun 1928, sekularisme telah ditetapkan sebagai musuh besar dari Geraja Kristen dan misi Kristen. Di tulis dalam buku ini: “The Jerusalem meeting focused its attention on the new secularism that was seen as the great enemy of the Church and its message, and therefore, also, of world evangelization. It was made clear that in its efforts to evangelize the world, the Christian Church has to confront not only the rival claims of non-Christian religious system, but also the challenge of secularism.”
Sekularisme itulah yang seharusnya diperangi secara serius oleh kaum Kristen, bukan malah memerangi akidah kaum Muslim. Lihatlah, bagaimana peringatan Hari Natal itu sendiri sudah jauh dari ajaran Kristen. Malah yang menonjol adalah praktik-praktik Barat. Figur Santaklaus jauh lebih populer daripada Jesus atau para pengikut Jesus. Penggunaan simbol pohon cemara, salju, dan bahkan penetapan tanggal 25 Desember (yang merupakan Hari kelahiran Dewa Matahari, Sol Invictus di Romawi dan Dewa Mithra di Persia), banyak mendapatkan kritik keras dari kalangan Kristen sendiri.
Harusnya, para misionaris Kristen segera meninggalkan negeri-negeri Muslim dan negerei-negeri lainnya, lalu kembali ke Barat, dan memusatkan perhatian untuk memerangi sekularisme di sana. Itu kalau mereka konsisten dengan program misi mereka dalam Kongres di Jerusalem itu. Maka, patut dipertanyakan, untuk apa misionaris Kristen berbondong-bondong meninggalkan Barat dan pergi ke Timur? Adakah ini ada hubungannya dengan teori Jawa ‘tiji tibeh, mati siji mati kabeh’? (mati satu mati semua). Karena Kristen di Barat sudah kalah dengan sekularisme, maka agama lain pun harus begitu juga? Wallahu A’lam. Yang jelas, di banyak negara Muslim, para misionaris Kristen malah memperjuangkan sekularisme, utamanya tentu untuk kaum Muslim.
Deplu AS kemungkinan besar sudah tahu masalah-masalah seperti ini. Meskipun, klaim bahwa pemerintah AS dan sejumlah negara Barat, bersikap netral terhadap agama, dan menjalankan prinsip murni sekularisme, yang tidak membeda-bedakan pemeluk agama satu dengan lainnya, juga dapat dipertanyakan. Mengapa, misalnya, Perancis melarang jilbab bagi anak-anak Muslim saat bepergian ke sekolah? Mengapa hingga kini mereka tidak memberikan hak kepada kaum Muslim untuk menikmati Libur Hari Raya Idul Fitri, misalnya? Jangan tanya lagi soal hak-hak politik bagi kaum Muslim. Di Malaysia, seperti halnya Indonesia, banyak kaum non-Muslim menduduki jabatan-jabatan tinggi, sampai tingkat menteri.
Kaum Muslim sebenarnya sangat paham, bahwa sejak dulu, prinsip imperialisme, gold, gospel, dan glory, belum berubah. Negara-negara Barat yang sekarang memegang kendali peradaban masih tetap menjalankan misi imperialistiknya. Dalam hal ini, masih saja ada yang berpikir, bahwa misi Kristen ke dunia Islam, harus tetap didukung dan dijalankan, sebab akan menguntungkan Barat. Itulah yang dulu pernah dikatakan tokoh Kristen Belanda, yaitu Alb C. Kruyt dan OJH Graaf van Limburg Stirum, yang mengatakan, “Bagaimanapun juga Islam harus dihadapi, karena semua yang menguntungkan Islam di Kepulauan ini akan merugikan kekuasaan pemerintah Hindia Belanda. Dalam hal ini diakui bahwa kristenisasi merupakan faktor penting dalam proses penjajahan dan Zending Kristen merupakan rekan sepersekutuan bagi pemerintah kolonial, sehingga pemerintah akan membantu menghadapi setiap rintangan yang menghambat perluasan Zending.”
Apakah pendapat kedua aktivis misi Kristen Belanda itu yang dijalankan oleh AS? Silakan menilainya sendiri.
***


PRO KONTRA FATWA
MAJELIS ULAMA INDONESIA (MUI)



Teks Fatwa
M
ajelis Ulama Indonesia, dalam Munasnya yang ke-7 pada 25-29 Juli 2005 di Jakarta, telah menetapkan 11 fatwa. Di antaranya fatwa MUI tersebut, ada fatwa tentang pluralisme agama, sekularisme, dan liberalisme, yang sejak keluarnya fatwa tersebut, terus menerus mendapat sorotan dan kecaman keras dari berbagai pihak yang selama ini sudah menyebarkan paham-paham yang diharamkan MUI tersebut. Berikut fatwa lengkap MUI.
Aliran Pluralisme, Sekularisme dan Liberalisme
Menimbang:
1.    “Demi Dzat yang menguasai jiwa Muhammad, tiada seorang pun baik Yahudi maupun Nasrani yang mendengar tentang diriku dari umat Islam ini, kemudian ia mati dan tidak beriman terhadap ajarang yang aku bawa kecuali ia akan menjadi penghuni neraka.” (HR. Muslim)
2.    Nabi mengirimkan surat-surat dakwah kepada orang-orang non muslim, antara lain; kaisar Heraklius, raja Romawi yang beragama Nasrani, an-Najasyi raja Abesenia yang beragama Nasrani dan Kisra Persia yang beragama Majusi, dimana Nabi mengajak mereka untuk masuk Islam. (HR. Ibnu Sa’ad dalam Thobaqot al-Kubra dan Imam al-Bukhori dalam kitab Shahih-nya).
3.    Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam melakukan pergaulan sosial secara baik dengan komunitas-komunitas non-muslim, seperti komunitas Yahudi yang tinggal di Khoibar dan Nasrani yang tinggal di Najran. Bahkan, salah seorang mertua Nabi yang bernama Huyay bin Akhthob adalah tokoh Yahudi Bani Quraidhoh (Sayyid Bani Quraidhah).
Memutuskan:
Menetapkan: fatwa tentang pluralisme agama dalam pandangan Islam.
    Pertama: Ketentuan Umum
Dalam fatwa ini yang dimaksud dengan:
1.    Pluralisme agama adalah suatu paham yang mengajarkan bahwa semua agama adalah sama dan karenanya kebenaran setiap agama adalah relatif. Oleh sebab itu, setiap pemeluk agama tidak boleh mengklaim bahwa hanya agamanya saja yang benar sedangkan agama yang lain salah. Pluralisme juga mengajarkan bahwa semua pemeluk agama akan masuk dan hidup berdampingan di surga.
2.    Pluralitas agama adalah sebuah kenyataan bahwa di negara atau daerah tertentu terdapat berbagai pemeluk agama yang hidup secara berdampingan.
3.    Liberalisme adalah memahami nash-nash agama (al-Qur’an dan as-Sunnah) menggunakan akal pikiran yang bebas; hanya menerima doktrin-doktrin agama yang sesuai dengan akal pikiran semata.
4.    Sekularisme adalah memisahkan urusan duniawi dan agama; agama hanya digunakan untuk mengatur hubungan pribadi dengan Tuhan, sedangkan hubungan sesama manusia diatur hanya dengan berdasarkan kesepakatan sosial.
    Kedua: Ketentuan Hukum
1.    Pluralisme, sekularisme dan liberalisme agama sebagaimana dimaksud pada bagian pertama adalah paham yang bertentangan dengan ajaran agama Islam.
2.    Umat Islam haram mengikuti paham Pluralisme, sekularisme dan liberalisme agama.
3.    Dalam masalah akidah dan ibadah, umat Islam wajib bersifat eksklusif, dalam arti haram mencampuradukan antara akidah dan ibadah umat Islam dengan akidah dan ibadah pemeluk agama lain.
4.    Bagi masyarakat muslim yang tinggal bersama pemeluk agama lain (pluralitas agama), dalam masalah social yang tidak berkaitan degan akidah dan ibadah, umat Islam bersikap inklusif, dalam artian tetap melakukan pergaulan social dengan pemeluk agama lain sepanjang tidak saling merugikan. (ditetapkan di Jakarta pada tanggal 22 Jumadal Akhirah 1426 H/29 Juli 2005 M)

Koalisi Liberal-Ahmadiyah ‘Versus’ MUI
Begitu fatwa tersebut diluncurkan, segera protes dan penentangan bermunculan dari berbagai pihak. Harian Suara Pembaharuan memberitakan penentangan dari Abdurrahman Wahid dan kawan-kawan terhadap fatwa tersebut, dengan judul berita, “Sejumlah Tokoh Agama Prihatin Atas Fatwa MUI”. Ditulis, KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) mengimbau masyarakat untuk tidak mendengarkan fatwa Majlis Ulama Indonesia (MUI), khususnya tentang Jamaah Ahmadiyah Indonesia yang dinyatakan sebagai ajaran sesat.
Gus Dur juga menilai sikap pemerintah, seperti dikemukakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ketika membuka Munas ke-7 MUI di Istana Negara, sebagai sikap yang keliru dari perintah formal Indonesia. Dia mengatakan hal itu dalam jumpa pers bersama Aliansi Masyarakat Madani, di kantor Pengurus Besar Nahdlotul Ulama, Jakarta, Jum’at (29/7/2005). Hadir di forum yang dipandu Ulil Abshar Abdalla itu sejumlah tokoh agama yang menyatakan keprihatinan atas larangan dan tudingan sesat terhadap Ahmadiyah. Mereka yang antara lain hadir didampingi Gus Dur adalah Dawam Rahardjo, Johan Effendi (ICRP), Syafi’i Anwar (ICIP), Pangeran Jatikusuma (Penghayat Sunda Wiwitan), Romo Edi (KWI), dan Pdt. Weinata Sairin (PGI). Hadir juga tokoh agama Kong Hucu, Anand Krishna, para aktifis Jaringan Islam Liberal (JIL) dan tokoh Nahdlatul Ulama (NU). acara itu juga dihadiri wakil dari anggota Ahmadiyah, YH Lamardi yang mengaku tidak bisa melakukan apa pun kecuali hanya diam.
Mereka memprihatinkan pula sikap MUI yang mencoba memaksakan kehendak melalui pemerintah. Sedangkan pemerintah, seperti dikemukakan presiden Yudhoyono, hanya akan mendengarkan MUI dan Menteri Agama. “Ini kekeliruan, bagaimana orang seperti dia pemimpin formal kok sampai keliru,” ucap Gus Dur. Dia menyatakan menolak sikap pemerintah dan MUI terhadap Ahmadiyah, karena Indonesia bukan Negara Islam, melainkan negara nasional.
Sedangkan tokoh agama Sunda Wiwitan, pangeran Jatikusuma berharap agar semua pihak tidak terjebak oleh kelembagaan, apalagi menyangkut hak yang paling mendasar dalam keyakinan. “Lembaga apa pun namanya, itu buatan manusia yang sering terjebak pada kepentinga pribadi, kelompok, politik da dalam hal ini kembalikanlah pada keutuhan sebagai bangsa, kembali pada kesadaran diri sebagai manusia,” katanya.
Sesuai penutupan Munas, Ketua Komisi Fatwa MUI KH. Ma’ruf Amin mengemukakan, salah satu fatwanya juga menyatakan haram menganut paham pluralisme agama. Begitupun terhadap paham sekularisme dan liberalisme agama. MUI berpendapat bahwa paham pluralisme dan liberalisme adalah bertentangan dengan ajaran agama Islam.
MUI mendefinisikan pluralisme agama sebagai suatu paham yang mengajarkan bahwa semua agama adalah sama, dan karenanya kebenaran setiap agama adalah relative. Oleh karena itu, setiap pemeluk agama tidak boleh mengklaim bahwa hanya agamanya saja yang benar sedangkan agama lain salah.
Namun demikian, bagi masyarakat muslim yang tinggal bersama pemeluk lain (pluralitas agama) dalam masalah sosial yang tidak berkaitan dengan akidah dan ibadah, umat Islam bersikap inklusif dalam arti tetap melakukan pergaulan sosial dengan pemeluk agama lain sepanjang tidak saling merugikan.
Di tempat terpisah, Ma’ruf Amin yang datang ke kantor PBNU, ketika ditanya pembaruan tentang fatwa MUI yang menimbulkan pertanyaan, dia mengatakan, “Kami melihatnya dari sisi Syari’at, bukan pemikiran. Ada patokannya.”
Mengenai adanya perbedaan pandangan di antara tokoh-tokoh dan pemikir di kalangan NU, Rais Syuriah PBNU itu menilai, selama patokannya bukan Syari’at, tidak bisa dikomentari. Gus Dur mengatakan, perbedaan pandangan di kalangan internal NU atas suatu masalah sudah biasa dan wajar. Jadi, katanya, tidak perlu heran kalau wakil NU di MUI pun sepertinya tidak mencerminkan pandangan NU yang plural. Ma’ruf berpendapat, mesti dibedakan antara pluralisme dan pluralitas. “Kalau pluralitas dan saling menghargai itu harus, tapi pluralisme tidak,” katanya.
Direktur ICRP, Johan Effendi berharap pemerintah tidak tingal diam warga negaranya yang tidak bebas menjalankan keyakinannya.”Kalau memang tidak bisa menjamin warganya sebaiknya pemerintah bekerjasama dengan PBB dan UNCHR agar orang-orang itu bisa pindah menjadi warga Negara di Negara yang menjamin kebebasan menjalankan keyakinannya,” katanya.
Sedangkan Dawam Rahardjo menilai, MUI justru menjadi sumber konflik agama dan tidak menghargai hak asasi manusia. Selain itu, dalam hal pelarangan Ahmadiyah, MUI mengalami kesesasatan berpikir dan bertindak. MH. Said Abdullah, anggota Komisi VIII dalam bidang agama, sosial dan pemberdayaan perempuan, mengkhawatirkan fatwa MUI tersebut.
Husein Anwar, dosen Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatuallah Jakarta, yang dihubungi secara terpisah, mengemukakan kemajemukan merupakan ciri paling mendasar dalam kehidupan kebangsaan Indonesia. Hingga kini, kemajemukan adalah faktor paling berat yang dihadapi bangsa Indonesia lebih dari setengah abad sejak republik ini terbentuk. Demikian pemberitahuan di harian Suara Pambaharuan.
Fatwa MUI tentang pluralisme, libaralisme, dan sekularisme (PLS) tersebut muncul pada saat kelompok-kellompok liberal masih berupaya keras untut menuntut agar MUI mencabut farwanya tentang aliran Ahmadiyah. Mereka berkumpul, berkelompok, dan melakukan berbagai manuver untuk mengancam dan menghantam MUI. Mereka menuntut agar MUI mencabut fatwa sesat Ahmadiyah. Kaum liberal seperti merasa bahwa penyerbuan massa umat Islam terhadap markas Ahmadiyah di Parung, pada tanggal 15 Juli 2005, dapat membahayakan eksistensi mereka. Dan itu dilakukan massa umat Islam dengan dasar fatwa MUI yang menyatakan bahwa Ahmadiyah adalah aliran sesat. Menjelang Munas MUI di Jakarta itu, tokoh-tokoh liberal-pluralis sangat gencar menyerang MUI.
Salah satu kelompok yang menuntut MUI mencabut fatwa tentang Ahmadiyah adalah Aliansi Masyarakat Madani. Sepertti yang dilaporkan detik.com (Jum’at 22/7/2005), kelompok ini mendesak MUI untuk mencabut fatwa yang menyatakan Ahmadiyah sebagai aliran sesat. Pasalnya, semua fatwa yang memandang sesat aliran lain, sering memancing tindakan kekerasan. Mereka menuntut, “MUI perlu mencabut semua fatwa yang memandang sesat aliran lain yang berbeda, karena fatwa tersebut sering kali dijadikan landasan untuk melakukan tindakan kekerasan dan keresahan.” Menurut mereka, fatwa MUI ini bertentangan dengan prinsip kebebasan berkeyakinan di dalam konstitusi. Selain itu, pemerintah juga mendesak untuk mencabut surat-surat keputusan atau surat edaran yang didasarkan fatwa MUI tersebut.
Sejumlah nama yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Madani ini diantaranya; Adnan Buyung Nasution, Dawam Raharjho, Johan Effendi, Salahuddin Wahid, Ulil Abshar Abdalla, M. Syafi’i Anwar, Musdah Mulia, Ali Abdurrahman, Tresno T. Sutanto, Munawar dan Uli Parulian. Tetapi, Salahuddin Wahid ternyata membantah menyetujui poin pencabutan fatwa MUI tentang Ahmadiyah tersebut.
Terhadap pernyataan Aliansi Masyarakat Madani tersebut, Komite Indonesia untuk Solidaritas Dunia Islam (KISDI) menyampaikan pernyataannya:
1.    Pernyataan itu berlebihan dan tidak proporsional. Fatwa tentang kesesatan Ahmadiyah merupakan hasil kajian yang serius dari sudut keagamaan Islam, bukan dari sudut pandang HAM sekuler dan cara pandang Kristen. Mestinya, kelompok-kelompok seperti Aliansi Masyarakat Madani menghormati keberadaan dan tugas MUI, yang salah satunya memang mengeluarkan fatwa-fatwa berkaitan masalah keagamaan.
2.    Kaum Kristen yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Madani mestinya melakukan introspeksi, dan tidak begitu saja ikut-ikutan bersekongkol dengan kaum Islam liberal untuk melecehkan satu institusi Islam. Sebelum mendesak MUI untuk mencabut fatwa tentang sesatnya Ahmadiyah, mereka seharusnya mendesak Paus untuk mencabut keputusan tentang homoseksual dan sebagainya. Sebab, keputusan Paus juga tidak menghormati keyakinan keagamaan kaum homoseksual.
3.    Masalah Ahmadiyah adalah masalah yang berkaitan dengan keimanan (‘Aqidah Islamiyah). Oleh karena itu, KISDI mengimbau agar siapa pun melihatnya dalam perspektif akidah Islam, dan tidak menjadikan masalah ini sebagai komoditas sosial-politik-ekonomi semata, sebab dampak yang ditimbulkan akan sangat serius. Bagi umat Islam, masalah iman adalah masalah yang paling penting dalam hidup ini.
4.    KISDI mengimbau agar para cendekiawan yang masih mengaku muslim untuk mempelajari masalah Ahmadiyah dan keislaman dengan serius, dan tidak melihatnya hanya dari satu aspek saja, yaitu aspek kebebasan, pluralisme, atau HAM barat sekuler. Setiap pernyataan yang kita sampaikan akan dipertanggungjawabkan di dunia dan akhirat.
5.    KISDI mendapatkan informasi, bahwa Salahuddin Wahid menentang poin yang meminta MUI mencabut fatwa sesat Ahmadiyah. Berarti nama Salahuddin Wahid telah dicatut oleh Aliansi Masyarakat Madani. Cara-cara manipulatif seperti itu seyogyanya tidak digunakan oleh siapa saja yang ingin membangun masyarakat yang beradab.
Kelompok liberal tanpak sangat khawatir dengan kasus Ahmadiyah, sehingga mereka mengerahkan segenap tenaga untuk menentang MUI. Seorang di antaranya menulis sebuah artikel di Koran Sinar Harapan dengan judul “Ahmadiyah, Demokrasi, Anarkisme Mayoritas”. Penulis menyatakan bahwa, “Seribuan warga Parung, Bogor, yang menyerbu kampus Mubarak milik Jamaah Ahmadiyah dan mengusir pemeliknya 15 Juli 2005 adalah bukti tentang bahaya tirani dan anarkisme mayoritas. Kekhawatiran paling besar terhadap demokrasi sejak mula pertama penyebarannya adalah persoalan kekuasaan mayoritas yang bisa menjadi tiran dan anarkis.”
Tambah lagi, “Tirani, dan juga anarkisme mayoritas semakin menampakkan wujudnya ketika serta merta Majelis Ulama Indonesia (MUI) setempat mengeluarkan fatwa bahwa ajaran Ahmadiyah terlarang,. Fatwa tersebut secara tidak langsung member lampu hijau bagi tindakan anarkis (pelanggaran HAM) terhadap Jamaah Ahmadiyah.”
Kata penulis artikel itu lagi, “Jika saja pemerintah jeli, tindakan anarkis sebagian warga Parung itu tidak akan terjadi. Seharusnya pemerintah memberikan sanksi, layaknya terhadap pelanggar HAM. Kalau dibiarkan terus, bukan tidak mungkin kekerasan atas nama agama akan terus menjadi tontonan negeri ini. Kalau Ahmadiyah dilegalkan untuk diusir, apa lagi agama lain yang jelas-jelas berbeda, tinggal menunggu giliran diusir. Syi’ah, Muktazilah, Paramadina, Jaringan Islam Liberal (JIL), kelompok-kelompok tasawwuf (sufistik) kota, Anand Ashram, Salamullah, pesantren az-Zaitun, dan ribuan lainnya harus siap-siap angkat kaki dari negeri ini.”
Jadi, penulis artikel itu khawatir, kasus Parung akan merembet ke mana-mana, termasuk Jaringan Islam Liberal. Karena itu, bisa dipahami jika para aktifis Islam liberal sangat aktif dalam membela Ahmadiyah. Mereka habis-habisan melawan fatwa MUI dan membela Ahmadiyah. Melihat aktifitas kaum liberal dalam membela Ahmadiyah tersebut, KISDI juga tidak tinggal diam. Wakil ketua KISDI, KH. A. Khalil Ridwan, yang juga ketua MUI, dalam artikelnya yang berjudul “Solusi untuk Ahmadiyah” di Harian Republika, memberikan kritik keras terhadap aktivitas kaum yang mengusung paham liberalisme yang terus-menerus membela aliran Ahmadiyah.
Khalil Ridwan menulis, “Salah satu suara keras yang mendukung Ahmadiyah datang dari kelompok yang mengatasnamakan dirinya Aliansi Masyarakat untuk Kebebasan Beragama. Kelompok ini jelas-jelas mengusung paham liberalisme yang membolehkan paham apa saja hidup dan berkembang di tengah masyarakat. Bagi kelompok seperti ini, maka tidak ada istilah iman dan kafir, hala dan haram, benar dan salah, atau boleh dan tidak boleh. Semua bebas, semua halal, tergantung pikiran dan hawa nafsunya. Oleh sebab itu, berbicara dengan kelompok ini tidak banyak manfaatnya, sebab tidak ada parameter yang sama dalam menilai sesuatu. Cara berpikir mereka lebih parah dari Ahmadiyah itu sendiri. Tidak heran, apa saja yang merusak Islam akan mereka dukung. Parameternya hanya satu: kebebasan.”
Dalam siaran persnya tanggal 24 Juli 2005, KISDI menurunkan pernyataan tokoh NU, KH. Yusuf Hasyim, saat acara Tabligh Akbar, di Masjid Al-Barkah Asy-Syafi’iyah. Disebutkan Yusuf Hasyim, bahwa “Yang mendukung Ahmadiyah itu tertipu atau penipu.” Peryataan itu disampaikan oleh Pak Ud (panggilan KH. Yusuf Hasim) di depan ribuan jamaah yang memadati Masjid Al-Barkah Asy-Syafi’iyah, Jakarta, dalam acara Tabligh Akbar memperinggati 34 tahun Masjid Taklim Asy-Syafi’iyah. Masjid taklim ini dirintis 34 Tahun lalu oleh tokoh ulama Betawi KH. Abdullah Sayfi’I , dan sekarang dilanjutkan oleh putranya KH. Abdul Rosid Abdullah Sayfi’i, yang juga ketua KISDI.
Disamping mengingatkan bahaya komunisme dan sesatnya Ahmadiyah, Pak Ud juga menggingatkan paham-paham yang membahayakan akidah Islam, seperti Islam Liberal. Karena itu, ia menghimbau agar umat Islam benar-benar melakukan tindakan dan gerakan yang serius dalam menghadapi berbagai paham dan tindakan yang merusak tersebut. Dalam berbagai kesempatan, tokoh-Tokoh Ahmadiyah menutup-nutupi konsep mereka tentang kenabian, dimana Mirza Ghulam Ahmad menggaku sebagai nabi dan mewajibkan umat Islam mengimaninya. Misalnya, dalam Majalah Sinar Islam (terbitan Ahmadiyah) edisi 1 November 1985, dikutip ucapan Mirza Ghulam Ahmad:
“Dalam wahyu ini Tuhan menyebutkanku Rosul-Nya, karena sebagaimana sudah dikemukakan dalam barahin Ahmadiyah, Tuhan Mahakuasa telah membuatkan manifestasi dari semua Nabi dan memberiku nama mereka. Aku Adam, aku Seth, aku Nuh, aku Ibrahim, aku Ishaq, aku Ismail, aku Ya’qub , aku Yusuf, aku Musa, aku Dawud, aku Isa dan aku adalah penjelemaan sempurna dari Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wa Salaim, yakni aku adalah Muhammad dan Ahmad sebagai refleksi.” (Haqiqah al- Wahyi, hlm. 72).
Umat Islam dihimbau agar tidak terkecoh oleh opini-opini yang dikembangkan pihak-pihak tertentu yang mencoba menggecoh, bahwa seolah-olah Ahmadiyah tidak memiliki perbedaan hakiki dengan Islam kitab “Tadzkirah” juga banyak mengacak-ngacak ayat-ayat al-Qur’an dan diaku-akukan wahyu oleh Mirza Ghulam Ahmad. Misalnya, disebutkan, (yang artinya) ”Sesungguhnya kami telah menurunkan Kitab suci ini (Tadzkirah) dekat dengan Qadian.” (Tadzkirah hal. 637).
Menyimak berbagai bukti tentang kesesatan dan kebohongan Ahmadiyah, Pak Ud -yang merupakan ulama senior dan putra pendiri NU KH. Hasyim Asy’ari- mengharapkan agar pemerintah bersikap tegas, dengan segera melakukan pelarangan terhadap ajaran Ahmadiyah secara nasional dan melikuidasi aset-asetnya untuk kepentingan umat Islam. Malaysia, Brunei, Arab Saudi, Pakistan, dan berbagai organisasi Islam internasional, telah melarang penyebaran paham Ahmadiyah, karena jelas-jelas menyesatkan dan menodai ajaran Islam.
Kepada ribuan jamaahnya, KH. Abdul Rasyid Abdullah Syafi’I, yang juga ketua KISDI, menguatkan imbauan Pak Ud, dan mengajak jamaah untuk melafalkan bersama-sama pokok-pokok ajaran akidah Islam, yang sekarang banyak diserang oleh berbagai kalangan. Kyai Rasyid juga menyebarkan fotokopi tulisan KH A. Khalil Ridwan kepada jama’ah asy-Syafi’iyah. Acara tabligh akbar itu disiarkan secara langsung oleh Radio Alaika Salam (RAS FM) dan Radio asy-Syafi’iyah yang merupakan 10 besar radio di Jakarta yang terbanyak pendengarnya.
Siaran pers KISDI itu dikeluarkan tanggal 24 Juli. Hanya satu hari menjelang dimulainya Munas MUI. Tampak, dalam sejumlah pernyataannya tentang Ahmadiyah, KISDI memandang kelompok Islam liberal merupakan ujung tombak dan pendukung utama aliran Ahmadiyah. Memang, kelompok liberal tidak berhenti dalam melakukan perjuangan hidup-mati untuk membela Ahmadiyah.
Maka, menghadapi tekanan-tekanan dari kelompok liberal untuk mencabut fatwanya tentang Ahmadiyah, MUI bukannya gentar, tapi malah memperkuat lagi, dan bahkan fatwa itu dilengkapi sekalian dengan fatwa tentang liberalisme, sekularisme, dan pluralisme. Sekretaris komisi fatwa MUI, Hasanuddin, menyatakan, bahwa MUI menetapkan kembali aliran Ahmadiyah sebagai aliran di luar Islam. Menurut fatwa itu, yang menjadi pengikutnya adalah murtad. Fatwa itu mengimbau para pengikut Ahmadiyah agar segera kembali ke jalan Islam yang sesuai dengan al-Qur’an dan al-Hadits, “Pemerintah diminta melarang penyebaran aliran dan segala bentuk kegiatannya serta menutup organisasinya,” tegasnya, seperti dikutip www.kompas.com, mengutip sumber Antara.
Lebih-lebih lagi, fatwa MUI juga ditambah dengan fatwa tentang doa bersama, yang dinyatakan oleh MUI sebagai “tidak dikenal dalam Islam dan merupakan Bid’ah.” Sementara doa bersama yang dipimpin oleh tokoh non-muslim haram hukumnya. Namun, mubah (boleh) jika dipimpin tokoh muslim. Sedangkan untuk doa bersama dengan cara berdoa bergiliran adalah haram mengamini doa-doa agama lain. Juga haram, jika dilakukan doa bersama secara serentak. Namun, mubah hukumnya jika doa bersama dilakukan menurut agama masing-masing. MUI juga menetapkan fatwa, bahwa perkawinan beda agama adalah haram dan tidak sah, baik jika wanita muslimah menikahi pria non-muslim, ataupun pria non-muslim menikahi wanita non-muslimah. Ditetapkan pula, bahwa Islam tidak member hak saling mewarisi antara muslim dan non-muslim. Sehingga pewarisan antara keduanya hanya dilakukan dengan cara hibah, wasiat, atau hadiah.
Fatwa tentang doa bersama dan perkawinan antar agama itu jelas menambah pukulan telak buat kaum liberal. Sebab, kedua hal itu juga telah menjadi agenda mereka dalam menyebarkan paham sekularisme, liberalisme, dan pluralisme. Buku “Fiqh Lintas Agama” terbitan Paramadina yang mendapatkan banyak respon dari umat Islam banyak memuat hal-hal yang bertentangan dengan fatwa MUI tentang hubungan antaragama.
Jadi, sangat bisa dipahamai jika kemudian, fatwa MUI tentang pluralisme, sekularisme, dan liberalisme, dan fatwa-fatwa lain yang lari dalam Munas MUI VII tersebut sangat memukul para pemeluk paham-paham tersebut. Karena itu, mereka menggalang segala daya upaya untuk menghacurkan kredebilitas fatwa MUI dan MUI-nya sekaligus.
Direktur International Center for Islam and Pluralism (ICRP) Syafi’i Anwar, termasuk yang sangat aktif menentang fatwa-fatwa MUI. Dia menilai keluarnya fatwa MUI dalam Munas yang menyangkut masalah pluralitas akan dicatat dalam sejarah Indonesia yang berdasarkan Pancasila ini telah terjadi pelanggaran kebebasan beragama yang serius. “Ini sebuah kemunduran yang luar biasa sekali dalam konteks keberagaman. Dunia luar akan mencatat kita yang buruk sekali.” ujarnya menanggapi fatwa MUI soal pluralisme.
Dia menilai MUI salah dalam memahami pluralisme yang menyamakan semua agama. “Ini kesalahan yang sangat besar. Karena hampir tidak mungkin menyamakan semua agama. Inti pluralisme adalah bagaimana mengembangkan saling menghormati dalam perbedaan itu.” Dia juga mengkhawatirkan fatwa MUI, yang diantaranya mengharamkan ajaran Ahmadiyah, pluralisme, sekularisme, dan liberalisme Islam itu sebagai ancaman terhadap toleransi antaragama di Indonesia.
Harian Kompas, misalnya, tercatat rajin menggempur fatwa MUI. Harian Sabtu (30/7/2005), Kompas sampai menulis tentang fatwa MUI dan pluralisme pada tiga halaman. Hampir satu halaman berisi wawancara dengan Syafi’i Anwar. Pada hari Senin (1/8/2005), di halaman 4, Kompas menurunkan dua berita tentang pluralism dan fatwa MUI yang seolah-olah mempertentangkan fatwa MUI dengan kebijakan PKS. Berita pertama berjudul, “PKS Praktikkan Pluralisme di Pilkada”, dan berita kedua berjudul, “Fatwa Haram: MUI Diharapkan Bersedia Mendiskusikan Kembali.”
Pada berita pertama, Kompas menulis, “Partai Keadilan Sejahtera telah mengembangkan praktik pluralisme dalam melaksanakan pemilihan kepala daerah. Dalam Pilkada tersebut, PKS berkoalisi dengan sejumlah partai, termasuk dengan partai Kristen.” Disini dikutip ucapan ketua Majelis Syuro PKS, yang menyatakan, “Untuk memelihara dan menjaga pluralisme bangsa ini, kami mengembangkan pluralisme tersebut melalui Pilkada.”
Dari berita itu, tampak bahwa makna istilah “pluralisme” versi Ketua Majelis Syuro PKS sebenarnya berbeda dengan “pluralisme” versi MUI. Tetapi penggunaan istilah “pluralisme” yang sama –meskipun memiliki makna yang berbeda- dapat menimbulkan kekacauan makna. Jadi, sebaiknya kita berhati-haati dalam menggunakan istilah.
Pada berita kedua, Kompas, menurunkan pernyataan rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta, yang pada kasus fatwa MUI ini tiba-tiba muncul sebagai ujung tombak penggempur MUI. Sepertinya, Azyumardi Azra yang selama ini agak mengambil jarak dengan Kelompok Jaringan Islam Liberal, sekarang bersatu menghadapi MUI.
Dalam berita itu, Azyumardi mengharapkan, agar MUI bersedia mendiskusikan kembali fatwa yang memicu kontroversi dan mengundang keresahan terutama di kalangan umat beragama di Indonesia. Kepada pers di Jakarta (31/7/2005), Azyumardi menyatakan, dalam proses penyusunan fatwa, MUI seharusnya tidak sekedar mencari pertimbangan berdasarkan kajian Fiqh. “Persoalan masyarakat modern sangat kompleks. Sudah seharusnya MUI mencari masukan dan pertimbangan lain, misalnya dari pakar politik, sosiolog, dan keilmuan lainnya. Fatwa dikeluarkan dengan mempertimbangkan sisi budaya, agama, dan lain-lain dalam konteks kebangsaan,” ujar Azyumardi. Azyumardi juga menyayangkan sikap MUI yang mendefinisikan sendiri beberapa istilah, seperti liberalisme dan pluralisme. Ia pun mengingatkan, bahwa fatwa MUI tidak mengikat secara hukum dan tidak dapat dijadikan hukum positif kerena Indonesia bukan negara berdasarkan asas Islam.
Pernyataan Azyumardi yang dikutip Kompas itu tentu saja aneh dan berbahaya. Misalnya, fatwa MUI tentang makanan halal, apakah fatwa itu tidak mengikat secara hukum hanya karena Indonesia bukan berasas Islam? Memang fatwa MUI bukan suatu hukum positif KUHP, tetapi lebih merupakan beberapa hukum. Tetapi, secara agama, fatwa itu tetap mengikat umat Islam. Jika fatwa itu tidak mengikat, lalu untuk apa dikeluarkan fatwa? Juga, bisa saja fatwa MUI dijadikan hukum positif. Mengapa tidak bisa? Jika pendapat para pakar hukum Kristen bisa dijadikan hukum positif di Indonesia, tentunya fatwa MUI juga bisa dijadikan hukum positif.
Sebagai ilmuan terkenal, Azyumardi memang berhak berpendapat, tetapi jika ditelusuri, ada sejumlah pemikirannya tentang pluralisme yang tidak tepat.
Mungkin karena posisinya sebagai rector UIN, maka sosok Azyumardi dijadikan “bemper” oleh kaum liberal untuk menggembosi fatwa MUI. Namun, Azyumardi juga tampak bersemangat dan ‘all-out’ dalam menggempur fatwa MUI tersebut. Seperti dikutip Republika, Azyumardi menakut-nakuti bangsa Indonesia, bahwa fatwa MUI itu berpotensi memicu konflik baik internal Islam sendiri maupun pada eksternal Islam. Bahkan, ini dikhawatirkan akan dijadikan justifikasi untuk mengambil tindakan kekerasan. “Ajaran Islam sendiri semenjak dahulu tidak monolitik. Maka saran kami, MUI hendaknya membuka pintu dialog dengan tidak hanya memandang fatwa dari segi Fiqh saja. Selain itu kepada pemerintah, hendaknya juga segera bertindak pro-aktif. Tidak terus mendiamkan seperti ini,” kata Azyumardi.

Respon MUI
Terhadap berbagai protes dan kecaman tersebut, ketua MUI KH. A. Khalil Ridwan menulis satu artikel, dengan judul “Memahami Fatwa-fatwa MUI”. Berikut ini artikel lengkap Kyai Khalil Ridwan:
“Pada hari Sabtu (30 Juli 2005), Harian Kompas banyak menurunkan berita dan wawancara tentang fatwa-fatwa baru yang dikeluarkan MUI dalam Munasnya yang ke-7. Banyak yang mengecam fatwa MUI dengan berbagai alasan masing-masing. Diantara fatwa yang dicekam, misalnya fatwa tentang pluralisme agama, liberalisme dan sekularisme. Juga penegasan kembali fatwa tentang kesesatan Ahmadiyah dan sejumlah masalah tentang hubungan antarumat beragama, seperti perkawinan beda agama, kewarisan beda agama, dan doa bersama antaragama. Sejak munculanya fatwa-fatwa tersebut, MUI menjadi sasaran kecaman secara bertubi-tubi.
Tugas para ulama, sebagaimana dipahami dalam ajaran Islam, tidak lain adalah melanjutnya amanah risalah Nabi Muhammad . Karena para ulama itu merupakan pewaris para Nabi. Sebagai bagian dari ulama, maka MUI berkewajiban menjaga agama Islam dari hal-hal yang merusaknya. Itulah tugas ulama. Masalah-masalah yang difatwakan oleh MUI tersebut merupakan masalah yang sangat sering ditanyakan oleh umat Islam, sebab sudah menjadi isu-isu terkenal media massa. Tidak bisa tidak, MUI harus melakukan penelitian yang mendalam dan menjawab pertanyaan-pertanyaan umat serta memenuhi desakan mereka. Jika MUI tidak menjalankan hal tersebut, maka berdosalah pengurus MUI.
Di dalam al-Qur’an disebutkan:
إِنَّ الَّذِينَ يَكْتُمُونَ مَا أَنْزَلْنَا مِنَ الْبَيِّنَاتِ وَالْهُدَى مِنْ بَعْدِ مَا بَيَّنَّاهُ لِلنَّاسِ فِي الْكِتَابِ أُولَئِكَ يَلْعَنُهُمُ اللَّهُ وَيَلْعَنُهُمُ اللَّاعِنُونَ
“Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang Telah kami turunkan berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk, setelah kami menerangkannya kepada manusia dalam Al Kitab, mereka itu dilaknati Allah dan dilaknati (pula) oleh semua (makhluk) yang dapat melaknati.” (QS. Al Baqoroh: 159)
Nabi Muhammad bersabda, “Barangsiapa ditanya tentang suatu ilmu, lalu menyembuhkannya (tidak member kerangan), maka orang itu di Hari Kiamat kelak akan dikekang dengan kekang api neraka.” (HR. Imam Ahmad, Tirmidzi, dan Abu Dawud)
Bagi orang-orang yang mengaku memperjuangkan kebebasan beragama, maka seharusnya –sesuai slogan mereka- mereka juga menghormati pemahaman dan keyakinan keagamaan MUI dan umat Islam pada umumnya. Bagi MUI, menggeluarkan fatwa-fatwa yang di katakan Kompas telah memicu kontroversi tersebut, bukanlah hal yang enak dan mudah, tetapi sangat pahit, karena sadar akan menuai kencaman-kencaman dari pihak-pihak tertentu. Jika mau mengambil enaknya saja dan tidak peduli dengan masalah umat, tentunya MUI lebih suka berdiri saja, untuk menjaga imej agar MUI dikatakan ”toleran”, “pluralis” dan sebagainya.
Padahal sebenarnya, dalam beberapa hal, apa yang di lakukan MUI bahkan sudah terlambat dengan yang telah dilakukan oleh agama lain. Masalah pluralisme agama sudah lama menjadi diskusi besar di kalangan tokoh agama, sejak tahun 2001 paham ini sudah dikecam oleh Vatikan, dengan mengeluarkan keputusan “Dominus Jesus”. Melalui keputusan tersebut, Vatikan selain menolak pluralisme agama, juga menegaskan Kembali Yesus Kristus adalah satu-satunya pengantar keselamatan Ilahi dan tidak ada orang yang bisa ke Bapa selain melalui Yesus. Banyak tokoh Kristen mendukung keputusan Paus tersebut dan banyak juga yang menentangnya.
Saya tidak tahu, apakah orang-orang mengecam fatwa MUI tentang pluralisme agama juga dulu ikut-ikutan mengecam Paus dan tokoh-tokoh Katolik yang mendukung “Dominus Jesus”.
Begitu juga denggan masalah sekularisme dan liberalism. Setelah melakukan kajian mendalam, MUI juga memutuskan paham tersebut bertentangan dengan ajaran Islam. Banyak bukti-bukti yang bisa kami sampaikan, dan berbagai tokoh serta MUI daerah sudah lama mendesak agar MUI segera memberikan pandangan terhadap paham ini. MUI Jatim, NU Jatim, dan muktamar NU di Boyolali yang lalu juga mengharamkan paham liberalisme keagamaan. Hasil muktamar Muhammadiyah ke-45 di Malang, menunjukkan ditolaknya tokoh-tokoh liberal di tubuh Muhammadiyah untuk duduk di pengurusan organisasi tersebut. Jadi, fatwa dalam masalah ini juga bukan merupakan hal yang baru dan aneh.
Dari kalanggan non-muslim, sudah banyak tokohnya yang mengecam sekularisme. Hasil pertemuan misionaris Kristen sedunia di Yerussalem pada tahun 1928, menetapkan sekularisme sebagai musuh besar gereja dan misi Kristen. Pertemuan Yerussalem itu secara khusus menyorot sekularisme yang dipandang sebagai musuh besar gereja dan misinya, serta musuh bagi misi Kristen internasional.
Jadi, apabila diamati, dalam hal-hal seperti ini MUI justru ketinggalan dengan Katolik dan Kristen dalam memberikan fatwanya. Fatwa tentang pluralisme agama, sekularisme,dan liberalisme, sudah seharusnya dikeluarkan sejak dulu. Menjelang muktamar Muhammadiyah, beredar tulisan dari sejumlah tokoh Muhamadiyah yang menyebutkan sekularisme, liberalisme, dan pluralisme agama, sebagai TBC (takhayul, Bid’ah dan khurafat) baru. Ada juga yang menyebut ketiganya seperti penyakit sipilis (sekularisme, pluralisme dan liberalisme).
Kami sadar benar, fatwa-fatwa MUI seperti itu akan dikecam oleh orang-orang yang selama ini mengikuti dan menyebarkan faham tersebut baik dari kalangan Islam maupun Kristen, dan yang tidak jelas agamanya. Silakan saja mereka berpendapat dan kami juga menyatakan pendapat kami, sesuai pemahaman dan keyakinan kami. Sangat tidak benar bahwa fatwa-fatwa tersebut akan membahayakan kerukunan umat beragama. MUI tidak menfatwakan agar mereka diserbu oleh masyarakat tetapi berpendapat bahwa hal-hal yang salah sudah seharusnya dikatakan salah, meskipun yang salah itu banyak yang mendukungnya. MUI juga menghimbau agar umat Islam tidak main hakim sendiri.
Lihat saja sikap para tokoh berbagai agama dalam masalah homoseksual, yang tetap berpendapat hal tersebut merupakan perbuatan terlarang, sekalipun kelompok-kelompok liberal tetap menentangnya. Larangan Paus tentang praktek homoseksual tidak ditaati oleh banyak umat Katolik sendiri. Itulah nasib lembaga-lembaga agama di zaman modern yamg tidak memandang agama sebagai hal yang penting. Apa hanya karena ditentang oleh kelompok–kelompok liberal lalu para tokoh agama harus membatalkan keputusannya tentang homoseksual?
Dalam menghadapi sekularisme dan liberalisme, ada kesamaan sikap antara para tokoh agama. Mungkin ada perbedaan dalam hal perkawinan antaragama dan doa bersama lintas agama. Seharusnya, jika mau konsisten, pandangan-pandangan yang berbeda-beda tersebut harus dihormati dan dipahami. Bukan secara membabi buta menjadikan MUI sasaran kecaman terus-menerus, tanpa mau memahami sikap dan pemahaman MUI.
Dalam masalah Ahmadiyah, dunia Islam dan MUI sudah sudah sangat memahaminya dan sudah lebih dari satu abad masalah ini didiskusikan (Mirza Ghulam Ahmad mengaku mendapat wahyu pertama kali tahun 1882 M). Pokok pangkal masalahnya terletak pada klaim bahwa Ghulam Ahmad adalah Nabi yang menerima wahyu dan mewajibkan umat Islam untuk mengimani. Pihak yang mengecam pihak MUI dalam kasus ini tidak mau memahami bahwa Ahmadiyah telah mengkafirkan orang yang tidak mau mengimani Mirza Ghulam Ahmad sebagai Nabi.
Keimanan akan kenabian Mirza ini dijadikan rukun iman tambahan bagi mereka. Dalam salah satu ‘wahyu’ yang diterimanya, Ghulam Ahmad mengatakan: “Maka barangsiapa yang tidak percaya pada wahyu yang diterima imam yang dijanjikan (Ghulam Ahmad), maka sungguh ia telah sesat, sesesat-sesatnya, dan ia akan mati dalam kematian Jahiliyyah, dan ia mengutamakan keraguan atas keyakinan.” (Mirza Ghulam Ahmad, Mawahib al-Rahman, hal 38). Ghulam Ahmad juga mengaku, “Dan termasuk diantara tanda-tanda (kebenaran dakwahku) yang nampak dalam zaman ini ialah matinya orang-orang yang menentangku dan menyakitiku serta memusuhiku habis-habisan.”
Secara ‘akal sekuler,’ tidak ada untungnya MUI mengeluarkan fatwa Ahmadiyah, karena akan mengurangi jumlah komunitas umat Islam. Tetapi keyakinan dan kesucian akidah Islam lebih penting lagi. Jika klaim Ahmadiyah tentang kenabian Ghulam Ahmad diterima, maka umat Islam harus menerima dan mengesahkan ratusan agama yang pembawanya mengaku mendapatkan ‘wahyu’ dari Tuhan. Padahal, kenabian Ghulam Ahmad sudah dibuktikan kebohongannya. Begitu juga sikap MUI terhadap agama Salamullah yang pembawanya mengaku mendapatkan wahyu ‘Jibril’.
Hal ini tidak aneh, meskipun mengakui Tuhan dan kitab yang sama. Katolik dan Protestan merupakan dua agama yang berbeda. Karena itu Wakil Ketua Umum MUI, Din Syamsuddin pernah beberapa kali mempersilahkan Ahmadiyah agar membuat agama baru. Maka masalahnya akan selesai.
Masalah doa lintas agama juga sudah lama menjadi pembicaraan dalam MUI, mengingat banyaknya pertayaan yang masuk dari umat Islam. Dalam masalah ini, sebagaimana fatwa tentang perayaan natal bersama, MUI semata-mata mendasarkan pada dalil-dalil agama Islam. Kami yakin, hal ini tidak akan meruntuhkan kerukunan beragama di Indonesia. Biarlah dalam masalah akidah dan ubudiyah, masing-masing pemeluk agama bersikap ekslusif, meyakini kebenaran agama masing-masing. Jika mau membentuk akidah dan ritual baru, sebaiknya membuat agama sendiri. Wallahu A’lam bi ash-Showab.”
Demikian artikel KH. A. Khalil Ridwan, yang juga pimpinan Pondok Pesantren Husnayain. Wakil Ketua Umum MUI Din Syamsuddin juga mempertahankan fatwa MUI tentang pluralisme agama, dengan menegaskan bahwa Islam tidak menerima paham pluralisme keagamaan dalam pengertian bahwa semua agama adalah sama sehingga menisbikan kebenaran agama. “Saya yakin sikap seperti ini juga sama pada agama lainnya. Karena agama sebagai keyakinan yang mutlak, maka itu perlu dijadikan kesadaran mutlak pula dari seorang beriman,” kata Din Syamsuddin, seperti dikutip Republika (2/8/2005)
Dukungan terhadap fatwa MUI sebenarnya juga datang dari KH. Idris Marzuki, pengasuh pondok pesantren Lirboyo Kediri Jatim. “fatwa MUI sudah sesuai dengan akidah hukum Islam sehingga patut didukung. Kalau ajaran-ajaran sesat itu dibiarkan tumbuh berkembang, tentu akan menimbulkan keresahan masyarakat,“ kata Kyai Idris yang juga anggota Dewan Mustasyar PBNU.
***


MENJAWAB
PROPAGANDA PLURALISME



Katolik Pun Menolak
P
luralisme agama, kata Frans Magnis Suseno, sebagaimana diperjuangkan di kalangan Kristen dan teolog-teolog seperti John Hick, Paul F. Knitter (Protestan) dan Raimundo Panikkar (Katolik), adalah paham yang menolak eksklusifisme kebenaran. Bagi mereka, anggapan bahwa hanya agamanya sendiri yang benar merupakan kesombongan. Agama-agama hendaknya pertama-tama mesti memperlihatkan kerendahan hati dan tidak mengangap lebih benar daripada yang lain. Teologi yang mendasari anggapan itu adalah, kurang lebih, dan dengan rincian berbeda, anggapan bahwa agama-agama merupakan ekspresi religiusitas umat manusia.
Para pendiri agama, seperti Budha, dan Yesus merupakan jenius-jenius religius, mereka menghayati dimensi religius secara mendalam. Mereka, mirip dengan orang yang bisa menemukan air di tanah, berakar dalam sungai ke-Ilahian mendalam yang mengalir di bawah permukaan dan dari padanya segala ungkapan religiusitas manusia hidup. Posisi ini bisa sekaligus berarti melepaskan dimensi transenden dan metafisik alam semesta manusia. Namun, bisa juga dengan mempertahankan paham Allah personal.
Masih menurut penjelasan Magnis, pluralisme agama itu sesuai dengan ‘semangat zaman’. Ia merupakan warisan filsafat pencerahan 300 tahun lalu dan pada hakekatnya kembali ke pandangan Immanuel Kant, pakar metafisika Jerman, tentang agama sebagai lembaga moral, hanya dalam bahasa diperkaya oleh aliran-aliran New Age yang berlainan dengan pencerahan, sangat terbuka terhadap segala macam dimensi “metafisik' “kosmis”, “holistik”, “mistik” dan sebagainya. Pluralisme sangat sesuai dengan annggapan yang sudah sangat meluas dalam masyarakat sekuler bahwa agama adalah masalah selera, yang termasuk ‘budaya hati’ individual, mirip misalnya dengan dimensi estetik, dan bukan masalah kebenaran. Mengklaim kebenaran hanya bagi diri sendiri dianggap tidak toleran. Kata “dogma” menjadi kata negatif. Orang yang masih berpegang pada dogma-dogma dianggap ketinggalan zaman
Paham pluralisme agama, menurut Frans Magnis, jelas-jelas ditolak oleh Gereja Katolik. Pada tahun 2001, Vatikan menerbitkan penjelasan ‘Domincus Jesus’. Penjelasan ini, selain menolak paham pluralism agama juga menegaskan kembali bahwa Yesus Kristus adalah satu-satunya pengantar keselamatan ilahi dan tidak ada orang yang bisa ke Bapa selain Yesus. Di kalangan Katolik sendiri, ‘Domincus Jesus’ menimbulkan reaksi keras. Frans magnis sendiri mendukung ‘Domincus Jesus’ itu dan menyatakan bahwa ‘Domincus Jesus’ itu sudah perlu dan tepat waktu. Menurutnya, pluralism agama hanya di permukaan saja kelihatan lebih rendah hati dan toleran daripada sikap inklusif yang tetap meyakini imannya. Bukan toleransi lagi apabila untuk mau saling menerima dituntut agar masing-masing melepaskan apa yang mereka meyakini.
Ambil saja sebagai contoh; Islam dan Kristenitas. Pluralisme mengusulkan agar masing-masing saling menerima karena masing-masing tidak lebih dari ungkapan religiusitas manusia, dan kalau begitu, tentu saja mengklaim kapenuhan kebenaran tidak masuk akal. Namun yang nyata-nyata dituntut kaum pluralis adalah agar Islam melepaskan klaimnya bahwa Allah dalam al-Qur’an member petunjuk definitif, akhir dan benar tentang bagaimana manusia harus hidup agar ia selamat, dengan sekaligus membatalkan petunjuk-petunjuk sebelumnya. Dari kaum Kristiani, kaum pluralis menuntut untuk mengesampingkan bahwa Yesus itu ‘Sang Jalan’, ‘Sang Kehidupan’ dan ‘Sang Kebenaran’, menjadi salah satu jalan, salah satu sumber kehidupan dan salah satu kebenaran. Jadi, melepaskan keyakinan lama yang mengatakan bahwa hanya malalui Putera manusia bisa sampai ke Bapa.
Terhadap paham semacam itu, Frans Magnis menegaskan, “menurut saya ini tidak lucu dan tidak serius. Ini sikap menghina kalau pun bermaksud baik. Toleransi tidak menuntut agar kita semua menjadi sama, baru kita bersedia saling menerima. Toleransi yang sebenarnya berarti menerima orang lain, kelompok lain, keberadaan agama lain, dengan baik, mengakui dan menghormati keberadaan mereka dalam berlainan mereka! Toleransi justru bukan asimilasi, melainkan hormat penuh identitas masing-masing yang tidak sama.”
Itulah sikap dan pandangan seorang tokoh Katolik terhadap paham pluralism agama. Jelas, bahwa Vatikan sendiri menolak paham tersebut, seperti yang ditegaskan petingginya, Frans Magnis Suseno.
Tentulah kaum muslim yang meyakini kebenaran akidahnya juga menolak paham semacam ini. Bagi seorang muslim, tentu hanya Islam, sebagai satu-satunya institusi agama yang benar. Artinya, jika orang mau selamat di dunia dan akhirat, Islam-lah jalannya. Bukan yang lain. Ini tidak berarti setiap orang yang mengaku atau disebut muslim pasti selamat, sebab itu sangat tergantung kepada pribadinya. Bisa jadi dia murtad atau membatalkan imannya sendiri. Yang lucu tentu adalah manusia-manusia tetap mengaku sebagai muslim tetapi pada saat yang sama juga rajin menyebarkan paham pluralisme agama. Lucunya lagi, orang-orang itu juga menjadi pengurus organisasi Islam.
Paham pluralisme agama atau teologi pluralis itu sebenarnya adalah paham untuk menghilangkan sifat ekslusif umat Islam. Artinya, dengan paham ini umat Islam diharapkan tidak lagi bersikap fanatik, merasa benar sendiri dan menganggap agama lain salah. Menurut John Hick, tokoh pluralisme agama, diantara prinsip pluralisme agama menyatakan bahwa jalan lain adalah sama-sama jalan yang benar menuju kebenaran yang sama.
Di kalangan Kristen juga muncul keganjilan. Penyebaran agama ini di antaranya juga dilakukan kalangan Kristen melalui sekolah-sekolah tinggi Kristen dan universitas Kristen. Bahkan, ada kelompok-kelompok misionaris Kristen yang juga rajin menyebarkan paham ini, disamping paham sekularisme. Femomena semacam itu bisa dilihat sebagai salah satu bentuk perang pemikiran terhadap kaum muslim, sebab mereka sadar, pluralism agama memang paham yang membunuh dasar-dasar agama itu sendiri.
Karena itu, sebagai seorang rohaniawan Katolik, wajar jika Fans Magnis menolak keras-keras paham tersebut. Jika Katolik saja menolak paham tersebut, maka adalah aneh bin ajaib jika ada sebagian di kalangan kaum muslim juga ikut-ikutan menyebarkan paham ini. Sekarang, banyak organisasi Islam yang terjebak atau menjebakkan diri turut menyebarkan paham ini. Apalagi, ada LSM asing yang rajin membiayai program-program penyebaran pluralisme agama, seperti The Asia Foundation. Dalam website-nya disebutkan, bahwa karena menyadari akan pentingnya nilai-nilai inklusif dan eksklusif dalam masyarakat muslim Indonesia yang mayoritas, maka The Asia Foundation telah memberikan bantuan kepada berbagai ormas Islam sejak tahun 1970-an.
Dalam konteks masyarakat Islam Indonesia yang semakin beragam, The Asia Foundation kini membantu lebih dari 30 kelompok LSM dalam upaya mereka mempromosikan konsep bahwa nilai-nilai Islam itu dapat menjadi asas bagi system politik demokratis, anti-kekerasan dan toleransi beragama. Dalam kaitannya dengan pendidikan sipil, HAM, penyatuan antarkomunitas, persamaan gender, dialog antaragama, The Asia Foundation bekerja sama dengan LSM-LSM dan ormas-ormas dalam usaha mereka menjadikan Islam sebagai media untuk demokratisasi di Indonesia. Program-programnya termasuk training tokoh-tokoh agama, kajian tentang isu gender dan hak asasi manusia dalam Islam, pelajaran tentang pendidikan sipil pada lembaga-lembaga pendidikan Islam, pusat pembelaan terhadap wanita muslimah dan memperkuat media Islam yang pluralis dan toleran.
Jadi, dengan berselubung pada isu demokrasi, toleransi, dan sebagainya, paham pluralisme agama ini terus disebarkan di kalangan muslim. Karena muslim adalah mayoritas di Indonesia, maka dampak besar dari penyebaran paham ini akan menimpa kaum muslimin. Karena itu, kita sungguh sedih dan prihatin terhadap orang-orang dari kalangan muslim yang rajin menyebarkan paham ini, apa pun motifnya.
Paham pluralisme agama inilah yang dijadikan sebagai salah satu dasar pembuatan Counter Legal Draft Kompilasi Hukum Islam (CLDKHI), yang salah satu isinya adalah membolehkan wanita muslimah menikah dengan laki-laki non-muslim. Tentu saja, mereka berpikir bahwa agama apa saja adalah sama dan satu agama tidak boleh mengklaim sebagai yang ‘benar sendiri’. Paham ini juga berdampak pada munculnya pendapat bahwa tidak boleh kaum muslimin mengklaim hanya satu-satunya al-Qur’an saja satu-satunya kitab suci saat ini. Seorang tokoh penyebar paham ini (Ulil Abshar Abdalla) pernah menulis di media massa bahwa, “All scriptures are miracles. Semua kitab agama-agama adalah mukjizat.”
Sebagai muslim kita memiliki keyakinan yang berbeda dengan Frans Magnis Suseno. Kita bisa menunjukan banyak ayat al-Qur’an yang memberikan kritik keras terhadap keyakinan kaum Kristen terhadap Yesus. sejak awal mula, Rasulullah  sudah menunjukan sikap kritis semacam itu. Namun, pada saat yang sama, Islam juga mengakui eksistensi kaum Kristen, dan tidak diperbolehkan menganiaya karena perbedaan agama. mereka disebut kafir Ahlul Kitab, dan begitu banyak ajaran Islam yang berkaitan dengan mereka .
Disamping perbedaan yang mendasar, tentu ada beberapa persamaan sikap antara muslim dengan Katolik, seperti dalam menanggapi pluralisme agama, sikap terhadap homoseksual, dan sebagainya. Akan tetapi adanya berbagai kesamaan antaragama, tidak perlu menjadikan semua agama itu menjadi satu atau membuat agama baru yang bernama “pluralism agama”. Dan, sebagai muslim yang meyakini kebenaran eksklusif akidah Islam, kita bisa menjadikan pendapat Frans Magnis tentang pluralisme agama ini sebagai hikmah: Jika Katolik saja menolak pluralisme agama, apalagi Islam.
***


EKSKLUSIFITAS ISLAM




P
ada satu sisi -sebenarnya merupakan sesuatu yang memprihatinkan- bahwa lembaga dakwah Islam yang sangat terkenal terpaksa harus mendiskusikan kembali hal yang sangat fundamental, hal yang sudah al-Ma’lum Min ad-Din Bi adh-Dharurah, sesuatu yang sangat jelas, Sebagaimana konsep tentang “kafir”, konsep bahwa Al-Qur’an adalah lafzhan wa ma’nan dari Alhah, ke-ma’shuman para nabi, haramnya Khamr, zina, wajibnya Shalat, haramnya muslimah menikah dengan laki-laki non-muslim, dan sebagainya. Bagi muslim, sudah jelas, bahwa seorang disebut muslim -dan diakui sebagai muslim, sehingga mendapatkan hak-hak sebagai muslim- jika dia membaca dua kalimat Syahadat dan tidak melakukan hal-hal yang membatalkan Syahadatain.
Makna “Islam” itu sendiri digambarkan oleh Nabi Muhammad  dalam berbagai sabda beliau. Imam An-Nawawi dalam kitab haditsnya yang terkenal, al-Arba’in an-Nawawiyah, menyebutkan definisi Islam pada Hadits kedua:

“Islam adalah engkau bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan bahwa sesungguhnya Muhammad adalah utusan Allah, engkau menegakkan shalat, menunaikan zakat, melaksanakan puasa Ramadhan, dan menunaikan ibadah haji ke Baitullah –bila engkau mampu melaksanakannya.”
Pada Hadits ketiga juga disebutkan, bahwa Rasululah  bersabda, “Islam ditegakkan atas lima hal: Bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, menegakan shalat, membayar zakat, melaksanakan haji, dan puasa Ramadhan.” (HR. al-Bukhari dan Muslim dari Abdullah bin Umar Radhiyallahu Anhuma)
Banyak sekali ayat-ayat Al-Qur’an yang menegaskan pebedaan yang tajam antara orang yang beriman dan beramal saleh, dengan orang-orang kafir. Surat Al-Fatihah mengajarkan, agar kita senantiasa berdoa berada di jalan yang lurus (as-Shirath al-Mustaqim) dan bukan berada di jalan orang-orang yang dimurkai (al-Maghdhub) dan jalan orang-oarang yang tersesat (adh-Dhaalin)
Dala kitab Iqtidha’ ash-Shirath al-Mustaqim Mukhalifati Ashhab al-Jahim, Ibnu Taimiyah menulis satu sub bab berjudul, “al-Maghdhub ‘Alaihim; al-Yahud, Wa adh-Dhalluna; an-Nasharaa” (Kaum yang dimurkai Allah adalah Yahudi, yang tersesat adalah Nasrani). Dalam kitabnya itu, Ibnu Taimiyah mengutip sabda Nabi Shalallahu Alaihi Wa Sallam yang menyatakan: “Sesungguhnya kaum yang dimurkai adalah orang-orang Yahudi dan kaum yang sesat adalah orang-orang Nasrani.”
Selama beberapa ratus tahun, kaum muslimin sangat mafhum, bahwa kaum di luar Islam, adalah kaum kafir. Untuk mereka ada beberapa status, seperti dzimmi, musta’man, harbi atau muahad. Al-Qur’an pun menggunakan sebutan “kafir Ahli Kitab” dan “kafir musyrik” (al-Bayyinah: 6). Status mereka memang kafir, tetapi mereka tidak boleh dibunuh karena kekafirannya –sebagaimana dilakukan kaum Kristen Eropa terhadap kaum heretics-( ) atau dipaksa memeluk Islam. Jadi, bangunan dan Islam itu begitu jelas, bukan hanya dalam konsepsi teologis, tetapi juga konsepsi sosial, ekonomi, politik, kebudayaan, peradaban dan sebagainya. Misalnya, dalam hukum perkawinan, sudah jelas, bahwa laki-laki kafir haram hukumnya dinikahkan dengan wanita muslimah. (Al Mumtahanah: 10)
Ini bukan berarti, seorang yang secara formal adalah muslim, otomatis akan selamat di akhirat dan masuk surga. Banyak ayat al-Qur’an yang menjelaskan terjadinya proses murtad, nifak, dan fasik. Tetapi kaum muslimin memahami Islam sebagai sebuah jalan yang benar, yang mengandung ajaran-ajaran dari Allah. Tergantung pada individu muslim itu sendiri, apakah ia mengikuti jalan yang benar itu, atau ia akan meninggalkan bahkan melawan Islam, secara diam-diam. Ia bisa menjadi mukmin yang benar atau menjadi munafik, yang secara formal Islam, tetapi tempatnya di akhirat nanti adalah di dasar neraka. Konsep dan pemahaman semacam ini sudah begitu jelas dan gamblang dalam tradisi Islam, selama ratusan tahun.
Namun, masalahnya menjadi lain, ketika ada upaya-upaya serius dari berbagai kalangan, termasuk kalangan Islam sendiri yang mencoba untuk melakukan deskontruksi terhadap berbagai konsep baku dalam Islam. Upaya dekonstrusi atau reduksi makna dan konsep Islam sebagai satu nama agama (proper name), atau sebagai satu sistem keagamaan (organized religion) berkembang pesat sejalan dengan penyebarluasan dan propaganda paham pluralisme agama di dunia internasional. Ide ini memang berawal dari tradisi traumatis dalam sejarah Kristen dan masyarakat barat, sehingga melahirkan perkembangan konsep teologi, dari teologi eksklusif, teologi inklusif lalu ke teologi pluralis. Di Indonesia, ide ini sudah puluhan tahun lalu berkembang, namun ketika itu, tampaknya kurang mendapat respon serius secara intelektual dari kalangan muslim. Kini, ide menyebar, sejalan dengan proses sekularisasi dan liberalisasi yang semakin merusak. Islam kemudian banyak dimaknai hanya dengan makna generik atau makna bahasa sebagai ‘tindakan pasrah kepada Tuhan’, tanpa melihat, bagaimana cara pasrah kepada Tuhan itu menggunakan ajaran Nabi Muhammad atau ajaran Gatholoco?
Upaya dekonstruksi makna Islam sebenarnya merupakan bagian dari upaya dekonstruksi istilah-istilah kunci dalam Islam, yang merupakan bagian dari dekonstruksi Islam secara keseluruhan. Jika makna Islam didekonstruksi, maka akan terdekonstruksi juga makna “kafir”, “murtad’, “munafik”, “al-haq”, “dakwah”, “jihad”, “amar ma’ruf dan nahi mungkar” dan sebagainya. Jika dicermati, dalam berbagai penerbitan di Indonesia, upaya-upaya dekonstruksi istilah-istilah itu bisa dilihat dengan jelas. Bahkan upaya dekonstruksi itu terus berlanjut ke konsep-konsep dasar Islam, seperti “wahyu”, “al-Qur’an”, “mukjizat”, dan sebagainya.
Dekonstruksi makna Islam, dan mereduksinya hanya dengan makna submission, berdampak pada tidak boleh adanya klaim kebenaran pada Islam. Kata mereka, Islam bukan satu-satunya agama yang benar. Ada banyak agama yang benar. Atau, “semua agama yang benar” bisa disebut “Islam”. Kebenaran tidak satu, tetapi banyak. Sehingga, orang Islam tidak boleh mengklaim sebagai pemilik agama satu-satunya yang benar.
Tidaklah mengherankan, jika ide dekonstruksi dan reduksi makna Islam, biasnya berjalan beriringan dengan propaganda adar masing-masing pemeluk agama menghilangkan pikiran dan sikap merasa benar sendiri. Jika orang muslim boleh meyakini bahwa Islam adalah satu-satunya agama yang benar, dan agama yang lain adalah salah, maka bisa ditanyakan, untuk apa ada konsep dan lembaga dakwah? Jika seorang tidak yakin dengan kebenaran yang dibawanya –kerena semua kebenaran dianggapnya relatif- maka untuk apa ia berdakwah atau berada dalam organisasi dakwah? Untuk apa ia mengajak atau menyeru orang lain untuk mengikuti kebenaran dan menjauhi kemungkaran, sedangkan ia sendiri tidak meyakini apa yang disebut benar (al-ma’ruf) dan apa yang dikatakan salah (al-munkar). Pada akhirnya, golongan ‘ragu-ragu’ akan ‘berdakwah’ mengajak orang untuk bersikap ragu juga. Mereka sejatinya telah memilih satu jenis keyakinan baru, bahwa tidak ada agama yang benar atau semuanya benar. Artinya, hakekatnya, ia memilih sikap untuk tidak beragama, atau telah memeluk agama baru, dengan teologi baru, yang disebut sebagai ‘teologi semua agama’.
Upaya dekonstruksi dan reduksi makana Islam terus berjalan dan ironisnya jika itu dikembangkan oleh tokoh-tokoh dan cendekiawan yang bukan hanya dianggap mempunyai otoritas dalam keilmuan Islam, tetapi juga dihormati di lembaga-lembaga keagamaan. Ironisnya lagi, tidak banyak kalangan ulama dan cendekiawan yang menganggap hal ini sebagai masalah yang serius bagi perkembangan masa depan umat atau dakwah Islam di Indonesia.
Dalam soal definisi Islam, menarik menelaah konsep tentang Islam yang dipaparkan oleh Prof. DR. Syeikh Muhammad Naquib al-Attas sudah dikenal sebagai ilmuan muslim dengan gagasan-gagasannya yang membongkar bahaya sekularisasi dan westernisasi di dunia Islam dan mengingatkan adanya konflik abadi antara peradaban dan pemikiran Islam dengan Barat.
Dalam soal makna Islam, pandangan al-Attas sangat jelas dan lugas. Ia katakan bahwa hanya ada satu agama wahyu yang otentik, dan namanya sudah diberikan oleh Allah, yaitu Islam. Islam bukan sekedar kata kerja yang berarti “pasrah” atau “tunduk” (submission), tetapi juga nama sebuah agama yang menjelaskan cara submission yang benar.
Tata cara dan bentuk submission kepada Tuhan yang terdapat dalam satu agama, pasti terkait dengan konsepsi tentang Tuhan dalam agama tersebut, adalah sangat menentukan dalam merumuskan bentuk artikulasi yang submission yang benar. Dan konsepsi tentang Tuhan, haruslah memadai untuk menjelaskan hakekat Tuhan yang sebenarnya, yang hanya mungkin di dapat dari wahyu (revelation), bukan dari tradisi etnis atau budaya, atau dari ramuan antara tradisi etnis, budaya dan wahyu, atau dari spekulasi filosofis. Agama yang benar bukan hanya menegaskan konsep the unity of God, tetapi juga menjelaskan tata cara dan bentuk submission yang dibawa oleh Nabi terakhir Muhammad .
Jika bicara tentang submission, mak al-Qur’an menyebutkan adanya dua jenis submission, yaitu secara sukarela atau tidak sukarela. Menurut al-Attas, the real submission adalah yang dilakukan dengan sadar dan atas kemauannya sendiri. The real submission juga berarti ketaatan terhadap hukum-hukum-Nya.
“Dan siapakah yang lebih baik ‘din’-Nya daripada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia pun mengerjakan kebaikan, dan ia mengikuti ‘Millah’ Ibrahim yang ‘hanif’.” (an-Nisaa’: 125)
Kata “din” dalam an-Nisaa’: 125 itu tidak lain dan tidak bukan hanya merujuk kepada Islam. Tidak ada keraguan, bahwa ada berbagai bentuk “din” lainnya. Tetapi, menurut al-Attas, yang melakukan total submission (Istislam) kepada Tuhan Yang Satu adalah yang benar, dan din semacam itulah yang merupakan satu-satunya din yang diterima Tuhan, sebagaimana ditegaskan dalam Firman-Nya, “Barangsiapa yang mencari din selain Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (din itu) dari padanya; dan di akhirat dia termasuk orang-orang yang merugi.” (Ali Imran: 85)
Juga firman-Nya, “sesungguhnya ad-Din (yang diridhai) Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-orang yang diberi kitab, kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian di antara mereka.” (Ali Imran: 19)
Menurut al-Attas, manusia tidak mungkin terlepas dari satu din, sebab semuanya tunduk kepada kehendak Tuhan. Dari situ jelas, bahwa istilah “din”, juga digunakan walaupun secara metaforis untuk menunjukkan kepada agama-agama lain, selain “din Islam”. Tetapi ialah bahwa submission menurut Islam adalah sincere dan total submission terhadap kehendak Tuhan, dan inilah yang menjadikan adanya ketaatan terhadap hukum-hukum yang diwahyukan oleh-Nya, dengan ketaatan yang sukarela dan mutlak.
“Maka apakah mereka mencari din selain din Allah? Padahal, kepada Allah lah berserah diri segalah apa yang di langit dan di bumi, baik dengan sukarela atau terpaksa dan hanya Allah lah mereka dikembalikan.” (Ali Imran: 83)
Bentuk (form) dari submission yang dilakukan atau diekspresikan adalah satu form dari din. Dan, disinilah terjadi berbagai perbedaan antara satu din dengan din yang lain. Ini bukan berarti bahwa perbedaan antar agama hanyalah dalam hal form saja. Sebab perbedaan dalam form juga berimplikasi pada perbedaan konsepsi tentang Tuhan, tentang hakikat-Nya, nama-nama-Nya, sifat-sifat-Nya, dan perbuatan-perbuatan-Nya. Bentuk submission itulah yang diekspresikan dalam konsep millah. Islam mengikuti konsep millah Ibrahim, yang juga millah dari pada Nabi lainnya Alaihim as-Salam. millah para Nabi itu adalah merupakan form dari agama yang benar, din al-qoyyim. millah-millah tersebut berkembang menuju kesempurnaan, dan mencapai kesempurnaannya di masa Nabi Muhammad .
Kesempurnaan Islam, sejak lama kenabian Muhammad sangat berbeda dengan agama-agama lainnya, yang bentuk penyerahan dirinya berkembang sesuai dengan tradisi budaya, yang tidak berbasis pada millah Ibrahim. Misalnya, agama dari Ahli Kitab telah berkembang melalui gabungan antara tradisi kultural mereka dengan tradisi yang berbasis wahyu.
Berbagai bentuk submission yang tidak Islami itu, dapat dimasukkan ke dalam jenis submission yang tidak sukarela. Dan itu adalah satu jenis kufr. Adalah keliru jika dinyatakan, bahwa percaya kepada Tuhan Yang Satu saja sudah dikatakan sebagai bentuk agama yang benar (true religion), dan sudah menjamin keselamatan (salvation). Iblis, meskipun ia percaya kepada ke-Esa-an Tuhan, tetap saja ia kafir. Karena itu, intisari yang fundamental dari true religion adalah submission yang benar (the real submission), yakni submission yang dicontohkan Nabi yang terakhir, Muhammad . Bentuk (form) dari the real submission itulah yang telah disahkan, diwahyukan, dan diperintahkan oleh Allah, sebagai model tata cara submission yang sah. the real submission adalah manifestasi , konfirmasi dan afirmasi dari keyakinan yang benar dan genuine.
Dalam bukunya, al-Attas sangat menekankan pentingnya kaum muslim memahami konsep-konsep atau istilah-istilah kunci (key terms) dalam Islam, dalam kerangka worldview (pandangan hidup) Islam. Ia mengemukakan terjadinya proses “deislamization of language” dimana sejumlah key trems dalam kosa kata dasar dalam Islam telah digantikan dan dijadikan absurd di dalam kerangka bidang-bidang asing dari makna Islam. Ketidakpedulian dan kekayaan, menyebabkan terjadinya peluang masuknya konsep-konsep asing –di luar Islam. Ia menekankan bahaya proses sekularisasi dalam menyebarkan kekacauan makna terhadap istilah-istilah kunci di dalam Islam, seperti konsep ikhtiar, adil, adab, ilmu dan sebagainya. Kerancuan makna itu ironisnya justru banyak terjadi di kalangan sarjana.
***


MEMERDEKAKAN
KEMBALI INDONESIA



S
esuai pembukaan UUD 1945, maka salah satu tugas penting Presiden RI mendatang adalah memerdekakan kembali Indonesia. Ini pernah diungkapkan oleh Dr. Rizal Ramli, dalam sebuah tulisannya yang berjudul, “Krisis Argentina dan Indonesia 1998, korban kebijakan IMF”.
“Pada awal abad ke-21 ini, sudah waktunya bangsa kita menyatakan diri untuk bertekad melakukan “Gerakan Kemerdekaan Kedua”, sehingga dapat menjadi bangsa maju dan besar di Asia. Jika tidak, bangsa ini hanya akan menjadi permainan Negara-negara maju dan hanya akan menjadi nation of coolies and coolies among nations. Soekarno dan Hatta telah memproklamasikan kemerdekaan Indonesia secara politik pada tanggal 17 Agustus 1945, sudah waktunya memasuki abad ke-21, bangsa Indonesia berani menyatakan dirinya merdeka secara ekonomi?”

Tak Berdaulat
Dalam khazanah hubungan internasional, salah satu unsur penting dari negara merdeka adalah kedaulatan. Menurut pandangan Grotius kedaulatan adalah suatu kemampuan, keupayaaan atau kekuatan untuk melakukan tindakan atas kemauan sendiri, bukan dibawah kontrol atau telunjuk orang lain. Dengan kata lain, satu Negara dikatakan merdeka dan berdaulat secara hakiki, jika kemauan dan kebijakan Negara itu, tidak lagi di bawah telunjuk penjajah.
Pembukaan UUD 1945 menyatakan bahwa kemerdekaan adalah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan harus dihapuskan dari muka bumi, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.
Secara fisik, saat ini hampir tidak ditemukan adanya bentuk penjajahan militer, kecuali di Palestina dan Irak. Tetapi kolonialisme klasik yang hilang, kini digantikan oleh imperialisme modern, yang oleh Dieter Nohlen, didefinisikan sebagai politik yang bertujuan menguasai dan mengendalikan bangsa-bangsa lain di luar batas negaranya, baik secara langsung (melalui perluasan wilayah) atau secara tidak langsung (mendominasi politik, ekonomi, militer, budaya). Bangsa yang dikuasai itu sebenarnya tidak suka dan menolak tekanan serta pengaruh Negara imperialis.
Dari segi pengertian imperialism modern ini, dengan mudah kitta mengatakan, bahwa Indonesia memang belum merdeka. Sebagaimana penjajahan klasik, imperialisme modern yang menguasai dan menghegemoni Negara lain, juga melakukan berbagai usaha untuk mempertahankan kekuasaannya atas Negara lain. Sebab, kekuasaan telah memberi keuntungan besar kepada mereka, terutama secara ekonomi.
Di masa penjajahan Belanda, kita mengenal teori “Islam Politik”-nya Snouck Hurgronje, yang membagi masalah Islam ke dalam tiga kategori: (1) bidang agama murni dan ibadah (2) bidang social kemasyarakatan (3) bidang politik. Masing-masing bidang dapat memperlakukan yang berbeda.
Resep Snouck Hurgronje ini diberikan kepada pemerintah kolonial Belanda untuk menangani masalah Islam di Indonesia. Dalam bidang agama murni atau ibadah, pemerintah kolonial pada dasarnya memberikan kemerdekaan kepada umat Islam untuk melaksanakan ajaran agamanya, sepanjang tidak mengganggu kekuasaan pemerintah Belanda. Dalam bidang kemasyarakatan, pemerintah memanfaatkan adat kebiasaan yang berlaku dengan cara menggalakkan rakyat menempuh jalan tersebut. Dan dalam bidang politik pemerintah harus mencegah setiap usaha yang akan membawa rakyat kepada fanatisme dan Pan-Islam.
Di zaman itu, salah satu yang dianggap ancaman oleh pemerintah kolonial Belanda adalah ibadah haji, sehingga mendapatkan pembatasan yang sangat ketat. Oleh kerena itu, tahun 1908, anggota parlemen Belanda bernama Bogardt, menyatakan, bahwa pemerintah kolonial harus mengambil tindakan terhadap ibadah haji ke Makkah. Para haji, secara politis dinilai berbahaya, dan karena itu ditegaskannya bahwa melarang perjalanan ibadah haji adalah lebih baik daripada kemudian terpaksa menembak mati mereka.
Di zaman imperialisme modern, cara untuk mempertahankan penjajahan agak berbeda dengan dulu, meskipun tujuannya sama, yaitu mempertahankan kekuasaan dan hegemoni atas Negara lain. Banyak intelektual yang sudah menyadari akan hal ini. Mereka ingin agar Indonesia mandiri dalam berbagai hal, tidak tergantung atau didekte oleh Negara atau kekuatan lain.
Bagi Indonesia, masalah ini tentulah merupakan masalah yang sangat besar dan berat. Secara ekonomi, jelas Indonesia tidak mandiri. Selain utang yang sangat besar, juga dari waktu ke waktu, semakin banyak asset strategis yang dijual ke luar. Dengan dikuasainya BCA dan Indosat oleh asing saja, maka yang dibayangkan, begitu mudah ekonomi dan situasi Negara ini digoyang jika diperlukan. Meskipun merupakan salah satu Negara produsen minyak, perusahaan minyak Negara –Pertamina- kalah jauh dibandingkan dengan Petronas Malaysia.

Pondasi Tauhid
Mengapa kita tidak merdeka dan berdaulat? Jawabnya, karena tentu karena kita lemah. Banyak intelektual yang mengajukan gagasan untuk memperbaiki Indonesia. Tetapi, sayangnya, masih dalam tataran yang superficial.
Kelemahan dan ketidakberdaulatan Indonesia harus dicari pada akar masalahnya, yaitu pada masalah pikiran dan mental manusia Indonesia. Jika jiwa dan pikiran tidak bercita-cita besar untuk menjadikan Indonesia bangsa yang merdeka dan bangsa besar.
Inilah yang mestinya disadari oleh kaum muslim dan yang sebagian sudah berkali-kali melakukan ibadah haji dan umrah. Oleh karena itu, sebagai muslim, mereka seyogyanya menyadari, bahwa jalan satu-satunya untuk memerdekakan Indonesia adalah dimulai dengan menanamkan jiwa merdeka dalam diri manusia Indonesia. Dan bagi muslim, jiwa dan pikiran merdeka tidak bisa tidak mesti dibangun dari dasar Tauhid.
Kita perlu mencamkan benar, bahwa Islam datang ke kepulauan nusantara ini bukan untuk menjajah, tetapi untuk memerdekakan manusia Indonesia, untuk membawa Indonesia ke dalam satu peradaban yang tinggi.
Dalam seminar tentang sejarah masuknya Islam ke Indonesia di Medan, 17-20 Maret 1963, diambil sejumlah kesimpulan:
1.    Islam untuk pertama kalinya masuk ke Indonesia pada abad pertama Hijriah (abad ke-7 atau 8 M ) langsung dari Arab.
2.    Bahwa daerah yang pertama didatangi oleh Islam ialah pesisir Sumatra, dan bahwa setelah terbentuknya masyarakat Islam, maka raja Islam yang pertama di Aceh.
3.    Bahwa orang dalam proses peng-Islaman berikutnya, orang orang Indonesia ikut aktif dalam mengambil bagian.
4.    Bahwa mubaligh-mubaligh Islam yang pertama-tama selain sebagai penyiar Islam, juga sebagai saudagar.
5.    Bahwa penyiaran Islam di Indonesia dilakukan dengan car-cara damai.
6.    Bahwa kedatangan Islam ke Indonesia itu membawa kecerdasan dan kepribadian dan peradaban tinggi dalam membentuk kepribadian bangsa Indonesia.
Islam datang dengan nilai Tauhid. Tauhid-lah yang secara hakiki membebaskan jiwa dan pikiran manusia dari penjajahan. Dengan Tauhid, manusia hanya mengakui keagungan dan kedaulatan Allah SWT, dan tidak gentar serta tunduk dengan kekuatan makhluk-makhluk lain.

Peran Pemimpin
Siapa pun Presiden Indonesia, terlebih lagi yang jelas-jelas mengaku Muslim, dituntut untuk membuktikan janji dan pengakuannya, bahwa dia adalah muslim, pemeluk agama Islam. Mereka tentu tidak ingin dikatakan sebagai orang –orang munafik, yang menjadikan agama sebagai komoditas politik untuk menarik dukungan orang Islam, atau Islamnya hanya formalitas Kartu Tanda Penduduk (KTP) saja. Mereka semua pasti ingin dikatakan muslim yang baik.
Dan, karena fondasi Islam adalah Tauhid, maka tugas yang amat sangat penting dari pemimpin bangsa adalah menegakkan Tauhid. Presiden wajib mendidik dan member contoh rakyatnya, bagaimana menjadi Imam yang baik. Sebab, dia akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Kekuasaan yang dinikmatinya tidak akan lama, tetapi tanggung jawabnya abadi, sampai di Hari Kiamat.
Jika dia ingin menjadi pemimpin yang dicintai rakyatnya, maka konsep Nabi Muhammad , bahwa pemimpin adalah “yang pertama lapar dan terakhir kenyang” perlu dicontoh. Dia tidak akan tenang tidur nyenyak, jika masih ada rakyatnya yang kelaparan atau menderita berbagai kesulitan hidup. Semua itu hanya mungkin dilakukan, jika dilandasi dengan jiwa dan semangat Tauhid.
Salah satu penjajah besar dalam diri manusia adalah hawa nafsunya. Hawa nafsu sering dijadikan oleh manusia sebagai panjajah bagi dirinya sendiri. Bahkan, hawa nafsu sering dijadikan sebagai tuhan, sebagai ilah, yang disembah dan dituruti segala macam perintahnya.
Al-Qur’an menyebutkan tentang orang-orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhan, dan oleh karena itu orang-orang tersebut tersesat dan mati hatinya untuk menerima kebenaran. Orang-orang itu hanya mengakui kehidupan dunia. Mereka tidak percaya pada kehidupan akhirat dan hanya waktu yang akan membinasakan mereka. Firman Allah:
أَفَرَأَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلَهَهُ هَوَاهُ وَأَضَلَّهُ اللَّهُ عَلَى عِلْمٍ وَخَتَمَ عَلَى سَمْعِهِ وَقَلْبِهِ وَجَعَلَ عَلَى بَصَرِهِ غِشَاوَةً فَمَنْ يَهْدِيهِ مِنْ بَعْدِ اللَّهِ أَفَلَا تَذَكَّرُونَ (23) وَقَالُوا مَا هِيَ إِلَّا حَيَاتُنَا الدُّنْيَا نَمُوتُ وَنَحْيَا وَمَا يُهْلِكُنَا إِلَّا الدَّهْرُ وَمَا لَهُمْ بِذَلِكَ مِنْ عِلْمٍ إِنْ هُمْ إِلَّا يَظُنُّونَ (24)
“Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya dan Allah membiarkannya berdasarkan ilmu-Nya, dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka Mengapa kamu tidak mengambil pelajaran? Dan mereka berkata: "Kehidupan Ini tidak lain hanyalah kehidupan di dunia saja, kita mati dan kita hidup dan tidak ada yang akan membinasakan kita selain masa", dan mereka sekali-kali tidak mempunyai pengetahuan tentang itu, mereka tidak lain hanyalah menduga-duga saja.” (QS Al-Jatsiyah: 23-24)
Oleh karena itu, saat perang salib, ulama dan pemimpin Islam sangat menekankan masalah jihad al-nafs. Dalam satu Hadits Shahih yang diriwayatkan Imam Tirmidzi, disebutkan: al-mujahid man jaahada nafsahu fi-ilaahi- Allah azza wa-jalla (bahwasanya mujahid adalah orang yang berjihad melawan hawa nafsunya di jalan Allah).
Syaikh Ali al-Sulami, dalam kitabnya, Kitab al-Jihad menjadikan jihad al-nafs, sebagai satu pijakan penting dan bagian tak terpisahkan dari konsep jihad secara keseluruhan melawan penjajahan Pasukan Salib ketika itu.
Dengan demikian, membebaskan Indonesia dan berbagai belenggu penjajahan dan memerdekakan Indonesia (kembali) adalah pekerjaan yang amat besar. Hal itu seperti satu misi yang nyaris tidak mungkin dalam pikiran banyak orang.
Hanya pemimpin yang berpikiran dan berjiwa besar, yang dilandasi jiwa dan semangat tauhid, yang mampu melakukan hal itu. Jiwa dan semangat yang mengkui kekuasaan dan kedaulatan Allah di atas seluruh makhluk-Nya. Jiwa dan semangat percaya serta yakin akan pertolongan Allah.
Oleh karena itu, salah satu tugas besar pemimpin Indonesia adalah menegakkan Tauhid dan mengurangi berbagai hal yang dapat melemahkan Tauhid.
Berbagai jenis tontonan, tradisi, budaya, dan hiburan yang dapat membuat manusia lupa dengan Tuhannya seyogyanya tidak diberi kesempatan berkembang seluas-luasnya di tengah masyarakat. Juga, berbagai pemikiran dan ajaran yang menghancurkan Tauhid juga tidak semestinya diberi fasilitas untuk berkembang seluas-luasnya.

Mewaspadai Penjajahan Modern
Kita tidak perlu heran, jika penjajah modern telah dan sedang melakukan berbagai cara untuk mengubah cara berpikir dan cara berbudaya kaum muslimin, demi mengokohkan hegemoni mereka atas kaum muslimin.
Untuk itu mereka rela mengeluarkan dana milyaran bahkan trilyun rupiah, baik melalui pemerintah maupun LSM-LSM yang mengemban misi penghancuran Tauhid.
Mereka ingin agar kaum muslim menjadi jinak dan rusak secara akidah dan akhlak. Cara-cara ini hakekatnya sama dengan yang dilakukan oleh penjajah-penjajah klasik dahulu, hanya pola dan modus serta sarana dan prasarananya yang berbeda.
Sebuah lembaga asing yang bermarkas di San Francisco AS, dan memiliki cabang di Indonesia, mengaku, selama 30 tahun telah aktif menggarap institusi-institusi dan umat Islam Indonesia. Tahun 2004, lembaga itu memberikan pelatihan kepada lebih dari 1000 pesantren tentang nilai-nilai pluralisme agama, gender equality, toleransi, dan juga, lembaga itu bekerjasama dengan empat universitas Islam, telah melakukan reformasi kurikulum pendidikan yang mewakili 625 institusi Islam dan sekitar 215.000 mahasiswa. Lembaga itu mengaku mendapatkan dana dari perusahaan, individu, dan pemerintah AS, serta beberapa Negara Eropa lainnya.
Mengapa mereka mempromosikan paham pluralism agama. Tentu karena mereka ingin agar kaum muslim tidak fanatik, dan tidak meyakini, bahwa Islam adalah satu-satunya agama yang benar dan satu-satunya jalan keselamatan. Padahal, di sinilah salah satu jantung dari ajaran Tauhid.
Jika ribuan pesantren dididik untuk memahami toleransi, maka perlu ada asumsi, bahwa para kiai dan santri kurang atau tidak paham tentang toleransi, atau –bahkan-- mereka dianggap tidak toleran.
Jika kaum muslimin tidak boleh fanatic dan memeluk nilai-nilai serta ajaran agamanya, tetapi –yang aneh-- pada sisi lain, aktivitas lembaga itu membuktikan, bahwa Barat begitu fanatik dengan nilai-nilai mereka, sehingga mereka tidak sanggup mengeluarkan dana yang sangat besar untuk proyek perubahan cara berpikir dan cara berperilaku umat Islam agar menjadi seperti mereka.
Kita paham, di samping misi ideologis, ada banyak keuntungan ekonomi yang mereka raih. Sebab, dengan mengakui dan mengagumi nilai-nilai Barat, maka kaum muslim akan tidak segan-segan mengkonsumsi shampoo, sabun, mode pakaian, lipstick, dan berbagai produk imperialis lainnya.
Jadi, sangatlah naif, kalau menyangka, bahwa dana melimpah yang kini dinikmati oleh berbagai organisasi Islam, dari lembaga semacam itu, semuanya diberikan secara gratis.
Dan kita tidak usah heran, bahwa sejak zaman kolonial akan ada saja di kalangan muslim, yang dengan sadar atau tidak, menjadi agen penghancuran akidah dan akhlak kaum muslim sendiri. Tentu dengan imbalan gemerlap kehidupan dunia yang fana ini.
***


PENJAJAHAN EKONOMI



P
ernahkan kita menyadari, dari bangun tidur, beraktifitas, hingga tidur lagi, semua yang berkaitan dengan kegiatan kita sehari-hari telah dikuasai bangsa asing? Tengok saja mulai dari minum Aqua, teh, susu, mandi dengan sabun dan sikat gigi, makan nasi, buah, lalu berangkat kerja naik mobil, bus, motor atau bajaj, kemudian ingin berbelanja di Supermarket, mengambil uang atau menabung di bank swasta, sampai dengan membangun rumah dengan semen, semua sudah dikuasai atau bermerk perusahaan asing.
Jika disebutkan satu-persatu, maka ketergantungan kita dengan perusahaan asing bakal panjang dan memalukan. Realitanya, bangsa kita sebenarnya telah dijajah bangsa asing. Kalau dulu sebatas Belanda dan Jepang, sekarang ini beragam bangsa asing mencengkeram negeri kita. Derasnya investasi asing dan peralihan kepemilikan lokal menjadi milik asing malah mendapat berbagai alasan pembelaan dari para pengamat dan pejabat pemerintah Indonesia yang pro bangsa asing.
Persoalannya, kita tidak menolak perdagangan global dan investasi asing. Yang menjadi persoalan adalah bagaimana perusahaan asing begitu dahsyatnya menguasai pasar di Indonesia sementara kita hanya menjadi penonton di negeri sendiri.
Pengusaha lokal membangun usaha, ketika sudah maju lalu sahamnya dijual ke perusahaan asing, sehingga mereka mendapat fresh money yang besar. Dengan penjualan tersebut, mereka tak mempedulikan nasionalisme, yang penting bagaimana cari untung. Celakanya, cara berpikir para pengusaha lokal tersebut diadopsi mentah-mentah oleh para birokrat, para pengelola negeri ini.
Jadi, kalau sekarang ini perusahaan asing bisa merajalela dan begitu menguasai lahan-lahan di Indonesia, besar kemungkinan ada unsur kesengajaan dari pihak kita. Dan hal ini patut dipertanyakan. Bukankah dengan membiarkan perusahaan asing menguasai lahan-lahan di Indonesia sama saja kita menyerahkan diri di bawah cengkeraman atau dijajah bangsa asing, dan kita semakin tidak punya harga diri, serta keberanian.
Kondisi merajalelanya perusahaan asing menguasai lahan-lahan di Indonesia sengaja diciptakan oleh bangsa kita sendiri lantaran para pengelola negeri ini telah terjangkit mental korup, mental suap. Kondisi ketidakmampuan terhadap pihak asing diakibatkan oleh lemahnya hukum, karena nyatanya undang-undang atau perangkat peraturan lainnya dapat dibuat sesuai pesanan pihak asing.
Pengakuan John Perkins dalam bukunya Confessions of an Economic Hit Man semakin membuka mata kita sekaligus membuktikan bahwa pihak asing ternyata ikut mempengaruhi kebijakan pemerintah kita. Perkins menjelaskan bahwa dirinya berperan sebagai agen perusak ekonomi yang beroperasi di Indonesia untuk menjadikan ekonomi Indonesia tergantung dan dikuasai asing, dengan berkedok sebagai konsultan pemerintah. Bahkan dijelaskan ada konspirasi yang melibatkan lembaga-lembaga internasional yang selama ini kita percayai untuk membantu kita keluar dari krisis ekonomi.
Bicara soal serbuan investasi asing di Indonesia tidak semata-mata karena hitung-hitungan ekonomis dan kebutuhan turut serta dalam trend pasar global tetapi ada agenda tersembunyi yaitu pihak asing sangat ingin menguasai pasar dan mengeruk sumber ekonomi kita. Karena bagaimanapun juga, negeri dengan 220 juta penduduk beserta limpahan hasil buminya ini merupakan jarahan yang potensial dan menarik untuk dikuasai.

Bangsa Tanpa Identitas
Dampak dari cengkeraman asing di bidang ekonomi ternyata berimbas pada budaya kita. Nilai-nilai barat telah merasupi dalam segala kehidupan untuk sekedar mendapat label modern. Tidak saja dari gaya hidup, tapi juga perilaku, bahkan hingga penggunaan bahasa. Tidak berlebihan jika kita dikatakan “bangsa tanpa identitas”.
Menyedihkan, memang! Ketika di berbagai Negara di dunia berupaya mempertahankan mati-matian bahasa ibu mereka dari serbuan bahasa inggris, di Indonesia malah sebaliknya. Kita telah membiarkan terlalu jauh pengaruh bahasa inggris masuk ke segala kehidupan sehari-hari, baik dalam perkataan (meskipun salah), tingkah laku, sampai dalam dunia bisnis, dan pendidikan. Sehingga bangsa kita semakin terperosok tidak memiliki identitas. Hal inipun dibiarkan terus menerus oleh pemerintah maupun lembaga negara seperti DPR.
Di era sekarang ini, paradigma berpikir kita dibuat terbolak-balik bahwa barangsiapa tidak menguasai bahasa Inggris akan terbelakang dan kampungan. Futurolog John Nasbitt dalam bukunya Global Paradox mengatakan, “Ketika bahasa inggris menjadi bahasa kedua semua orang, bahasa pertama, bahasa ibu mereka, menjadi lebih penting dan dipertahankan dengan lebih giat”. Akan tetapi orang Indonesia justru kebalikannya. Orang Indonesia malah mati-matian membela sok keinggris-inggrisan.
Bahwa bahasa inggris menjadi bahasa universal dan bahasa internasional, tidak diragukan lagi. Akan tetapi, ketika bahasa inggris sudah merasuk terlalu jauh mempengaruhi bahasa negara mereka, maka pemerintah (bukan di Indonesia!) pun berusaha mati-matian untuk melindungi bahasa mereka sendiri.

Keruk Hasil Bumi Indonesia
Ketika presiden Soeharto baru saja naik tahta, melalui konferensi di Jenewa, November 1967 untuk mendapat utangan atau pinjaman guna modal pembangunan negerinya, kekayaan alam Indonesia harus dibagi-bagikan kepada perusahaan transnasional raksasa, dengan harga yang murah.
Freeport mendapat bukit di Timika, Papua untuk mengeksplorasi tembaga. Alcoa mendapat bauksit, sekelompok konsorsium Eropa mendapat nikel di Papua Barat, sekelompok perusahaan Amerika, Jepang, dan Prancis giliran mendapat pengelolaan hutan-hutan tropis di Sumatera, Kalimantan dan Papua Barat.

Kekuatan Asing Pengaruhi Kebijakan Politik dan Hukum
Tulisan Lisa Pease dalam artikelnya “JFK, Indonesia, CIA and Freeport” di majalah Probe (1996), yang juga tersimpan dalam National Archieve, Washington DC, semestinya dapat membukakan mata kita, bahwa begitu dahsyatnya kekuatan raksasa bisnis asing mempengaruhi kebijakan politik dan hukum di Indonesia yang notabene sebagai negara yang berdaulat.
Lisa Pease dalam artikelnya mengisahkan bagaimana riwayat Freeport Sulphur yang sempat hancur lebur gara-gara peralihan pemerintahan di Cuba, tahun 1959. Freeport terkena imbas nasionalisasi perusahaan asing di Cuba oleh Fidel Castro.
Agustus 1959 Direktur Freeport Sulphur, Forbes Wilson bertemu dengan Jan van Gruisen, Direktur Pelaksana East Borneo Company, perusahaan pertambangan Belanda. Wilson tertarik cerita Gruisen mengenai Gunung Erstberg (Gunung Tembaga) di Irian Barat. Wilson pun menjelajah kawasan Gunung Erstberg selama beberapa bulan. Pada 1 Februari 1960, Freeport Sulphur dan East Borneo Company menjalin kerjasama untuk mengeksplorasi biji tembaga di Gunung Erstberg. Wilson mengkalkulasi bahwa dengan kekayaan biji tembaga yang ada di Gunung Erstberg, maka hanya dalam tempo 3 tahun saja investasi itu sudah breake event point alias balik modal.
Ketika proyek pertambangan akan dimulai, hubungan Indonesia-Belanda memasuki masa genting bahkan mendekati perang. Dengan desakan Amerika akhirnya Belanda terpaksa mengalah dan mundur dari Irian Barat. Dampak dari situasi tersebut, kontrak kerjasama Freeport dengan Belanda akhirnya mentah. Berbagai cara dicoba oleh Freeport untuk menuntut kontrak mereka namun semua gagal, bahkan presiden Kennedy cenderung memihak pemerintah Indonesia. Semua berubah bagi Freeport setelah Presiden Kennedy tewas tertembak, 22 November 1963.

Mulai Mengobok-obok Indonesia
Salah satu direktur Freeport yang paling bahagia atas perubahan situasi pasca tewasnya Presiden Kennedy adalah Augustus C. “Gus” Long. Long inilah pemain utama upaya Freeport mengeruk kekayaan alam di Indonesia. Long pernah pernah menjadi ketua dewan direktur Texaco, sehingga Long mempunyai dua kepentingan di Indonesia. Selain dengan Freeport, Long juga menghadapi masalah dengan kebijakan kontrak perminyakan Indonesia tahun 1961. Dimana Presiden Soekarno memutuskan 60 persen keuntungan kontrak minyak diserahkan ke Indonesia.
Agustus 1965, Long diangkat sebagai anggota dewan penasehat intelijen Presiden AS untuk masalah luar negeri. Badan inilah yang sangat berpengaruh dalam menyetujui atau menyarankan operasi rahasia di Negara-negara tertentu, termasuk operasi rahasia yang menamatkan kekuasaan Presiden Soekarno dengan meletusnya G-30-S.
Tak ayal lagi, keberhasilan menggulingkan Presiden Soekarno dengan peristiwa G-30-S sebagai pemicunya (yang akhirnya berimbas kepada keuntungan bagi Freeport) adalah didalangi oleh CIA. Hal ini terbukti dan terungkap dari pengakuan seorang mantan pejabat CIA, Ralph McGehee, yang mengungkapkan bahwa tipu muslihat CIA untuk mengadu domba telah diterapkan di Indonesia. Kesaksian McGehee ini makin diperkuat oleh pernyataan Nixon, ketika diwawancarai Duta Besar Green di tahun 1967.
Ketika UU No. 1/1967 tentang Penanaman Modal Asing (PMA) disahkan tahun 1967, perusahaan asing yang pertama kali kontraknya ditandatangani Soeharto adalah Freeport. Perusahaan ini sangat canggih bermain di segala lini. Di bawah komando Augustus C. Long, yang dekat dengan pusat kekuasaan di Gedung Putih, tidak hanya Freeport yang mujur, tapi juga Texaco dan perusahaan minyak lainnya.
Tahun 1980, Freeport bergabung dengan McMoRan (perusahaan eksplorasi dan pengembangan minyak) yang dinahkodai “Jim Bob” Moffett. Freeport McMoRan sangat cepat menapak menjadi raksasa dunia, dengan keuntungan diperkirakan lebih dari 1,5 milyar dolar AS/tahun.
Seorang eksekutif Freeport, George A. Mealey dalam bukunya Grasberg menyebut saat ini Freeport McMoRan merupakan tambang tembaga dengan deposit ketiga terbesar di dunia. Sedang untuk emas menempati yang pertama. Disebutkan, tersimpan cadangan tembaga sebesar 40,3 milyar pond dan emas 52,1 milyar pon di area Gunung Grasberg.
Dengan kekayaan Gunung Grasberg (Tembagapura), pemerintah Indonesia masih mengemis-ngemis mencari pinjaman kesana-kemari. Padahal, cadangan emas dan tembaga yang dapat membayar seluruh utang Indonesia malah diserahkan kepada pihak asing.
Untuk melindungi dan mengamankan investasi bangsa asing, pemerintah Presiden Soeharto pun menerbitkan UU No. 1 tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing (PMA). Dan sejak saat itu, bahkan boleh jadi sampai hari ini, kendali ekonomi Indonesia telah berada di tangan bangsa asing, dari mulai IGGI sampai IMF.

Investasi Asing: VOC Gaya Baru
Saat ini bangsa Indonesia, disadari atau pun tidak, sedang mengalami penjajahan gaya baru. Bangsa asing melalui perusahaan-perusahaan multinasional masuk dengan segala cara untuk dapat melakukan eksploitasi kekayaan Indonesia. Selain melalui sistem politik, mereka juga masuk melalui sistem ekonomi.
Melalui mekanisme FDI (Foreign Direct Investment), yaitu investasi langsung luar negeri dimana sebuah perusahaan asing menanamkan modal jangka panjangnya di Indonesia, bangsa asing dapat secara langsung menguasai perusahaan di Indonesia termasuk menguasai kebijakan ekonomi dan hukum di Indonesia.
Berikut merupakan praktik-praktik FDI yang lumrah kita temui:
1.    Penguasaan saham mayoritas.
2.    Penanaman modal untuk pendirian perusahaan baru.
3.    Reinvestasi pendapatan perusahaan.
4.    Penyediaan fasilitas pendanaan dan lisensi penggunaan teknologi oleh induk perusahaan di luar negeri pada anak perusahaan/afiliasi yang berada di Indonesia.
5.    Joint venture dengan perusahaan Indonesia.
Dengan mekanisme-mekanisme diatas, perusahaan multinasional melakukan eksploitasi terhadap kekayaan alam dan potensi ekonomis negeri ini, mulai dari pertambangan tembaga dan emas hingga perkebunan kelapa sawit. Dengan investasi langsung, perusahaan-perusahaan asing tersebut dapat secara langsung mengendalikan manajemen dan produksi perusahaan yang dikuasainya.
Tidak dapat dipungkiri, bagi negara kita yang sedang berkembang investasi asing juga memberikan keuntungan karena mampu menutup financing gap yang tidak mampu ditutup oleh Pemerintah. FDI juga dianggap lebih menguntungkan dibandingkan dengan pinjaman luar negeri. Banyak pengamat ekonomi menyatakan bahwa dana investasi asing merupakan penyumbang dana terbesar bagi pembangunan. Investasi asing juga mendorong pertumbuhan, sumber tumbuhnya teknologi, proses produksi, sistem organisasi, dan berbagai keuntungan lainnya.
Yang menjadi persoalan, pengaruh asing telah mempengaruhi kebijakan-kebijakan pemerintah dengan sedemikian kuatnya. Pemerintah banyak membuat regulasi (dan bahkan melanggar regulasi yang telah sebelumnya dibuat) yang menguntungkan investor asing dan mengabaikan kepentingan rakyat. Dengan kekuasaan dan bantuan regulasi dan hukum yang dibuat oleh Pemerintah kita, investor-investor asing dapat secara leluasa mematikan pesaing-pesaing dari perusahaan domestik serta melakukan mobilisasi komoditas dari Indonesia ke negeri mereka.
Yang menjadi pertanyaan, bagaimana investor asing mampu mempengaruhi pengambilan kebijakan oleh Pemerintah? Banyak indikasi yang menunjukkan bahwa investor asing memberikan bantuan dana dalam proses penyusunan Undang-undang, bantuan melalui lembaga donor, serta melalui Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) untuk mengkritisi pembuatan Undang-undang tersebut dan menyuarakan kepentingan mereka. Beberapa produk undang-undang dan peraturan yang nyata-nyata lebih memihak kepentingan asing dibandingkan kepentingan nasional antara lain UU Migas, UU Sumber Daya Air, RUU Penanaman Modal Asing (PMA) dan berbagai peraturan di bidang PMA.

Investasi Uang Panas: Penyebab Rupiah Terpuruk
Selain FDI, bentuk investasi yang lebih memberikan pengaruh yang signifikan bagi negara Indonesia adalah dalam bentuk hot money, yaitu dana-dana investasi jangka pendek dengan mobilitas tinggi yang masuk ke pasar keuangan. Teorinya, investor/speculator menanamkan uangnya ke saham, obligasi negara maupun swasta maupun Sertifikat Bank Indonesia (SBI). Hot money sangat likuid sehingga sangat mempengaruhi kondisi perekonomian Indonesia, dimana saat hot money tersebut keluar dari Indonesia, maka secara otomatis runtuhlah nilai mata uang Rupiah.
Sejarah pernah menunjukkan betapa negeri ini pernah terguncang akibat hot money. Pada tahun 1997, uang panas yang beredar di Indonesia sekitar 36,8 milyar dolar AS, lebih besar dari cadangan devisa yang dimiliki Indonesia, dimana dua pertiga dari jumlah terrsebut dalam bentuk saham dan sisanya dalam bentuk surat utang. Ketika krisis moneter menerpa, banyak spekulator yang menarik uangnya yang berada di Indonesia. Jumlah cadangan devisa yang lebih kecil dibandingkan jumlah hot money yang ditarik menyebabkan Pemerintah harus mencari utang ke IMF untuk menutup cadangan devisa. Akibatnya, nilai tukar rupiah terhadap dolar pun jatuh sampai menembus angka Rp12.000,-/dolar AS.
Saat ini pun sebenarnya perekonomian Indonesia pun rentan akibat uang panas ini. Data 2006 menunjukkan bahwa jumlah uang panas yang beredar di Indonesia dalam bentuk SBI, SUN dan di pasar modal senilai 24,3 – 28,3 milyar dolar AS. Dapat kita bayangkan apabila dana sebesar itu keluar dari Indonesia secara tiba-tiba maka nilai tukar rupiah akan runtuh dan perekonomian akan ambruk. Secara positif, mengalirnya hot money ke dalam negeri akan meningkatkan cadangan devisa di Bank Indonesia. Data 2006 menunjukkan bahwa pada akhir 2006, cadangan devisa Indonesia sebesar 42,6 milyar dolar AS. Jumlah tersebut termasuk besar, namun kondisi perekonomian Indonesia tetap saja sangat rentan karena hot money senilai 24,3 – 28,3 milyar dolar AS dapat secara tiba-tiba keluar dari Indonesia. Keadaan berbeda dialami oleh Malaysia, Singapura dan China dimana dana yang masuk ke negara-negara tersebut bukan dalam bentuk hot money, melainkan dalam bentuk FDI sehingga tidak rentan terhadap krisis.
Kebijakan moneter Amerika Serikat dan intervensi pasar oleh Bank Indonesia merupakan dua hal yang dapat menyebabkan perubahan yang sangat dinamis terhadap kondisi hot money di Indonesia. Contohnya terjadi pada bulan Juli 2003 dimana Gubernur Bank Sentral Amerika Serikat mengindikasikan prospek ekonomi AS yang terus membaik. Apabila ekonomi membaik, maka tentu saja nilai dolar As akan menguat. Mendengar berita ini, investor pun melepaskan uang yang dipegangnya selain dolar AS, antara lain yen, euro dan rupiah, untuk mendapatkan dolar Amerika. Akibatnya dalam waktu singkat, nilai tukar rupiah anjlok dari Rp8.400 ke Rp8.700 per dolar AS. Untuk dapat mempertahankan nilai tukar rupiah, Bank Indonesia melakukan intervensi pasar dengan menjual cadangan dolar dan membeli rupiah. Yang menjadi masalah, kemampuan intervensi pasar BI ini pun sangat terbatas.
Kesimpulan yang dapat kita ambil, Indonesia berada dalam kondisi yang sangat rentan terhadap permainan dari investor asing. Ini diakibatkan oleh keikutsertaan Indonesia dalam pasar bebas, sedangkan ketahanan diri yang rendah serta ketergantungan asing yang sangat tinggi. Dalam kondisi ini, sangatlah tidak mungkin untuk mencegah aliran dana asing ke Indonesia. Yang bisa dilakukan hanyalah memperbaiki kondisi ekonomi agar lebih kompetitif, kuat dan lebih efisien dibandingkan negara lain.

Jebakan Utang (Debt Trap): Go To Hell With Your Aid, Mister!
Buku The Confession of An Economic Hit Man (John Perkins) menguraikan cara kerja organisasi seperti IMF, Bank Dunia, dan sejumlah bank internasional yang menggunakan data ilmiah dan pendekatan kultural memberi informasi kepada para kepala negara dunia ketiga tentang angka pertumbuhan ekonomi yang optimistik, dengan tujuan agar negara-negara tersebut mau memperbesar utang luar negeri. Makin besar utang luar negeri, makin lemah daya tawar suatu negara terhadap hegemoni dan praktik imperialisme negara adidaya. Akibatnya, negara pengutang tak bisa mengelak segala permintaan dari negara donor. Strategi ini dikenal dengan jebakan utang atau the debt trap.
Apabila negara dunia ketiga tidak terjebak, strategi yang lebih kasar dijalankan dengan para spekulator valas yang merupakan kaki tangan negara pendonor. Tujuannya agar nilai mata uangnya melemah. Ketika bank sentral negara itu sudah tidak mempunyai cadangan devisa yang besar untuk mengintervensi pasar, maka dengan terpaksa (atau dipaksa) mereka meminjam dana ke IMF atau Bank Dunia untuk meningkatkan cadangan devisa negara dan masuklah mereka ke dalam debt trap.
Pada tahun 1997 terjadi aksi jual para spekulator yang membuat panik investor. Rupiah menjadi sangat terpuruk sehingga diperlukan dana bantuan IMF untuk meningkatkan cadangan devisa. Utang Indonesia semakin besar. Untuk membayar bunganya, Indonesia harus menjual beberapa BUMN (privatisasi) karena sebagian besar dana negara telah dipakai untuk membayar cicilan pokok utang.
Dalam bab ini dinyatakan empat indikator utama masuknya neoliberalisme ekonomi yaitu:
1.    Pemerintah menghapuskan berbagai subsidi dan menyerahkan harga-harga bidang strategis ke mekanisme pasar;
2.    Privatisasi BUMN dengan menjualnya ke pihak swasta, baik nasional maupun asing;
3.    Nilai kurs rupiah diambangkan secara bebas (floating rate) sesuai mekanisme pasar;
4.    Indonesia dituntut komitmennya terhadap WTO dan GATT.

Perbankan: Menyerahkan “Jantung” ke Pihak Asing
Sejumlah bank swasta nasional kini telah dikuasai asing, misalnya BCA, Bank Niaga, BII, Bank Haga, Bank Swadesi, dan lain-lain. Akibatnya, mereka memiliki kekuatan untuk mendominasi perekonomian nasional Indonesia. Sebagai contoh, dana masyarakat yang telah disedot pada periode Agustus 2006 mencapai Rp500,9 triliun, lebih besar dari bank pemerintah yang hanya mencapai Rp440,2 triliun. Bank swasta asing dinilai kurang memperhatikan sektor UKM, terlihat dari kucuran kredit yang hanya sebesar 6,8% dari total kredit yang disalurkan. Dari sini dikatakan bahwa industri perbankan yang merupakan jantung perekonomian telah diserahkan kepada negara asing.

Telekomunikasi: Memberi Informasi Rahasia ke Negara Tetangga
Industri telekomunikasi di Indonesia, yang dalam konteks ini adalah operator seluler, telah dikuasai pihak asing. Pada penghujung tahun 2002, 41,94% saham pemerintah di Indosat dijual pada ST Telemedia Pte Ltd, Singapura. 35% saham Telkomsel telah dimiliki SingTel. Sekitar 42% saham Indosat dimiliki SingTel. Excelcomindo Pratama dikuasai Telecom Malaysia.
Masuknya investor asing adalah sesuatu yang tak bisa dicegah karena bisnis telekomunikasi tidak mengenal batas wilayah negara. Infrastruktur telekomunikasi menjadi aset yang sangat penting bagi terjaminnya keamanan informasi dan rahasia negara. Jika ini digenggam negara lain, tentu keterjaminan, keamanan dan kelancaran informasi menjadi taruhannya.

Industri Pelayaran: Menjadi Tamu di Rumah Sendiri
Berdasarkan data INSA tahun 2005, kegiatan ekspor impor yang dilakukan kapal asing sebanyak 96,59% dan angkutan kargo dalam negeri yang dilayani kapal asing sebesar 46,8%. Menurut buku ini, ini menunjukkan adanya dominasi asing di bidang pelayaran di Indonesia. Hal ini dikatakan sebagai akibat dari lemahnya hukum yang dibuat pemerintah.
Beberapa peraturan yang mendukung pernyataan tersebut adalah sebagai berikut:
1.    Inpres Nomor 4 Tahun 1985. Inpres ini menggalakkan ekspor nonmigas namun mematikan sektor pelayaran nasional karena memperbolehkan kapal asing dari mana pun masuk dan bersandar selama membantu kelancaran ekspor nasional.
2.    Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 1999 tentang Angkutan di Perairan, yang mengharuskan perusahaan pelayaran memiliki kapal. Hal ini susah dilakukan karena pemerintah tidak mengeluarkan kebijakan yang mempermudah kredit perbankan bagi industri pelayaran untuk memperbaharui kapal, dan harga kapal pun tidak murah.
3.    Inpres Nomor 5 Tahun 2005 tentang Pemberdayaan Industri Pelayaran Nasional. Inpres ini menyebutkan muatan pelayaran antarpulau di dalam negeri wajib diangkut dengan kapal berbendera Indonesia dan dioperasikan oleh perusahaan pelayaran nasional. Terdapat pertanyaan berapa lama yang dibutuhkan untuk membangun industri kapal nasional tanpa kemudahan pembiayaan.

Azas Cabotage
Azas ini menyatakan bahwa pengangkutan muatan domestik hanya oleh kapal berbendera milik negara tersebut. Ini telah diterapkan di antaranya di AS dan Cina. Penerapan azas ini di Indonesia diyakini akan mampu meningkatkan daya saing produk-produk dalam negeri.

Penerbangan Asing: Cari Makan di Indonesia
Menurut Undang-undang, seharusnya bidang penerbangan tertutup bagi pemodal asing. Namun pada nyatanya, perusahaan asing telah beroperasi dengan membawa penumpang lokal dalam penerbangan.
Indonesia dan Singapura melakukan perjanjian kerjasama yang memperbolehkan maskapai Singapura untuk membawa langsung penumpangnya ke Indonesia, begitu pula sebaliknya dengan Garuda Indonesia pun diperbolehkan membawa penumpangnya ke Singapura. Namun setelah perjanjian tersebut mulai berlaku, Singapura mulai membawa penumpangnya ke Jakarta, Surabaya, Denpasar. Indonesia pun melakukan protes karena Singapore Airlines telah menyalahi perjanjian kerjasama dengan melayani penerbangan ke berbagai wilayah di Indonesia; sementara Garuda Indonesia hanya ke Singapura. Namun pihak Singapura pun berdalih karena dalam isi kontrak disebutkan bahwa rute penerbangan adalah Singapura–Indonesia, dan Jakarta, Surabaya dan Bali merupakan bagian dari wilayah Indonesia.
Menurut Pasal 6 ayat 1 UU No. 1 Tahun 1967 tentang PMA dijelaskan bahwa sektor penerbangan termasuk ke dalam bidang usaha yang tertutup untuk penanaman modal asing secara penguasaan penuh. Pada Pasal 39 UU No. 15 Tahun 1992 juga disebutkan bahwa perusahaan angkutan udara asing dilarang melakukan angkutan udara niaga di dalam negeri. Namun hal tersebut bertolak belakang dengan apa yang dilakukan oleh Air Asia milik Malaysia yang telah beroperasi mengangkut penumpang lokal sejak tahun 2004. Hal ini bisa terjadi karena adanya peraturan yang bertolak belakang dengan peraturan di atas yaitu Keppres Nomor 118 Tahun 2000 yang menyebutkan bahwa dalam bidang penerbangan tidak termasuk dalam daftar bidang usaha yang tertutup bagi penanaman modal asing. Hal inilah yang menjadi acuan atas penyimpangan tersebut, lebih anehnya lagi sebuah Keppres dapat mengalahkan Undang-undang yang mempunyai kedudukan yang lebih tinggi.
Garuda Indonesia termasuk kategori maskapai terlemah di Asia. Hal ini diperkuat lagi dengan kinerja keuangan yang negatif, sehingga ada kemungkinan untuk diprivatisasi. Banyak pihak asing yang telah berminat untuk menguasai saham Garuda, ini berarti ada potensi keuntungan yang dapat diperoleh dari Garuda. Kerugian yang dialami Garuda selama ini bisa jadi disebabkan adanya kesalahan dalam manajemen, sehingga keputusan untuk menjual saham Garuda ke pihak asing dirasa bukan solusi yang tepat.

Habis Terang Terbitlah Gelap
Pada tahun 2010 diprediksikan akan terjadi kekacauan yaitu berupa krisis listrik yang terjadi di Jawa dan Bali. Hal ini dimungkinkan karena ketidakbecusan Pemerintah dalam menata pembangunan khususnya dalam bidang ketenagalistikan. Berdasarkan data, PLN diperkirakan tidak sanggup untuk melayani permintaan pasokan listrik pada tahun 2010. Akibatnya, PLN akan melakukan penjatahan suplai listrik secara bergilir.
Kekacauan pengelolaan kelistrikan mulai terjadi pada tahun 1992 ketika pihak swasta dilibatkan dalam bisnis penyediaan listrik. Keppres No. 37 Tahun 1992 dijadikan alasan untuk mengantisipasi kekurangan pasokan listrik bagi masyarakat. Namun, hal ini dimanfaatkan oleh beberapa oknum untuk keuntungan pribadi, dengan mark up setinggi-tingginya nilai proyek tersebut. Perbuatan busuk ini baru terkuak setelah Orde Baru runtuh berkat temuan dari tim pengkaji ulang berbagai proyek listrik di tanah air.
Setelah Keppres No. 37 Tahun 1992, PLN bekerja sama dengan pihak swasta lewat PPA (Power Purchase Agreement) yang mengharuskan PLN membeli 100 % listrik yang dijual swasta. Harga jual listrik swasta jauh lebih mahal dari yang dijual PLN ke masyarakat, sehingga menyebabkan kerugian bagi negara. Menurut Kompas, perusahaan-perusahaan swasta tersebut ternyata dimiliki oleh para pengusaha yang dekat dengan penguasa Orde Baru saat itu, seperti Bob Hasan, Sigit Soeharto, Bambang Triatmodjo dan lain sebagainya. Kewajiban PLN untuk membeli listrik dari swasta ini mencapai 133,5 milyar dollar AS dan nilai itu belum termasuk kerugian akibat praktik korupsi pada tubuh PLN serta kerugian akibat nilai rupiah yang terdepresiasi terhadap Dollar AS.
Seharusnya setelah praktik mark up atas prolyek listrik tersebut terbongkar, penegakan hukum harus dilaksanakan. Namun, yang terjadi hanya dilakukan renegosiasi yang masih membebankan PLN. Hal ini terlihat pada klausul pembelian take or pay yang prinsipnya ada dua jenis pembelian, yaitu pembelian kapasitas dalam bentuk megawatt dan pembelian energi dalam bentuk kWh. Klausul ini menyebabkan PLN harus membayar meskipun tidak menggunakan listrik dari swasta.
Kekacauan ini terus diperparah dengan terbitnya UU No. 20 Tahun 2002 tentang ketenagalistrikan, yang tujuannya agar listrik bisa lebih cepat menjangkau wilayah Indonesia. Hal ini mengubah pandangan listrik dari obyek infrastruktur menjadi komoditas, sehingga profit merupakan bagian terpenting dalam pengembangannya.
Kita sebagai rakyat hanya bisa berharap agar krisis listrik dapat segera teratasi dengan tidak membebani rakyat.

Pemiskinan Secara Sistematis
Keberadaan hukum adat perlu dipertanyakan karena banyak produk hukum pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) justru bertolak belakang dengan hukum adat dan menciptakan kemiskinan masyarakat setempat. Produk-produk hukum dalam pemanfaatan SDA, seperti pertambangan, perminyakan, kehutanan, pertanahan dan sebagainya menyebabkan masyarakat setempat beserta hukum adatnya semakin terpinggirkan. Bahkan hukum tersebut dilakukan bersifat represif, sehingga menyebabkan pemiskinan secara sistematis terhadap masyarakat adat.
Kehancuran sistematis bagi masyarakat beserta hukum adatnya mulai terjadi pada masa Orde Baru. Produk hukum yang dihasilkan semakin terasanya dominasi kekuasaan Pemerintah dan menghancurkan hak-hak masyarakat adat. Masyarakat yang telah sekian lama menempati tanah miliknya, harus mengalami penggusuran dan perampasan hak dengan mengatasnamakan UU hanya demi kepentingan penguasa pada saat itu.
Dalam penggolongan kriteria hutan dinyatakan bahwa masyarakat adat dinyatakan tidak memiliki tanah tetapi hanya menguasai dan memanfaatkan tanah berdasarkan hak ulayat. Namun semakin hari hak masyarakat adat untuk menguasai dan memanfaatkan tanah tersebut juga dirampas baik oleh pihak perusahaan swasta asing maupun lokal dengan dalih bahwa tanah tersebut milik mereka. Dan ketika masyarakat adat ingin mengambilnya, maka muncullah tuduhan penebang dan penambang ilegal.
Masyarakat adat sering berada pada dualisme hukum. Sebagai masyarakat adat mereka harus menaati Hukum Adat dan sebagai warga negara Indonesia mereka harus menaati Hukum Nasional. Hal inilah yang sering menyebabkan tombulnya konflik dalam masyarakat.
Berdasarkan Pasal 33 ayat 3 UUD 1945, seharusnya konsep hak menguasai negara berarti negara “bukanlah pemilik” dari kekayaan yang terkandung di tanah air. Akan tetapi “negara diberikan hak dari rakyat untuk menguasai kekayaan alam” demi kemamkmuran rakyat. Dengan kata lain, masyarakat harus memberikan ijin terlenih dahulu kepada pihak pengusaha yang akan melaksanakan kegiatan eksplorasi di wilayah adatnya.

Eksistensi Hukum Adat
Saat penjajahan Belanda, keberadaan hukum adat selalu bertentangan dengan kepentingan penjajajah Hindia Belanda. Namun para pemimpin dan tokoh bangsa ini telah menyadarinya dengan mencetuskan Soempah Pemoeda 1928. Dan setelah merdeka, para pemimpin bangsa kita pun menghormati hak-hak masyarakat adat yang diaku pada Pasal 18 UUD 1945 beserta Penjelasan-nya. Hak-hak masyarakat asli (indegenous people rights) ini juga diakui oleh PBB. Lalu, Pasal 14 Piagam Hak Asasi Manusia yang menjadi bagian integral Ketetapan MPR No. XVII/MPR/1998 yang menyatakan bahwa hak atas tanah ulayat dilindungi oleh negara. Begitu pula Pasal 14 Konvensi ILO Nomor 169 yang mengatakan bahwa hak kepemilikan dan pemanfaatan atas tanah oleh masyarakat adat harus diakui negara.
Beberapa produk hukum Orde Lama seperti UU No. 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria (UUPA) memiliki pasal-pasal yang mengakui ketentuan hukum adat. Begitu juga dalam bidang sumber daya hutan melalui PP No. 64 tahun 1957 tentang desentralisasi di bidang kehutanan. Namun pada masa Orde Baru, PP ini dihapus melalui PP No. 21 tahun 1970 yang menghilangkan sama sekali hak-hak masyarakat. Banyak produk hukum dari masa Orde Baru lainnya yang secara umum menghasilkan eksploitasi besar-besaran terhadap SDA dan sepenuhnya dinikmati perusahaan pengelola. Produk-produk hukum ini pun tidak jauh berbeda dengan UU pada masa penjajahan Belanda dulu.
Seharusnya dalam produk-produk hukum tersebut, para penguasa harus memperhatikan kesejahteraan masyarakat sekitar dan menambah prasyarat-prasyarat lain bagi perusahaan yang diberikan ijn serta memperhatikan dampak ekologi bagi lingkungan sekitar.

Pertambangan & Perminyakan: Menjadi Miskin di Negeri Kaya
Pertambangan dan perminyakan Indonesia merupakan bidang yang paling digarap oleh asing dengan 85,4 % dari 137 konsensi pengelolaan lapangan migas. Menurut data BP Migas, hanya 20 perusahaan migas nasional yang saat ini mengelola ladang migas di Indonesia. Bahkan ada kemungkinan bahwa dengan berbagai kepemilikan saham, pihak asing menguasai 100 % ladang migas di Indonesia.
Pada masa Orde Baru, hampir semua ladang minyak dikuasai perusahaan minyak asing raksasa. Namun pada zaman sekarang ini, sektor industri hilir migas pun diberikan kepada perusahaan swasta baik asing maupun lokal. Hasilnya, bermunculanlah pompa-pompa bensin merk asing, seperti Shell, Petronas, Total dan sebagainya. Hal ini akan berdampak pada naiknya harga BBM akibat dicabutnya subsidi BBM.
Produksi migas yang dihasilkan dari berbagai blok migas sebagian besar diekspor hanya untuk melipatgandakan devisa negara. Dan hal ini menyebabkan krisis energi yang merugikan rakyat. Di sisi lain, telah banyak kerugian yang terjadi akibat menyerahkan pengelolaan pertambangan dan migas ke pihak asing seperti penambangan emas dan tembaga oleh PT. Freeport. Pertaminapun tidak dipercaya untuk mengelola blok-blok migas seperti di Cepu.
Nasib serupa juga dialami dalam bidang batubara, yang pengelolaanya masih didominasi oleh pihak swasta seperti Bumi Resources Tbk. Salah satu alasan mengapa pihak asing yang banyak menguasai penambangan dan perminyakan di Indonesia adalah dikarenakan teknologinya yang mahal. Hal ini menjadi kurang relevan jika dibandingkan dengan masa pengelolaan oleh pihak asing.

Neoliberalisme Pengelolaan Migas
Dulu, Petronas pernah belajar dari Pertamina tentang konsep pengelolaan migasnya. Namun sekarang ini, Petronas lebih maju dari Pertamina. Hal ini disebabkan Pertamina yang dikelola secara korup. Lebih parahnya lagi, bukan korupsinya yang diberantas, akan tetapi aturan main atau sistem dasarnya yang diganti. Di era Megawati melalui UU Migas No. 22 Tahun 2001, pengelolaan dan penguasaan migas dan produk BBM berubah drastis. Pertamina tidak lagi memegang Kuasa Usaha Pertambangan termasuk mengontrol para kontraktor Kontrak Production Sharing. Bahkan saham Pertamina bisa dijual dan dimiliki siapa saja.
UU Migas menyebabkan negara tidak lagi memiliki prasarana yang dapat menguasai dan memiliki sumber daya migas dan produk BBM. Hal ini sangat bertentangan dengan Pasal 33 UUD 1945. Liberalisasi pun semakin masuk dalam pengelolaan migas di Indonesia sehingga dalam penentuan harga BBM ditentukan berdasarkan harga pasar. Salah satu cara masuknya neoliberalisme adalah dengan menghancurkan pengelolaan BUMN-BUMN strategis dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dengan cara memprivatisasinya. Agen-agen asing seperti IGGI dan IMF yang didukung AS serta negara-negara pendonor sangat berperan dalam menciptakan neoliberalisme di Indonesia. Hal ini ditambah lagi dengan bantuan wakil rakyat di DPR dalam mengesahkan Undang-undang yang pro neoliberalisme.

Nasionalisasi Migas Keberanian Morales
Presiden Bolivia Evo Morales mengeluarkan dekrit nasional sektor energi Bolivia dan mengatakan bahwa penjarahan SDA oleh perusahaan-perusahaan asing telah berakhir. Pengelolaan SDA di Bolivia sebenarnya sama dengan di Indonesia. Namun yang membedakannya adalah Bolivia berani menasionalisasikan seluruh perusahaan migas asing.
Morales memulai langkahnya dengan 2 cara.
Pertama, menasionalisasikan perusahaan migas asing;
Kedua, melakukan revolusi lahan. Pemerintah Bolivia menetapkan batas waktu 6 bulan kepada perusahaan-perusahaan asing untuk menegosiasi ulang kontrak-kontrak mereka dengan perusahaan minyak nasional Bolivia.
Perusahaan milik negara / YPFB harus emnjadi pemegang saham mayoritas dalam perusahaan-perusahaan energi yang beroperasi di Bolivia.
Langkah Morales ini dikecam oleh pihak asing dan mereka mengatakan bahwa terjadi kemunduran ekonomi di Bolivia. Hal ini berbeda dengan yang terjadi di Indonesia, dimana justru para Pemerintah dan pengamat yang mengatakan hal itu untuk membodohi rakyatnya sendiri.

Revolusi Lahan
Revolusi lahan dilakukan dengan cara dimana negara menyerahkan seperlima lahan negara kepada petani-petani miskin di Bolivia. Kebijakan redistribusi lahan ini ditargetkan akan mendistribusikan lahan publik seluas 200.000 km2 dalam 5 tahun. Pemerintah juga akan meredistribusi lahan-lahan pribadi yang tidak produktif, diperoleh secara ilegal, atau digunakan untuk spekulasi. Apakah indonesia akan mengikuti langkah Bolivia tersebut?

UU Mineral dan Batubara yang Banci
Dengan adanya UU Minerba No. 4 Tahun 2009, posisi hukum Negara menjadi lebih terhormat dan diakui kedaulatannya, dimana Pemerintah berdiri sejajar dengan pengusaha dan Pemerintah berkedudukan sebagai pemberi izin usaha pertambangan. UU Minerba ini mengakhiri Kontrak Karya, Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara dan Kuasa Pertambangan. Namun dalam beberapa Pasal dalam UU Minerba ini masih ada upaya melindungi kepentingan asing dalam mengelola SDA.
Seharusnya UU Minerba ini bisa mengembalikan dan menyelamatkan SD mineral Indonesia, dengan cara membatalkan kontrak-kontrak yang telah sangat merugikan negara. Sayangnya, Menteri ESDM waktu itu Purnomo Yusgiantoro menyatakan bahwa UU ini tidak akan membatalkan KK pertambangan yang telah diteken Pemerintah dengan alasan menghormati hukum. KK hanya bisa dibatalkan dengan tiga alasan. Pertama, jika terjadi pelanggaran pidana. Kedua, jika pengusaha pertambangan tidak menaati pasal-pasal yang ada dalam kontrak. Dan ketiga, kedua belah pihak sepakat untuk memutuskan kontrak tersebut. Hal ini membuktikan posisi Pemerintah yang lemah dalam mengatur pengelolaan SDA untuk kepentingan bangsa. Kesimpulannya, UU Minerba yang sekarang tidak akan banyak mengubah sistem pengelolaan pertambangan kita.

BUMN itu Seharusnya Boleh Rugi, Asal Bukan karena dikorupsi
Sudah sering terdengar bahwa BUMN (seperti PLN, PT KAI, PDAM, TELKOM dll) menderita kerugian, maka pemerintah dibebani subsidi untuk perusahaan-perusahaan itu. Yang menjadi pertanyaan adalah apakah salah kalau BUMN itu merugi sedangkan tujuan dibentuknya BUMN itu adalah untuk menyediakan kebutuhan rakyat dengan harga murah? Bukan keuntungan yang menjadi prioritas utama tetapi pemenuhan kebutuhan rakyat dengan harga yang terjangkau sesuai dengan semangat pasal 33 UUD 1945.
Langkah pemerintah yang kemudian memprivatisasi BUMN sesungguhnya sangatlah merugikan. Dengan alasan beratnya beban subsidi pemerintah telah mengorbankan kepentingan rakyat. Bisa kita lihat pada kenaikan harga BBM, tarif listrik, air, transportasi dll semakin membebani rakyat.
Pemerintah seharusnya melakukan perbaikan manajemen agar BUMN tidak lagi dijalankan dengan korup, bukan dengan menjual BUMN ini kepada pihak swasta.
Lecehkan Hukum demi Investor Asing
Faktor-faktor penghalang jika terjadi pengajuan judicial review terhadap PP No. 20 Tahun 1994:
1.    Pemerintah berusaha menggagalkan (secara politik);
2.    Campur tangan kekuatan asing (secara ekonomi);
3.    Putusan hakim tidak populer.
Akibatnya, jika sampai PP No. 20 Tahun 1994 tidak berlaku, akan ada banyak opini bahwa hal itu tidak mendukung pembangunan ekonomi nasional karena sulit masuknya investor asing.Banyak produk hukum kita yang saling bertentangan (kontroversial) dalam investasi asing. Contohnya, antara UUD 1945 pasal 33, UU No. 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing, dan UU No. 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri.
UUD 1945 pasal 33 ayat (2) menyatakan bahwa cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. Ayat (3) menyatakan bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Dalam UU No. 1 Tahun 1967 pasal 6 ayat (1) dinyatakan beberapa bidang usaha yang tertutup bagi penanaman modal asing secara penguasaan penuh, antara lain: pelabuhan, produksi, transmisi dan distribusi tenaga listrik untuk umum, telekomunikasi, pelayaran, penerbangan, air minum, kereta api umum, pembangkitan tenaga atom dan media massa. Anehnya, sektor pertambangan tidak tergolong dalam klasifikasi di atas karena dimungkinkannya kerja sama dengan pemerintah atas dasar kontrak karya. Ternyata hal ini untuk memuluskan masuknya Freeport ke Papua.
UU No. 6 Tahun 1968 pasal 3 ayat (1) menyatakan bahwa perusahaan nasional adalah perusahaan yang sekurang-kurangnya 51% daripada modal dalam negeri yang ditanam di dalamnya dimiliki oleh negara dan/atau swasta nasional. PP No. 20 Tahun 1994 menjamin investor asing boleh memiliki hingga 95% saham perusahaan yang bergerak dalam bidang pelabuhan, produksi, transmisi dan distribusi tenaga listrik untuk umum, telekomunikasi, pelayaran, penerbangan, air minum, kereta api, pembangkit tenaga nuklir dan media massa.
Jelas-jelas ketiga produk hukum di atas saing bertentangan. Dalam bidang yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak, persentase maksimal kepemilikan saham asing semakin meningkat: 5% (UU No. 1 Tahun 1967), 49% (UU No. 6 Tahun 1968), dan menjadi 95% (PP No. 20 Tahun 1994).
Ada hal lain yang lebih memprihatinkan. Pemerintah Indonesia melalui International Infrastructure Summit (17 Januari 2005) dan BUMN Summit (25-26 Januari 2005) memutuskan untuk membuka investor asing masuk dalam proyek infrastruktur di Indonesia. Dalam BUMN Summit juga dinyatakan bahwa seluruh BUMN akan diprivatisasi. Jadi, barang dan jasa publik (yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak) akan menjadi barang komersial dengan fokus utama bisnis (profit oriented).

Penyimpangan Konstitusi: Pasal 33 UUD 1945
Pasal 33 UUD 1945 menyiratkan adanya sistem ekonomi sosialis atau sistem berbasis kerakyatan. Hal ini diperkuat dengan amandemen keempat dengan dicantumkannya ketentuan perekonomian nasional yang diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi. Namun, dalam praktiknya, belum ada implementasi dari pasal 33 UUD 1945.
Berikut ini penjabaran pasal 33 UUD 1945:
1.    Kegiatan ekonomi berdasar atas rasa kebersaman;
2.    Adanya semangat kekeluargaan yang saling menunjang dan menguntungkan antarpelaku ekonomi;
3.    Hal-hal yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat;
4.    Penguasaan negara tersebut dilakukan melalui peraturan hukum;
5.    Tidak ada tempat untuk liberalisme.
Pasal 33 UUD 1945 menjamin kepentingan rakyat dengan menciptakan kemakmuran dan kepastian penghidupan yang layak dan tidak menciptakan penindasan dan penghisapan (exploitation d’lomme parlon). Bung Karno dan Bung Hatta menyatakan untuk mengimplementasikan hal tersebut, diperlukan ekonomi berencana (planned economy) atau perencanaan terpusat. Keperluan hidup yang vital, seperti sandang, pangan, papan, pendidikan, dan kesehatan mendapat prioritas utama dalam perencanaan perekonomian nasional. Rakyat juga harus mendapat air, listrik, gas, dan BBM yang cukup dan murah karena barang-barang tersebut penting bagi rakyat. Perusahaan transportasi juga harus berfokus pada pelayanan keperluan masyarakat, tidak profit oriented.
Kerja sama ekonomi seharusnya dilakukan dengan cara bagi hasil (production sharing) antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Koperasi, Swasta Nasional dan Asing. Proyek-proyek didanai dari kredit luar negeri, sedangkan pembayarannya dilakukan dengan sebagian hasil dari proyek tersebut. Kepemilikan dan pimpinan harus tetap ada di tangan pihak Indonesia. Barang impor seharusnya hanya menjadi pelengkap produksi domestik. Walaupun demikian, ekspor dan impor harus berada pada hubungan yang seimbang, artinya ekspor diperlukan untuk membayar impor.
Seperti telah dikemukakan di atas, pasal 33 UUD 1945 belum mampu diimplementasikan. Bahkan, dapat dikatakan baru sebatas normatif. Banyak cabang produksi yang vital dikelola oleh swasta atau investor asing. Freeport, ExxonMobil, Newmont adalah contohnya.
Dalam berbagai segi, pengelolaan ekonomi kita sekarang ini cenderung liberal. Bahkan, Indonesia dianggap sebagai negara paling liberal di antara negara-negara liberal. Hal yang ironis, di satu sisi kita tetap mempertahankan pasal 33 UUD 1945, namun di sisi lain, produk hukum di bawahnya justru menyimpang.
Pada tahun 1994 terjadi krisis ekonomi yang melanda Amerika Latin. Untuk mengatasinya, digulirkan suatu rekomendasi formula 10 elemen yang dinamakan Washington Consensus, antara lain:
1.    Disiplin fiskal, menjaga anggaran agar tetap surplus;
2.    Belanja APBN diprioritaskan untuk memperbaiki pendistribusi pendapatan;
3.    Reformasi sektor perpajakan;
4.    Liberalisasi sektor finansial;
5.    Pertimbangan daya saing dan kredibilitas dalam penentuan kurs mata uang;
6.    Liberalisasi perdagangan;
7.    Tidak ada diskriminasi investasi asing;
8.    Privatisasi BUMN;
9.    Deregulasi atau penghilangan segala restriksi perusahaan baru yang hendak masuk pasar;
10.    Perlindungan hak cipta (property right).
Kesepuluh pilar di atas dapat dipersempit lagi menjadi tiga poin utama:
•    kebijakan fiskal yang disiplin dan konservatif;
•    privatisasi BUMN;
•    liberalisasi pasar.
Berbagai perdebatan akan pro-kontra neoliberalisme tampaknya mengambil Washington Consensus tersebut sebagai tolok ukur. Contoh yang nyata: privatisasi BUMN.
Masalahnya, apakah dengan sistem neoliberalisme, rakyat menjadi makmur dan tidak perlu terjadi krisis ekonomi? Korea Selatan mungkin kelihatan berhasil dengan sistem neoliberalismenya, namun ada campur tangan Amerika Serikat untuk menghadapi Korea Utara dan Cina. Amerika Serikat memberikan bantuan dan perhatian yang besar untuk menumbuhkan perekonomian Korea Selatan.
Bagaimana dengan Indonesia…?
***



DITEMUKAN DUA KLUB INDONESIA
PEMASOK PERJUANGAN ISRAEL



K
etua Forum Ulama Ummat Indonesia (FUUI) Athian Ali mengungkapkan, dua klub berkedok kemanusian di Kota Bandung memasok perjuangan Israel. Untuk itu, pihaknya mengeluarkan tiga maklumat yang mendesak dibubarkannya klub tersebut.
“Kedua kaki tangannya Zionis itu ialah Rotary Club dan Lions Club. Keduanya ada di Bandung dan induknya ialah Fremasonry dengan dalangnya Zionis Israel,” ungkap Athian Ali saat jumpa pers di Sekretariat FUUI Bandung, Sabtu (31/1/2009).
Awalnya, pihaknya pernah mendapat laporan dari Kejaksaan terkait aktifitas menyimpang dari kedua club tersebut. “Pada tahun 2001 kejaksaan sudah memberitahu saya, tapi saya belum yakin. Setelah diselidiki, ternyata dana yang dihimpunnya dikirimkan ke Amerika dan dilanjutkan untuk mendanai Zionis Israel,” jelasnya.
Tiga maklumat yang dikeluarkan itu adalah, mendesak Presiden RI untuk mencabut Kepres RI Nomor 69 Tahun 2000 yang mencabut Kepres RI Nomor 264 Tahun 1962 dan memberlakukan kembali Kepres RI no 264 tahun 1962. “Karena Kepres tersebut berisi melarang Rotary Club diIndonesia, ” jelas Athian.
Maklumat kedua, mengingatkan umat Islam akan fatwa para Ulama Mekkah dan Komisi Fatwa Al-Azhar mengenai haramnya bergabung dengan Rotary Club dan Lions Club serta kafirnya seseorang yang dengan sadar menjadi anggota Rotary Club dan yang bersangkutan mengetahui tujuan yang sebenarnya.
“Ketiga mengimbau umat Islam yang kini bergabung dengan gerakan Freemasonry atau salah satu jaringannya agar segera menanggalkan keanggotaannya, ” tegas Athian.
Sementara itu, saat wartawan hendak mengkonfirmasi ke Rotary Club Bandung di Gedung Fakultas ITENAS Jalan P.H.H. Mustofa, Bandung, tidak ada seorang pun. “Semuanya libur kalau hari sabtu,” ungkap salah seorang satpam Itenas yang enggan disebutkan namanya. Ketika ditanya apakah dirinya mengenal salah seorang pengurus. Dia mengaku tidak mengetahui, tetapi sesekali memang ada beberapa orang di sekretariat tersebut.
***


SEJARAH YAHUDI DI INDONESIA



Y
ahudi di Indonesia membentuk komunitas Yahudi yang sangat kecil, yang terdiri hanya sekitar 20 yahudi, yang kebanyakan merupakan Yahudi Sephardi.
Pada tahun 1850-an, pengelana Yahudi, Jacob Saphir, adalah orang pertama yang menulis mengenai komunitas Yahudi di Hindia Belanda, setelah mengunjungi Batavia. Kebanyakan Yahudi yang hidup di Hindia Belanda pada abad ke-19 adalah Yahudi Belanda, yang bekerja sebagai pedagang atau berhubungan dengan rezim kolonial. Namun, beberapa anggota komunitas juga merupakan imigran dari Irak atau Aden.
Pada saat Perang Dunia, jumlah Yahudi di Hindia Belanda diperkirakan sekitar 2.000 jiwa. Yahudi Indonesia menderita ketika Pendudukan Jepang di Indonesia, dan mereka dipaksa untuk bekerja di kemah. Setelah perang, Yahudi yang dilepas menemui berbagai masalah, dan banyak yang beremigrasi ke Amerika Serikat, Australia atau Israel.
Pada akhir 1960-an, diperkirakan 20 Yahudi tinggal di Jakarta dan 25 tinggal di Surabaya. Pada sensus tahun 2000, orang Indonesia yang menyatakan sebagai suku Yahudi berjumlah sekitar 200 orang saja. Mereka memeiliki sebuah sinagoga di Surabaya, Jawa Timur.


Keturunan Yahudi Indonesia
Beberapa tokoh berdarah Yahudi Indonesia diantaranya :
•    Marini Sardi, artis
•    Yapto Suryosumarno, politikus; tokoh pemuda
•    Nafa Urbach, artis
•    Cornelia Agatha, artis
•    Xaviera Hollander, penulis, bintang erotika, pengusaha.
Konon, warga Yahudi sudah banyak berdiam di Indonesia sejak jaman kolonial Belanda, khususnya di Jakarta, tapi tidak ada tanggal yang pasti kaum Yahudi menetap di Indonesia. Sebuah situs Komunitas Yahudi dunia mencatat bahwa pada tahun 1850 seorang utusan dari Jerusalem, Jacob Saphir, yang mengunjungi Batavia (Jakarta), bertemu dengan seorang pedagang Yahudi dari Amsterdam yang menyebutkan bahwa ada 20 keluarga Yahudi dari Belanda atau Jerman tinggal di sana, termasuk anggota pasukan kolonial Belanda.
Beberapa orang Yahudi juga tinggal di Semarang dan Surabaya. Mereka punya beberapa hubungan dengan agama Judaisme (ajaran Yahudi). Atas permintaan Saphir, Komunitas Amsterdam mengirim rabbi yang mencoba mengorganisasikan jemaah di Batavia dan Semarang.
Sejumlah Yahudi dari Baghdad atau asli orang Baghdad, dan dari Aden juga bermukim di Jawa. Pada tahun 1921, utusan Zionis dari Israel yang bernama Cohen memperkirakan bahwa hampir ada 2,000 orang Yahudi yang tinggal di Jawa.
Sebagai catatan, Vereenigde Oostindische Compagnie (Serikat Dagang India Timur) atau VOC atau Kompeni berdiri pada tahun 1602 dan memegang hak monopoli dari Kerajaan Belanda untuk menguasai jalur perdagangan di Asia selama 21 tahun. VOC adalah Multi-National Company (MNC) pertama di dunia dan juga perusahaan Multi-nasional pertama yang menerbitkan saham. Selama hampir 200 tahun berkuasa, VOC akhirnya bangkrut dan dibubarkan pada tahun 1800 karena terlilit hutang dan kerusuhan. Akhirnya asset dan hutang-hutangnya diambil alih oleh pemerintah Hindia Belanda.
Kembali kepada kisah kaum Yahudi. Yahudi Belanda di Surabaya ada yang memegang jabatan penting di pemerintahan, dan banyak juga yang jadi pedagang. Kaum Yahudi yang berasal dari Baghdad membentuk elemen yang paling ortodox (kolot). Di sana juga terdapat kaum Yahudi asal Eropa Tengah dan Soviet Russia, yang jumlahnya meningkat di tahun 1930-an. Di tahun 1939 ada sekitar 2,000 pemukim Yahudi Belanda dan sejumlah Yahudi stateless (tanpa status kewarganegaraan) yang menjalani hukuman ketika Jepang menduduki Indonesia. Setelah kemerdekaan Indonesia, unsur-unsur Yahudi Belanda mulai mengalami kemerosotan dan populasinya pun berkurang karena alasan-alasan politik dan ekonomi.
Ada sekitar 450 orang Yahudi di Indonesia pada tahun 1957, umumnya kaum Ashkenazim di Jakarta dan kaum Sephardim di Surabaya, komunitas inilah yang memelihara sebuah sinagoga di sana. Komunitas tersebut berkurang menjadi 50 orang di tahun 1963. Ada sekitar 20 orang Yahudi yang tinggal di Jakarta dan 25 orang di Surabaya pada tahun 1969. Komunitas ini diwakili oleh the Board of Jewish Communities of Indonesia (Dewan Komunitas-komunitas Yahudi di Indonesia) yang berkantor di Jakarta.
Pada tahun 1997, tercatat ada sekitar 20 orang Yahudi tinggal di Indonesia, beberapa dari mereka ada di Jakarta dan beberapa keluarga Yahudi lainnya yang berasal dari Irak tinggal di Surabaya dan memelihara sebuah sinagoga kecil.

Pedagang Sukses
Pada abad ke-19 dan 20 serta menjelang Belanda hengkang dari Indonesia, ada sejumlah orang Yahudi yang membuka toko-toko di Noordwijk (kini Jl Juanda) dan Risjwijk (Jl Veteran) —dua kawasan elite di Batavia kala itu— seperti Olislaeger, Goldenberg, Jacobson van den Berg, Ezekiel & Sons dan Goodwordh Company.
Di sepanjang Jalan Juanda (Noordwijk) dan Jalan Veteran (Rijswijk) jejak Zionis-Yahudi juga ada. Dalam sebuah artikel di sebuah media massa yang terbit di Jakarta, sejarawan Betawi Alwi Shahab menyebutkan, pada abad ke-19 dan ke-20, sejumlah orang Yahudi menjadi pengusaha papan atas di Jakarta.
Beberapa di antaranya bernama Olislaegar, Goldenberg dan Ezekiel. Mereka menjadi pedagang sukses dan tangguh yang menjual permata, emas, intan, perak, arloji, kaca mata dan berbagai komoditas lainnya. Toko mereka berdiri di sepanjang Jalan Risjwijk dan Noorwijk.
Masih menurut Alwi, pada tahun 1930-an dan 1940-an, jumlah orang Yahudi cukup banyak di Jakarta. Bisa mencapai ratusan orang. Mereka pandai berbahasa Arab, hingga sering dikira sebagai orang keturunan Arab. Bahkan Gubernur Jenderal Belanda, Residen dan Asisten Residen Belanda di Indonesia banyak yang keturunan Yahudi. Di masa kolonial, warga Yahudi ada yang mendapat posisi tinggi di pemerintahan. Termasuk gubernur jenderal AWL Tjandra van Starkemborgh Stachouwer (1936-1942).
Sedangkan Abdullah Alatas (75 tahun) mengatakan, keturunan Yahudi di Indonesia kala itu banyak yang datang dari negara Arab. Maklum kala itu negara Israel belum terbentuk. Seperti keluarga Musri dan Meyer yang datang dari Irak.
Sedangkan Ali Shatrie (87) menyatakan bahwa kaum Yahudi di Indonesia memiliki persatuan yang kuat. Setiap Sabath atau Sabtu, hari suci kaum Yahudi, mereka berkumpul bersama di Mangga Besar, yang kala itu merupakan tempat pertemuannya. Di gedung itu, seorang rabbi, imam kaum Yahudi, memberikan wejangan dengan membaca Kitab Zabur.
Menurut Ali Shatrie, kaum Yahudi umumnya memakai paspor Belanda dan mengaku warga negara kincir angin. Sedangkan Abdullah Alatas mengalami saat-saat hari Sabath dimana warga Yahudi sambil bernyanyi membaca kitab Talmut dan Zabur, dua kitab suci mereka.
Pada 1957, ketika hubungan antara RI-Belanda putus akibat kasus Irian Barat (Papua), tidak diketahui apakah seluruh warga Yahudi meninggalkan Indonesia. Konon, mereka masih terdapat di Indonesia meski jumlahnya tidak lagi seperti dulu. Yang pasti dalam catatan sejarah Yahudi dan jaringan gerakannya, mereka sudah lama menancapkan kukunya di Indonesia. Bahkan gerakan mereka disinyalir telah mempengaruhi sebagian tokoh pendiri negeri ini. Sebuah upaya menaklukkan bangsa Muslim terbesar di dunia (Sabili, 9/2-2006).
Dalam buku Jejak Freemason & Zionis di Indonesia disebutkan bahwa gedung Bappenas di Taman Surapati dulunya merupakan tempat para anggota Freemason melakukan peribadatan dan pertemuan.
Gedung Bappenas di kawasan elit Menteng, dulunya bernama gedung Adhuc Stat dengan logo Freemasonry di kiri kanan atas gedungnya, terpampang jelas ketika itu. Anggota Freemason menyebutnya sebagai loji atau rumah syetan. Disebut rumah syetan, karena dalam peribadatannya anggota gerakan ini memanggil arwah-arwah atau jin dan syetan, menurut data-data yang dikumpulkan penulisnya Herry Nurdi.
Freemasonry atau Vrijmetselarij dalam bahasa Belanda masuk ke Indonesia dengan beragam cara. Terutama lewat lembaga masyarakat dan pendidikan. Pada mulanya gerakan itu menggunakan kedok persaudaraan kemanusiaan, tidak membedakan agama dan ras, warna kulit dan gender, apalagi tingkat sosial di masyarakat.
Dalam buku tersebut disebutkan, meski pada tahun 1961, dengan alasan tidak sesuai dengan kepribadian bangsa, Presiden Sukarno melakukan pelarangan terhadap gerakan Freemasonry di Indonesia. Namun, pengaruh Zionis tidak pernah surut. Hubungan gelap ‘teman tapi mesra’ antara tokoh-tokoh bangsa dengan Israel masih terus berlangsung.
Zionis-Yahudi mengakar kuat di Indonesia. Melalui antek-anteknya yang ada di Indonesia, mereka berhasil menguasai sektor ekonomi, terutama bidang perbankan dan merasuki budaya Indonesia.
Ridwan Saidi, sejarawan Betawi, mengaku prihatin dengan kondisi umat saat ini. Sebab, banyak umat yang masih tidak percaya gerakan Zionis-Yahudi. Bahkan sebagian kaum Muslimin memandang tudingan gerakan Zionis-Yahudi sebagai sesuatu yang mengada-ada. Padahal, dampak dari gerakan Zionis ini sangatlah merugikan kaum Muslimin bahkan umat manusia.
“Siapa bilang tidak ada gerakan Zionis-Yahudi di sini. Ada dong, sebab akarnya terlalu kuat di Indonesia. Mereka masuk sejak zaman Hindia Belanda,” ujar pria yang puluhan tahun meneliti dan mengkaji gerakan Zionis-Yahudi itu.
Benarkah akar Zionis-Yahudi begitu kuat di Indonesia? Apa saja indikasi dan buktinya? Memang, tak mudah melacak jejak gerakan berbahaya ini di Indonesia. Apalagi selama ini, Zionis-Yahudi, memang gerakan tertutup. Aktivitas mereka berkedok kegiatan sosial atau kemanusiaan. Namun sasaran dan tujuannya sangat jelas: Merusak kaum lain.
Ibarat orang yang sedang buang angin dengan pelan: tercium baunya, tapi tak nampak wujudnya. Tidak mudah mengendus dan mendeteksi mereka. Namun dengan membuka-buka catatan sejarah, kabut dan misteri seputar jaringan Zionis-Yahudi di Indonesia akan terbuka lebar.

Gedung Bappenas
Gedung dan bangunan ternyata tak hanya memiliki estetika, namun juga menyimpan sejarah peradaban, tak terkecuali gerakan Zionis-Yahudi di Indonesia. Dari sejumlah dokumen sejarah, tidak sedikit gedung-gedung yang berdiri dan beroperasi saat ini yang ternyata dulunya pernah menjadi pusat pengendali gerakan Zionis-Yahudi di Indonesia.
Satu di antaranya adalah gedung induk yang saat ini dipakai pemerintah untuk kantor Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) di Jalan Taman Suropati, Menteng, Jakarta Pusat. Dalam buku “Menteng Kota Taman Pertama di Indonesia” karangan Adolf Hueken SJ, disebutkan, awalnya gedung yang kini berperan penting merencanakan pembangunan Indonesia itu adalah bekas loge-gebouw, tempat pertemuan para vrijmetselaar (kaum Freemason).
Loge-gebouw atau rumah arloji sendiri adalah sebuah sinagoga, tempat peribadatan kaum Yahudi. Dulu, kaum Yahudi memakainya untuk tempat “sembahyang” atau “ngeningkan cipta” kepada Tuhan. Karena tempat itu sering dipergunakan untuk memanggil-manggil roh halus, maka masyarakat Indonesia sering menyebut loge atau loji sebagai rumah setan.
Sementara Vrijmetselarij adalah organisasi bentukan Zionis-Yahudi di Indonesia (Dulu Hindia Belanda). Ridwan Saidi dalam bukunya “Fakta dan Data Yahudi di Indonesia” menuliskan bahwa pimpinan Vrjmetselarij di Hindia Belanda sekaligus adalah ketua loge.
Vrijmetselarij bukanlah organisasi yang berdiri sendiri. Ia merupakan bentukan dari organisasi Freemasonry, sebuah gerakan Zionis-Yahudi internasional yang berkedudukan di London, Inggris. Pada tahun 1717, para emigran Yahudi yang terlempar ke London, Inggris, mendirikan sebuah gerakan Zionis yang diberi nama Freemasonry. Organisasi inilah yang kini mengendalikan gerakan Zionis-Yahudi di seluruh dunia.
Dalam kenyataannya, gerakan rahasia Zionis-Yahudi ini selalu bekerja menghancurkan kesejahteraan manusia, merusak kehidupan politik, ekonomi dan sosial negara-negara yang di tempatinya. Mereka ingin menjadi kaum yang menguasai dunia dengan cara merusak bangsa lain, khususnya kaum Muslimin.
Mereka sangat berpegang teguh pada cita-cita. Tujuan akhir dari gerakan rahasia Zionis-Yahudi ini, salah satunya, adalah mengembalikan bangunan Haikal Sulaiman yang terletak di Masjidil Aqsha, daerah Al-Quds yang sekarang dijajah Israel. Target lainnya, mendirikan sebuah pemerintahan Zionis internasional di Palestina, seperti terekam dari hasil pertemuan para rabbi Yahudi di Basel, Switzerland.
Seperti disinggung di atas, gedung Bappenas memiliki sejarah kuat dengan gerakan Zionis-Yahudi. Tentu, bukan suatu kebetulan, jika lembaga donor dunia seperti International Monetary Fund (IMF) yang dikuasai orang-orang Yahudi sangat berkepentingan dan menginginkan kebijakan yang merencanakan pembangunan di Indonesia selaras dengan program mereka.
Satu per satu bukti kuatnya jejak Zionis-Yahudi di Indonesia bermunculan. Jejak mereka juga nampak di sepanjang Jalan Medan Merdeka Barat dengan berbagai gedung pencakar langitnya. Menurut Ridwan Saidi, semasa kolonial Belanda, Jalan Medan Merdeka Barat bernama Jalan Blavatsky Boulevard. Nama Blavatsky Boulevard sendiri tentu ada asal-usulnya. Pemerintah kolonial Belanda mengambil nama Blavatsky Boulevard dari nama Helena Blavatsky, seorang tokoh Zionis-Yahudi asal Rusia yang giat mendukung gerakan Freemasonry.

Siapa Blavatsky?
Pada November 1875, pusat gerakan Zionis di Inggris, Fremasonry, mengutus Madame Blavatsky ¬demikian Helena Balavatsky biasa disebut¬kan New York. Sesampainya di sana, Blavatsky langsung mendirikan perhimpunan kaum Theosofi. Sejak awal, organisasi kepanjangan tangan Zionis-Yahudi ini, telah menjadi mesin pendulang dolar bagi gerakan Freemasonry.
Di luar Amerika, sebut misalnya di Hindia Belanda, Blavatsky dikenal sebagai propagandis utama ajaran Theosofi. Pada tahun 1853, saat perjalanannya dari Tibet ke Inggris, Madame Blavatsky pernah mampir ke Jawa (Batavia). Selama satu tahun di Batavia, ia mengajarkan Theosofi kepada para elite kolonial dan masyarakat Hindia Belanda.
Sejak itu, Theosofi menjadi salah satu ajaran yang berkembang di Indonesia. Salah satu ajaran Theosofi yang utama adalah menganggap semua ajaran agama sama. Ajaran ini sangat mirip dan sebangun dengan pemahaman kaum liberal yang ada di Indonesia.
Menurut cerita Ridwan Saidi, di era tahun 1950-an, di Jalan Blavatsky Boulevard (kini Jalan Medan Merdeka Barat) pernah berdiri sebuah loge atau sinagoga. Untuk misinya, kaum Yahudi memakai loge itu sebagai pusat kegiatan dan pengendalian gerakan Zionis di Indonesia. Salah satu kegiatan mereka adalah membuka kursus-kursus okultisme (pemanggilan makhluk-makhluk halus).
“Jika saat ini saham mayoritas Indosat dikuasai Singtel, salah satu perusahaan telekomunikasi Yahudi asal Singapura, maka itu sangat wajar. Sebab dulunya Indosat adalah sinagoga dan kembali juga ke sinagoga,” ujar mantan anggota DPR yang pernah menginjakkan kakinya ke Israel tersebut.

Tradisi Merantau
Sudah menjadi tradisi hidup kaum Zionis-Yahudi untuk merantau. Tidak ada daerah yang tidak mereka rambah. Di luar Jakarta, kaum Yahudi menetap di daerah Bandung, Jawa Barat. Pengamat Yahudi asal Bandung, HM Usep Romli mengatakan, mereka masuk Bandung sejak tahun 1900-an. Untuk meredam resistensi masyarakat Bandung, mereka masuk melalui jalur pendidikan dengan berprofesi sebagai guru. Kebanyakan dari mereka adalah pengikut aliran Theosofi, kaki tangan gerakan Freemasonry internasional. Tempat kumpul mereka berada di sebuah rumah yang terletak di dekat Jalan Dipati Ukur. Masyarakat menyebut rumah itu sebagai rumah setan.
“Dulunya, kawasan Dipati Ukur adalah tempat tinggal orang-orang Belanda dan tempat berkumpulnya kaum terpelajar, baik dari Belanda maupun pribumi. Itulah kenapa jika ditengok kawasan Dipati Ukur saat ini, banyak sekali berdiri lembaga-lembaga pendidikan, termasuk Universitas Padjajaran (Unpad). Namun saya tidak tahu di mana tepatnya markas kaum Theosofi tersebut,” ujar Usep.
Pada dasarnya, mereka tidak mengalami kesulitan menjajakan pemahamannya karena berpenampilan lembut, sopan dan ramah. Karenanya banyak masyarakat yang simpati dan tertarik dengan mereka. Sampai-sampai banyak masyarakat mengultuskan ucapan dan ajaran mereka, hingga mengikuti ritual agama Yahudi. “Tanpa disadari ajaran Zionis masuk ke hati dan pikiran masyarakat Bandung dan tumbuh menjadi suatu ajaran yang kuat,” tandas Usep.
Khusus di Surabaya, kaum Yahudi membentuk komunitas sendiri di beberapa kawasan kota lama, seperti Bubutan dan Jalan Kayon. Di Jalan Kayon No 4, Surabaya, hingga kini berdiri sebuah sinagog, tempat peribadatan kaum Yahudi. Selama ini gerakan mereka tidak mudah terdeteksi masyarakat karena mereka berkedok yayasan sosial dan amal.

Antek-Antek
Panah beracun Zionis-Yahudi terus dilepaskan dari busurnya dan terus mengenai sasarannya. Setelah menunggu satu dekade, kini mereka sedang memanen buahnya. Melalui antek-anteknya di Indonesia, kaum Zionis-Yahudi ‘menyetir’ dunia politik, sektor ekonomi, terutama bidang perbankan dan jaringan telekomunikasi.
Transaksi saham menjadi modal ampuh mengendalikan Indonesia. Singtel, perusahaan telekomunikasi milik orang Yahudi (catatan ; setau saya Singtel milik pemerintah singapore melalui Temasek) yang berkedudukan di Singapura misalnya, tahun lalu, berhasil menguasai kepemilikan PT Indosat, sebagaimana diungkapkan Ridwan Saidi. Mereka berhasil menjadi pemegang saham terbesar dan berhak mengatur arah kebijakan Indosat ke depan.
Hal serupa terjadi dalam dunia pemberitaan. Bhakti Investama, sebuah perusahaan yang sebagian sahamnya milik George Soros, seorang Yahudi yang pada tahun 1998 mengacak-acak ekonomi Indonesia. Dengan membeli saham, dia mulai memasuki industri media di Indonesia Ritel juga menjadi sasaran utama mereka. Philip Morris, sebuah perusahaan rokok dunia milik seorang Yahudi asal Amerika menguasai kira-kira sembilan puluh persen saham perusahaan rokok PT Sampoerna. Ia pun berhak mengendalikan bisnis perusahaan rokok ternama di Indonesia itu.
Bidang budaya tak luput dari garapan mereka. Untuk menjauhkan Islam dari agamanya, mereka masuk ke dalam kebatinan Jawa. Kuatnya akar Freemasonry dapat dilihat dari mantra-mantra memanggil roh halus atau jin yang memakai bahasa Ibrani, bahasa khas kaum Yahudi.
Bau Zionis-Yahudi juga tercium tajam di dunia perjudian. Dadu yang sering dipakai dalam permainan judi bermata hewan Zionis. “Ini fakta. Oleh sebab itu saat menerima laporan dari bawahannya tentang kuatnya akar Zionisme-Yahudi di Indonesia, Hitler, pemimpin NAZI langsung mengirim pasukannya ke Hindia Belanda untuk memerangi mereka,” ujar Ridwan.
Jelas, gerakan Zionis-Yahudi bukanlah gerakan fiktif atau mengada-ada. Ia benar-benar nyata dan terus akan bergerak sampai cita-citanya tercapai: Menguasai dunia. Oleh sebab itu, kaum Muslimin harus terus memperkuat diri dengan Islam. Tidak boleh lengah atau lalai sedikit pun. Tetap waspada, jangan mudah termakan dengan pikiran atau paham bebas, dan rapatkan barisan, adalah modal kuat melawan mereka. Dan, tak kalah pentingnya, adalah memperkuat dan mengembangkan jaringan dan gerakan yang sedang kita bangun!
***


MENGUNGKAP ARTIS
BERDARAH YAHUDI DI INDONESIA




I
su soal Yahudi memang harus selalu diwaspadai dan harus dicari akar dan sejarahnya. Termasuk juga hubungan dan kaitannya dengan artis berdarah Yahudi di Indonesia.
Sebelum membahas soal itu, mari kita tengok sejenak sejarah Yahudi sampai di negeri ini.
Menurut Wikipedia, Yahudi di Indonesia berawal dari kedatangan penjelajah Eropa awal dan pemukim. Yahudi di Indonesia saat ini membentuk komunitas Yahudi yang sangat kecil, yang terdiri hanya sekitar 20 orang Yahudi, yang kebanyakan merupakan Yahudi Sephardi. Pada tahun 1850-an, pengelana Yahudi, Jacob Saphir, adalah orang pertama yang menulis mengenai komunitas Yahudi di Hindia Belanda, setelah mengunjungi Batavia. Di Batavia, ia telah banyak berbicara dengan seorang Yahudi lokal, yang telah memberitahunya bahwa ada sekitar 20 keluarga Yahudi di kota itu dan beberapa di Semarang. Kebanyakan Yahudi yang hidup di Hindia Belanda pada abad ke-19 adalah Yahudi Belanda yang bekerja sebagai pedagang atau hal-hal yang berhubungan dengan rezim kolonial. Namun, beberapa anggota komunitas juga merupakan imigran dari Irak atau Aden.

Pada saat Perang Dunia, jumlah Yahudi di Hindia Belanda diperkirakan sekitar 2.000 jiwa. Yahudi Indonesia diasingkan ketika Pendudukan Jepang di Indonesia dan mereka dipaksa untuk bekerja di kamp. Setelah perang, Yahudi yang dilepas banyak menemui berbagai masalah, dan banyak yang beremigrasi ke Amerika Serikat, Australia atau Israel. Pada akhir 1960-an, ia telah memperkirakan bahwa ada 20 orang Yahudi yang tinggal di Jakarta dan lain-lain tinggal di Manado. Populasi total Yahudi Indonesia menurut Kongres Yahudi Sedunia [2] diperkirakan berjumlah 20 orang.
Adapun artis berdarah Yahudi Indonesia di antaranya adalah sebagai berikut.

Ahmad Dhani, Musisi
Dhani Ahmad Prasetyo (lahir di Surabaya, Jawa Timur, 26 Mei 1972; umur 38 tahun) atau yang lebih dikenal dengan Ahmad Dhani / Dhani Manaf adalah seorang musisi, penulis lagu, penata musik, dan produser Indonesia. Dhani merupakan leader dari grup band papan atas, Dewa 19 dan juga personel grup band The Rock. Dhani juga merupakan pemilik dan pimpinan dari Republik Cinta Management. Dhani telah mencetak banyak hits dan mengorbitkan sejumlah artis melalui karyanya.

Dhani menikah dengan Maia Estianty di tahun 1994, setelah sekian lama menjalin cinta sejak Dhani masih di SMA Negeri 2 Surabaya. Dari pernikahan mereka, keduanya memiliki 3 anak. Dhani menamai anak-anaknya sesuai tokoh sufi yang dikaguminya, yakni Ahmad Al Gazali, El Jalaluddin Rumi, dan Ahmad Abdul Qodir Jaelani. Sejak akhir 2006, Dhani dan istrinya terlibat skandal ‘tuduh menuduh’ yang berujung pada gugatan cerai yang diajukan oleh Maia Estianty. Rumah tangga mereka resmi berakhir pada 23 September 2008 melalui keputusan hakim di Pengadilan Agama Jakarta Selatan.

Marini Sardi, Artis
Kanjeng Raden Ayu Soemarini Soerjosoemarno, sekarang dikenal sebagai Marini Burhan Abdullah (lahir di Malang, 2 November 1947; umur 62 tahun) adalah seorang penyanyi yang telah tampil di panggung dan layar TV sejak tahun 1960-an dan telah merekam puluhan album, baik yang direkam di Indonesia maupun di luar negeri yang direkam di Polydor, Philips, EMI di Singapura, Tokyo, dan Kuala Lumpur.

Marini dan Sandra Sanger merupakan penyanyi andalan The Steps ditahun 1970-an, mereka lebih dari 8 tahun melanglang kota-kota besar Asia, Singapura, Kuala Lumpur, Tokyo dan Hongkong. Marini sebagai pemeran wanita (film) Indonesia yang terkenal pada film-film era 1975-an, pernah terpilih sebagai The Best Actress (Pemeran Wanita Terbaik) pada Festival Fim Asia (FFA Awards) di Seoul, Korea. Sampai saat ini Marini masih sering tampil menyanyi bersama Band The Steps. Bulan Agustus 2008 Marini & The Steps melakukan Konser di Sultan Hotel (dahulu Hilton Hotel) Jakarta. Juga sampai saat ini Marini masih aktif tampil sebagai pemeran film sinetron terutama yang bertemakan religi dilayar kaca, dan tampil lagi dilayar lebar pada film Ayat-Ayat Cinta yang mencapai rekor jumlah sementara tertinggi di Indonesia, ditonton lebih dari 3,9 juta penonton.

Marini adalah anak ke-dua dari pasangan Soetarjo Soerjosoemarno (Mayjen TNI/Alm.), keluarga kesultanan Keraton Mangkunegaran Solo, dan Dolly Zegerius, gadis Belanda keturunan Yahudi yang dinikahi pada tahun 1943 saat Soetarjo studi di Technische Universiteit Delft, Nederland.

Salah satu adik kandungnya adalah Japto Soerjosoemarno yang sampai kini menjabat sebagai Ketua Umum Pemuda Pancasila dan juga Ketua Umum Partai Patriot (dahulu Partai Patriot Pancasila).

Nafa Urbach, Artis
Nafa Urbach (lahir di Magelang, Jawa Tengah, 19 September 1980; umur 29 tahun) adalah pemeran dan penyanyi Indonesia. Artis keturunan Jerman ini menikah dengan pesinetron Zack Lee. Mereka menikah 16 Februari 2007 di Gereja Immanuel, Jakarta Pusat. Nafa sempat mengandung 1,5 hingga akhirnya ia keguguran sekitar pertengahan bulan Agustus 2007. Sebelum menjalin hubungan dengan Zack Lee, Nafa sempat berpacaran dengan pesinetron Primus Yustisio yang kini menjadi suami bintang sinetron Jihan Fahira. Bahkan demi Primus pula, Nafa sempat berpindah ke agama Islam. Dia juga membuat heboh dunia hiburan Indonesia karena perpindahan agama lagi dari Islam ke Kristen setelah putus dari Primus.

Cornelia Agatha, Artis
Cornelia Agatha (lahir di Jakarta, 11 Januari 1973; umur 37 tahun) adalah seorang pemeran Indonesia. Cornelia memiliki darah Jawa, Manado, Belanda, Jerman, dan Yahudi. Cornelia dikenal antara lain karena perannya sebagai Sarah dalam sinetron Si Doel Anak Sekolahan. Sinetron itulah yang mengorbitkan namanya.

Film Lupus adalah pengalaman kali pertamanya di layar lebar. Prestasi yang pernah dicatatnya, yakni berhasil masuk nominasi untuk kategori Aktris Terbaik lewat aktingnya di Rini Tomboy, di Festival Film Indonesia (FFI) tahun 1992. Perannya dalam sinetron Perempuan Pilihan sebagai seorang penari bernama Dayu, menghantarkannya pada penghargaan dari Forum Film Bandung (FFB) 2002 sebagai Aktris Terpuji.

Mariana Renata
Mariana Renata (lahir di Paris, Perancis, 31 Desember 1983; umur 26 tahun) adalah seorang aktris dan model asal Indonesia. Tahun 2004 ia menjadi bintang iklan Lux yang melambungkan namanya dalam dunia hiburan Indonesia.

Ayah Mariana Renata adalah orang Perancis bernama Andre Dantec sementara ibunya Anita Kirana keturunan Jawa-Tionghoa-Italia. Lahir di Paris, ia pernah tinggal di Zimbabwe selama enam tahun sebelum kembali ke Paris selama setahun dan akhirnya ke Indonesia. Lulus SMA di Jakarta, ia meneruskan pendidikan ke Universitas Sorbonne, Paris, mengambil jurusan Sastra Bahasa Inggris. Renata kini sedang menyelesaikan gelar masternya di Universitas New South Wales di Sydney, Australia.

Pada tahun 2005 Renata membintangi film Janji Joni dan tahun 2006 berperan menjadi Kay di film Lux Short Movie berjudul Matchmaker. Renata juga pernah mendapat peran kecil, hanya kebagian mengisi satu episode dalam sinetron seri “Dunia Tanpa Koma”. Beberapa video klip grup band ternama Indonesia seperti Ungu, dan Peterpan pernah dibintangi oleh Renata.
***



PROPAGANDA LINTAS AGAMA
YANG KIAN CANGGIH



H
untington tampaknya tidak bohong dalam hal yang satu ini. Bahwa, setelah peristiwa11 September 2001, AS sangat serius dalam “menggarap” Islam. Dalam bukunya, “Who Are We?: The Challenges to America’s National Identity” (New York: Simon&Schuster, 2004), Huntington menulis: “The rhetoric of America’s ideological war with militant communism has been transferred to its religious and cultural war with militant Islam.” Jadi, menurut Huntington, perang ideologis AS dengan kaum komunis militan, kini telah digantikan dengan perang agama dan perang budaya dengan Islam militan.
Meskipun secara formal, banyak pejabat AS yang menyangkal kebenaran pendapat Huntington, tetapi fakta di lapangan menunjukkan, memang kebijakan luar negeri AS kini banyak diarahkan pada upaya “penjinakan Islam”. Dalam sejarah kolonialisme dan orientalisme, ini memang bukan hal yang baru. Di Indonesia, upaya untuk menciptakan kelompok yang ‘ter-Barat-kan’ di kalangan kaum pribumi, telah dilakukan oleh penjajah Belanda. Kelompok inilah yang secara aktif membendung aspirasi Islam dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Dengan cara ini, tentu ‘sang Tuan’ tidak perlu capek-capek lagi menghadapi umat Islam.
Kini, di era imperialisme modern, tampak program keagamaan AS semakin jauh memasuki area-area yang sangat personal dari kaum Muslim, yakni urusan pemahaman dan keyakinan agamanya. Seriusnya AS dalam pengembangan dan penyebaran Pluralisme Agama di Indonesia bisa menjadi salah satu indikator penting, bagaimana seriusnya program penggerusan keyakinan umat beragama, khususnya Islam.
Untuk menyimak usaha tersebut, simaklah aktivitas salah satu pusat kegiatan penyebaran paham lintas agama yang bernama Center for Religious and Cross Cultural Studies (CRCS) di UGM Yogyakarta. Program ini diakui sebagai bagian dari misi diplomatik AS di Indonesia. Ini bisa dibaca pada Laporan Kebebasan Beragama tahun 2007 yang dibuat oleh Keduataan AS di Jakarta.
"Misi diplomatik AS terus mendanai Pusat Studi Agama dan Lintas Budaya (CRCS) di Universitas Gajah Mada Yogyakarta. CRCS bekerja bersama Radio Republik Indonesia dalam pembuatan acara bincang-bincang dua bulanan yang mengangkat masalah kebebasan beragama, toleransi, dan demokrasi. Selain siaran radio langsung, program tersebut ditayangkan di TVRI Yogyakarta, yang memungkinkan dilakukannya penyebaran ide-ide ini kepada masyarakat di Yogyakarta dan daerah sekitar di Jawa Tengah. Isi program tersebut diterbitkan dalam surat kabar setempat... Misi diplomatik AS juga mendukung program seminar kampus yang bertujuan memperkuatkan pendukung pluralisme di kampus-kampus Islam dan menguatkan pemahaman tentang kebebasan beragama, toleransi, pluralisme, dan kesetaraan jender. Diskusi-diskusi publik diadakan di beberapa kampus di Jakarta, Serang, Rangkasbitung, Yogyakarta, Surabaya, Mataram, dan Medan bekerjasama dengan berbagai universitas Islam dan universitas negeri seperti Universitas Gajah Mada dan Universitas Sumatera Utara. Lebih dari 1.500 pelajar dengan berbagai latar belakang dan 50 pembicara nasional dan daerah dilibatkan dalam diskusi-diskusi tersebut."
Begitulah program keislaman AS. Adalah menarik, bahwa sebagai satu program studi agama tingkat S-2 di UGM, CRCS juga aktif menyebarkan paham-pahamnya ke tengah masyarakat. Melihat berbagai aktivitasnya, tampak CRCS bukan sekedar lembaga studi biasa. Dia mempunyai misi besar merombak pemikiran keagamaan masyarakat Indonesia, khususnya kaum Muslim, sehingga sejalan dengan pemahaman yang dikehendaki oleh sang pemilik dana.
Sebagai contoh, dalam rangka menjalankan misinya tersebut, pada 19 Februari 2009 lalu, CRCS menggelar acara bedah buku berjudul “When Mystic Masters Meet: Paradigma Baru dalam Relasi Umat Kristiani-Muslim” karya Dr. Syafa'atun Almirzanah, dosen UIN Yogyakarta. Buku ini merupakan disertasi doktor penulis di Chicago University. Karena dianggap begitu penting dalam penyebaran paham Pluralisme Agama di Indonesia, maka acara bedah buku semacam ini juga diselenggarakan di berbagai kota.
Buku ini memang tampak canggih. Maklum, selain penulisnya maraih gelar Doctor of Philosophy (Ph.D.) di Chicago University, ia juga meraih gelar Doctor of Ministry (D.Min) di Catholic Theological Union of Chicago. Ia membandingkan pemikiran dua pemikir terkenal dalam sejarah Islam dan Katolik, yaitu Ibn Arabi dengan Meister Eckhart. Tapi, jika ditelaah dengan cermat, perspektif yang digunakan dalam penulisan buku ini adalah filsafat perenial dan gagasan Kesatuan Transendensi Agama-agama (Trancendent Unity of Religion). Penulisnya menolak pemahaman kaum Muslimin pada umumnya, bahwa agama Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad  berfungsi menghapus (abrogate) agama-agama wahyu sebelumnya. Ditulis dalam bukunya:
"Kebanyakan pemahaman Muslim kontemporer mengenai keanekaragaman agama berdasar pada ayat-ayat? Al-Quran yang menjelaskan tradisi agama-agama selain Islam. Berbeda dengan kebanyakan Muslim lain yang percaya bahwa ayat-ayat eksklusif tertentu dalam Al-Quran menghapus (naskh) ayat-ayat inklusif tertentu di dalamnya -sehingga mempunyai kesimpulan yang menegaskan bahwa Islam menghapus agama-agama yang ada sebelumnya- Ibn Arabi tidak mempunyai kesimpulan yang demikian."
Seperti dilakukan oleh sejumlah kaum liberal di Indonesia, penulis buku ini juga tampak mencari legitimasi bagi paham Pluralisme Agama pada pemikiran dan sosok klasik dalam Islam. Dalam buku ini, yang dijadikan sebagai sasaran adalah sosok Ibn Arabi (w. 638 H/ 1240 M), yang memang sejumlah pemikirannya menjadi kontroversi di kalangan para ulama. Oleh kaum liberal, sosok Ibn Arabi dipaksakan sebagai sosok yang mendukung gagasan pembenaran semua agama dan menolak konsep Islam sebagai agama yang menghapus agama-agama Nabi sebelumnya.
Dr. Syafa'atun Almirzanah, penulis buku ini, memang dikenal sebagai aktivis Interfidei, salah satu organisasi lintas agama di Yogyakarta. Tampaknya, visinya sebagai aktivis lintas agama, mendorongnya untuk mengais-ngais khazanah klasik - dalam tradisi Islam dan Katolik - sebagai bahan legitimasi adanya "titik temu" pada level esoteris antar berbagai agama. Dalam bukunya, ia menjadikan sejumlah karya William C. Chittick, seperti Imaginal World: Ibn al-'Arabi and the Problem of Religious Diversity, sebagai kacamata dalam melihat konsep agama-agama Ibn Arabi.
Padahal, ‘kaca mata’ Chittick itulah yang bermasalah. Chittick sudah berasumsi, Ibn Arabi adalah sosok yang mengakui validitas semua agama. Dr. Syamsuddin Arif, dalam bukunya, Orientalis dan Diabolisme Pemikiran (Jakarta: GIP, 2008), sudah memberikan koreksi terhadap Chittick dalam menjelaskan konsep agama Ibn Arabi. Tanpa menafikan sisi kontroversial Ibn Arabi sendiri, tokoh sufi ini pun tetap menegaskan bahwa Islam adalah satu-satunya agama yang sah di dalam pandangan Allah SWT. Setelah Nabi Muhammad  diutus, maka pengikut agama-agama para Nabi sebelumnya, wajib beriman kepada Nabi Muhammad  dan mengikuti syari’at nya. Sebab, dengan kedatangan sang Nabi terakhir, maka syari’at agama-agama sebelumnya otomatis tidak berlaku lagi. "Fa inna syari'ata Muhammadin shallallahu alayhi wa sallama nasikhah," tulis Ibn Arabi.
Dr. Mohd. Sani bin Badrun, salah seorang cendekiawan alumnus ISTAC-IIUM Kuala Lumpur, selama belasan tahun telah meneliti konsep-konsep keagamaan dan konsep Tuhan Ibn Arabi. Dia menulis tesis master dan disertasi doktor tentang Ibn Arabi. Tahun 1998, dia menyelesaikan tesis masternya berjudul "Ibn al-'Arabi's Conception of Religion". Ibn Arabi berpendapat, bahwa syari’at para Nabi terikat dengan periode tertentu, yang akhirnya terhapuskan oleh syari’at Nabi sesudahnya. Hanya Al-Quran, menurutnya, yang tidak terhapuskan. Bahkan Al-Quran menghapuskan syari’at yang diajarkan oleh Kitab-kitab sebelumnya.? Karena itu, syari’at yang berlaku bagi masyarakat, adalah Syari’at yang dibawa oleh Nabi terakhir.
Salah satu kesimpulan penting dari teori agama-agama Ibn Arabi yang diteliti oleh Dr. Mohd. Sani bin Badrun adalah: Kaum Yahudi wajib mengimani kenabian Isa a.s. dan Muhammad . Kaum Kristen juga wajib beriman kepada kenabian Muhammad  dan Al-Quran. Jika mereka menolaknya, maka mereka menjadi kafir. Bahkan, Ibn Arabi pun berpendapat, para pemuka Yahudi dan Kristen sebenarnya telah mengetahui kebenaran Muhammad , tetapi mereka tidak mau mengimaninya karena berbagai faktor, seperti karena kesombongan dan kedengkian.
Fakta-fakta pendapat Ibn Arabi seperti ini sama sekali tidak muncul dalam disertasi doktor yang dipuji-puji oleh Dr. Haidar Bagir, sebagai karya yang sangat akademis, mendalam dan memikat, dan merupakan sumbangan? yang tak ternilai bagi dialog antaragama? Bahkan, rektor UIN Jakarta, Prof. Komaruddin Hidayat, menulis, "Buku ini hadir tepat waktu dan penulis dengan sangat brilian menghadirkan dua ikon pemikir mistik Barat dan Timur, Kristen dan Muslim, saat agama diseret-seret dalam konflik perebutan hegemoni politik dan ekonomi sehingga wajah agama menjadi bengis."
Kita bisa membandingkan kedalaman bahasan antara tesis Dr. Mohd. Sani Badrun dengan karya Dr. Syafaatun yang banyak merujuk sumber-sumber sekunder, terutama pada karya-karya William Chittick. Sama dengan Chittick, Syafaatun juga memaksakan visi Pluralisme dan Inklusifnya dalam memandang karya Ibn Arabi. Sebagai contoh, kutipan dari Kitab Futuhat Makkiyah yang diambil dari buku Chittick berikut ini:
"Semua agama wahyu (shara'i) adalah cahaya. Di antara agama-agama ini, agama yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad adalah seperti cahaya matahari di antara cahaya bintang-bintang lain. Ketika matahari muncul, cahaya bintang-bintang lain akan tersembunyi dan cahaya tercakup dalam cahaya matahari. Kondisi sebagai tersembunyi adalah seperti penghapusan agama-agama lain dengan hadirnya agama yang diwahyukan kepada Muhammad. Sekalipun demikian, hal itu sebenarnya tetap eksis, sebagaimana eksisnya cahaya bintang. Hal ini menjelaskan mengapa dalam agama inklusif kita diwajibkan untuk percaya pada kebenaran semua rasul dan semua agama yang diwahyukan. Semua agama tersebut tidak menjadi tertolak (batil) dengan adanya penghapusan (nasakh) Itu adalah pendapat orang bodoh."
Dalam bukunya, Imaginal World: Ibn al-'Arabi and the Problem of Religious Diversity, Chittick memang menulis, "The Syaykh sometimes criticizes specific distortion or misunderstanding in the Koranic vein, but he does not draw the conclusion that many Muslims have drawn - that the coming of Islam abrogated (naskh) previous revealed religions. Rather, he says, Islam is like the sun and other religions like the stars...Concerning abrogation, the Syaykh writes, "All the revealed religions (sharāi')? are lights. Among these religions, the revealed religion of Muhammad is like the light of the sun among lights of the stars..."
Jadi, kesimpulan penulis buku When Mystic Masters Meet, bahwa Islam tidak menghapus agama-agama sebelumnya, memang diambil dari buku Chittick, dan bukan pemahaman langsung dari karya-karya Ibn Arabi sendiri. Cendekiawan Muslim terkenal asal Eropa, Noh Ha Mim Keller, juga pernah secara khusus mengkritisi cara pengutipan dan pemahaman karya Ibn Arabi oleh Chittick. Ia membuat terjemah yang lebih tepat terhadap bagian Futuhat yang dikutip Chittick, "The religious law (sharāi')? are all lights, and the law of Muhammad (Allah bless him and given him peace) among these lights is as the sun's light among the light of the stars: if the sun comes out, the light of the stars are no longer seen and their lights are absorbed into the light of the sun: the disappearance of their light resembles what, of religious laws, has been abrogated (nusikha) by his law... if the prophetic messengers had been alive in his time, they would have followed him just as their religious laws have followed his law." (dikutip dari tesis Dr. Mohd Sani bin Badrun)
Jadi, di sini, sebenarnya Ibn Arabi bicara tentang Syari’at para Nabi sebelum Nabi Muhammad . Bukan tentang agama wahyu secara keseluruhan. Tampak jelas, bagaimana ketidakakuratan kutipan Chittick yang kemudian juga diikuti oleh Syafaatun. Padahal, kalimat terakhir pada kutipan di atas bermakna, "Andaikata para nabi hidup di zaman Nabi Muhammad , mereka akan mengikuti Nabi Muhammad sebagaimana hukum-hukum agama mereka juga mengikuti hukum yang dibawa Nabi Muhammad." Ini maknanya, ada abrogasi (penghapusan) dalam soal hukum. Tetapi tidak dalam soal aqidah, karena semua Nabi sama-sama mengajarkan Tauhid.
Bahkan, hasil penelitian Dr. Sani pun menunjukkan, menurut Ibn Arabi, agama apa pun yang masih eksis, yang tidak mengimani kenabian Muhammad , maka tidak dapat dikatakan sebagai "agama wahyu" (revealed religion). Ia juga memberikan kritik keras terhadap kaum Yahudi yang menuduh Maryam tidak suci dan Yesus sebagai anak zina. Ibn Arabi juga mengkritik keras paham trinitas kaum Kristen dan berbagai penyimpangan yang telah terjadi dalam kitab-kitab sebelum Al-Quran.
Adalah menarik menelusuri upaya sistematis dalam pembacaan karya-karya Ibn Arabi yang dilakukan oleh kaum Transendentalis. Menurut aliran ini, kaum Muslim dibagi menjadi dua: eksklusifis dan inklusifis. Yang terakhir, mengakui adanya kesatuan esoteris (dimensi batin) pada semua agama. Kaum sufi, menurut mereka, adalah kaum inklusifis. Kesalahan awal tentang ini muncul dari hasil penelitian tentang Ibn Arabi yang dilakukan Abu al-A'la al-Afidi, yang menyimpulkan bahwa agama Ibn Arabi adalah "agama universal" bukan Islam dalam bentuknya yang khusus.
Upaya memasukkan Ibn Arabi ke dalam barisan Transendentalis kemudian datang dari para pengkaji kesufian dari Barat, seperti Renė Guėnon (d. 1951), Ananda Coomaraswamy (d. 1947), Titus Burckhard, Marco Pallis, Martin Lings, dan khususnya Frithof Schuon (lahir 1907). Tetapi, menurut Dr. Sani, kekacauan terbesar soal pemikiran keagamaan Ibn Arabi muncul dari karya William Chittick, Imaginal World: Ibn al-'Arabi and the Problem of Religious Diversity. Banyak yang kemudian mengikuti secara membabi buta cara pembacaan Chittick terhadap Ibn Arabi.
Kasus disertasi doktor dosen UIN Yogya -yang disebarluaskan oleh berbagai institusi pendukung Pluralisme Agama-- ini lagi-lagi membuktikan adanya upaya yang sistematis dan sungguh-sungguh untuk merusak pemikiran kaum Muslim Indonesia. Mungkin penulisnya memang khilaf, tidak tahu, bahwa yang ditulisnya adalah salah. Setelah diberitahu, seyogyanya, dia menyadari kekeliruannya. Mungkin dia memang sengaja untuk melakukan hal itu, dan mendorong manusia untuk mengikuti jalan pikiran dan aktivitasnya. Allah Maha Tahu akan niat dan tujuan perbuatan tiap orang.
Kita kadang terheran-heran dengan kaum Pluralis. Mereka sering mengecam orang-orang yang meyakini kebenaran agamanya sendiri. Tapi, kita sering melihat, mereka pun begitu ngotot dengan pendapatnya sendiri, menutup rapat-rapat mata dan telinga dari berbagai kritik, dan kemudian bahkan memaksa orang lain untuk mengikutinya.
***


SEJARAH KRISTENISASI DI INDONESIA



Arti Kristenisasi
Y
ang dinamakan kristenisasi ialah mengkristenkan orang atau membuat seseorang memeluk agama Kristen. Arti kata-kata itu menurut istilah ialah mengkristenkan orang secara besar-besaran dengan segala daya upaya yang mungkin agar supaya adat dan pergaulan dalam masyarakat mencerminkan ajaran agama Kristen. Masyarakat yang demikian akan lebih melancarkan tersiar luasnya agama Kristen. Akhirnya kehidupan rohani dan sosial penduduk diatur dan berpusat ke gereja.
Kristenisasi tidak hanya dilancarkan terhadap orang-orang yang belum memeluk agama atau mereka yang memeluk agama Animisme saja, tetapi juga ditujukan terhadap orang yang telah memeluk agama Islam. Pengkristenan dipercayai sebagai satu tugas suci yang dalam keadaan bagaimanapun tidak boleh ditinggalkan. Mengkristenkan orang dianggap sebagai membawa kembali anak-anak domba yang tersesat, dibawa kembali kepada induknya. Manusia-manusia sebagai anak domba akan dibawa kepada kerajaan Allah.
Kristenisasi adalah usaha internasional, artinya mereka bermaksud menyebarkan agama Kristen ke seluruh dunia. Dapat diakui bahwa ini adalah mutlak hak asasi mereka, sebagaimana orang Muslimin-pun mempunyai tugas menyiarkan Islam ke seluruh dunia. Namun demikian memang perlu sama-sama disadari perlunya suatu garis pengamanan yang dapat menghindarkan terjadinya pergesekan dan perselisihan, sehingga masing-masing pemeluk agama tertentu tidak merasa cemas untuk dipaksa atau dibujuk atau diusahakan pindahnya kepada agama lain. Garis ini harus jelas dan ditaati terutama oleh para pemeluk agama yang telah disahkan oleh Negara Republik Indonesia seperti misalnya agama Islam dan Kristen (Masehi).
Pada tanggal 30 Nopember 1967 Pemerintah mengadakan Musyawarah Antar Agama bertempat di gedung Dewan Pertimbangan Agung Jakarta, dengan maksud antara lain untuk membina saling pengertian dan saling toleransi antara pemeluk-pemeluk agama terutama Islam dan Masehi. Dalam sambutan tertulis Jenderal Suharto pada waktu itu, Pejabat Presiden Republik Indonesia, menyatakan keprihatinannya atas kenyataan bahwa penyiaran agama masih dilakukan orang terhadap mereka yang telah memeluk agama tertentu. Dijiwai oleh sambutan Pejabat Presiden itu maka pihak umat Islam mengusulkan rumusan persetujuan, yaitu: rakyat yang telah beragama jangan dijadikan sasaran penyebaran agama lain.
Pihak Masehi menolak keras usul itu. Maka dicoba untuk mengadakan pertukaran pikiran dan pendekatan-pendekatan namun sia-sia, yang mengakibatkan musyawarah yang berlangsung hampir 24 jam itu tidak menghasilkan sesuatu yang kongkrit.
Kristenisasi dalam pengertian politik ialah berusaha untuk lahirnya undang-undang ataupun peraturan atau tindakan dan sikap penguasa, yang memberi kesempatan lebih banyak lagi bagi tersiarnya agama itu atau menguntungkan bagi agama itu. Apabila penyebaran dalam masyarakat telah berhasil dan dalam bidang politik berhasil pula, maka terbukalah jalan yang selebar-lebarnya untuk menjadikan keseluruhan masyarakat bernapaskan Kristen, sehingga diharapkan dengan cepat umat Kristen akan menjadi mayoritas, seperti umpamanya kejadian di Pilipina, yang sekarang ini ternyata menjadi basis perluasan ke seluruh Asia Tenggara.
Usaha Kristenisasi itu dilakukan dengan segala daya, biaya peralatan yang lengkap, rencana yang masak, teknik yang tinggi, kemauan dan kesungguhan yang mantap dan kuat, keyakinan yang mendalam serta melalui segala jalan dan saluran yang meresap dalam hampir semua aspek kehidupan manusia: sosial, budaya, ekonomi, pendidikan, politik dan segala macam hiburan.

Sejarah Kristenisasi Versi Agama Protestan
Zending Protestan pertama kali datang ke Indonesia pada tahun 1831 dengan dua orang pendeta bernama Riedel dan Schwarz ke Minahasa. Pada tahun 1850 mereka membuka sebuah Kweekschool (sekolah pendidikan guru) di Tomohon dan pada tahun 1868 dibuka pula Sekolah Guru Injil (Hulpzendelingen).
Kristenisasi di Minahasa itu ditangani dan dibiayai oleh Nederlandse Zendelinggenootschap yang didirikan di Rotterdam tahun 1787. Pada tahun 1882 di Minahasa juga didirikan asrama dan sekolah khusus bagi anak-anak pegawai negeri serta orang-orang terkemuka. Semua sekolah tersebut mendapat subsidi dari Pemerintah Hindia Belanda. Tahun 1888 mereka mendirikan percetakan untuk mencetak buku-buku, selebaran dan sebuah surat kabar yang bernama "Cahaya Siang". Di kepulauan Sangihe dan Talaud bangsa Portugis telah lebih dahulu menyiarkan agama Kristen. Pekerjaan ini kemudian diambil alih dan diteruskan oleh bangsa Belanda di Ambon dan Maluku dipelopori antara lain oleh J. Kam pada pertengahan abad ke 19 juga. Dia adalah utusan dari Nederlandse Zendinggenootschap tersebut. Kemudian mereka luaskan sampai ke pulau Buru. Adapun daerah Sulawesi Tengah dan Tenggara Kristenisasi dilakukan oleh Bala Keselamatan atau Leger des Heils, sedang Gereformeerde Zendingbond mengirimkan pendeta Van Den Loodrecht ke Luwuk pada tahun 1913. Di Bolaang Mongondow pengkristenan dilakukan oleh Nederlandse Zendinggenootsehap. Pada tahun 1904 seorang raja meminta kepada Zending itu untuk mendirikan sebuah H.l.S. di sana. Sekolah ini terlaksana pada tahun 1913. Perkumpulan De Nederlandse Zendingvereniging yang semula diberikan tugas mengkristenkan Jawa Barat, pada tahun 1915 juga beroperasi di Sulawesi Tenggara.
Kristenisasi di Jawa Timur dipelopori oleh seorang tukang jam bangsa Belanda di Surabaya yang bernama Emde dan seorang tuan tanah bernama C. Coolen kira-kira pada tahun 1840. Empat tahun kemudian pengikut mereka berhasil membentuk sebuah desa Keristen di Mojowarno di mana dewasa ini berdiri sebuah rumah sakit Kristen yang amat besar dan modern. Pada tahun 1848 seorang Zendeling lagi yaitu E.J. Jellesma datang ke Surabaya lalu ke Mojowarno. Dengan dibantu oleh seorang guru Injil Paulus Tosari didirikannya sebuah Kweekschool yang kemudian terpaksa ditutup pada tahun 1858. Tetapi pada tahun 1500 dapat dibuka kembali. Murid-murid dari pengikut C. Coolen menyebarluaskan agama Kristen ini sampai ke Pasuruan dan Kediri. Kemudian berdatangan para zendeling dari negeri Belanda untuk menyebarkan agamanya di tengah-tengah umat Islam. Mereka mendirikan rumah sakit rumah sakit di banyak tempat di samping rumah sakit besar Mojowarno.
Di Jepara tinggal seorang bernama Tunggul Wulung yang terkenal dengan julukan Kiyahi Berahim. Dia adalah seorang petapa yang mengaku telah mendapat wahyu dari Allah lalu masuk Kristen. Tetapi kemudian dia campur-adukkan kepercayaan Kristen dengan Islam dan animisme, akhirnya dia tidak diakui lagi oleh gereja. Ada pula seorang santri bernama Sadrah, yang berhasil ditarik memeluk agama Kristen oleh seorang zendeling yang bernama Hoezoo. Sadrah kemudian mengembara hampir ke seluruh tanah Jawa dan banyak bertemu serta berwawancara dengan penyebar agama Kristen lainnya. Di Jakarta, dahulu Batavia, dia bertemu dengan MR. F.L. Anthing, bekas pejabat tinggi kehakiman di Semarang yang telah pindah ke Jakarta, Dia ini sangat besar jasanya dalam pernyebaran Kristen. Tahun 1867 Sadrah dibaptiskan dan dua tahun kemudian dia dipindahkan ke Purworejo untuk menyiarkan Kristen bekerja sama dengan nyonya Philips. Tahun 1870 pindah ke desa Karangjasa dekat Bagelen dan terus giat menyebarkan agamanya dan memimpin kaum Kristen Jawa. Dari sana Kristenisasi diperluas oleh Dewan Gereja (Gereformeerde Kerken) ke Banyumas dan Kedu lalu meluas ke Yogyakarta dan Surakarta.
Adapun di Sumatera pekerjaan Zending dapat dikatakan dimulai pada tahun 1890 di dacrah Sumatera Pasisir Timur. Pada tahun 1894 mereka sampai ke utara Danau Toba daerah Batak Karo. Pada tahun 1915 mereka dirikan rumahsakit di bawah pimpinan seorang Zuster bangsa Belanda. Pulau Nias dimasuki pada tahun 1866 oleh para zendeling dari perkumpulan Rheinische Missionsgeselschaft, yaitu gabungan zending yang berdiri pada tahun 1823 dan berpusat di Barmen wilayah Dusseldorf, Jerman. Mereka juga melebarkan sayap ke Pulau Mentawai dan Enggano. Rheinische Missionsgeselschafe ini juga beroperasi di pulau Kalimantan sebelah Selatan dan Timur untuk mengkristenkan suku Dayak. Pada tahun l904 kelihatan kemajuannya di Kuala Kurom dan Kahayan Hulu, lalu meluas dengan pesat.
Demikianlah sejarah kristenisasi yang dilakukan oleh agama Protestan di tanah air.

Sejarah Kristenisasi Versi Agama Katolik
Pada tahun 1902 di Batavia (Jakarta) mulai didirikan Apostolisch Vicariaan Van Batavia. Tetapi agama Katolik telah masuk ke Indonesia jauh sebelum itu. Pada abad ke 16 agama ini telah memasuki kepulauan Maluku, Ambon, Ternate, Solor dan Nusa Tenggara. Penyebarannya mula-mula dilakukan oleh bangsa Portugis yang menguasai kepulauan itu. Pada tahun 1546 seorang Apostel (muballigh) dari India juga datang ke sana, bernama Fransiscus Xaverius. Dia berhasil menarik simpati pemerintah Portugis dan penduduk asli. Tahun 1605 pulau Ambon dapat ditaklukkan. Pada waktu itu di Ambon telah ada 4 buah gereja dan sekitar 16.000 orang beragama Katolik.
Agama Katolik memasuki Sulawesi dari Makasar, dan itu semua dilakukan oleh pengikut madzhab Dominicus Orde (H. Dominicus hidup tahun 1170 - 1221) dan pengikut madzhab Yesuiten Orde. Madzhab Yesuit ini pada mulanya didirikan oleh seorang bangsawan Spanyol bernama Ignatius Loyola yang lahir tahun 1491. Dia adalah penganut aliran mistik dalam agama Katolik. Dalam peperangan melawan Perancis mendapat cedera yang mengakibatkan kelumpuhan seumur hidup. Mistiknya bertambah menebal dan mendapat banyak pengikut. Pada tahun 1529 dibentuknya di Paris suatu jama'ah yang dibai'at untuk mengabdi kepada Paus dan menyebarluaskan agama Katolik, Tahun 1539 semua anggota jama'ah dilantik menjadi pastor dan tahun 1560 Paus Paulus III meresmikan jama'ah ini sebagai Jamaah Yesus atau the Society of Yesus. Jamaah terus berkembang maju dan bersama Orde Yesuit.
Gerakan agama Protestan yang sangat memusuhi Gereja Katolik berhasil menghancurkan kedudukan Missie Katolik di India sejak abad ke 17. Tetapi revolusi Perancis telah menyebabkan terjadinya pergolakan politik di negeri Belanda yang mengakibatkan hancurnya pusat Zending Protestan dan bangkitnya kembali Missie Katolik, serta menjadi sangat kuat. Setelah jazirah Malaka dikuasai oleh bangsa Belanda dan kekuasaan mereka di Indonesia bertambah mantap, maka secara bertahap penyebaran agama Katolik di Sulawesi diambil-alih oleh bangsa Belanda, yaitu pada tahun 1807.
Tujuh tahun kemudian yaitu tahun 1904 Pusat Missie Katolik di negeri Belanda mengirimkan 2 orang utusannya ke Jakarta yaitu Jacob Nellisen dan Lambert Prinsen. Kedudukan Missie dipusatkan di Jakarta, Semarang dan Surabaya. Pada tahun 1834 di Padang ditempatkan seorang pastor. Sejak tahun 1808 hingga 1845 mereka hanya mampu menempatkan 16 orang pastor itupun akhirnya hanya tinggal 4 orang.
Dalam Perang Diponegoro (1825-1830) di tengah-tengah tentara Belanda ditempatkan seorang Pastor bernama Scholtes. Dia mengadakan perjalanan inspeksi sampai ke Sulawesi dan Maluku kemudian melaporkan hasil penyelidikannya kepada Paus. Berdasarkan laporan itu Paus menganggap sudah tiba waktunya untuk membantu dan meningkatkan Missie Katolik di Indonesia menjadi Vicariat (perwakilan), lalu mengirimkan Mgr. Jacob Croaff selaku pemimpinnya. Pada tahun 1848 dia digantikan oleh Mgr. Peterus Maria Francken dengan dibantu oleh 5 orang pastor. Di bawah pimpinannya, missie ini mendapat kemajuan. Dari pulau pulau yang jauh letaknya berdatangan permintaan dari umat Katolik yang hidupnya terpencil. Akhirnya pada tahun 1859 kaum Yesuiten membantu dengan mengirimkan missionaris ke pulau Jawa lalu menempatkan mereka di Flores dan kepulauan lainnya.
Kemajuan Missie Katolik bertambah pesat setelah pada tahun 1874 Mgr. Francken digantikan oleh Mgr. Claessen yang sejak tahun 1848 bertugas di India. Didirikannya pos-pos di Cirebon, Magelang, Bogor, Malang dan Madiun. Untuk Sumatra di Medan dan Tanjung Sakti. Di Kalimantan dibangunnya pangkalan untuk kristenisasi suku Dayak. Demikian juga Makassar, Menado, Tomohon, Seram, Flores, Irian, Kendari, Sumbawa dan Timor. Claessen digantikan oleh Vicarius Apostoles M.J. Staal, kemudian pada tahun 1898 oleh Mgr. E.S. Luypen S.J. Sejak masa itulah agama Katolik mulai berkembang di pulau Jawa orang Jawa sukar untuk dirubah agamanya. Mereka beragama Islam dan tidak mau dikatakan tidak Islam, walaupun mereka tidak atau kurang menjalankan syari'ahnya. Missie mengambil jalan lain yaitu dengan mendekati anak-anak mereka yang pada umumnya hidup kekurangan. Untuk mereka didirikan sekolah-sekolah dasar dengan percuma, bahkan dengan diberinya alat-alat serta pakaian yang diperlukan. Kanak-kanak itulah yang berangsur di-Katolik-kan, dan itu terjadi sejak akhir abad ke 19. Maka dapatlah dikirakan bahwa banyaknya jumlah orang Jawa yang beragama Katolik adalah akibat karena mereka dahulu bersekolah di sekolah-sekolah Katolik.
Pangkalan Missie untuk Jawa Tengah yang pertama ialah Muntilan dan Mendut di mana sejak dahulu telah berdiri sekolah Katolik. Sekarang Mundlan menjadi pusatnya agama Katolik, kemudian Yogyakarta pun dipenuhi oleh sekolah mereka. Guru-guru tamatan Muntilan dikirim ke luar daerah dan banyak pula yang berdinas di sekolah Pemerintah (Gubernemen). Dari tahun ke tahun mereka terus mendapat kemajuan. Sekolah bertambah banyak terutama sekolah Pendidikan Guru. Rumah Sakit dan Rumah Yatim juga dibangun, sehingga kelihatannya memang benar-benar menguasai lapangan sosial dan pendidikan. Pada akhir tahun 1923 sekolah mereka berjumlah 52 buah dengan 5.840 orang murid. Mereka memiliki surat kabar seperti Mingguan Java Post, Sociaal Leven En Streven, Katholik Schoolblad Van Nederlands Indie dan De Indische Voorhoede. Dalam bahasa Indonesia yakni Gereja Katholik serta dalam bahasa Jawa Swara Tama. Di samping itu mereka dirikan sebuah percetakan di Yogyakarta pada tahun 1922.
Untuk keperluan jalannya Missie Katolik beserta segala usahanya, mereka menerima bantuan keuangan dari negeri Belanda, yang diberikan oleh Dana St. Claverbond yang berdiri tahun 1889 dan oleh berbagai perkumpulan missie antara lain De Indische Missie Vereniging. Rupanya kaum Katolik tidak hanya berjuang dalam penyiaran agama, pendidikan, pengajaran, sosial serta pendirian gereja-gereja, tetapi juga berjuang dalam bidang politik. Pada tahun 1918 mereka telah mendirikan sebuah partai politik dengan nama De Indische Katholieke Partij.
***


PROGRAM JANGKA PANJANG KRISTENISASI DI INDONESIA BERDASARKAN KEPUTUSAN DEWAN GEREJA INDONESIA DI JAKARTA

Dibawah ini, kami sebutkan secara lengkap program-program kristenisasi di Indonesia yang kami kutip dari surat edaran keputusan Dewan Gereja yang ditujukan kepada para pendeta dan pimpinan wali gereja se-Indonesia sesuai dengan teks aslinya, yaitu:
P
rogram Kristenisasi diatur hampir diseluruh dunia terutama dinegara-negara muslim. Dunia ini akan damai apabila seluruh dunia berhasil dikristenkan. Inilah yang menjadi tujuan kita umat Kristen. Untuk tujuan tersebut kita umat Kristen Indonesia harus bersatu. Usaha mengkristenkan orang Islam di Indonesia didukung oleh negara-negara yang kuat seperti Amerika, Inggeris dan lain-lain. Kita umat Kristen akan dengan mudah mendapatkan dana, setiap saat dari Amerika. Program Kristenisasi ini adalah tugas kita yang suci dan kita harus berhasil dalam melaksanakannya. Dan lagi yang penting bagi umat Kristen adalah kita bersatu dahulu. Kita umat Kristen di Indonesia selalu dicintai, diberkati dan dilindungi oleh Yesus.

Konsep-Konsep, Tujuan dan Kegiatan Kristenisasi di Indonesia
Mengurangi Jumlah Umat Islam di Indonesia
Sesuai dengan data statistik umat Kristen di Indonesia berjumlah 7 juta. Rencana kita populasi umat Kristen harus sama dengan jumlah umat Islam dalam waktu 50 tahun. Untuk mencapai tujuan tersebut gereja-gereja Indonesia harus memberikan instruksi kepada semua anggota umat Kristen sebagai berikut.
a.    Keluarga berencana, pembatasan kelahiran atau pengurangan terencana bagi kelahiran anak harus secara ketat dilarang untuk umat Kristen dan harus dipropagandakan bahwa setiap orang Kristen yang mempraktekkan keluarga berencana akan menanggung dosa dan melawan doktrin gereja. Oleh karena itu tidak akan dicintai oleh Tuhan. Barang siapa yang melakukan pembatasan kelahiran akan dianggap sebagai pembunuh umat Kristen dan telah hilang kemuliaannya. Pembatasan kelahiran hanya dapat dilakukan apabila mendapat persetujuan gereja dengan perlindungan kesehatan bagi orang Kristen tersebut yang dalam bahaya kematian.
b.    Propaganda pembatasan kelahiran dan keluarga berencana bagi orang Islam harus sangat intensif dilakukan dan didorong dengan berbagai cara. Di wilayah muslim plakat berisi slogan dan nasehat untuk KB dan pembatasan kelahiran harus ditempel dimana-mana untuk mengingatkan orang Islam dan mempraktekkan hal tersebut. Tapi diwilayah Kristen propaganda ini harus secara ketat dilarang. Oleh karena itu, untuk mencapai tujuan ini 75% dari seluruh dokter dan perawat diseluruh rumah sakit harus orang Kristen dan mereka harus diberi kuasa mutlak untuk mengelola kontrasepsi bagi orang muslim.
c.    Keinginan orang Kristen untuk mempunyai anak banyak harus dibantu dan bagi mereka yang miskin harus diberi fasilitas baik secara materil maupun moril. Kita harus memberi kesempatan kerja diseluruh Indonesia bagi orang-orang Kristen dan menolak atau membatasi secara ketat kesempatan kerja bagi orang Islam.
d.    Perintahkan kepada dokter dan perawat untuk merawat secara cepat dan khusus bagi pasien Kristen. Orang Kristen yang miskin harus ditolong pertama kali. Perlakuan ini jangan dilakukan terhadap pasien umat Islam dan bagi orang Islam harus dikenakan biaya yang mahal.
e.    Masyarakat Kristen harus menyediakan rumah sakit sebanyak mungkin untuk mencapai tujuan diatas.
f.    Gereja secara ketat melarang penguasa tanah Kristen untuk menyewakan atau menjual bangunan-bangunan, rumah-rumah, toko-toko bagi orang Islam. Mereka yang tidak mentaati ini tidak akan mendapat berkat dari Tuhan dan diboikot oleh gereja sampai mati. Itu semua adalah tujuan umat Kristen baik penguasa tanah atau bukan, untuk mengusir keluar semua orang Islam dari tempat tinggal yang dimiliki orang Kristen. Dengan penerapan poin-poin ini ratio umat Kristen-Islam pada populasi di Indonesia akan berubah. Dengan demikian jumlah orang Islam Indonesia akan berkurang sedang jumlah umat Kristen akan bertambah.

Rencana Kristenisasi di Bidang Ekonomi
Kita umat Kristen harus saling membantu satu sama lain dan bersikap cukup darmawan. Kita harus memberikan lahan atau sewa bagi pengusaha Kristen yang ingin membuat bangunan. Dan orang-orang Kristen yang kaya harus membantu misi-misi kristenisasi yang dilakukan oleh Dewan Gereja Indonesia di Jakarta. Dana ini dibutuhkan untuk memperbaiki kondisi social dari umat Kristen di Indonesia dan untuk meyakinkan bahwa kristenisasi telah berjalan begitu jauh. Menurut statistik, lebih dari 80% keseimbangan kekuatan intern telah berada pada umat Kristen. Kita mementingkan ketaatan dari umat Kristen untuk menyangga dan melindungi keseimbangan kekuatan yang menguntungkan dimasa yang akan datang. Dalam persoalan memperkuat pertahanan, masyarakat etnis Cina adalah sasaran kita, karena relatif lebih mudah untuk mengubah orang-orang Cina. Orang-orang Cina harus dilindungi sebaik mungkin karena pengaruhnya di Indonesia menguntungkan orang-orang Kristen, Oleh karena itu kita mengingatkan orang-orang Kristen yang menjabat dikantor-kantor pemerintah untuk berhubungan baik dengan orang Cina dan orang-orang Kristen secara ketat dilarang mempunyai hubungan dengan orang Islam kecuali menguntungkan orang Kristen.

Rencana Kristenisasi di Bidang Pendidikan
Standar pendidikan gereja harus lebih diperbaiki dari sebelumnya, karena orang Islam telah memperbaiki sistem dan standar pendidikan di masjid-masjid dan sekolah-sekolah agama dengan meniru gereja-gereja Kristen kita. Kita harus melihat, bahwa para guru dan para instruktur di bidang akademi militer, sekolah kedokteran dan sekolah keteknikan seperti juga fungsionaris pemerintahan dikontrol 75% oleh orang Kristen. Sistem yang diterapkan dari taman kanak-kanak sampai universitas harus dibawah kontrol orang Kristen. Ujian masuk harus dibuat mudah bagi orang Kristen dan dipersulit bagi orang Islam. Jumlah bangunan sekolah harus dibatasi sehingga tidak banyak orang-orang Islam yang mendapatkannya. Semua tempat-tempat pendidikan harus diisi oleh orang Kristen sehingga murid-muridnya mayoritas Kristen. Pendaftaran harus dilakukan sampai perbandingan Kristen:Islam adalah 5:1. Orang orang Kristen harus membantu pemerintah untuk mengurangi dan membatasi pengadaan akademi-akademi Islam dan universitas-universitas Islam untuk mengurangi dihasilkannya intelektual muslim di Indonesia.

Rencana Kristenisasi di Bidang Politik
Kita orang Kristen harus bisa menjamin bahwa kebijaksanaan pemerintah selalu berorientasi ke Barat terutama orientasi ke Amerika. Anda semua harus tahu bahwa partai GOLKAR dan pemerintahan GOLKAR berorientasi ke Amerika. Karena itulah kita memberikan instruksi kepada orang-orang Kristen untuk masuk GOLKAR dan membuatnya berjaya dalam Pemilihan Umum. Semua orang Kristen harus tahu bahwa GOLKAR adalah partai orang Kristen dan partai inilah yang membuat kita umat Kristen berjaya di Indonesia.

Rencana Kristenisasi di Bidang Informasi
Lapangan informasi harus dikontrol paling tidak 75% oleh orang Kristen, karena informasi merupakan persenjataan yang paling tajam untuk mengontrol umat Islam. Dengan propaganda/informasi, kita dapat meremehkan atau menganggap kecil umat Islam dan menggiringnya agar menjadi tidak berarti dalam kancah nasional. Kita harus tahu bahwa surat kabar, radio, dan TV selalu menulis, menyiarkan kejadian-kejadian sedemikian rupa untuk memberi kesan buruk tentang Islam dan ummatnya serta untuk menciptakan pertikaian diantara mereka. Slogan kita adalah "Bikin orang Islam berkelahi satu sama lain dan pecah satu sama lain, kontrol dan kendalikan kehidupan mereka". Semua koran dan media cetak di Indonesia ada dipihak kita dan harus digunakan sebaik-baiknya
untuk menyebarkan propaganda agar persatuan umat Islam terpecah belah.
Rencana Kristenisasi di Bidang Pembangunan, Perbaikan dan Pengembangan
Pastikan bahwa pembangunan dan pengembangan ditempatkan di daerah-daerah yang dihuni oleh orang-orang Kristen seperti Indonesia bagian timur. Kita telah melihat bahwa pemerintahan pusat di Jakarta mempunyai kebiasaan memberi kesempatan bagi perwira-perwira ABRI yang Kristen untuk menduduki jabatan dan posisi penting di daerah-daerah sebagai gubernur, bupati dan lain-lain, dan nama mereka berubah menjadi nama Islam dan kadang-kadang bertitel "haji" untuk mengelabui umat Islam setempat agar kehadirannya bisa diterima.

Rencana Kristenisasi di Bidang Hukum dan Undang-Undang
Umat Kristen tentu saja diperkenankan untuk bertingkah melawan hukum dengan dalih mendukung kepentingan negara. Semua orang Kristen sekarang mengisi/menduduki mayoritas hakim, jaksa dan sidang perorangan di Indonesia. Dengan ini dianjurkan agar memutuskan orang Kristen benar dan orang Islam selalu dipersalahkan. Kalau perlu dihukum yang lebih berat, walaupun orang Kristen sebagai tertuduh.

Keputusan Masalah Internal dalam Pemerintahan
Permintaan-permintaan kita harus dibuat sebaik mungkin didalam pemerintahan itu sendiri:
1.    Pemerintah harus bersedia mengakui status bishop sebagai petugas protokol negara dan bishop harus mempunyai hak untukm didengar oleh penguasa.
2.    Semua menteri yang penting harus diangkat berdasarkan mandat dari orang-orang Kristen.
3.    ABRI harus selalu dimanuver untuk selalu bermusuhan dengan Islam dan kita mendapat keuntungan dari keadaan yang demikian.
4.    Pemuda Kristen sebanyak mungkin harus masuk ke profesi militer.
5.    75% kepala dari departemen-departemen yang ada dipemerintahan harus disusun oleh pejabat ex militer yang beragama Kristen.
6.    75% Kepala seluruh agen-agen sipil dan pemerintahan propinsi harus orang Kristen.
7.    Sebagai orang yang menentukan prinsip tertinggi, semua orang Kristen dipemerintahan baik menteri, gubernur atau yang umum atau prajurit rendahan, harus menurut perintah bishop.
8.    Umat Kristen harus punya radio transmitter nasional sebagai miliknya untuk propaganda yang ampuh.
9.    Di daerah-daerah dimana muslim merupakan mayoritas harus ada,orang Kristen yang diangkat secara konstan untuk mengevaluasi kelemahan-kelemahan orang Islam.
Note:
*) Disadur dari majalah Crescent International, terbitan Toronto, Canada edisi 16-30 November 1988 hal 8. Mediah Dakwah Juni 90 juga memuat naskah asli majalah Crescent International.
Sesudah Dokumen Rahasia ini dipublikasikan dalam Media Dakwah No.192,Zulqa'idah 1410/Juni 1990, Sekretaris Umum Majelis Pekerja Harian Persekutuan Gereja Indonesia, Pdt.Dr.J.M. Pattiasina, mengirimkan surat bantahan.
Dalam surat bantahan yg dimuat dalam Media Dakwah No.193, Zulhijjah 1410/Juli 1990 itu, Pattiasina antara lain menyatakan bahwa, "tulisan tersebut baik secara tersurat maupun tersirat sama sekali tidak mengandung kebenaran."
Menjawab bantahan Pattiasina, Media Dakwah menulis sbb :
"Naskah yg anda maksudkan, memang kami sadur sepenuhnya dari majalah Crescent International, Toronto, Canada, edisi 16-30 November 1988, halaman 8, tanpa dikurangi apalagi dilebih-lebihkan. Bahwa kami tidak mengecek kepada anda, karena tulisan ini sudah lama sekali beredar di luar negeri, dalam bahasa Inggris dicetak di Canada, disebarluaskan dari London, dan beredar secara internasional termasuk di Asia, Malaysia, sampai Indonesia, tanpa bantahan dari PGI.
Adapun tentang kebenaran isi informasi tersebut, tentu kami serahkan sepenuhnya kepada para pembaca utk membandingkannya dg kenyataan yg ada dalam masyarakat.
***



MISI KRISTENISASI DI INDONESIA



Pendahuluan
P
ada dasarnya setiap komunitas memiliki keinginan kuat untuk memperbanyak jumlah keanggotaan dan pengikut selama keberadaannya dalam kancah kehidupan. Keinginan ini sebetulnya merupakan insting yang tertanam pada kedalaman jiwa masing-masing individu, mengigat bahwa manusia memang merupakan makhluk dengan naluri sosial yang tinggi. Jumlah yang banyak merupakan bagian dari wujud eksistensi dan merupakan data dan fakta tentang keberadaan dan hak-hak untuk memiliki kehidupan yang layak ditengah masyarakat manusia. Maka tak heran jika agama sebagai identitas yang melekat pada manusia juga berusaha keras untuk mengumpulkan sesama dalam ruang lingkup keyakinan dan kepercayaan.
Islam sendiri menganggap bahwa missi untuk mengajak orang lain menuju pintu gerbang Islam adalah merupakan perintah Tuhan yang berlandaskan semangat kitab suci. Pandangan ini berdasarkan pada asumsi bahwa Islam adalah jalan keselamatan terakhir menuju Allah swt. Hanya saja, jika dibandingkan dengan seksama, missi dalam Islam hanyalah sebatas menawarkan dan tidak memiliki hak pemaksaan dan intimidasi. Penawaran di sini sebagai bukti bahwa kebenaran yang diyakini oleh seorang Muslim telah disampaikan kepada orang lain. Out put berupa ketertarikan dan pemilihan Islam sebagai agama tidaklah menjadi target utama dalam Islam. Sementara dalam Kristen, missi tidak sekedar menawarkan ajaran Kristen kepada pihak lain, tetapi juga mengadung keharusan agar objek missi benar-benar dapat dikatakan sebagai penganut Kristen secara formal. Dengan demikian, beban di pundak missonaris lebih berat dibanding beban da’i dalam Islam. Maka tidaklah mengherankan jika missi Kristen terkadang terkesan melalui cara-cara yang tidak lazim dilakukan oleh missionaris terhadap agama-agama lain.
Tulisan ini berusaha menelusuri missi Kristen di Indonesia dengan berusaha menjawab pertanyaan, bagaimana bentuk missi Kristen di Indonesia dan pengaruhnya terhadap kehidupan keberagamaan.

Kristenisasi
Kata kristenisasi adalah padanan kata Islamisasi. Keduanya mengandung upaya-upaya sistemis untuk mengajak pihak lain, baik kalangan internal maupun eksternal untuk menganut cara hidup masing-masing agama yang dipropagandakan. Namun, dari segi istilah, kristenisasi merupakan sebuah gerakan keagamaan yang yang bernuansa politik yang muncul setelah berakhirnya perang salib dengan tujuan menyebarkan agama Nasrani kepada semua komunitas manusia yang ada di dunia ketiga secara umum dan kepada kaum Muslim secara khusus, dengan harapan dapat menegaskan kekuasaan mereka terhadap bangsa-bangsa yang ada.
Kaum Kristen biasanya merujuk sejumlah ayat dalam Bibel sebagai legitimasi kewajiban menjalankan misi Kristen kepada bangsa-nagsa non-Kristen. Kitab markus, 16:15 misalnya, menyerukan, “pergilah ke seluruh dunia dan beritakanlah Injil kepada segala makhluk.” Maka baik kaum Kristen Protestan maupun Katolik sama menegaskan pentingnya misi dalam agama Kristen.
Yang pertama kali melakukan aktifitas Kristenisasi secara resmi adalah seorang warga Jerman bernama Raymond Lull (1890 M) setelah perang salib mengalami kegagalan. Raimon telah belajar bahasa Arab dan berkunjung ke beberapa Negara Arab sambil berdiskusi dengan beberapa kalangan ulama. Pada tahun 1924, Raymond Lull berhasil menemui Paulus V. Dia mengajukan dua buku yang mencakup dua rancangan Lull untuk mengkristenkan umat Islam.Pertama, menjadikan ilmu dan sekolahan sebagai sarana kristenisasi. Kedua, kristenisasi dengan kekerasan jika tidak dapat dicapai dengan cara halus.
Semenjak itulah missionaris Kristen mengarahkan perhatiannya untuk menyebarkan agama Kristen kepada negara-negara ketiga yang mayoritas beragama Islam. Aktifitas Kristenisasi ini mengalami momentum yang cukup baik karena ketika itu negara-negara Muslim masih diliputi oleh kebodohan dan kemiskinan. Belum lagi masalah kesehatan dan kelemahan penguasa negeri Muslim dalam mengatasi problem interen mereka.
Jika diperhatikan dengan seksama, sebenarnya negara-negara barat banyak mengutus missonaris ke seluruh dunia dengan alasan untuk pengembangan kehidupan kerohanian dan sebagai upaya menciptakan keselamatan dunia, sebagaimana tampak di Perancis. Perancis secara terbuka memerangi missionaris dalam konteks negaranya tetapi berusaha memanfaatkan dan melindungi missionaris yang berada di Negara lain. Demikian pula Italia yang menampakkan permusuhannya terhadap Gereja tetapi memperkuat politik imprealisme mereka dengan bantuan para missionaris. Bahkan banyak kalangan militer di Inggris yang menasehati negaranya untuk mengutus missonaris ke seluruh dunia.
Dalam aktifitas ini, missionaris sangat menyadari bahwa kaum Muslim memiliki keteguhan yang tinggi dalam memegang keyakinan yang mereka anut. Dengan demikian beragam kedala mereka temui di lapangan. Dengan adanya kenyataan demikian, upaya dan segala yang dimiliki berupa kekuatan rohani dan jasmani mereka persiapakan untuk melancarkan aktifitas ini. Hal ini tampak dalam upaya missionaris untuk menaklukkan Indonesia dan Negara-negara Afrika.

Sejarah Kristenisasi di Indonesia
Berdasarkan kutipan Lukman al-Hakim dari buku Sejarah Gereja Katolik di Indonesia, permulaan perkembangan agama Kristen di Indonesia sebagaimana ditunjukkan oleh Y Bakker terjadi pada pertengahan abad ke-7 dengan didirikannya episkopat Syria di Sumatra. Tetapi hasil krsitenisasi mulai tampak sejak dilakukannya secara gencar oleh orang-orang Portugis, terutama di Maluku pada abad ke-16. Setelah itu, Organisasi dagang Belanda (VOC) yang didirikan pada tanggal 1602 memang tidak memiliki nuansa politik yang berusaha menciderai Islam. Namun ketika diminta untuk menyebarkan nilai-nilai Kristen di tanah jajahan, maka tidak ada cara lain kecuali mengikuti cara yang telah diperaktekkan oleh Portugis sebelumnya berupa pemaksaan.
Sebagai perwujudannya, sebagaimana dituturkan oleh Aqib Suminto dalam Politik Islam Hindia Belanda, pada tahun 1661 VOC melarang umat Islam melaksanakan ibadah haji. Kebijakan ini merupakan realisasi anjuran Bogart, seorang Katolik ekstrim di parlemen Belanda. Dalam asumsi Bogart, para jemaah haji tersebut sangat berbahaya secara politis. Karena itu, melarang perjalanan ibadah haji jauh lebih baik ketimbang menembak mati para haji itu. C. Guillot dalam Kiai Sadrach: Riwayat Kristenisasi di Jawa menuturkan bahwa pada awalnya pusat penyebaran Kristen adalah Maluku. Banyak orang Maluku yang menjadi tentara yang kemudian dikirim ke kawasan-kawasan utama militer Belanda di Jawa, seperti Batavia, Semarang, dan Surabaya. Mereka itulah yang pertama kali membentuk jemaah Kristen pribumi.
Berbeda dengan di atas, terdapat analisa lain yang menganggap bahwa orang Kristen pertama yang sampai ke Nusantara adalah pada abad 12 masehi. Yang mana, ia singgah di Sumatra Utara. Setelah itu missionaris yang bernama Fransiskan Ordorikus menyusul dan berusaha mengelilingi pulau Sumatra dan Pulau Jawa. Kemudian datang setelahnya missionaris Katolik yang sangat mashur yang bernama Fransiskus Oksafiarus pada tahun 1546 masehi. Ia memulai missinya di Ambon kemudian memperluasnya hingga mencakup Maluku Utara. Kemudian setelahnya datanglah orang-orang Belanda yang beragama Protestan ke pulau ini dan berusah menyaingi penganut Katolik. Namun kemudian perkembangan agama Protestan banyak terjadi di Nusa Tenggara Timur. Hal ini terjadi pada abad ke-17 hingga abad ke-18 masehi. Pada tahun 1904 M tibalah Fan Leis ke Yogyakarta dan berusaha mendirikan sekolah Kanisius yang berpusat di daerah Muntilan dan Mendut.
Keterkaitan antara kolonialisme dengan kristenisasi sebetulnya sangat sulit untuk dinafikan. Namun demikian tokoh-tokoh Kristen di Indonesia seperti TB Simatupang biasanya tidak setuju tentang adanya keterkaitan tersebut. Mereka menganggap bahwa misionaris sema sekali tidak terkait dengan ambisi duniawi para kolonialis. Penyebaran Kristen lebih disebabkan oleh kuasa Alkitab dan bukan semata-mata disebabkan oleh orang-orang Kristen. Namun anggapan semcam itu sulit diterima mengingat fakta-fakta sejarah bantuan dan sikap politik kaum kolonialis terhadap misi Kristen sangatlah nyata.
Setelah Indonesia Merdeka, Indonesia menjadi sasaran misi Kristen dari segenap penjuru dunia. Beragam media digunakan seperti film, kaset, buku-buku, kapal-kapal penginjil yang mengitari pantai-pantai dan kepulauan seperti Lombok, Sumbawa, Sulawesi dan Kalimantan. Di daerah luar Jawa seperti NTT dan Kalimantan misi Kristen telah memiliki pemancar radio dan pesawat terbang cesna. Bahkan pada wilayah-wilayah tertentu , mereka mendirikan landasan pesawat khusus dengan izin dari Depertemen Perhubungan.
Demikianlah sehingga agama Kristen berkembang di Indonesia terutama pada momen jatuhnya Sukarno pada peristiwa pemberontkan G 30 S PKI pada tahun 1965. Orang-orang Kristen memanpaatkan kesempatan ini dengan memasukkan para tawanan komunis ke dalam agama Kristen dengan beralasan bahwa para pelaku penyembelihan adalah orang-orang Islam. Sehingga mereka tidak bisa menyelamatkan diri kecuali dengan beralih keyakinan.

Target Kristenisasi
Tujuan utama Kristenisasi sebenarnya adalah membongkar keyakinan yang dianut oleh kaum Muslim dan berusaha mengalihkan mereka dari sikap tegas dalam memegang keyakinan Islam sebagai pola hidup dan pola keyakinan. Jalan yang ditempuh untuk maksud tersebut berupa Kristenisasi dan penjajahan. Tetapi kemudian mendapatkan penetangan yang luar biasa dari pihak Muslim sehingga Samuel Zwemer menegaskan kepada missonaris untuk menguatkan semangat mereka dengan mengatakan, “Tujuan Kristenisasi di negara-negara Muslim yang ditugaskan kepada kalian oleh Negara-negara Kristen bukanlah bermaksud untuk memasukkan kaum Muslim ke dalam agama Kristen. Karena hal demikian merupakan kehormatan dan hidayah buat mereka. Tetapi tugas kalian adalah mengeluarkan mereka dari Islam sehingga mereka menjadi mahluk yang tidak memiliki hubungan dengan Tuhan dan tidak memiliki afiliasi terhadap nilai-nilai etika yang menjadi landasan utama kehidupan berbagai bangsa.”

Sarana dan Metode Kristenisasi
Sarana dan metode yang dijalankan missionaris di Indonesia sangatlah beragam. Di antara media dan metode yang digunakan di banyak Negara adalah:
1.    Pendidikan dengan beragam bentuknya mulai dari TK hingga perguruan tinggi.
2.    Seminar, ceramah dan kegiatan olah raga.
3.    Penerbitan buku-buku dan pendirian percetakan modern.
4.    Koran, majalah dan terbitan khusus.
5.    Pendirian rumah sakit, tempat-tempat hiburan dan pondokan anak yatim.
6.    Bantuan kemanusian dan hadiah, utamanya ketika terjadi
7.    bencana alam dan krisis ekonomi.
8.    Gerakan politik.
Untuk mengenal program Kristenisasi di Indonesia, yang pertama dilakukan adalah mengenal lembaga Kristenisasi yang memiliki peranan utama dalam memperluas cakupan missinya di Indonesia. Doulus World Mission Indonesia adalah sebuah lembaga yang berusaha memperluas cakupan penganut Kristen kepada lebih dari 125 kelompok mayarakat terbelakang di pedalaman. Berangkat dari program ini, Doulus berusaha mendirikan sekolah tinggi bernama Sekolah Tinggi Teologi Doulus yang dijadikan sebagai sarana untuk menyiapkan sebanyak 2.500 missionaris Kristen. Berdasarkan pada program yang direncanakan, Doulus berharap dapat menyelesaikan missi ini pada tahun 2000 M. Tetapi pada kenyataannya, masyarakat Indonesia makin terlihat bersemangat mepelajari Islam, terutama pasca jatuhnya soeharto dari tampuk kekuasaan pada tahun 1998. Berdasarkan penelitian lembaga ini, di Indonesia terdapat lebih dari 250 suku terasing yang belum tersentuh oleh Kasih Yesus dan nilai-nilai Kristen. Karena itulah, lembaga ini menyiapkan program khusus bagi masing-masing suku terasing tersebut, di antaranya :
1.    Proyek Yeriko 2000 untuk Jawa Barat.
2.    Proyek Karapan 2000 untuk Madura dan Jawa Timur secara umum.
3.    Proyek andalas 2000 untuk Sumatra Utara.
4.    Proyek Mandau 2000 untuk Kalimantan.
5.    Proyek Baju Bungku 2000 untuk Sulawesi Tenggara.
6.    Proyek Cenderawasih 2000 untuk Irian Jaya.
7.    Proyek Sriwijaya 2000 untuk Riau, Sumatra.

Metodologi Kristenisasi di Indonesia
Beragam cara yang dilakukan oleh missionaris dalam rangka menarik hati pemeluk Islam di Indonesia. Di antara metode yang digunakan dalam missi ini berdasarkan sejumlah penelusuran adalah:

Membangun Gereja di Lingkungan Muslim
Langkah ini merupakan cara lama yang masih dipraktekkan oleh missonaris untuk proyek Kristenisasi di Indonesia. Hanya saja resistensi yang ditampakkan oleh warga sekitar terhadap proyek pendirian Gereja menjadi masalah setiap kali hal ini dilakukan. Salah satu contoh adalah proyek pendirian Gereja terbesar di Asia Tenggara yang direncanakan oleh Jems Riyadi di daerah Kemayoran, Jakarta Pusat. Gereja ini dinamakan Gereja Pembaharuan Injil. Setelah bangunan Gereja mulai tampak, kelompok Muslim di Kemayoran mengadakan pertemuan khusus dan menyapakati beberapa langkah untuk menyetop pembangunan Gereja. Salah satunya adalah mengirim surat kepada Gubernur sebanyak tiga kali, tetapi hal tersebut tidak mendapatkan respon dari pemerintah setempat. Melihat sikap warga yang menolak proyek, pihak Kristen berusaha mendekati warga dengan membagikan alat perlengkapan shalat dan hewan kurban ketika tiba hari Idul Adha serta kunjungan ke beberapa pesantren. Hanya saja warga merasakan bahwa itu merupakan bentuk sogokan agar mereka tidak menolak kehadiran Gereja, sehingga cara ini tidaklah berhasil menghadang langkah warga untuk menolak pembangunan Gereja tersebut.
Hal serupa juga terjadi di Depok, Jawa Barat ketika Gereja Sallom berhasil didirikan. Panitia berusaha mendatangkan jamaah dari da’erah lain untuk mengadakan acara di Gereja Sallom. Setiap minggu berbagai kegiatan ramai di adakan di Gereja sehingga beberapa warga sekitar mulai tertarik dengan kegiatan yang mereka lakukan. Keberadaan Gereja pun lambat laun mulai menimbulkan sikap antipati warga sehingga mereka melakukan sikap yang tidak baik terhadap Gereja tersebut di kemudian hari.
Menciderai Kehormatan Wanita Muslimah
Metode ini merupakan cara terbaru yang dilakukan oleh pihak missionaris di Indonesia. Pada awalanya cara ini ditujukan kepada putri-putri dari tokoh-tokoh keagamaan yang disegani oleh masyarakat. Sebagai contoh, seorang da’i bernama H Kasep dinodai kehormatan putrinya oleh salah seorang missionaris yang mengaku telah beragama Islam. Sehingga pada akhirnya sang gadis bunuh diri karena tidak bisa menaggung rasa malu akibat kejadian tersebut.
Kejadian berawal dari tahun 1420 H ketika seorang pemuda sering bertandan ke rumah sang gadis. Sejak itu kebersamaan keduanya makin terlihat mesra. Sang gadis beserta ayahnya tidak mengetahui kalau sang pemuda adalah seorang Kristen. Satu hari sang ayah menawarkan kepada pemuda tersebut agar hubungan dengan putrinya diresmikan melalui pernikahan. Tetapi sang pemuda mengajukan syarat agar acara pernikahan dilakukan di Gereja. Sejak saat itulah sang gadis kecewa dan hanya mengurung diri di kamar, hingga suatu ketika ia ditemukan meningal di ruang kamarnya dengan sebotol racun serangga.
Di tempat lain, seorang missionaris mengaku telah menjadi Muslim lalu mempersunting seorang gadis Muslimah yang berjilbab. Pada malam pertama perkawinannya, ia menugaskan salah seorang sahabatnya untuk mengambil gambar hubungan suami istri yang dilakukan pada malam itu. Setelah usia perkawinan berjalan beberapa bulan, sang suami meminta istrinya memilih antara masuk Kristen atau foto-foto hasil hubungannya pada malam pertama tersebut disebarkan ke halayak ramai. Sang istri pun tidak memiliki pilihan lain kecuali masuk Kristen demi menjaga kehormatannya.
Kejadian serupa juga terjadi di Jakarta Timur. Seorang missionaris menikahi seorang gadis yang bernama Fatma. Setelah keduanya mendapatkan dua momongan, sang missionaris membuka kedoknya dan memaksa istrinya untuk memeluk agama Kristen. Setelah beberapa hari kejadian tersebut berlalu, sang missionaris ketahuan kedoknya. Ia ternyata salah satu alumni dari sekolah tinggi teologi yang berpusat di Jalan Proklamasi, Jakarta Pusat.

Menyebarkan Narkoba
Penyebaran narkoba merupakan cara baru yang ditampilkan missionaris dalam menjaring pengikut baru. Cara ini mulai ditemukan hampir bersamaan dengan cara sebelumnya, menodai kehormatan Muslimah. Cara ini terbilang ampuh, karena pengguna narkoba memiliki tingkat ketergantungan yang sangat besar terhadap obat-obatan yang mereka komsumsi dan berefek pada pelemahan jiwa. Sehingga pengguna dipastikan tidak bisa hidup kecuali dengan bantuan orang lain. Efek ini manarik perhatian missonaris sehingga secara tidak langsung, mereka mensuplai narkotika ke tempat nongkrong para pemuda pengangguran. Jika di masyarakat mulai muncul orang-orang yang memiliki tingkat ketergantungan obat yang tinggi, tempat-tempat rehabilitasi narkoba pun didirikan dengan berupaya menyusupkan nilai-nilai Kristen selama proses penyembuhan berlangsung. Setelah kesembuhan pasien, banyak di antara mereka yang telah menjadi pengikut Kristen.
Hal demikian ditemukan oleh Harian Republika di Bandung, Jawa Barat. Sekolah Tinggi Teologi Doulus berusaha melakukan missi dengan penyebaran narkotika kepada siswa yang berumur antara 15 hingga 18 tahun. Ketika terjadi ketergantungan obat, pusat-pusat rehabilitasi mental pengguna narkoba didirikan sekaligus menawarkan agama Kristen kepada para pasien.
Demikan pula dengan peristiwa yang dialami oleh salah seorang siswa sekolah Muhammadiyah di Semarang. Pada awalnya ia disuguhi narkoba oleh salah seorang oknum sehingga ia menjadi pengguna. Setelah keadaannya demikian, ia diobati di salah satu rumah sakit Kristen. Beberapa hari kemudian tampilan sang siswa mulai berubah dari sebelumnya sering memakai baju koko, dengan tampilan yang lebih gaul dan dengan tanda salib di lehernya.

Mengkristenkan Pasien Muslim
Di antara metode ampuh yang dikembangkan oleh missionaris adalah mendirikan rumah sakit Kristen di berbagai belahan dunia Muslim. Rumah sakit seperti ini telah mencapai 213 buah pada tahun 1421 H. Pendirian rumah sakit demikian memang atas nama missi kemanusiaan, tetapi tidak bisa dipungkiri bahwa ia terkadang menjadi tempat terjadinya missi terselubung kepada pasien non Kristen. Betapa banyak kita dengar pasien dari kalangan ekonomi lemah direhabilitasi di rumah sakit-rumah sakit Kristen lalu dikemudian hari mereka berganti identitas keagamaan. Bahkan tidak cukup dengan pendirian rumah sakit-rumah sakit, missionaris juga berusaha membagikan brosur-brosur yang berisi ajaran ajaran Kristen serta adab-adab dalam Kristen bagi orang sakit kepada pasien Muslim.
Hal demikian terjadi di rumah sakit Advent di Bandung. Missionaris mengumpulkan pasien Muslim lalu mengadakan do’a bersama atas kesembuhan mereka kepada tuhan yesus. Di samping itu, mereka juga memberikan layanan gratis bagi mereka yang telah meninggal dunia keluarganya, tetapi tidak memiliki kemampuan untuk membayar beban biaya rumah sakit.
Cara seperti ini juga pernah dialami oleh seorang tokoh Islam papan atas, Bapak Muhammad Natsir. Ketika menjelang kedatangan ajalnya, ia didtangi oleh missionaris dan menawarkan agama Kristen kepadanya. Padahal sang missionaris sangat mengetahui bahwa Natsir adalah seorang tokoh yang sangat kuat menentang upaya Kristenisasi di Indonesia. Tetapi mereka berpura-pura tidak tahu dan berusaha melakukan kegiatan mereka.

Kesaksian Palsu yang Dilakukan oleh Oknum yang Mengaku Murtad dari Islam
Fenomena menarik yang banyak terjadi di kalangan intelektuan non Muslim adalah ketertarikan mereka terhadap Islam yang diawali dengan rasa keingintahuan tentang makna kehidupan. Pengembaraan intelektual pun mereka lakukan dengan mencari jawaban dari berbagai agama, termasuk agama-agama Abrahamaik selain Islam. Mereka menghindari Islam karena stigma media massa yang seolah telah menempatkan Islam sebagai agama kekerasan dan anti perempuan. Tetapi karena jawaban yang mereka temui selama pencarian tidaklah memuaskan dahaga intelektual mereka, sehingga Islam pun dilirik. Ketika mereka mulai banyak membaca literatul Islam, terutama terjemahan al-Qur’an, umumnya mereka tersadar bahwa ternyata Islam adalah jawaban dari berbagai kegelisahan yang mereka alami selama ini. Setelah mereka menemukan jawaban, pengakuan tentang proses yang mereka lalui hingga menemukan Islam mereka tulis atau umumkan kepada media Islam sehingga tidak sedikit menginspirasi non Muslim lainnya, bahkan termasuk orang Muslim sendiri untuk lebih mendalami Islam. Hal ini menimbulkan efek yang luar biasa kepada masyarakat.
Melihat cara demikian banyak menarik perhatian masyarakat kaum beragama, terutama non Muslim, oknum dari pihak Kristen pun berusaha melakukan hal serupa. Sekali pun hal demikian sering kali didesain sendiri dan tidak merepresentasikan keadaan sebenarnya. Mereka kemudian menulis kisah serupa pada beberapa majalah atau selebaran atau pada buku-buku tertentu dengan harapan dapat melakukan upaya tandingan terhadap apa yang terjadi pada intelektual non Muslim ketika memutuskan Islam sebagai pilihan.
Cara demikian mulai ditemukan di Indonesia pada tahun 1974. Yang pertama melakukannya adalah seseorang yang bernama Kemas Abu Bakar. Pada awalnya, ia mengaku sebagai jebolan universitas Islam di Bandung dan pernah tercatat sebagai salah satu dewan juri pada penyelenggaraan MTQ tingkat Internasional. Ia berusaha menafsirkan al-qur’an berdasarkan kehendaknya semata kemudian menyebarkannya ke masyarakat dalam bentuk kaset. Tetapi setelah diadakan investigasi oleh kalangan Muslim ternyata terbukti ia melakukan kebohongan karena tidak mampu mendemonstrasikan kekmampuannya membaca al-Qur’an. Karena tindakan ini ia dipenjara di Surabaya selama 8 tahun.
Di Jakarta pun kasus serupa ditemukan. Seseorang bernama Yusuf Maulana mengaku murtad dari Islam dan masuk ke agama Kristen. Ia mengaku anak dari seorang dai terkenal, Qasim Nurseha. Karena pengakuan demikian, khotbah-khotbahnya di Gereja cepat beredar dengan menceritakan sebab-sebab ia memilih Kristen sebagai agamanya. Setelah dilakukan investigasi oleh kalangan Muslim terbukti bahwa ia bukanlah anak dari Qasim Nurseha, sebagaimana pengakuannya selama ini.
Setelah itu, kasus di Bandung dengan motif yag sama juga ditemukan. Ada seseorang mengaku saudara kandung dari Buya Hamka (Haji Abdul Karim Wadud Amrullah). Ia mengaku bernama Wili Abdul Wadud Karim Amrullah. Setelah pengakuannya tersebut, ia menjadi orang yang sangat terkenal di Bandung. Bahkan banyak dari kalangan kaum Muslim mulai terprovokasi dengan pengakuannya. Tetapi setelah investigasi dilakukan dengan seksama oleh kalangan Muslim terbukti ia hanya pembual layaknya pendahulu-pendahulunya.
Beberapa orang yang terhitung menyatakan diri murtad dari Islam dan beralih profesi sebagai missinaris Kristen di antaranya adalah :
1.    Purnama Winangun yang dijuluki sebagai haji Amos.
2.    Hajjah Kristina Fatimah yang disebut Tini Rustini.
3.    Rudi Muhammad Nurdin.
4.    Matius.
5.    Muhammad Sholihin.
6.    Missi Kristen Atas Nama Bantun Kemanusiaan.
Sebenarnya hal ini merupakan cara lama yang selalu digunakan oleh missonaris untuk malakukan missinya. Cara ini dianggap cocok untuk negeri-negeri Muslim mengingat kemiskinan menjadi penomena umum di banyak Negara Muslim. Jika dipetakan secara kasar, benua afrika yang nota bene banyak berpenduduk Muslim, banyak menjadi target utama cara ini. Kelaparan yang terjadi di mana-mana akibat perang yang berkanjangan menjadi lahan subur bagi missionaries untuk menjalankan aksinya. Analisa bahwa kemiskinan menjadi penyebab utama keberhasilan missi Kristen sangatlah relevan. Apalagi jika dibuktikan dengan temuan-temuan lapangan, terutama ketika terjadi bencana alam pada level tinggi sehingga mengundang keterlibatan donor asing. Biasanya, mengalirnya dana kemanusian selalu dibarengi dengan missi sampingan yang melibatkan kepercayaan tertentu.
Cara seperti ini misalnya ditemukan di Tangerang. Yaitu sebuah pemberian beasiswa kepada 6 desa yang bertetangga dengan Lippo Karawaci, sebuah kawasan mewah di Tangerang. Sponsor utama beasiswa ini adalah Jems Riyadi, pemiliki bank Lippo. Pada ke-6 desa tersebut terdapat 26 SD dengan jumlah total siswa sebanyak kurang lebih 10.000. Semuan murid-murid tersebut diberikan beasiswa sebagai wujud bantuan kemanusiaan. Berdasarkan temuan Majalah Media Da’wah, salah satu media Islam yang memiliki kepedulian terhadap perkembangan missi Kristen di Indonesia, bahwa para murid yang berada antara kelas 1 hingga kelas 3 masing-masing mendapatkan beasiswa sebesar Rp 1.179.000 per tahun. Adapun murid-murid yang berada dalam bimbingan khusus mereka tentu mendapatkan lebih dari nilai sebelumnya, yaitu Rp 1.539.000 per siswa per tahun. Hal yang tidak bisa dipungkiri adalah bahwa masyarakat miskin yang berada pad ke-6 desa tersebut merasa sangat terbantu dengan program demikian. Sekali pun, pada kenyataannya terdapat sekitar 500 lebih siswa yang aktif mengikuti berbagai kegitan di Gereja. Sementara di pihak lain, orang tua mereka tidak memiliki kemampuan untuk mencegah praktek demikian karena telah merasakan bantuan besar tersebut.
Pada lingkup lebih luas, terjadinya Tsunami di Aceh menjadi momen penting bagi kaum missionaries untuk melakukan aksi mereka.

Kristenisasi Dengan Menggunakan Simbol-Simbol Islam
Metode ini merupakan cara terbaru yang dipraktekkan missonaris di Indonesia. Bahkan cara ini dilakukan secara masif dan agresif. Media yang digunakan seperti pelaksanaan ritual Kristen dengan dengan tampilan yang Islami. Misalnya perayaan natal dengan menampilkan pakaian adat betawi yang sangat kental nuansa Islamnya. Selain itu, missionaries juga melakukan penyebaran bulletin-bulletin yang mirip dengan bulletin da’wah yang memuat ayat-ayat al-Qur’an disertai dengan ayat-ayat Bible serta analisa yang mengunggulkan ajaran Kristen atas pandangan Islam tentang masalah-masalah tertentu. Hal lain yang juga tidak luput dari penyebaran missi denga cara ini adalah penerbitan buku-buku yang menampilkan judul-judul yang sangat bernuansa Islam.
Orang Muslim banyak tertipu dengan cara-cara seperti ini, karena ketidakmampuan mereka membedakan antara Islam sebagai aksesoris dengan ritual keagamaan yang murni Kristen. Cara ini makin membingungkan masyarakat dengan adanya terjemahan Bible yang berbahasa Arab dan kajian yang dilakukan di Gereja yang mirip bentuk masjid. Sementara para peserta kajian memakai pakaian layaknya seorang santri dan para peserta membaca kitab Bible berbahasa Arab layaknya orang yang sedang membaca al-Qur’an dengan cara tartil.

Perayaan Natal dengan Tampilan Islami
Cara seperti ini pernah dilakukan oleh pihak Kristen pada hari sabtu, 25 desember 2003. Mereka melakukan perayaan natal di Gereja ortodoks yang bernama Santovatius di Jakarta. Dalam perayaan ini mereka menampilkan peserta yang berbusana Islami mulai dari laki-laki, perempuan dan anak kecil. Bahkan acara inidissirkan secara langsung oleh salah satu televise swasta terkemuka di negeri ini dan disaksikan oleh banyak pemirsa di seluruh tanah air. Seperti yang diduga oleh pihak pelaksana sendiri, acara ini menui protes keras dari banyak pemirsa. Bahkan protes yang berbentuk ancaman dan terror sempat beredar sebagai wujud resitensi ummat Muslim di Indonesia terhadap acara-acara yang berpotensi mengancam hubungan antar ummat beragama di negeri ini. Cara-cara demikian sebenarnya tida hanya terjadi sekali dan dua kali saja. Bahkan adanya upaya pembacaan bible berbahasa Arab dengan mengikuti metode tilawatil Qur’an dengan nada tertentu juga masuk dalam kategori ini. Belum lagi tata cara ibadah yang dipereaktekkan oleh Kristen Syria dengan meniru tata cara shalat dalam Islam. Semua fenomena tersebut merupakan metode penyebaran agama yang kurang menghargai aspek toleransi yang dibangun dalam lingkup keindonesiaan dan keragaman.

Penyebaran buku-buku Kristen yang menyerupai tampilan buku-buku Islam
Para penulis beserta judul-judul yang sempat beredar di tengah masyarakat adalah sebagai berikut:

Karangan Purnama Winangun yang dikenal dengan nama Haji Amos
Beberapa tulisan Purnama yang ditemukan beredar di tengah masyakat adalah seperti, Upacara lbadah Haji, Ayat-ayat Al Qur’an Yang Menyelamatkan, Isa Alaihis Salam Dalam Pandangan Islam, dan Riwayat Singkat Pustaka Peninggalan Nabi Muhammad .
Karangan Danu Kholildinata yang dikenal dengan nama Amin Barkah
Kristus dan Kristen di Dalam Al-Qur’an (Al Masih Wal Masihiyun Fil Quur’an).

Karangan Hamran Amri
Allah Sudah Pilihkan Saya Kasih Buat Hidup Baru Dalam Yesus Kristus, Keilahian Yesus Kristus dan Allah Tritunggal Yang Esa, Dengan Kasih Kita Jawab, Jawaban Atas Buku Bible Qur’an dan Science, Dialog Tertulis Islam-Kristen, Surat bari Mesir, Siap Sedia Menjawab Tantangan Benteng Islam, Sebuah Memori Yang Tak Terlupakan, dll.

Karangan Muhammad Nurdin
Ayat-Ayat Penting Di Dalam Al-Qur’an, Keselamatan Di Dalam Islam, Selamat Natal Menurut Al Qur’an, Kebenaran Yang Benar (As Shodiqul Mashduuq), Rahasia Allah Yang Paling Besar (Sirrullahil Akbar), Telah Kutemukan Rahasia Allah Yang Paling Besar, Ya Allah Ya Ruhul Qudus Aku Selamat Dunia dan Akhirat, Wahyu Tentang Neraka, Wahyu Keselamatan Allah, dan lain-lain.

Terbitan yayasan pusat Kristen Nehemia
Kerudung Yang Dikoyak, oleh Gulshan Ester; Seorang Gadis Kristen Mempertanggungjawabkan Imannya, oleh Nita; Apakah Al Qur’an Benar-benar Wahyu Allah, oleh Ev. J. Litik; Kebenaran Firman Allah, oleh Pdt. M. Matheus; Lima Alasan Pokok Tentang Isi Al Qur’an Yang Menyebabkan Saya Beralih Dari Islam ke Kristen, oleh Ev. J. Litik; dll.
Cetakan Yayasan Jalan Rahmat
Sejarah Naskah Al Qur’an dan Alkitab, oleh John Gilchrist; Sulitkah Menjadi Orang Kristen, oleh Abdul Masih; Siapakah Kristus Selayaknya Menurut Anda, oleh Abdul Masih; Sudah Kutemukan, oleh Iskandar Jadeed; Benarkah Al kitab Dipalsukan, oleh Iskandar Jadeed; Injil Barnabas Suatu Kesaksian Palsu, oleh Iskandar Jadeed; Kesempurnaan Taurat dan Injil, oleh Iskandar Jadeed; Bagaimana Supaya Dosa Diampuni, oleh Iskandar Jadeed; Bagaimana Kita Berdoa, oleh Iskandar Jadeed; Kri stus Menurut Islam dan Kristen, oleh John Gilchrist, Benarkah Nabi Isa Disalib, oleh John Gilchrist; Allah Itu Esa di Dalam Tritunggal Yang Kudus, oleh Zachariah Butrus; Selidikilah, Anda Pasti Selamat, oleh Sultan Muhammad Paul.

Brosur, Kaset dan Kaligrafi
Brosur-brosur sperti: Brosur Dakwah Ukhuwah, Brosur Shirathal Mustaqim, Brosur Jalan Al Rachmat, dll. Kaligrafi dan kalender tulisan Arab yang berisikan ayat-ayat Injil tentang ketuhanan Yesus. Kaset: Kaset tilawatul Injil, Dzat dan Sirat Allah (ceramah Pendeta Kemas Abubakar Mashur Yusuf Roni), Kesaksian murtadin Muhammad Imran, Kesaksian murtadin Ikhwan Luqman, Kesaksian murtadin Pdt. Akmal Sani, Kesaksian murtadin Lies Saodah, Kesaksian murt adin Haji Ahmad Maulana yang mengaku-ngaku putera KH. Kosim Nurzeha, dll.

Pengaruh Kristenisasi di Indonesia
Melihat penetrasi yang dilakukan oleh missonaris maka bisa dipastikan bahwa efek yang ditimbulkan dalam rangka perluasan dukungan dan pemeluk di Nusantara mengalami kenaikan secara signifikan dalam berbagai sektor kehidupan. Beberapa aspek yang hendak dipaparkan di sini adalah:

Aspek Politik
Aspek penting yang menjadi fokus utama missi Kristen pada banyak Negara Islam adalah aspek perpolitikan. Aspek ini menjadi penting mengingat beragam bentuk aturan lahir melalui mekanisme politik. Hal ini ditegaskan dalam sebuah hasil Muktamar Nasional Wali Gereja di Jakarta pada tahun 1976 M. Dalam hasil keputusan muktamar tersebut tercatat:
Adalah merupakan kewajiban bagi kita komunitas Kristen untuk memastikan bahwa arah perpolitikan Negara tetap mengarah dan berkiblat ke Barat, terutama kepada Amerika Serikat. Kalian harus mengetahui bahwa Golkar dan pemerintahannya berkiblat ke Amerika. Inilah alasan mengapa kita mengarahkan para pengikut Kristen agar berafiliasi kepada Golkar dan berupaya untuk memenangkannya pada setiap Pemilu. Selayaknyalah para pengikut Kristen mengetahui bahwa Golkar adalah partai Kristen. Dialah yang bertanggung jawab penuh terhadap kesuksesan missi Kristen hingga batas-batas yang kita saksikan sekarang di Indonesia. Kita juga harus terus dapat memastikan bahwa media cetak Indonesia, siaran radio, dan Televisi menyiarkan tentang hal-hal yang kontroversi seputar Islam dan menyebarkan beragam fitnah terhadap barisan kaum Muslim agar mereka terpropokasi untuk melakukan pertengkaran sesama mereka. Adu dombalah, cerai beraikan, kuasai dan aturlah mereka sedemikian rupa. Itulah strategi dan taktik kita untuk dapat menundukkan kaum Muslim di Indonesia. Kita harus memanfaatkan beragam Koran dan media lainnya yang berada di bawah kendali kita untuk menyebarkan propaganda yang dapat mengoyak kesatuan kaum Muslim di Indonesia.
Hal ini sebanarnya sangat jelas mengingat peran politik mereka sangat kuat dalam bentangan sejarah Negara Indonesia. Salah satu peran politik kaum Kristen di Indonesia adalah masalah sila pertama dalam Pancasila. Pada awal pembentukannya, bunyi sila pertama adalah ketuhanan yang Maha Esa dengan kewajiban melaksanakan Syari’at Islam bagi pemeluknya. Namun karena resistensi dari warga Indonesia bagian timur yang merupakan reperesentasi agama Kristen, penghapusan kata yang mengadung kewajiban melaksanaan syari’ah bagi pemeluk agama Islam pun dihapus. Yang menjadi masalah di sini bukanlah terkait penghapusan tersebut, tetapi terkait tentang betapa jangkaun politis kaum Kristen di Indonesia memang kuat.
Di sisi lain, terlepasnya Timor Timur dari wilayah kesatuan Republik Indonesia juga berindikasi kuatnya peran politik kaum Kristen di Indonesia. Hal ini tentu tidak lepas dari peranan penting yang dimainkan oleh Uskup Belo dalam upaya penyebaran informasi subyektif tentang upaya-upaya licik ABRI untuk mengislamkan penduduk Timor Timur. Propaganda Uskup Belo tentang kondisi Kristen yang mengalami degradasi akibat upaya islamisasi yang dipelopori oleh ABRI tersebut berlangsung cukup lama. Sekali pun bukti lapangan menegaskan kondisi sebaliknya. Selama Timor Timur berada dalam wilayah NKRI pertumbuhan penduduk Kristen mengalami kenaikan secara signifikan. Hal tersebut terbukti karena sensus penduduk pada tahun 1972 menunjukkan jumlah penganut Kristen berjumlah sekitar 187.540 jiwa dari jumlah total penduduk setempat yang mencapai 674.550 jiwa. Yakni bahwa persentase mereka pada tahun 1972 adalah 27,8 %. Lalu pada tahun 1994 jumlah penganut Kristen mencapai 722.789 jiwa dari jumlah total penduduk sekitar 783.086 jiwa. Ini berarti bahwa prosentase ummat Kristen berada pada kisaran 92,3 % sementara kaum Muslim hanya berjumlah 3,1 % saja.

Aspek Kemasyarakatan
Dalam aspek ini, pertumbuhan jumalah kaum Kristen di Indonesia dan terjadinya penurunan persentase penganut agama Islam secara umum merupakan bukti nyata. Ada sebuah analisa yang menganggap bahwa hal tersebut terjadi sebagai akibat dari keberhasilan KB yang digencarkan oleh pemerintah terhadap masyarakat. Di sisi lain, menguatnya missionaries dalam menjalankan aktifitasnya juga ditengarai sebagai factor lain. Kedua alasan tersebut adalah sisi pandang yang dikemukakan oleh MUI dan sebagai temuan yang juga diperkuat oleh Deparetemen Agama. Berdasarkan Survey Antar Sensus (Supas) yang pernah dilakukan oleh Biro Pusat Statistik (BPS) pada tahun 1990 ditemukan fakta bahwa dari 200 juta jiwa penduduk Indonesia, prosentase umat Islam mencapai 87, 3 %. Sementara ummat Kristen berjumlah 9,6 % (Portestan 6 % dan Katolik 3,6 %), Hindu 1,8 %, Budha 1% dan agama lain 0,3 %.
Selain hal di atas, fenomena libur Nasional pekanan bagi semua aktifitas formal yang ditetapkan pada hari Minggu juga dianggap sebagai bagian dari pengaruh Kristen di Indonesia. Tetapi asumsi demikian dianggap berlebihan mengingat perkembangan jumlah masjid terutama di wilyah perkantoran dan di kota-kota besar di Indonesia banyak diilhami oleh kebutuhan untuk melaksanakan ibadah shalat lima waktu dan terutama shalat jum’at di tempat kerja. Jika kemudian libur nasional dikaji ulang dan disepakati pada harui jum’at, lalu karena pertimbangan yang sama kaum Kristen di Indonesia meminta pembangunan gereja di lingkungan kerja tentu juga akan menjadi permsalahan baru. Belum lagi jika kita melihat fenomena perkembagan keislaman yang kini tumbuh dengan baik di kalangan profesional perkantoran yang mengandalkan sisa-sisa waktu yang ada untuk melakukan kajian keislaman pekanan dengan mendatangkan nara sumber ahli.
Tetapi jika pada kenyataannya bahwa ummat Kristen memanfaatkan media televise dalam rangka penyampaian nilai-nilai kristiani kepada pemirsa yang baisanya dilakukan pada hari Minggu mungkin sedikit memiliki relevansi. Menginagat hari minggu sebagai hari liburan biasanya dimanfaatkan oleh banyak keluarga untuk duduk di depan TV. Tetapi sebagaimana kita saksikan setelah terjadinya reformasi, tampilnya ustadz kondang, terutama KH. Gymnastiar juga mengambil bentuk yang sama. Sehingga fenomena demikian sesungguhnya tidaklah bisa dipandang biasa hanya karena adanya kemiripan semata.

Aspek Pendidikan
Salah seorang missionaries pernah berkata, sebagimana dikutip oleh Kholidi dari buku Re-Thingking Mission “sekolah-sekolah yang dikelola oleh missi Kristen di seluruh Negara haruslah memiliki tujuan yang sama. Yang paling pokok adalah sekolah-sekolah haruslah berfungsi sebagai sarana untuk menciptakan pendeta-pendeta gereja. Sehingga materi-materi sekuler yang diambil dari buku-buku Barat dan diajarkan langsung oleh guru-guru dari Barat, harus membawa pola pemikiran Kristen.”



Kesimpulan
Berdasarkan paparan di atas, kristenisasi sebagai lawan kata dari islamisasi adalah merupakan upaya untuk mengembangkan ajaran Kristen terhadap kalangan internal maupun kalangan eksternal. Dalam batasan demikian, missi Kristen dainggap tidak bermasalah karena itu merupakan perwujudan dari hak masing-masing agama untuk mengekspresikan dirinya kepada mayskarakar luas. Permasalahan terjadi ketika missi tersebut disertai dengan cara-cara yang tidak lazim, sebagaimana ditunjukkan dalam makalah, seperti pendirian gereja di kawasan yang tidak memiliki jumlah pengikut hingga jumlah tertentu, sebagimana telah disepakati bersama.
Cara-cara seperti menciderai kehormatan muslimah, bantuam kemanusian yang disertai missi terselubung, penyebaran narkoba, pelaksanaan ibadah Kristen dengan tampilan yang berwajah islami merupakan bagian dari tata cara yang berada di luar etika keagamaan yang disandang oleh masing-masing agama. Jika dirunut lebih jauh maka akar permasalahan sesungguhnya terkait denga toleransi adalah adanya pihak tertentu dari kalangan beragama yang melanggar kode etik penyiaran agama sehingga menimbulkan reaksi dari pihak lain.
Sedangkan terkait dengan pengaruh missi Kristen di Indonesia maka aspek politik memiliki sisi yang kuat di tambah dengan efek yang besar terhadap aspek pendidikan.
***


JERAT POLITIK IMPERIALIS:
DEMOKRATISME JERAT POLITIK IMPERIALIS



D
isamping menjajah pola pikir serta mental dan spiritual umat Islam, Barat melancarkan pula penjajahan dalam bentuk sistem politik yang menjerat negara-negara Islam dengan dalih upaya menegakkan hak asasi manusia dan demokrasi. Sehingga penguasa yang dimunculkan di negara-negara Islam selalu bermental oportunis dan memfungsikan dirinya sebagai ‘mandor pengawas’ terhadap bangsanya untuk membela supremasi hegemoni imperialis Barat. Sementara itu dalam rangka menguasai pikiran rakyat jelata, para kaki tangan imperialis Barat melansir isu perjuangan membela nasib kaum buruh dan tani dengan konsep perjuangan sosialisme/komunisme. Sedangkan kalangan ekonomnya dicekoki dengan konsepsi Yahudi yang dibangun di atas prinsip-prinsip kedhaliman, yaitu:
1.    Riba atau renten yang sering diistilahkan dengan bunga atau insentif yang sesungguhnya adalah pemerasan pihak piutang terhadap potensi ekonomi pihak yang berhutang. Sehingga yang punya modal dapat memfungsikan pihak yang tidak punya modal sebagai sapi perahannya.
2.    Monopoli jalur keuntungan atau lebih tepatnya keserakahan meraih keuntungan pribadi dan membendung pihak lain memperoleh keuntungan itu.
3.    Efisiensi modal dengan moto: membeli semurah-murahnya dan menjual dengan semahal mungkin. Inilah yang disinyalir oleh Allah Ta'ala sebagai golongan Al-Muthaffifin, yaitu golongan manusia dhalim yang apabila membeli minta dilebihkan timbangan/sukatannya dan apabila menjual dia pun mengurangi timbangan. (lihat Al-Muthaffifin 1 – 6).
Segenap aktifitas ekonomi di dunia, dibangun di atas tiga prinsip tersebut dan segenap Dunia Islam dikondisikan untuk tergantung dan terikat dengan sistem ekonomi ini.
Kaum imperialis Barat juga mencengkeramkan kuku penjajahannya dalam bidang sosial budaya melalui gerakan demoralisasi dan penetrasi (penyusupan) budaya asing. Praktek perang candu yang pernah dilancarkan imperialis Barat ke negeri Cina diterapkan sepenuhnya ke Dunia Islam dengan kuantitas dan kualitas yang berlipat ganda. Prostitusi (pelacuran), narkoba (narkotika dan obat-obat terlarang), perjudian, pergaulan bebas laki perempuan, film-film dan gambar porno, pembudayaan mode-mode pakaian terbuka aurat atau pakain ketat membentuk lekuk-lekuk tubuh dan berbagai bentuk demoralisasi lainnya. Dengan gerakan yang demikian ini tumbuhlah bangsa-bangsa Muslimin yang lemah mentalnya, minder, penakut dan pesimistis ketika berhadapan dengan hegemoni imperialis Barat. Dengan mentalitas yang demikian inilah para ilmuwan dari anak-anak Muslimin belajar ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) Barat. Sehingga segala upaya transfer iptek dari Barat ke Dunia Islam tidak dapat melepaskan negara-negara Islam dari jerat ketergantungan kepada negara-negara imperialis Barat.
Untuk mengontrol dan mengkoordinir segenap cengkeraman imperialis Barat terhadap dunia, khususnya Dunia Islam, dibentuklah lembaga-lembaga internasional dalam berbagai bidang garapan, meliputi bidang poleksosbudhankam (politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan). Lembaga-lembaga tersebut mengharuskan seluruh negara-negara yang ada di dunia, khususnya negara-negara Islam menjadi anggotanya atau menyediakan dirinya di bawah kontrol lembaga-lembaga tersebut. Untuk sebagai peringatan, saya sebutkan sebagian lembaga-lembaga internasional imperialis Barat itu; yaitu:
1.    United Nation (Perserikatan Bangsa-bangsa) lengkap dengan Dewan Keamanannya sebagai lembaga yang bertugas mengontrol seluruh negara-negara di dunia untuk menjunjung tinggi supremasi hegemoni imperialis Barat. Lembaga ini juga berfungsi untuk mengkoordinir segala bentuk penekanan terhadap negara mana saja yang mengganggu kepentingan global imperialis Barat.
2.    Bank Dunia (World Bank) dengan segenap lembaga-lembaga keuangan yang berada di bawahnya, bertugas mengendalikan dan mengontrol sistem ekonomi dunia agar tidak lepas dari cengkraman mafia perampok internasional imperialis Barat.
3.    Amnesti Internasional yang bergerak dalam bidang hukum untuk mengontrol seluruh dunia agar tunduk kepada hukum dengan dasar falsafah hukum Barat. Lembaga ini memberi credit point bagi negara-negara yang patuh kepada kemauan Barat, dan sebaliknya memberi penilaian negatif bagi negara yang dinilai tidak mau tunduk kepada kemauan Barat. Bagi negara yang mendapatkan credit point dari lembaga ini, segenap fasilitas ekonomi dari lembaga-lembaga keuangan internasional akan diberikan kepadanya. Sebaliknya negara yang raportnya merah, lebih sulit mendapat fasilitas ekonomi dari lembaga-lembaga keuangan tersebut.
4.    Komisi Internasional Hak Asasi Manusia, sebagai lembaga yang mengawasi pelanggaran hak asasi orang-orang yang dianggap manusia oleh mereka. Yaitu orang-orang yang menjadi kaki tangan imperialis Barat. Adapun selain mereka ini tidak dianggap manusia oleh lembaga ini sehingga segala bentuk penganiayaan terhadap manusia golongan ini tidak dianggap pelanggaran hak asasi manusia. Lembaga ini bertugas memobilisasi gerakan penekanan politik dan ekonomi kepada negara yang dianggap melanggar hak asasi manusia mereka.
Dan masih banyak lagi lembaga-lembaga internasional yang merupakan lembaga-lembaga imperialis Barat untuk menjaga supremasi hegemoni mereka di seluruh dunia khususnya Dunia Islam. Melalui lembaga-lembaga tersebut, imperialis Barat mampu menekan seluruh negara-negara bekas jajahan mereka di dunia untuk tunduk kepada kepentingan mereka. Mereka juga membangun jaringan masmedia internasional, sehingga segala bentuk penggiringan opini massa di dunia ini di tangan mereka. Maka dengan demikian lengkaplah pengepungan imperialis Barat kepada dunia khususnya Dunia Islam.

Makar Imperialis Barat terhadap Indonesia
Indonesia sebagai negara Muslimin yang terbesar jumlah penduduk Islamnya dan paling besar potensi ekonominya dan paling strategis wilayah perairannya serta paling besar pula kansnya untuk memperoleh kemajuan ipteknya berhubung upaya peningkatan mutu sumber daya manusianya yang cepat. Dengan demikian Indonesia mampu bangkit menjadi negara besar setingkat negara super power. Perkembangan Indonesia yang dinilai oleh para kaki tangan imperialis Barat mulai mengarah kepada “Islamisasi” di segala bidang, cukup meresahkan mereka. Bahkan gerakan mencaplok Indonesia melalui program-program: Kristenisasi, deIslamisasi, sekularisasi, demoralisasi dan marjinalisasi (peminggiran peran) Ummat Islam; semua program-program tersebut dirasa akan terancam gagal bila stabilitas politik Indonesia terus berlangsung.
Maka mulailah bergerak segenap organ makar imperialis untuk membangkitkan gerakan penghancuran Indonesia. Amerika Serikat dan segenap negara-negara Barat bermuka dua dalam menyikapi maraknya gerakan separatis di seluruh Indonesia. Negara-negara imperialis tersebut memberikan statement resmi mendukung integritas nasional Indonesia. Tetapi mereka menggerakkan LSM–LSM mereka untuk memberikan dukungan moril maupun materiil kepada berbagai gerakan-gerakan separatis tersebut. Bersamaan dengan itu, instabilitasi politik dengan kamuflase demokratisasi, serta upaya mengkondisikan ekonomi Indonesia dalam jeratan krisis moneter, terus berlangsung. Dengan dua tekanan ini (instabilitas politik dan krismon), negara kesatuan Republik Indonesia semakin tergantung kepada belas kasihan dunia Barat. Sehingga setiap kepala negara yang tampil memimpin negara ini harus menampilkan loyalitasnya kepada kepentingan imperialis Barat di Indonesia. Dalam kondisi negara dan bangsa yang demikian, berbagai kekuatan salibis (kaum salib) dan komunis serta kaum oportunis berkoalisi untuk menggalang konspirasi (persekongkolan) mengkhianati bangsa dan negara Indonesia yang kesekian kalinya dengan memobilisasi gerakan-gerakan separatis di seluruh Indonesia.
George Soros, pengusaha besar Yahudi Amerika Serikat menjadi komandan inti gerakan pengganyangan terhadap Indonesia. Dia menyerang nilai tukar mata uang Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat di pasar uang Singapura, sehingga nilai tukar Rupiah anjlok terhadap Dollar AS sampai Rp. 15 000,- per Dollar AS. Akibatnya Indonesia dihimpit krismon yang amat berat dan harga-harga sembilan bahan pokok naik dengan tajam sehingga meresahkan rakyat banyak. Mulailah dibiayai berbagai gerakan pengerahan massa turun ke jalan dengan isu sentral ‘menuntut reformasi’ politik.
Perusahaan-perusahaan besar milik AS dan negara-negara Barat menghentikan operasinya sehingga jutaan buruh di PHK dan penyusutan pendapatan negara dengan sangat drastis. Menyusul para investor asing menarik modalnya dari Indonesia dengan alasan keamanan yang semakin runyam, sehingga banyak perusahaan besar gulung tikar diikuti dengan jutaan buruh kehilangan pekerjaannya. Semua pengganyangan dalam bidang ekonomi itu diarahkan untuk menciptakan kesengsaraan di kalangan rakyat jelata sehingga keresahan mereka dengan mudah diekploitasi untuk menjadi amuk massa serta gerakan pembangkangan rakyat terhadap pemerintah Orde Baru.
Dalam pada itu, lembaga rentenir (lintah darat) internasional IMF menjerat Indonesia dengan pemberian hutang guna ‘menolong’ ekonomi Indonesia. Maka seluruh gerakan perekonomian Indonesia di bawah kontrol lembaga tersebut secara langsung. Dengan demikian leher perekonomian Indonesia sudah diikat dengan tali kekang imperialis Barat. Isu pelanggaran hak asasi manusia membayang-bayangi segenap jajaran pemerintahan Orba sipil maupun militer. Sehingga aparat keamananpun dibelenggu oleh isu tersebut, akibatnya tidak berani bertindak tegas terhadap massa yang semakin brutal dan tak terkendali.
Ancaman anarkisme semakin mencekam sehingga Presiden Soeharto mengundurkan diri dan digantikan oleh Wakil Presiden Habibie. Dengan berbagai himpitan tersebut, hampir segala keinginan imperialis Barat dituruti dan dilayani baik-baik oleh pemerintah. Beberapa keputusan penting telah diperoleh dari pemerintah demi kepentingan imperialis Barat dalam rangka skenario penghancuran Indonesia. Keputusan-keputusan tersebut adalah sebagai berikut:
1.    Pemilu multipartai dengan sebebas-bebasnya segera dilaksanakan.
2.    Kebebasan mass media diberikan seluas-luasnya.
3.    Pembebasan tapol (tahanan politik) yang berarti pembebasan segenap tokoh-tokoh PKI dan yang sealiran dengannya.
4.    ABRI dipecah menjadi dua yaitu TNI dan POLRI sehingga memberi peluang adanya rivalitas di antara keduanya.
5.    Propinsi Timor Timur dilepaskan dari NKRI di bawah pengawasan PBB.
Setelah berhasil menelorkan dan menjalankan segenap keputusan tersebut, berakhirlah pemerintahan Presideb Habibie yang hanya berlangsung kurang lebih limaratus hari dengan cara yang sangat tragis. Lima keputusan penting ini amat strategis bagi skenario penghancuran Indonesia , dengan rincian skenario sebagai berikut:
1.    Dengan kebebasan mendirikan partai politik, memberi peluang kalangan imperialialis Barat membiayai partai-partai tertetu yang kiranya dapat dimanfaatkan sebagai kendaraan politik mereka untuk mengantarkan para kaki tangan mereka ke jenjang kekuasaan tertinggi guna mengendalikan sepenuhnya negeri ini. Mereka melalui pemilu yang sebebas-bebasnya menyusun skenario penghancuran Indonesia dengan menampilkan jajaran elit politik yang oportunis dan rela menjadi ujung tombak makar terhadap bangsa dan negaranya demi keuntungan pribadi atau kelompoknya. Model penghancuran Uni Sovyet yang dipimpin oleh presidennya sendiri dengan isu glasnost dan perestroika, tampaknya diterapkan sepenuhnya dalam skenario penghancuran Indonesia.
2.    Maka melalui pemilu yang penuh berisi teror mental dan fisik terhadap rakyat serta gerakan money politik (politik uang), ditampilkanlah kepemimpinan nasional yang amat mendukung gerakan separatis di seluruh Indonesia serta bersemangat memecah belah berbagai komponen bangsa. Maka serentaklah gerakan adu domba antar suku dan antar berbagai penganut agama-agama meletus dalam bentuk berbagai kerusuhan SARA. Gerakan separatis di Aceh yaitu GAM mendapat pengakuan diplomatik, kongres rakyat Papua di Irian Jaya yang memperjuangkan lepasnya Irian Jaya dari NKRI diberi dukungan materi dan perlindungan hukum, gerakan pemberontakan Kristen di Maluku dengan FKMnya (Front Kedaulatan Maluku) mendapat perlindungan militer dan politik serta perlindungan hukum istimewa. Presiden Abdurrahman Wahid adalah presiden separatis dalam sejarah NKRI yang paling memprihatinkan dan paling memalukan. Dia ditampilkan untuk memuluskan jalan bagi Megawati Soekarno Putri sampai di kursi Presiden RI, sehingga para kaki tangan imperialis Barat dengan mudah akan menguasai berbagai posisi penting dalam kabinetnya. Presiden Megawati nantinya juga diskenariokan untuk tetap mendukung berbagai gerakan separatis di seluruh Indonesia. Dengan demikian proses kehancuran Indonesia akan semakin cepat.
3.    Kebebasan pers memberi peluang bagi para investor asing untuk memborong saham perusahaan pers secara langsung. Maka bergeraklah George Soros membeli saham Metro TV, SCTV, RCTI. Juga membeli saham majalah dan koran TEMPO serta berbagai mass media lainnya. Ini berarti upaya penguasaan mass media di Indonesia dilakukan langsung dan pada gilirannya nanti opini rakyat akan dikendalikan oleh kalangan imperialis Barat secara langsung.
4.    Pembebasan para tapol PKI membangkitkan ancaman baru terhadap umat Islam dan dikondisikan untuk terbentuknya kekuatan komunis yang kiranya dapat berfungsi bagi imperialis sebagai ring pengaman dari ancaman “bahaya kekuatan Islam”. Artinya, dendam massa PKI terhadap umat Islam dapat dieksploitir untuk menjadi kekuatan yang dapat menghadang kekuatan Islam yang besar kemungkinan akan terus melakukan perlawanan terhadap skenario penghancuran Indonesia.
5.    Pengebirian institusi hankam (pertahanan dan keamanan). Sehingga institusi yang mengawal integritas nasional dan stabilitas keamanan didesposisikan dari fungsi teretorialnya. ABRI dipecah menjadi dua dengan politik belah bambu, yaitu dianak tirikannya TNI dan dianak emaskannya POLRI. Kekuatan KOPASUS dari TNI diperkecil dan kekuatan BRIMOB dari POLRI dilipatgandakan kualitas maupun kuantitas personel dan peralatan perangnya. Sementara itu tidak ada lagi undang-undang yang menjadi payung operasi TNI maupun POLRI setelah undang-undang subersif dicabut dan terus-menerus diambangkannya rancangan undang-undang PKB. Indonesia semakin terancam dari kemungkinan rivalitas aparat pertahanan dan keamanannya dan tentunya fungsi TNI/POLRI sebagai pengawal integritas Nasional dan stabilitas keamanan akan sangat terhalang dengan posisi yang demikian ini.
6.    Pelepasan propinsi Timor Timur membangkitakan semangat separatisme propinsi-propinsi lainnya khususnya propinsi yang banyak didominasi oleh pihak salibis (kalangan salib). Modus operandi proses pelepasan Timtim diterapkan di Maluku, Irian Jaya dan propinsi lainnya. Propinsi-propinsi yang bernafsu separatis telah menyaksikan betapa besar dukungan internasional terhadap gerakan separatis tersebut, sehingga meningkatkan keberanian mereka untuk mendeklarasikan nafsu separatis mereka itu.
Demikianlah berbagai skenario penghancuran Indonesia yang masih terus dilancarkan sampai hari ini. Semua upaya makar jahat tersebut tidak lepas dari upaya kembalinya hegemoni imperialis Barat terhadap Indonesia dengan politik masih seperti dulu yaitu devide et impera (dipecah belah untuk dikuasai). Dan ini adalah juga dalam rangka perang salib terhadap kaum Muslimin.

Penutup
Sifat dakwah Ahlus Sunnah wal Jamaah yang rahmatan lil alamin (sebagai kasih sayang bagi segenap alam semesta) menempatkannya sebagai gerakan yang sangat konfrontatif terhadap nafsu serakah kalangan imperialis Barat di manapun. Sifat-sifat dakwah Ahlus Sunnah wal Jamaah itu ialah:
1.    Ahlus Sunnah wal Jamaah adalah sebagai angkatan perang yang terus-menerus berperang membela kebenaran dan memerangi kebathilan sampai hari kiamat. Mereka selalu memenangkan perang karena peperangan yang mereka lancarkan selalu dibawah bimbingan Ulama' Ahlul Hadits sehingga terus-menerus di atas kebenaran. Hal ini ditegaskan oleh Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam dalam sabdanya sebagai berikut:
2.    “Tidak akan hilang sekelompok dari umatku selalu berperang di atas kebenaran. Mereka selalu menang sampai hari kiamat.” (HR. Muslim dalam Shahihnya no. 1923 Kitabul Imarah, dari Jabir bin Abdullah radliyallahu `anhu).
3.    Ahlus Sunnah wal Jamaah selalu menyeru manusia kepada tauhid dan memberantas kemusyrikan, menyeru kepada Sunnah Nabi (ajaran Nabi) dan memberantas bid'ah (penyimpangan dari ajarannya). Menyeru kepada ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya dan mencegah segenap kemaksiatan.
4.    Ahlus Sunnah wal Jamaah sangat menganjurkan kesabaran untuk tidak memberontak kepada penguasa Muslimin walaupun penguasa Muslim tersebut berbuat dhalim. Oleh karena itu Ahlus Sunnah wal Jamaah sangat menentang pemberontakan kepada pemerintah Muslimin walaupun pemberontakan itu diatasnamakan perjuangan Islam.
5.    Ahlus Sunnah wal Jamaah amat getol menyebarkan ilmu Al-Qur'an dan As-Sunnah (Al-Hadits) dengan pemahaman para shahabat Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam, serta berusaha menghidupkan ilmu-ilmu tersebut dengan amalan nyata di tengah-tengah umat Islam. Sehingga dengan sebab ini Ahlus Sunnah wal Jamaah amat mentang gerakan deIslamisasi, demoralisasi, sekularisasi dan marjinalisasi umat Islam.
6.    Ahlus Sunnah wal Jamaah berwala' (berloyalitas) terhadap kaum Muslimin dan berbara' (antipati) terhadap orang-orang kafir dan munafiqin dari kalangan ahli bid'ah dan para pecundang.
7.    Ahlus Sunnah wal Jamaah selalu bersikap adil terhadap kawan maupun lawan dan mencegah semua pihak berbuat kedhaliman.
Dengan prinsip-prinsip tersebut, berlangsunglah konfrontasi terus menerus antara Ahlus Sunnah wal Jamaah dengan segenap antek-antek imperialis di manapun Ahlus Sunnah berada. Demikian pula yang terjadi di Indonesia ini, Ahlus Sunnah selalu memelopori perlawanan terhadap segala skenario penjajahan kembali Indonesia. Kekuatan imperialis amat besar dibanding dengan betapa lemahnya posisi umat Islam. Tetapi semua kekuatan imperialis itu amat kecil di hadapan kekuatan Allah yang Maha Besar sehingga Ahlus Sunnah wal Jamaah amat optimis akan menang menghadapi hegemoni imperialis Barat di Indonesia ini dengan bantuan dan pertolongan Allah Ta`ala dan bersandar kepada kekuatan-Nya.
Dengan sistem neoliberalisme, siapa yang akan diuntungkan atau menjadi makmur: rakyat, asing, atau sekelompok pelaku ekonomi tertentu?
***


FAKTUAL: UUPM:
PENJAJAHAN EKONOMI NEOLIBERAL


Undang-Undang Penanaman Modal: Penjajahan Ekonomi Neoliberal

D
ewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengesahkan UU Penanaman Modal menjadi Undang-Undang Penanaman Modal (UU PM). Delapan dari sepuluh fraksi aklamasi menyetujuinya. UU ini dibuat untuk menggantikan UU Nomor 1 Tahun 1967 tentang PMA (yang diubah dengan UU Nomor 11 Tahun 1970) dan UU Nomor 6 Tahun 1968 Tentang Penanaman Modal Dalam Negeri (yang diubah dengan UU Nomor 12 Tahun 1970). Dalam UU ini, investasi sebagai penopang pembangunan dimaknai sebagai proses ekonomi dengan pertumbuhan ekonomi semata. Sebagaimana undang-undang (UU) yang sarat kepentingan asing, seperti UU Sumberdaya Air (SDA).
Secara empirik semua hal di atas menggambarkan penjajahan asing dengan mengatasnamakan investasi. Bila kondisi demikian dibiarkan, Indonesia akan semakin berada dalam cengkeraman penjajahan ekonomi neoliberal. Menurut Revrisond Baswir, Ekonom Universitas Gajah Mada Yogyakarta (di Harian Republika senin.9 april 2007), bahwa UU Penanaman modal terdapat sesat pikir diantaranya dengan beberapa aspek; Pertama, UU Penanaman modal yang akan menggantikan UU No.1/1967 tentang penanaman modal asing (PMA) dan Undang-Undang No.6/1968 tentang penanaman modal dalam negeri (PMDN) tersebut, sangat jelas bersifat ahistoris. Artinya, UU itu cenderung mengabaikan latar belakang Indonesia sebagai sebuah negara yang pernah dijajah. Padahal, sebagai akibat dari penjajahan selama 3,5 abad yang pernah dialami Indonesia,perekonomian Indonesia telanjur terjebak dalam sebuah struktur perekonomian yang berwatak kolonial. Hal itu dapat ditelusuri baik dengan menyimak kedudukan perekonomian Indonesia terhadap pusat-pusat kapitalisme internasional, sturktur sosial ekonomi mayoritas warga negara indonesia, maupun dengan menyimak kedudukan Jakarta (Batavia) terhadap berbagai wilayah lainnya Indonesia. Kedua, karena bersifat ahistoris mengabaikan adanya kebutuhan untuk mengoreksi watak kolonial perekonomian Indonesia, maka mudah dimengerti bila para pendukung Undang-undang tersebut cenderung tidak menyadari keberpihakan mereka yang sangat berlebihan terhadap penanaman modal asing. Sebagaimana sering mereka kemukakan,terutama ketika membela diri terhadap para penanaman modal asing. Sebagaimana sering mereka kemukakan, terutama ketika membela diri terhadap tuduhan-tuduhan seperti itu, salah satu asas yang dipakai dalam menyusun undang-undang Penanaman modal adalah asas ‘perlakuan yang sama’. Sepintas lalu memang tampak seolah-olah tidak ada masalah dengan asas tersebut. Tetapi, bila disimak berdasarkan sifat ahistoris UU itu, justru penggunaan asas yang mengabaikan adanya kebutuhan untuk mengoreksi watak kolonial perekonomian Indonesia itulah menjadi pangkal semua masalah. Artinya dengan dipangkainya asas perlakuan yang sama sebagai asas penyelenggaraan penanaman modal di Indonesia, ditengah-tengah syruktur perekonomian Indonesia yang berwatak kolonial, maka sekurang-kurangnya para pendukung UU itu telah secara terbuka menyatakan dukungan mereka terhadap status quo.
Padahal jika dikaitkan dengan berbagai produk perundang-undang yang lain,seperti UU keuangan Negara, UU BUMN, UU Minyak dan Gas, UU kelistrikan (yang telah dibatalkan karena melanggar konstitusi), berlansungnya proses pelembangaan neokolonialisme di Indonesia tidak terlalu sulit untuk dipahami. UU Penanaman Modal Asing, karena bermaksud menggelar karpet merah bagi pelembagaan neokolonialisme di Indonesia, justru dengan sengaja menghilangkan rangkaian kalimat yang tercantum dalam pasal 6 UU No 1/1967 tersebut. Artinya, jika dibandingkan dengan UU No.1/1967 yang merupakan pembuka jalan bagi berlansungnya proses neokolonilisme di negari ini, UU penanaman modal justru secara terbuka ditujukan untuk menyempurnakan kesalahan sejarah tersebut. Dampak pengesahan UU Penanaman Modal realisasi Investasi naik. Untuk PMA, sektor industri kimia dan farmasi berada diurutan pertama dengan jumlah investasi 1,495 miliar dolar AS. Inggris menempati urutan pertama realisasi investasi menurut negara asal sebesar 1,412 miliar dolar AS. Taiwan diurutan kedua dengan nilai investasi 396,4 juta dolar AS.
Ada indikasi yang kuat dengan naiknya realisasi investasi bahwa dari bulan-kebulan, dari tahun ke tahun akan banyak pihak asing menanamkan modal ke Indonesia kaya dengan sumber bisnis baik investasi bisnis maupu investasi bangunan. UU ini dibuat untuk menggantikan UU Nomor 1 Tahun 1967 tentang PMA (yang diubah dengan UU Nomor 11 Tahun 1970) dan UU Nomor 6 Tahun 1968 Tentang Penanaman Modal Dalam Negeri (yang diubah dengan UU Nomor 12 Tahun 1970). Dalam UU ini, investasi sebagai penopang pembangunan dimaknai sebagai proses ekonomi dengan pertumbuhan ekonomi semata. Pandangan ini secara mendasar telah mengabaikan hal terpenting dalam ekonomi yakni aspek keadilan distribusi sehingga menciptakan jurang kesenjangan yang makin melebar. Inilah awal petaka bagi masyarakat Indonesia yang mayoritas miskin karena tidak mampu mengakses sumber daya alam, kesehatan, pendidikan, serta layanan publik lainnya. Dalam telaah normatif perspektif syariah, UUPM juga mengandung sejumlah persoalan mendasar yakni:
1.    Penyamaan investor dalam dan luar negeri di semua bidang usaha.
Dalam Bab I Ketentuan Umum Pasal 2 disebutkan: “Ketentuan dalam Undang-Undang ini berlaku bagi penanaman modal di semua sektor di wilayah negara Republik Indonesia.” Pasal ini menunjukkan tidak adanya pembedaan antara PMDN dan PMA. Dalam pasal 1 disebutkan penanam modal adalah perseorangan atau badan usaha yang melakukan penanaman modal yang dapat berupa penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing. Pengertian ini kembali dikukuhkan dalam Bab II Asas dan Tujuan pasal 3 butir d): “Perlakuan yang sama dan tidak membedakan asal negara.” Penegasan serupa dinyatakan dalam Bab V Perlakuan terhadap Penanaman Modal pasal 6 ayat 1: “Pemerintah memberikan perlakuan yang sama kepada semua penanam modal yang berasal dari negara mana pun yang melakukan kegiatan penanaman modal di Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
Dengan ketentuan ini, penanam modal asing mendapatkan pintu amat lebar untuk melakukan investasi di segala bidang di seluruh wilayah RI. Ketentuan ini jelas bertentangan dengan syari’at Islam. Dalam pandangan Syari’at Islam, tugas utama negara adalah memberikan pengaturan dan pelayanan terhadap rakyatnya.
Rasulullah  menyatakan: “Maka al-imam al-adzam yang (berkuasa) atas manusia adalah pemelihara dan pengatur urusan (rakyat) dan ia akan dimintai pertanggungjawaban terhadap rakyatnya (HR Muslim). Tugas penguasa atau pemerintah dalam memenuhi kebutuhan warganya jelas sekali tidak akan bisa diujudkan bila UU PM ini diterapkan. Dalam UU PM ini pemerintah harus memperlakukan secara sama rakyatnya sendiri dan investor asing. Tidak boleh ada yang diistimewakan. Menurut syari’at Islam, perlakuan terhadap pelaku usaha dalam negeri (rakyat) memang harus dibedakan dengan pelaku usaha asing. Dalam usyur misalnya, negara hanya boleh memungutnya secara penuh dari perdagangan asing (kafir harbi). Abdullah bin Umar pernah berkata, “Umar memungut ½ usyur dari perdagangan nabath, minyak (zaitun), dan gandum, supaya lebih banyak dibawa ke Madinah agar rakyat terdorong membawa nabath, minyak zaitun, dan gandum ke Madinah. Ia juga memungut Usyur dari pedagangan kapas (HR Abu Ubaid).” Atsar ini menunjukkan bahwa Umar bin al-Khaththab memungut usyur dari perdagangan yang melewati perbatasan negara, yakni ¼ usyur dari perdagangan umat Islam dan ½ usyur dari pedagangan kafir dzimmi serta usyur dari penduduk kafir harbi. Jika dalam perdagangan yang melewati batas negara saja tidak boleh disamakan, terlebih menanam modal yang usahanya berjalan di wilayah negeri muslim. Tentu lebih tidak boleh disamakan.
2. Tidak adanya pembedaan bidang usaha UUPM memberikan ruang amat lebar bagi penanaman modal baik dalam negeri maupun asing di semua bidang. Sekalipun dinyatakan ada bidang yang tertutup, namun jumlahnya amat sedikit. Dalam Bab VII Bidang Usaha Pasal 12 ayat 1 ditegaskan: Bidang usaha yang tertutup bagi penanam modal asing adalah: (a) produksi senjata, mesiu, alat peledak, dan peralatan perang; dan (b) bidang usaha yang secara eksplisit dinyatakan tertutup berdasarkan undang undang.
Penetapan sebuah bidang usaha dikelompokkan tertutup didasarkan pada beberapa kriteria, yakni: kesehatan, moral, kebudayaan, lingkungan hidup, pertahanan dan keamanan nasional, serta kepentingan nasional lainnya (pasal 12ayat 2). Sementara penetapan bidang usaha dikatagorikan terbuka didasarkan kriteria kepentingan nasional, yaitu perlindungan sumber daya alam, perlindungan, pengembangan usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi, pengawasan produksi dan distribusi, peningkatan kapasitas teknologi, partisipasi modal dalam negeri, serta kerja sama dengan badan usaha yang ditunjuk Pemerintah (pasal 12 ayat 3). Semua kriteria yang dijadikan sebagai dasar penetapan bidang usaha dinyatakan terbuka atau tertutup itu tidaklah berdasarkan ketentuan syari’at . Akibatnya klasifikasi usaha terbuka dan tertutup itupun menjadi tidak jelas, dan berpotensi bertentangan dengan syari’at. Seharusnya, kriteria penetapannya didasarkan kepada ketentuan syari’at . Syari’at Islam menetapkan, bahwa bidang usaha yang boleh diselenggarakan adalah terhadap barang dan jasa yang halal saja. Adapun investasi usaha di bidang barang dan jasa yang haram harus dinyatakan tertutup sama sekali dan masuk dalam kelompok negatif investasi. Selain itu, juga harus memperhatikan aspek kepemilikan, yakni apakah pada sektor kepemilikan individu, kepemilikan umum atau kepemilikan negara. Penanaman modal oleh swasta hanya dibolehkan pada sektor usaha yang dapat dimiliki oleh individu. Sementara dalam sektor kepemilikan umum sama sekali tidak boleh dimasuki penanaman modal swasta, baik dalam negeri maupun asing. Yang termasuk dalam cakupan kepemilikan umum adalah:
1.    Sarana-sarana umum yang amat diperlukan oleh rakyat dalam kehidupan sehari-hari, seperti air, padang rumput, api, dll.
2.    Harta-harta yang keadaan aslinya terlarang bagi individu tertentu untuk memilikinya, seperti jalan raya, sungai, danau, laut, masjid, lapangan, dll.
3.    Barang-barang tambang yang jumlahnya melimpah atau tak terbatas. Semua sektor itu tidak boleh dimiliki, dikuasai, atau diserahkan pengelolaannya kepada individu, kelompok individu baik dari dalam negeri apalagi dari luar negeri.
Klasifikasi semua bidang usaha dalam UU PM ini sebagai bidang usaha terbuka jelas bertentangan dengan syari’at Islam. Sementara dalam kepemilikan negara, pemerintah diperbolehkan memberikan sebagian kepemilikan negara kepada individu, seperti tanah, bangunan, dan sebagainya. Oleh karena itu, berkenaan dengan keberadaan UU Penanaman Modal Asing tersebut, pada perspektif kajian ekonomi sangat merugikan pengelolaan Sumber Daya Alam dan Sumber Daya Ekonomi Indonesia yang semakin memperparah, memperburuk menyensarakan masyarakat Indonesia maka minimal ada 3 aspek yang saya paparkan sebagai seorang ekonom sekaligus sebagai cendikiawan agar mengetahui ancaman kerusakan bahaya yang terjadi perekonomian di Indonesia.
Pertama. UU Penanaman Modal karena secara mendasar dalam kajian normatif bertentangan dengan syari’at Islam dan secara empirik akan makin menjerumuskan Indonesia kepada penjajahan ekonomi oleh kapitalisme global. Sepanjang 2000 - 2005, stok modal asing meningkat hingga 3,5 kali lipat. Pemilik PMA tersebut sebagian besar adalah Singapura, Inggris, Jepang, Australia, Belanda, Korea selatan, Taiwan, Kanada, Amerika Serikat, Jerman, yang tersebar dalam 975 proyek. Tidak heran jika negara-negara tersebut banyak terkait dengan campur tangan seluruh kebijakan ekonomi, sosial , budaya dan hankam di negeri ini. Campur tangan mereka tentu tak lepas dari upaya mengamankan kepentingannya di Indonesia.Menurut BKPM modal asing semakin dominan dibanding seluruh investasi dalam negeri. Investasi sector minyak dan gas bumi misalnya, sebanyak 85,4 persen dari 137 konsesi pengelolaan lapangan minyak dan gas bumi (migas) di Indonesia dimiliki oleh perusahaan multinasional (asing). Perusahaan nasional hanya punya porsi sekitar 14,6 persen. Data terbaru di BP Migas menyebutkan, hanya ada sekitar 20 perusahaan migas nasional yang mengelola lapangan migas di Indonesia. Dominannya modal asing berpengaruh terhadap arah privatisasi sektor publik, penguasaan perekonomian domestik dan pemasaran produk barang dan jasa yang dihasilkan negara maju. Peran lembaga-lembaga kreditor internasional lewat berbagai skema pinjaman luar negeri memainkan peran penting mendorong agenda tersebut, melalui keluarnya berbagai produk regulasi seperti UU Sumber Daya Air, UU Migas, UU Ketenagalistrikan hingga privatisasi BUMN. Kondisi ini menyuratkan terjadinya pergeseran tanggung jawab Negara digantikan perannya oleh korporasi.
Kedua. Pendapat yang menyatakan bahwa UU PM ini diperlukan untuk memacu investasi asing karena Indonesia selama ini tidak diminati investasi adalah kabar menyesatkan. Sebenarnya di dalam negeri pun sangat banyak tersedia dana (menurut gubernur BI ada sekitar Rp 210 triliun dana masyarakat yang idle di BI) yang semestinya bisa dimanfaatkan untuk investasi. Tapi faktanya dana tersebut tidak digunakan sebagaimana mestinya. Berarti bukan tidak ada investasi, tapi sistem lah yang tidak memberikan suasana kondusif bagi berkembangnya investasi. Pembuatan UU PM yang dianggap pemerintah sebagai solusi untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dan mewujudkan kemandirian ekonomi adalah tidak benar karena pemerintah tidak mencoba sungguh-sungguh menjawab permasalahan bertambahnya pengangguran. Pemerintah lebih berorientasi pada pertumbuhan dengan setiap satu persen pertumbuhan akan menyerap 300.000 tenaga kerja, namun pemerintah tersebut tidak mampu menyelesaikan bertambahnya pengangguran. Pada faktanya FDI hanya memanfaatkan rendahnya upah buruh dan banyaknya insentif yang diberikan pemerintah antara lain pembebasan pajak dan kemudahan dalam investasi dalam pengelolaan sumber daya alam. UU PM malah mengalami Kegagalan berbagai instrumen perundangan, termasuk yang mengatur tentang permodalan asing dan undang-undang sektoral, khususnya sektor pengelolaan sumberdaya alam (UU Migas, UU Kelistrikan dan sebagainya) dapat dilihat dari berbagai indikator, seperti keberadaan jutaan rakyat yang berada di garis kemiskinan akibat ketidakadilan distribusi, jumlah konflik sumberdaya, dan/atau belum menikmati jasa pelayanan umum. Di Indonesia, setidaknya ada 110 juta jiwa penduduk yang hidup dengan penghasilan kurang dari US$ 2 atau kurang dari Rp 18.000,00 per hari. Dengan demikian berdasarkan pengakajian diatas tidak ada salahnya bila penulis mengatakan UU PM merupakan penjajahan ekonomi neoliberal.
***

PENJAJAHAN EKONOMI AS
ATAS INDONESIA


M
engkritisi Hubungan Kemitraan Komprehensif AS dan Indonesia di Bidang Ekonomi Pemerintah AS masih merencanakan agenda kunjungan Obama ke Indonesia pada November 2010. Obama telah dua kali membatalkan rencana kunjungannya ke Indonesia, yakni pada Maret dan Juni 2010. Pada Maret 2010, Obama mengundurkan rencana kedatangannya ke Indonesia akibat adanya keluhan dari kalangan DPR AS asal Demokrat mengenai pemungutan suara terkait layanan kesehatan yang dipercepat. Selain itu, pada Juni, Obama juga mengundurkan waktu kedatangannya akibat tumpahan minyak di Teluk Meksiko.
Melalui Menteri Luar Negeri Indonesia Marty Natalegawa, menjelaskan bahwa rencana kunjungan tersebut amat penting bagi Indonesia dan AS untuk keterbukaan hubungan kedua negara, kerja sama yang saling menguntungkan, dan membangun kepercayaan antarkedua negara lebih luas lagi. Kunjungan Presiden Amerika Serikat (AS), Barack Obama, ke Indonesia dipastikan akan meningkatkan status hubungan bilateral. Pasalnya, dalam kunjungannya yang akan dilakukan bulan November, Obama dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kemungkinan akan mengumumkan Perjanjian Kemitraan Komprehensif (Comprehensive Partnership Agreement/CPA) Indonesia-AS, sebuah inisiatif di mana Amerika Serikat akan memperluas dan memperkuat hubungan dengan Indonesia untuk menangani isu-isu regional dan global. Sebagai negara terbesar di Asia Tenggara, Indonesia dapat memainkan peran dalam memecahkan masalah-masalah dunia.
Juru bicara Kementrian Luar Negeri Indonesia, Teuku Faizasyah, mengungkapkan bahwa pembicaraan CPA sudah dimatangkan dalam pertemuan antara Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa dan Menteri Luar Negeri AS, Hillary Clinton akhir Januari lalu. Menurut Faizasyah, CPA itu akan memuat kerjasama bilateral multi-sektor. Ini akan menjadi payung kerja sama bilateral yang akan membawa hubungan kedua negara menjadi lebih erat di berbagai sektor, mulai dari kerjasama ekonomi, ilmu pengetahuan dan teknologi, dan lain-lain.
Release resmi hasil pertemuan Menlu AS Hillary Clinton dan Menlu RI Marty Natalegawa beserta delegasi masing-masing dalam rangka Kemitraan Komprehensif Indonesia-AS di Washington D.C., dikeluarkan pada tanggal 17 September lalu. Dan di dalam release juga dijelaskan Rencana Aksi sebagai panduan implementasi Kemitraan Komprehensif. (http://www.state.gov/r/pa/prs/ps/2010/09/147309.htm)
Hal yang harus diwaspadai bahwa kunjungan kenegaraan seorang kepala Negara) merupakan bagian dari kebijakan politik luar negeri suatu negara. Pastilah ada motif maupun target politik dari kunjungan itu. Sementara itu, kebijakan politik luar negeri sebuah negara selalu bermuara pada kepentingan nasional negara bersangkutan. Sama halnya dengan kedatangan Obama ke Indonesia yang direncanakan bulan November nanti adalah bagian dari kebijakan politik luar negeri Amerika Serikat.


Untung Rugi Hubungan Perdagangan dan Investasi RI-AS
Era globalisasi yang ditandai dengan liberalisasi perdagangan dan investasi sudah tidak dapat dibendung lagi. Berbagai negara, baik negara maju maupun Negara berkembang, sudah mulai bersiap-siap menghadapi situasi yang disebut sebagai The Boderless World oleh futurolog Keniche Ohmae. Kecenderungan ini mengakibatkan pasar menjadi berkembang begitu bebas tanpa ada satu orang pun yang dapat memastikan apa yang akan terjadi. Sebagai implikasi langsung, perkembangan global yang demikian akan mempengaruhi perekonomian Indonesia dalam jangka panjang dan mengingat sifat perekonomian Indonesia yang semakin terbuka.
Secara geopolitik, posisi Indonesia sangat strategis di kawasan Asia Pasifik dan Selat Malaka. Sedangkan secara ekonomi, Indonesia adalah negara yang sangat kaya dengan sumberdaya alam dan mineral, baik di darat maupun di laut. Kekayaan alam Indonesia yang sangat luar biasa ini jelas sangat menggoda negara-negara imperialis untuk menguasainya, langsung ataupun tidak langsung. Disamping itu, dengan jumlah penduduk lebih dari 243 juta jiwa, Indonesia adalah pasar potensial bagi produk-produk negara-negara industri.
Perhatian AS di kawasan Asia Tenggara sebenarnya bukan kepada Indonesia, melainkan lebih diarahkan untuk menghadapi semakin besarnya kekuatan Cina di berbagai bidang, karena AS memprediksikan Cina dapat menjadi negara yang paling berpengaruh setelah AS dalam 20 tahun kedepan. Hal ini menjadi penting mengingat Indonesia, dan negara-negara di Asia Tenggara, telah melakukan Perjanjian Perdagangan Bebas ASEAN-China pada 2010.
AS saat ini tengah kewalahan akibat banjirnya produk China di pasar Asia. Wajar saja karena perdagangan bebas yang dilakukan China dengan ASEAN bisa menggerus keuntungan perdagangan Amerika hingga 25 miliar dolar setiap tahun. Tidak hanya kerugian perdagangan, Amerika pun takut tingkat pengangguran di negaranya meningkat seiring hilangnya pasar produk Amerika di kawasan Asia Pasifik. Oleh karena itu, AS berusaha lebih keras untuk menggarap pasar Asia. Pangsa pasar yang sangat besar di kawasan Asia Tenggara (Asia Pasifik) dapat menjadi bumper bagi masalah akut perekonomiannya. Dalam kontes inilah, Indonesia dilihat AS sebagai negara yang memiliki posisi penting bagi kepentingan nasionalnya.
Maka terdapat beberapa agenda utama yang diusung dalam kunjungan Obama ke Indonesia, yaitu mendesak Indonesia memperbaiki iklim investasi, peningkatan kerjasama perdagangan Amerika-Indonesia, dan menawarkan forum kerja sama perdagangan regional Asia-Pasific. Berkaitan dengan hal tersebut, maka sudah seharusnya Indonesia memperhitungkan besaran untung-rugi kerja sama di bidang ekonomi dengan Amerika Serikat yang sudah terjalin selama ini.
Indikator ekonomi yang harus diperhitungkan dalam bidang ekonomi mengenai untung-rugi ini adalah neraca pembayaran (balance of payment / BOP) dan neraca perdagangan (balance of trade / BOT) antara Indonesia-Amerika. Neraca pembayaran suatu negara dibuat oleh pemerintah dan menjadi salah satu input utama dalam pembuatan kebijakan perekonomian. Adapun komponen-komponen dalam BOP dapat menjadi indikasi untuk memprediksi resiko ekonomi (economy risk) suatu negara. Dari penjumlahan aritmetik pada BOP, diperoleh informasi apakah suatu negara mengalami surplus, seimbang atau defisit dalam perdagangan internasional. Selanjutnya, untuk neraca perdagangan (BOT), adalah sebuah ukuran selisih antara nilai impor dan ekspor atas barang nyata dan jasa. Tingkat neraca perdagangan dan perubahan ekspor dan impor diikuti secara luas dalam pasar valuta asing.
Secara empiris, data Badan Pusat Statistik menunjukkan bahwa secara kumulatif nilai ekspor Indonesia Januari-Juli 2010 mencapai US$85,01 miliar atau meningkat 42,26 persen dibanding periode yang sama tahun 2009, sementara ekspor nonmigas mencapai US$69,97 miliar atau meningkat 36,94 persen. Ekspor nonmigas selama periode Januari-Juli 2010, Jepang masih merupakan negara tujuan ekspor terbesar dengan nilai US$9.010,2 juta (12,88 persen), diikuti Amerika Serikat dengan nilai US$7.525,3 juta (10,75 persen), dan Cina dengan nilai US$6.975,5 juta (9,97 persen).
Adapun untuk nilai impor Indonesia selama Januari-Juli 2010 mencapai US$75.558,5 juta. Hal ini berarti impor Indonesia mengalami kenaikan 50,93 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Berdasarkan negara asal barang utama, impor nonmigas dari Cina merupakan yang terbesar, yaitu sebesar US$1.921,8 juta atau 18,28 persen dari keseluruhan impor nonmigas Indonesia, diikuti Jepang sebesar US$1.714,6 juta (16,31persen), Amerika Serikat sebesar US$1.177,4 juta (11,20 persen), Singapura US$909,1 juta (8,65 persen),Thailand sebesar US$722,8 juta (6,88 persen), Korea Selatan US$494,8 juta (4,71 persen), Malaysia sebesar US$391,7 juta (3,73 persen), Australia sebesar US$376,7 juta (3,58 persen), Taiwan US$272,8 juta (2,59 persen), dan Jerman sebesar US$242,1 juta (2,30 persen). Selanjutnya impor nonmigas dari Perancis sebesar US$179,2 juta (1,70 persen) dan Inggris sebesar US$75,4 juta (0,72 persen). Secara keseluruhan, keduabelas negara utama diatas memberikan peran sebesar 80,65 persen dari total impor nonmigas Indonesia (Berita Resmi Statistik No. 55/09/Th. XIII, 1 September 2010).
Diperkirakan surplus neraca perdagangan Indonesia di tahun 2010 akan mengalami penurunan dibandingkan tahun 2009 yang tentunya akan menyebabkan tekanan pada neraca transaksi berjalan yang selanjutnya akan menekan neraca pembayaran Indonesia. Proses pemulihan ekonomi global dikhawatirkan terhambat akibat melambatnya kegiatan ekonomi di AS, China dan Jepang. Perlambatan ekonomi di AS terutama disebabkan oleh tingkat pengangguran yang masih tinggi sehingga konsumsi rumah tangga masih lemah. Daya beli rumah tangga yang masih lemah tersebut menyebabkan kegiatan di sektor industri melambat.
Karenanya kedatangan Obama ke Indonesia dapat dipastikan bukan semata-mata untuk kepentingan politik luar negerinya, tetapi justru karena adanya agenda untuk melakukan rescheduling berbagai transaksi ekonomi/perdagangan serta untuk memastikan agar perusahaan-perusahaannya tetap aman beroperasi di Indonesia. Disamping itu kondisi perdagangan Amerika yang kian menurun daya saingnya dibandingkan dengan negara lain, khususnya negara China dan ASEAN. Amerika membuat strategi baru supaya Indonesia tetap setia untuk menjadi mitra-dagang dengan Amerika. Oleh karena itu, Amerika berkeinginan agar Indonesia masuk dalam blok ekonomi baru yang sedang digodok Gedung Putih. Blok baru dalam kerangka perdagangan bebas itu bernama Trans Pasific Partnership (TPP). Indonesia masih menimbang-nimbang tawaran Amerika tersebut. Sejauh ini kerja sama ekonomi Indonesia dengan Amerika sudah sangat baik dengan tingginya arus modal masuk dari Amerika ke Indonesia (Wirjawan, 2010).
Gagasan atau isu yang diemban oleh Amerika tersebut adalah, mengajak Indonesia untuk tetap membangun blok baru perdagangan bebas dengan delapan negara terpilih. Antara lain Indonesia, Singapura, Brunei, Vietnam, Australia, Selandia Baru, Chili dan Peru. Blok perdagangan bebas Trans Pasific Partnership ini akan menjadi bahan utama gerilya yang dilakukan Presiden Barack Obama.
Tidak dapat dipungkiri bahwa, bagi Indonesia sendiri dari sisi ekspor keberadaan Amerika menguntungkan dari sisi ekspor nonmigas. Pasalnya, pasar ekspor non-migas Indonesia lebih besar ke Amerika dibanding ke negara China. Sehingga, ekspor produk nonmigas Indonesia ke Amerika tahun 2009 mencapai 10,5 miliar dollar Amerika dan ekspor non-migas ke China tumbuh dengan sebesar 8,9 miliar dollar Amerika. Namun Indonesia tidak bisa berharap AS membuka pasar ekspor bagi produk Indonesia. Saat ini perekonomian AS tidaklah sekuat dulu. Tingkat daya beli warga AS juga menurun.
Sebaliknya, dari sisi impor China lebih bisa menguasai pasar Indonesia dibanding Amerika. Angka impor China itu akan menggelembung di tahun 2010 akibat diterapkannya perjanjian perdagangan bebas ASEAN-China. Impor China ke Indonesia tahun 2009 mencapai 13,5 miliar dolar. Sedangkan impor Amerika ke Indonesia hanya mencapai angka 7 miliar dolar Amerika. Dengan kondisi seperti ini, Indonesia seharusnya mempunyai sikap yang berdasarkan kepentingan negara dalam bidang ekonomi. Apabila dilihat dari surplus neraca perdagangan Indonesia di tahun ini, maka ternyata rupiah mengalami depresiasi terhadap nilai tukar, tentu saja neraca pembayaran negara menjadi tertekan. Hal ini memberikan arti, bahwa Amerika sudah tidak cukup prospek dalam membangun kerjasama perdagangan.
Selain semakin berkurangnya keuntungan hasil perdagangan antara Indonesia dan Amerika pada tahun ini khususnya dalam ekspor-impor non migas, maka diharapkan Indonesia mempunyai sikap untuk tidak melakukan berbagai kerjasama bidang perdagangan yang tidak efisien, diseconomies, dan tidak prospektus dalam menggenjot pendapatan nasional.
Indonesia harus segera mengambil keputusan untuk mengurangi berbagai kerjasama yang ditawarkan Amerika, baik dari transaksi perdagangan maupun dari penanaman modal asing melalui investasi-yang beresiko tinggi untuk jangka panjang. Apabila negara Indonesia mempunyai keberanian untuk mengurangi kerjasama yang beresiko tinggi, tentunya harus memulai dengan melakukan perdagangan yang dapat meningkatkan produktivitas dalam negeri dan menaikkan jumlah tenaga kerja. Dengan kata lain, Indonesia harus keluar dari kerjasama yang dapat merugikan bangsa dan rakyat melalui orientasi ekonomi berbasis pada sumberdaya dan produktivitas dalam negeri, baik sumberdaya manusianya.
Selain meningkatkan volume perdagangan Amerika Indonesia , aspek ekonomi lainnya adalah peningkatan investasi dan keamanan investasi perusahaan-perusahaan AS di Indonesia. Pemerintah Indonesia menginginkan adanya peningkatan investasi AS di Indonesia, Pemerintah selalu beralasan bahwa peningkatan investasi asing akan meningkatkan perekonomian Indonesia yang akhirnya akan meningkatkan kesejahtertaan rakyat Indonesia. Benarkah Investasi AS akan meningkatkan kesejahteraan Indonesia ?
Selama ini sebenarnya investasi Asing lebih banyak merugikan dan menyengsarakan rakyat apalagi investasi yang ditanamkan oleh perusahaan-perusahaan AS. Ada 3 faktor yang bisa kita jadikan bukti bahwa Investasi AS telah banyak merugikan perekonomian indonesia dan menyengsarakan rakyat. Pertama, Investasi yang dilakukan perusahan AS seperti Exxon Mobil Oil, Caltex, Freeport dan Newmont adalah investasi di bidang ekploitasi barang tambang. Salah satu alasan pemerintah mengundang investasi asing adalah untuk mengatasi pengangguran padahal Investasi dibidang tambang tidak banyak menyerap tenaga kerja sehingga tidak akan mampu mengurangi pengangguran yang terjadi saat ini.
Kedua, Para Investor dengan prinsip kapitalis yaitu meraih keuntungan yang sebanyak-banyaknya telah mengakibatkan Kerusakan ekosisitem dan lingkungan alam serta lingkungan sosial. Penambangan yang dilakukan oleh Freeport, New Mont dan beberapa perusahan tambang lainnya telah menghasilkan galian berupa potential acid drainase (air asam tambang) dan limbah tailing. PT Newmont telah merusak pantai Buyat dan Sumbawa bagian barat dengan diikuti oleh aktifitas pembuangan limbah tailing ke laut dalam jumlah yang lebih besar yaitu mencapai 120.000 ton per hari, 60 kali lebih besar dibandingkan dengan jumlah yang dibuang Newmont di pantai buyat Minahasa Sulawesi Utara. (http://jakarta.indymedia.org/). Apalagi saat ini pemerintah telah mengijinkan penambangan di daerah hutan lindung maka terjadilah kerusakan hutan akan semakin bertambah, saat ini laju kerusakan hutan mencapai 1,6 - 2 juta hektare per tahun. Luas hutan Indonesia 50 tahun terakhir diperkirakan terus menyusut, dari 162 juta hectare menjadi 98 juta hektare. Walhi mencatat 96,5 juta hektare atau 72 persen dari 134 juta hektare hutan tropis Indonesia telah hilang. Salah satu akibatnya adalah kekeringan dan bencana banjir seperti banjir bandang yang menimpa bohorok - sumatera telah merusak ratusan rumah, beberapa cottage beserta fasilitas publik, dan juga telah menewaskan 90 orang, beberapa orang luka-luka dan masih puluhan orang yang hilang.( http://www.rri-online.com/)
Ketiga, Kontrak Kerja Sama (KKS) atau kontrak karya selalu berpihak dan menguntungkan investor akan tetapi merugikan pemerintah dan rakyat dalam kasus Freport di Papua Pemerintah Indonesia hanya mendapatkan 18,72 % itupun 9,36 % miliki swasta sedangkan sisanya dimiliki Freepoort padahal PT Freeport saat ini telah berhasil mengeruk sekitar 30 juta ton tembaga dan 2,744 milyar gram emas Indonesia mengeksploitasi pertambangan di Papua bekerja atas dasar kontrak karya yang ditandatangani dengan pemerintah Indonesia. Sementara dalam kasus blok Cepu Exxon mobile mendapat konsesi 50 % padahal berdasarkan hasil survei dan kajian (technical evaluation study, TEA) Humpuss Patragas tahun 1992-1995, cadangan minyak Cepu mencapai 10,9 miliar barel, lebih besar dari Cadangan minyak yang sebelumnya ditemukan di Indonesia secara hanya sekitar 9,7 miliar barel. Sementara dalam kontar karya gas di Pulau Natuna lebih fantasisi lagi semua hasil gas 100 % milik Exxon mobile sementara pemerintah hanya mendapat pajak penjualan, maka saat ini exxon berusaha untuk memperpanjang kontrak tersebut yang sebenarnya sudah berakhir tahun 2005 kemudian diperpanjang sampai tahun 2007 dan sekarang sedang negoisasi untk diperpanjang lagi, dan perlu diketahui Ladang gas D-Alpha yang terletak 225 km di sebelah utara Pulau Natuna (di ZEEI) total cadangan 222 trillion cubic feet (TCT) dan gas hidrokarbon yang bisa didapat sebesar 46 TCT merupakan salah satu sumber terbesar di Asia.
Sementara pengaruh Cina di Bidang Minyak Indonesia sudah mulai mengusik dominasi Perusahaan Amerika Serikat, Kehadiran beberapa perusaahaan minyak Cina di Indonesia memang perlu mendapat perhatian khusus. Misalnya PetroChina, CNIIC, dan Sinopee. Hal ini tentu menimbulkan kejengkelan bagi perusahaan-perusahaan minyak multi-nasional asal Amerika dan Inggris yang dikenal sebagai SEVEN SISTERS yaitu Shell, British Petroleum, Gulf, Texaco, Exxon Mobil, dan Chevron. Ketika perusahaan-perusahaan minyak Cina tersebut masuk ke Indonesia, the Seven Sisters mulai goncang. Perusahaan-perusahaan minyak Cina tersebut masuk ke lokasi sumber minyak dan gas seperti Blok Sukowati di Jawa dan Blok Tangguh di Papua, maka Kunjungan Obama ke Indonesia di pastikan untuk mengokohkan kembali Imperilaisme di Bidang MIGAS di Indonesia.
Karenanya dapat disimpulkan bahwa hubungan ekonomi antara RI dan Amerika lebih menguntungkan bagi Amerika dan lebih merugikan bagi RI. Dengan kata lain, Indonesia harus berani secara tegas melakukan terobosan dalam strategi perdagangan internasionalnya dengan tanpa mengikuti ‘pesanan dan tekanan’ politik Amerika dan merenegosiasi berbagai kerjasama bidang ekonomi yang seringkali keuntungan yang didapatkan lebih sedikit dibandingkan kerugiannya, oleh karena itu, saatnya Indonesia menentukan sikapnya sendiri dalam berekonomi tanpa dikendalikan oleh kepentingan Amerika dengan dalih ‘efisiensi’.

Penjajahan Ekonomi AS atas Indonesia
Dalam hubungan antar negara, yang tidak boleh kita lupakan, setiap kebijakan politik luar negeri suatu negara pasti ditujukan untuk kepentingan negara itu. Apalagi Amerika yang berbasis ideologi Kapitalisme. Politik luar negeri negara Kapitalis seperti AS bertujuan untuk menyebarluaskan dan mengokohkan ideologi Kapitalisme di seluruh dunia. Metode baku yang mereka gunakan adalah penjajahan (imperialisme) dalam berbagai bentuknya; ekonomi, politik, atau pun budaya. Dengan cara itulah negara Kapitalis bisa eksis.
Kemitraan Komprehensif ini adalah bentuk nyata penggunaan soft power pemerintahan Obama. Tentu tujuannya adalah memperdalam pengaruh dan kontrol AS atas negara yang dijadikan sasaran soft power itu dalam hal ini adalah Indonesia. Menjadikan Indonesia sebagai mitra strategis seharusnya dibaca sebagai upaya AS merangkul Indonesia sebagai ’sahabat’ AS dalam mengokohkan penjajahan Kapitalismenya. Sebab, siapa yang sebut teman oleh AS adalah negara-negara yang sejalan dengan nilai dan kepentingan AS.
Obama hadir untuk kepentingan ekonomi AS. Pertama mengokohkan, melindungi, dan memperluas ekspansi perusahaan AS terutama di sektor strategis seperti energy (minyak, gas) dan pertambangan (emas) di Indonesia. Kedua, menjadikan Indonesia sebagai pasar penting ekspor AS untuk membuka menggerakkan kembali ekonomi AS dan membanyak lapangan pekerjaan di Amerika. Ketiga, AS juga punya kepentingan untuk memenangkan pertarungan ekonomi AS yang baru melawan China di Asia Pasifik.
Dan perlu kita catat semua ini secara ekonomi akan lebih banyak menguntungan AS. Disamping itu juga akan memperkuat perampokan terhadap kekayaan alam Indonesia terutama minyak, gas dan emas yang seharusnya merupakan milik rakyat yang dikelola pemerintah dengan baik untuk kemashlahatan rakyat. Selama ini kekayaan alam Indonesia lebih banyak dirampok oleh perusahaan asing termasuk AS dengan memberikan sedikit keuntungan bagi Indonesia, namun meninggalkan banyak persoalan lingkungan.
Dunia mengetahui kondisi domestik AS yang didera krisis ekonomi sejak beberapa tahun lalu hingga saat ini belum menunjukkan perubahan yang signifikan. Pengangguran masih menggunung, biaya hidup yang di rasakan semakin berat bagi mayoritas rakyat AS dan kebijakan-kebijakan yang dianggap strategis dan obat jitu dari Obama untuk keluar secepatnya dari krisis juga tidak memberikan efek berarti. Maka berbagai langkah penyelamatan harus dilakukan, termasuk mencari talangan dari Jepang bahkan China. Maka Indonesia juga harus dimasukkan bagian dari mitra strategisnya dalam pemulihan ekonomi domestik AS. Dengan menjadikan Indonesia sebagai pasar potensial dari produk-produk AS, peningkatan ekspor harus segera diupayakan.
Presiden Amerika Serikat Barack Obama telah memerintahkan kabinet untuk mengatur strategi baru melipatgandakan ekspor dalam waktu lima tahun, sebagian besar untuk mempercepat pertumbuhan Asia, termasuk Indonesia, dengan menghambat rintangan-rintangan. Dibawah National Export Initiative, Pemerintah akan menyediakan akses lebih besar untuk perusahaan-perusahaan Amerika Serikat untuk memberikan biaya dan membantu mereka menembus pasar baru dengan pertumbuhan tinggi seperti Indonesia, Cina, India dan Brazil.
Kebijakan ini menawarkan kesempatan dalam sektor pertumbuhan paling cepat seperti produk-produk lingkungan dan pelayanan, energi yang bisa diperbarui, kepedulian terhadap kesehatan dan bioteknologi.Jika kita hanya meningkatkan sedikit nilai persen ekspor kita untuk Asia, itu artinya ratusan dari ribuan, mungkin jutaan lapangan pekerjaan di Amerika Serikat akan bertambah. Maka tampak, kunjungan Obama ke Indonesia adalah sebuah misi penyelamatan kepentingan domestik AS yang carut marut. Dan dominasi kepentingan dengan memainkan isu-isu klasik sangat mungkin dilakukan oleh Obama terhadap Indonesia.

Kerjasama Kemitraan AS-Indonesia: Haram!
Istilah “Kerjasama Kemitraan” ini harus dikritisi. Perlu dicatat, bahwa digunakannya istilah “Kerjasama Kemitraan” ini untuk mengelabuhi tujuan dan maksud AS yang sesungguhnya, yaitu mempertahankan dan mengokohkan cengkraman penjajahan AS di Indonesia, melalui bidang-bidang yang dikerjasamakan.Karena itu, “kerjasama kemitraan” ini merupakan salah satu strategi kebijakan politik luar negeri AS terhadap Indonesia. AS ingin menjadikan Indonesia sebagai mitra. Sedangkan mitra dalam paradigma AS adalah negara yang sejalan dengan kepentingan AS. Mitra untuk mempertahankan penjajahan AS di Indonesia, kawasan Asia dan dunia Islam. Dengan demikian “kerjasama kemitraan” ini sesungguhnya tidak akan lepas dari upaya AS untuk menjaga Indonesia agar tetap menjadi koloninya.
Selain fakta, bahwa “kerjasama kemitraan” tersebut merupakan legalisasi penjajahan AS di Indonesia, dan kawasan yang lainnya, juga harus dicatat, bahwa AS adalah negara penjajah yang tengah menduduki wilayah Islam yang lain, seperti Irak dan Afganistan. Dengan posisinya sebagai negara penjajah, dan sedang memerangi kaum Muslim, serta menduduki wilayahnya, maka status AS jelas merupakan Negara Kafir Harbi fi’lan.
Negara Kafir Harbi fi’lan tetap harus didudukkan sebagai musuh, karena sedang berperang dengan kaum Muslim. Karena itu, haram hukumnya melakukan “kerjasama kemitraan” dengan musuh. Allah berfirman:
 فَمَنِ اعْتَدَى عَلَيْكُمْ فَاعْتَدُواْ عَلَيْهِ بِمِثْلِ مَا اعْتَدَى عَلَيْكُمْ وَاتَّقُواْ اللَّهَ وَاعْلَمُواْ أَنَّ اللَّهَ مَعَ الْمُتَّقِينَ
“Oleh sebab itu barangsiapa yang menyerang kamu, maka seranglah ia, seimbang dengan serangannya terhadapmu. bertakwalah kepada Allah dan Ketahuilah, bahwa Allah beserta orang-orang yang bertakwa.” (Q.s. al-Baqarah: 194)
Allah SWT juga berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ تَتَّخِذُواْ بِطَانَةً مِّن دُونِكُمْ لاَ يَأْلُونَكُمْ خَبَالاً وَدُّواْ مَا عَنِتُّمْ قَدْ بَدَتِ الْبَغْضَاء مِنْ أَفْوَاهِهِمْ وَمَا تُخْفِي صُدُورُهُمْ أَكْبَرُ قَدْ بَيَّنَّا لَكُمُ الآيَاتِ إِن كُنتُمْ تَعْقِلُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang di luar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudaratan bagimu. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka lebih besar lagi. Sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminya.” (QS. Ali Imran: 118)
Selain itu, “kerjasama kemitraan” ini juga digunakan AS untuk mengokohkan penjajahannya di Indonesia, juga negeri-negeri kaum Muslim yang lain. Dengan demikian, status “kerjasama kemitraan” ini juga haram dilakukan, karena secara nyata digunakan untuk menguasai kaum Muslim:
وَلَن يَجْعَلَ اللَّهُ لِلْكَافِرِينَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ سَبِيلاً
“Dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang yang beriman.” (Q.s. an-Nisa’: 141)
Menjalin kemitraan yang konprehensif dalam segala bidang dengan AS tidak akan memberikan keuntungan kecuali sedikitpun kepada Indonesia, sementara mudarat yang ditimbulkannya sudah jelas. AS dengan seluruh kekuatannya akan bercokol di negeri ini, sementara negeri ini akan tetap tunduk dalam cengkramannya. Kekayaan alamnya yang kaya raya pun lebih mudah dikeruk dan diboyong ke negeri mereka sebagaimana yang mereka lakukan terhadap di Irian dengan emasnya, Riau dengan minyaknya, dan begitu seterusnya.
Menjalin kemitraan dengan AS tidaklah akan menjadikan umat Islam mulia, maju dan berwibawa. Resep-resep ramuan kapitalisme seperti demokratisasi, HAM, liberalism, dialog peradaban, kerjasama militer dan lain sebagainya yang ditawarkan AS hanya akan menjadikan penyakit yang telah menjangkiti negeri ini yakni berbagai goncangan politik dan ekonomi serta moral semakin parah dan akut sebagaimana negeri Islam lainnya yang berujung keporakporandaan dan kebinasaan.
AS dan Kapitalisme bukanlah sumber kemuliaan dan kemajuan. Karena kemulian hanyalah milik Allah, Rasul-Nya dan kaum Muslim. Siapa saja yang mengharapkan kemuliaan pada AS dan ideologinya, jelas keliru. Allah berfirman:
مَن كَانَ يُرِيدُ الْعِزَّةَ فَلِلَّهِ الْعِزَّةُ جَمِيعًا إِلَيْهِ يَصْعَدُ الْكَلِمُ الطَّيِّبُ وَالْعَمَلُ الصَّالِحُ يَرْفَعُهُ وَالَّذِينَ يَمْكُرُونَ السَّيِّئَاتِ لَهُمْ عَذَابٌ شَدِيدٌ وَمَكْرُ أُوْلَئِكَ هُوَ يَبُورُ
“Barang siapa yang menghendaki kemuliaan, maka bagi Allah-lah kemuliaan itu semuanya. Kepada-Nya lah naik perkataan-perkataan yang baik dan amal yang shaleh dinaikkan-Nya. Dan orang-orang yang merencanakan kejahatan bagi mereka adzab yang keras, dan rencana jahat mereka akan hancur.” (QS. Fathir:10)
وَلِلَّهِ الْعِزَّةُ وَلِرَسُولِهِ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَلَكِنَّ الْمُنَافِقِينَ لا يَعْلَمُونَ
“Padahal kekuatan itu hanyalah bagi Allah, bagi Rasul-Nya dan bagi orang-orang mukmin, tetapi orang-orang munafik itu tiada mengetahui”. (QS. Al-Munafiqun [63]:8)

Tolak Kedatangan Obama
Kunjungan Presiden AS Obama ke Indonesia tidak lain adalah untuk mengokohkan kepentingan politik dan ekonomi AS di negeri ini. Indonesia adalah negara yang sungguh penting buat AS. Indonesia adalah negara Muslim terbesar di dunia. Kaya sumberdaya alam, khususnya energi, dan pasar yang sangat potensial untuk produk-produk ekspor AS.
Kunjungan Obama ke Indonesia untuk memastikan bahwa Indonesia tetap dalam orbit pengaruhnya. Secara politik tetap menganut sistem dan ideologi sekuler. Dan secara ekonomi tetap menjadi pasar produknya dan perusahaan-perusahaan AS tetap leluasa beroperasi di Indonesia. Artinya, kunjungan Presiden Obama akan semakin mengokohkan penjajahan (tidak langsung) AS atas negeri ini.
Maka secara umum dan keseluruhan, Kemitraan Komprehensif ini akan memperdalam dan melanggengkan intervensi, pengaruh dan hegemoni AS atas Indonesia. Semua itu dengan kemitraan ini akan menjadi lebih komprehensif, melihat cakupan kemitraan yang yang begitu luas dan adanya kesiapan untuk memperluasnya ke sektor-sektor dan area kegiatan lainnya.
Oleh karena itu, umat perlu sadar, eksistensi hegemoni AS atas negeri-negeri Islam (Indonesia khususnya) bisa berjalan nyaris tanpa hambatan karena kontribusi dan sikap hipokrit dari para penguasanya. Dan AS memberikan reward (hadiah) dengan dukungan penuh untuk mendudukkan para “komprador” ini di berbagai posisi strategis kekuasaan negeri Islam.
Dalam konteks inilah, umat perlu ‘melek’ dan menyuarakan kemerdekaan yang hakiki untuk Indonesia. Membebaskan dari imperialisme Barat (AS cs), dan dikembalikan kepada kehidupan dengan sistem yang sesuai fitrah, memuaskan akal, dan bisa melahirkan ketentraman batin (kalbu) dan itu tidak lain adalah Islam. Sistem yang sohih, media mencapai sa’adah (kebahagiaan) dan kamal (kesempurnaan) hidup di dunia dan akhirat.
Untuk itu sudah menjadi keharusan bagi rakyat Indonesia untuk menolak kedatangan Obama dan menuntut Pemerintah Indonesia membatalkan Perjanjian Kemitraan Komprehensif yang imperialistik serta menyerukan kaum muslimin berjuang menegakkan khilafah agar terbebas dari upaya AS menjajah Indonesia dengan berbagai regulasi dan undang-undang kufur.
Semoga umat Islam segera menemukan penguasa yang amanah, yang bisa menjaga, merawat dan mengayomi mereka. Itulah Imam/Khalifah, yang menegakkan syariah Islam secara kaffâh dalam sebuah negara, yakni Khilafah ‘ala Minhâj an-Nubuwwah. Amin, ya Mujîb as-sâ’ilîn.

Penjajahan Ekonomi Lewat Sistem ONH
Menunaikan ibadah haji, bagi sebagian besar masyarakat Indonesia yang beragama Islam, merupakan sebuah mimpi dan keinginan yang ditunggu-tunggu. Bagaimana tidak? Di mata masyarakat, orang yang sudah naik haji akan memiliki kebanggaan dan keistimewaan tersendiri. Meski demikian, toh mestinya kita tetap kritis dengan sistem yang selama ini diterapkan oleh Kementrian Agama Republik Indonesia (Kemenag).
Terhitung tahun 2010 ini, setoran awal Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) naik. Dari yang semula 20 juta rupiah menjadi 25 juta rupiah. Sementara setoran awal untuk haji khusus atau ONH plus, naik dari yang semula 3000 dolar AS menjadi 4000 dolar AS. Itu ditegaskan Menteri Agama, Suryadharma Ali, pada sambutannya membuka Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Kementerian Agama 2010 di Jakarta.
Seperti kita ketahui bersama, ONH (Ongkos Naik Haji) untuk tahun 2010 ini sudah ditetapkan sebesar 3.577 USD atau Rp. 34 juta dengan asumsi kurs Rp. 9.500 per 1 USD. Setidaknya ada 2 hal yang patut untuk dicermati terkait dengan ONH ini.
Pertama, ONH untuk jama’ah haji Indonesia bisa dibilang cukup mahal jika dibandingkan dengan jama’ah haji dari negara lain seperti jama’ah haji Malaysia.
Jika kita naik haji dari Malaysia, ONH yang dikeluarkan hanya sebesar Rp 27 juta, dengan fasilitas yang tidak jauh berbeda bahkan sering lebih istimewa dibandingkan fasilitas yang diterima oleh Jama’ah Haji Indonesia (JHI). Bahkan, Jama’ah Haji Malaysia (JHM) tidak pernah mengalami kesemrawutan dan kekacauan dalam pelaksanaan ibadah haji, seperti kejadian kurang memadainya pemondokan dan kelaparan yang dialami oleh jamaah haji Indonesia.
Dugaan penyelewengan ONH pun menjadi sesuatu yang patut disayangkan, karena tindakan haram ini justru terjadi di Kementerian Agama, bahkan di bidang Haji, ibadah yang memang begitu menggiurkan bagi para koruptor karena banyaknya uang yang berputar di sana.
Tidak heran jika banyak praktik haji atas biaya dinas ataupun haji gratisan yang muncul karena praktik ini. Karena harga dasar ONH sebenarnya bisa ditekan lebih rendah. Kongkalikong yang terjadi antara pemerintah dan penyedia jasa memungkinkan mereka yang bermental korup bisa menikmati fasilitas gratisan ini, bahkan bisa jadi jauh lebih nyaman dari para jama’ah haji yang bersusah payah mengumpulkan biaya haji.
Kedua, adanya antrian haji. Tingginya animo masyarakat untuk naik haji, mengakibatkan derasnya permintaan menjadi JHI dari tahun ke tahun. sejak 3-4 tahun ini, dilaporkan bahwa JHI untuk 2-3 tahun ke depan sudah penuh! Sehingga jika seseorang mendaftar untuk naik haji di tahun 2010 ini, bisa dipastikan akan menunggu beberapa tahun ke depan untuk bisa mewujudkan mimpi untuk beribadah haji di tanah suci.
Antrian calon JHI ini pun, membuka peluang penyelewengan ONH. Bagaimana penyelewengan ini bisa dilakukan? Berikut modus operandi yang mereka lakukan:
Katakan ada seseorang menyetor (hingga lunas) ONH, saat mendaftar di tahun 2010. Ternyata orang ini masuk ke daftar antrian calon JHI 2013. ONH yang sudah dibayar lunas ini akan masuk ke rekening Kementerian Agama dan mengendap di sana.
Selama 3 tahun ke depan, ONH orang ini akan berbunga selama 36 bulan. Katakan bunga bank sebesar 8%/tahun, maka selama 3 tahun itu akan ada pertambahan sekitar Rp 2,4 juta. Ini baru 1 jama’ah dan untuk daftar tunggu 3 tahun.
Berarti bisa bayangkan, jika ada 1.000 jama’ah yang berbuat seperti orang tadi dan dalam jangka waktu yang lebih lama lagi, katakan 4-5 tahun, maka bunga yang bisa dihasilkan bisa miliaran jumlahnya, sementara para jama’ah sendiri belum bisa menikmati layanan dan perjalanan hajinya. lari ke mana bunga yang didapat dari hal di atas..? Kalau uang hasil bunga tersebut tersimpan di bank, toh tetap saja ada keuntungan (profit) yang didapat yang bukan hak para pengelola dan pengurus ibadah haji.
Potensi Korupsi Dana Haji
Penyakit menahun pengelolaan perjalanan ibadah haji oleh Kementerian Agama Republik Indonesia rupanya tak juga hilang. Biayanya makin mahal, pelayanannya tetap buruk. Tak mengherankan kalau Indonesia Corruption Watch (ICW) kembali menyoroti penyelenggaraan ibadah haji tahun ini.
"Kami menemukan banyak potensi korupsi," kata Firdaus Ilyas, Koordinator Pusat dan Analisis Data ICW. Ia menyatakan, biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH) versi pemerintah sebesar US$ 3.912 atau Rp 35 juta (kurs dolar Rp 9.000) sangat mahal. Sebab, dalam hitungan ICW, total ongkos naik haji seharusnya tidak lebih dari US$ 3.585 atau sekitar Rp 32 juta. "Dari BPIH saja ada ketidakwajaran yang berpotensi merugikan jamaah," katanya.
Potensi korupsi dari komponen itu, menurut ICW, mencapai US$ 63,330 juta, setara dengan Rp 601,643 milyar. ICW mencurigai adanya permainan dalam penetapan BPIH. Salah satunya adalah soal penetapan harga valuta asing (valas). Kementerian Agama (Kemenag) selama ini menunjuk bank BUMN, seperti Mandiri, BNI, dan BRI, untuk menyediakan valas.
Dari bank-bank itu, Kemenag membeli valas dengan harga lebih rendah dari harga pasar. Sebaliknya, Kemenag menetapkan harga valas untuk jamaah sesuai dengan harga pasar. Nilai tukar dolar terhadap riyal yang ditetapkan Kemenag adalah 3,75 riyal per US$ 1. Padahal, dari bank, Kemenag mendapatkan harga 3,73 per US$ 1.
Jika rata-rata per jamaah membutuhkan uang 1.500 riyal untuk biaya hidup, maka setiap jamaah mesti menyetor US$ 405. Padahal, menurut ICW, seharusnya hanya sekitar US$ 400. Jika dikalikan total jamaah, selisih harga valas itu, menurut hitungan ICW, mencapai US$ 970.000.
Modus itu sama seperti pada tahun-tahun sebelumnya, di mana total selisih untuk nilai tukar valas bisa mencapai ratusan ribu dolar. ICW mencatat, dari pos ini, sejak tahun 2006 (1426 H) sampai tahun 2009 (1430 H), selisihnya mencapai Rp 73 milyar. Soal pemondokan juga menjadi masalah krusial.
Harga pemondokan di ring 1, yang letaknya tak lebih dari dua kilometer dari Masjidil Haram, oleh pemerintah ditetapkan 3.000 riyal. Sedangkan di ring 2, harganya 2.000 riyal. Menurut ICW, harga ini kemahalan karena harga pasaran di ring 1 adalah 2.700-2.800 riyal dan di ring 2 seharga 1.700-1.800 riyal. "Katanya, kalau ada harga yang ketinggian duit bisa dikembalikan, tapi siapa yang bisa mengawasi itu?" tutur Firdaus.
Jika ditambah dengan komponen biaya lain, seperti transportasi dan biaya makan, kerugian jamaah semakin besar. Apalagi ditambah kemungkinan adanya duplikasi anggaran, di mana dana operasional yang diambil dari bunga setoran awal haji bertabrakan dengan dana yang dialokasikan dari APBN untuk penyelenggara haji.
ICW menyebutkan, total kerugian jamaah atau potensi korupsi penyelenggaraan haji tahun ini mencapai US$ 90,4 juta atau Rp 858,4 milyar. Jika dihitung selama empat tahun ke belakang, total jenderal potensi korupsi penyelenggaraan ibadah haji bisa mencapai Rp 2,3 trilyun. "Selama ini, ICW tidak menemukan adanya perbaikan," kata Firdaus.
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga menyoroti 48 titik rawan korupsi penyelenggaraan ibadah haji dalam pembahasan masalah haji dengan Komisi VIII DPR-RI. Dari hasil kajian KPK itu, menurut Wakil Ketua KPK, Muhammad Jasin, titik lemah paling banyak (28 temuan) adalah pada aspek tata laksana ibadah haji. "Hal ini terkait tidak adanya standar operasional prosedur dan standar pelayanan minimum dalam pelayanan haji," ujar Jasin.
Jasin mencontohkan setoran awal biaya haji sebesar Rp 16 trilyun dari 700.000 calon jamaah. Selama ini, dana setoran itu tersimpan di sejumlah bank dan mendapatkan bunga. KPK berharap, bunga simpanan itu digunakan untuk peningkatan layanan haji. "Bisa juga bunga itu digunakan sebagai potongan biaya haji sehingga meringankan calon jamaah," tutur Jasin.
Dengan banyaknya uang haram yang mereka nikmati, kaum muslimin Indonesia tidak akan pernah bisa melaksanakan ibadah haji dengan baik dan benar dengan ongkos terjangkau, karena pemerintah dan Kementerian agama (Kemenag) selaku pengelola dan pengurus ibadah haji sudah kadung mati hatinya. Pundi-pundi uang yang biasa mereka nikmati akan mematikan akal dan hati nurani mereka.

Ada Apa di Balik Bank Syariah
Sejak awal bank Syariah mampu menyedot perhatian semua kalangan dan mendapat dukungan dan pujian dari masyarakat luas. Keberadaannya masih dikatakan sedikit dibandingkan dengan bank Konvensional. Arus dana yang masuk masih diperkirakan hanya 0,44% dari keseluruhan arus dana perbankan konvensional di Indonesia. Tetapi, karena bank syariah sekarang dianggap memiliki potensi pasar, maka tidak tertutup kemungkinan para pelaku bisnis perbankan menjadikan umat Islam sebagai objek bisnis potensial.
Ada asumsi bahwa sistem bagi hasil itu sendiri lebih menguntungkan perbankan syariah ketimbang sistem bunga. Sebab, dengan sistem bagi hasil, perbankan tidak terbebani membayar bunga kepada para nasabah yang menabung. Kalau pun perbankan punya kewajiban membagi hasil dalam setiap tahun. Misalnya, ketentuan pembagian hasil itu tidak diketahui secara pasti oleh para nasabahnya. Selain itu selama dalam setahun uang nasabah tersimpan, dipastikan akan dimanfaatkan oleh perbankan syariah untuk diputar di bank konvensional. Ini bisa dilihat di counter bank syariah yang didirikan oleh
perbankan konvensional, seperti Bank Syariah Danamon, Syariah BRI, dll. Dengan demikian pertanyaannya, dari mana bank syariah (terutama yang kedudukannya di bawah bank konvensional) bisa mengatakan sebagai bank Islam sementara arus uang nasabah dikelola seperti bank konvensional?
Sungguh aneh jika keinginan kalangan perbankan syariah ngotot mengatakan sistem bagi hasil sebagai representasi hukum Islam, tetapi ternyata pengelolaannya tetap tidak beranjak dari sistem keuangan kapitalisme yang diharamkan.
Apakah justru keberadaan bank syariah merupakan sarana yang sengaja disusupkan oleh para musuh islam untuk menghancurkan perekonomian umat islam,…?!
    ***


MEMBONGKAR JARINGAN AKKBB



N
ama Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKKBB) menjadi buah bibir setelah peristiwa rusuh di silang Monas pada hari ahad siang, 1 Juni 2008. Sebelumnya, aliansi ini sering kali diidentikan dengan gerakan pembelaan terhadap kelompok sesat Ahmadiyah, sebuah kelompok yang mengaku bagian dari Islam namun memiliki kitab suci Tadzkirah -bukan al-Qur’an- dan Rasul Mirza Ghulam Ahmad, bukan Rasulullah Muhammad .
Jika menilik perjalanan historis dan ideologi kelompok sesat Ahmadiyah dengan AKKBB, maka akan bisa ditemukan benang merahnya, yakni permusuhan terhadap syari’at Islam, pertemanan dengan kalangan Zionis, mengedepankan berbaik sangka terhadap non-Muslim dan mendahulukan kecurigaan terhadap kaum Muslimin.
Ketika Ahmadiyah lahir di India, Mirza Ghulam Ahmad mengeluarkan seruan agar umat Islam India taat dan tsiqah kepada penjajah Inggris, dan mengharamkan jihad melawan Inggris. Padahal saat itu, banyak sekali perwira-perwira tentara Inggris, para penentu kebijakannya, terdiri dari orang-orang Yahudi Inggris seperti Jenderal Allenby dan sebagainya. Dengan kata lain, seruan Ghulam Ahmad dini sesungguhnya mengusung kepentingan kaum Yahudi Inggris.
Bagaimana dengan AKKBB? Aliansi cair ini terdiri dari banyak organisasi, lembaga swadaya masyarakat, dan juga kelompok-kelompok “keagamaan”, termasuk kelompok sesat Ahmadiyah.
Mereka yang tergabung dalam AKKBB adalah:
•    Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP)
•    National Integration Movement (IIM)
•    The Wahid Institute
•    Kontras
•    LBH Jakarta
•    Jaringan Islam Kampus (JIK)
•    Jaringan Islam Liberal (JIL)
•    Lembaga Studi Agama dan Filsafat (LSAF)
•    Generasi Muda Antar Iman (GMAI)
•    Institut Dian/Interfidei
•    Masyarakat Dialog Antar Agama
•    Komunitas Jatimulya
•    eLSAM
•    Lakpesdam NU
•    YLBHI
•    Aliansi Nasional Bhineka Tunggal Ika
•    Lembaga Kajian Agama dan Jender
•    Pusaka Padang
•    Yayasan Tunas Muda Indonesia
•    Konferensi Waligereja Indonesia (KWI)
•    Krisis Center GKI
•    Persekutuan Gereja-gereeja Indonesia (PGI)
•    Forum Mahasiswa Ciputat (Formaci)
•    Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI)
•    Gerakan Ahmadiyah Indonesia
•    Tim Pembela Kebebasan Beragama
•    El Ai Em Ambon
•    Fatayat NU
•    Yayasan Ahimsa (YA) Jakarta
•    Gedong Gandhi Ashram (GGA) Bali
•    Koalisi Perempuan Indonesia
•    Dinamika Edukasi Dasar (DED) Yogya
•    Forum Persaudaraan antar Umat Beriman Yogyakarta
•    Forum Suara Hati Kebersamaan Bangsa (FSHKB) Solo
•    SHEEP Yogyakarta Indonesia
•    Forum Lintas Agama Jawa Timur Surabaya
•    Lembaga Kajian Agama dan Sosial Surabaya
•    LSM Adriani Poso
•    PRKP Poso
•    Komunitas Gereja Damai
•    Komunitas Gereja Sukapura
•    GAKTANA
•    Wahana Kebangsaan
•    Yayasan Tifa
•    Komunitas Penghayat
•    Forum Mahasiswa Syariahse-Indonesia NTB
•    Relawan untuk Demokrasi dan Hak Asasi Manusia (REDHAM) Lombok
•    Forum Komunikasi Lintas Agama Gorontalo
•    Krisis Center SAG Manado
•    LK3 Banjarmasin
•    Forum Dialog Antar Kita (FORLOG-Antar Kita) Sulsel Makassar
•    Jaringan Antar Iman se-Sulawesi
•    Forum Dialog Kalimantan Selatan (FORLOG Kalsel) Banjarmasin
•    PERCIK Salatiga
•    Sumatera Cultural Institut Medan
•    Muslim Institut Medan
•    PUSHAM UII Yogyakarta
•    Swabine Yasmine Flores-Ende
•    Komunitas Peradaban Aceh
•    Yayasan Jurnal Perempuan
•    AJI Damai Yogyakarta
•    Ashram Gandhi Puri Bali
•    Gerakan Nurani Ibu
•    Rumah Indonesia
Menurut data yang ada, AKKBB merupakan aliansi cair dari 64 organisasi, kelompok, dan lembaga swadaya masyarakat. Banyak, memang. Tapi kebanyakan merupakan organisasi ‘ladang tadah hujan’ yang bersifat insidental dan aktivitasnya tergantung ada ‘curah hujan’ atau tidak. Maksudnya, kelompok atau organisasi yang hanya dimaksudkan untuk menampung donasi dari sponsor asing, dan hanya bergerak jika ada dana keras yang tersedia.
Namun ada beberapa yang memang memiliki ideologi yang jelas dan bergerak di akar rumput. Walau demikian, yang terkenal hanya ada beberapa dan inilah yang menjadi motor penggerak utama dari aliansi besar ini.
Keseluruhan organisasi dan kelompok ini sebenarnya bisa disatukan dalam satu kata, yakni: Amerika. Kita tentu paham, Amerika adalah gudang dari isme-isme yang “aneh-aneh” seperti gerakan liberal, gerakan feminisme, HAM, Demokrasi, dan sebagainya. Ini tentu dalam tataran ide atau Das Sollen kata orang Jerman.
Namun dalam tataran faktual, yang terjadi di lapangan ternyata sebaliknya. Kalangan intelektual dunia paham bahwa negara yang paling anti demokrasi di dunia adalah Amerika, negara yang paling banyak melanggar HAM adalah Amerika, negara yang merestui pasangan gay dan lesbian menikah (di gereja pula!) atas nama liberalisme adalah Amerika, dan sebagainya. Dan kita tentu juga paham, ada satu istilah yang bisa menghimpun semua kebobrokkan Amerika sekarang ini: ZIONISME.
Bukan kebetulan jika banyak tokoh-tokoh AKKBB merupakan orang-orang yang merelakan dirinya menjadi pelayan kepentingan Zionisme Internasional. Sebut saja Abdurrahman Wahid, ikon Ghoyim Zionis Indonesia. Lalu ada Ulil Abshar Abdala dan kawan-kawannya di JIL, lalu Goenawan Muhammad yang pada tahun 2006 menerima penghargaan Dan David Prize dan uang kontan senilai US$ 250, 000 di Tel Aviv (source: indolink.com), dan sejenisnya. Tidak terhitung berapa banyak anggota AKKBB yang telah mengunjungi Israel sambil menghujat gerakan Islam Indonesia di depan orang-orang Ziuonis Yahudi di sana.
Mereka ini memang bergerak dengan mengusung wacana demokrasi, HAM, anti kekerasan, pluralitas, keberagaman, dan sebagainya. Sesuatu yang absurd sesungguhnya karena donatur utama mereka, Amerika, terang-terangan menginjak-injak prinsip-prinsip ini di berbagai belahan dunia seperti di Palestina, Irak, Afghanistan, dan sebagainya.
Jelas, bukan sesuatu yang aneh jika kelompok seperti ini membela Ahmadiyah. Karena Ahmadiyah memang bagian dari mereka, bagian dari upaya pengrusakkan dan penghancuran agama Allah di muka bumi ini.
Bagi yang ingin mengetahui ideologi aliansi ini maka silakan mengklik situs-situs kelompok mereka seperti libforall.com, Islamlib.com. dan lainnya.
Walau demikian, tidak semua simpatisan maupun anggota AKKBB yang sebenarnya menyadari ‘The Hidden Agenda’ di balik AKKBB, karena agenda besar ini hanya diketahui oleh pucuk-pucuk pimpinan aliansi ini, sedangkan simpatisan maupun anggota di tingkat akar rumput kebanyakan hanya terikat secara emosionil kepada pimpinannya dan tidak berdasarkan pemahaman dan ilmu yang cukup. Wallahua’lam
Bulan Mei lalu, ada dua isu panas di tengah masyarakat kita. Pertama soal rencana pemerintah menaikkan harga BBM. Yang kedua, soal kelompok sesat Ahmadiyah yang hendak dibubarkan namun mendapat dukungan dari koalisi liberal dan kelompok non-Muslim.
Di saat itulah, Abdurrahman Wahid terbang ke Amerika Serikat memenuhi undangan Shimon Wiesenthal Center (SWC) untuk menerima Medal of Valor, Medali Keberanian. Selain untuk menerima medali tersebut, Durahman juga menyatakan ikut merayakan hari kemerdekaan Israel, sebuah hari di mana bangsa Palestina dibantai besar-besaran dan diusir dari tanah airnya.
Medali ini dianugerahkan kepada mantan presiden RI ini dikarenakan Durahman dianggap sebagai sahabat paling setia dan paling berani terang-terangan menjadi pelindung kaum Zionis-Yahudi dunia di sebuah negeri mayoritas Muslim terbesar seperti Indonesia.
Acara penganugerahan medali tersebut dilakukan dalam sebuah acara makan malam istimewa yang dihadiri banyak tokoh Zionis Amerika dan Israel, termasuk aktor pro-Zionis Will Smith (The Bad Boys Movie), di Beverly Wilshire Hotel, 9500 Wilshire Blvd., Beverly Hills, Selasa (6 Mei), dimulai pukul 19.00 waktu Los Angeles.
Lazimnya acara penganugerahan penghargaan, maka dalam acara ini pun selain medali, ada juga sejumlah dollar yang dihadiahkan Shimon Wiesenthal Center kepada sang penerima. Hanya saja, berapa besar jumlah hadiah berupa uang ini tidak disebutkan dalam situs resmi Wiesenthal Center tersebut (www.wiesenthal.com).
Dalam acara dinner yang dihadiri tokoh-tokoh Zionis Amerika dan Israel, di antaranya C. Holland Taylor (CEO LibForAll), Rabbi Marvin Hier (Pendiri SWC, dinobatkan oleh Newsweek Magazines sebagai Rabbi paling berpengaruh nomor satu di AS tahun 2007-2008), Rabbi Abraham Cooper (menempati urutan ke-25 Rabbi paling berpengaruh di AS tahun 2008), CEO Sony Corporation, dan lainnya, antara penerima penghargaan dengan tuan rumah—para Zionis Amerika dan Israel tersebut—berlangsung obrolan santai namun serius.
Selain isu Ahmadiyah, topik kontroversi kenaikan harga BBM yang tengah hangat di dalam negeri (Indonesia) diduga kuat menjadi salah satu bahan pembicaraan mereka mengingat kebijakan pemerintahan SBY tersebut sesungguhnya mengikuti Grandesign Washington agar harga minyak di Indonesia bisa sama dengan harga minyak di New York, sesuai Letter of Intent (LOI) dengan IMF pada tahun 1999. Di tahun 2000, USAID pun telah mengucurkan dollar dalam jumlah besar kepada pemerintah RI untuk memuluskan liberalisasi sektor Migas (silakan baca wawancara eramuslim dengan Revrisond Baswir dalam rubrik bincang-bincang).
Target IMF untuk menyamakan harga BBM di New York dengan di Indonesia sebenarnya sudah harus tercapai pada tahun 2005, namun tersendat-sendat karena penolakan dari rakyat Indonesia sangat kuat. Sebab itu, di tahun 2008 ini Amerika agaknya tidak mau hal tersebut tersendat lagi. “Penyesuaian” harga BBM harus terus jalan. Zionis-Amerika sangat berkepentingan dengan hal ini, sebab itu mereka mendesak pemerintahan SBY yang memang sangat takut dan tunduk tanpa reserve pada AS agar segera menaikkan harga BBM. Bagaimana takutnya SBY terhadap AS bisa kita lihat sendiri saat Presiden Bush datang ke Bogor, 20 November 2006, di mana persiapan yang dilakukan pemerintah ini sangat keterlaluan berlebihan dan cenderung paranoid.
Pada tanggal 24 Mei 2008, pemerintah menaikkan harga BBM. Abdurrahman Wahid sudah tiba di tanah air. Untuk menekan penolakan, pemerintah SBY (lagi-lagi) memberi ‘permen’ kepada sebagian rakyat miskin bernama Bantuan Langsung Tunai (BLT). Namun Social bumper ini malah menjadi bulan-bulanan kecaman ke pemerintah.
Gelombang unjuk rasa dilakukan mahasiswa dan elemen-elemen rakyat. Tokoh-tokoh nasional seperti Amien Rais dan Wiranto pun sudah terbuka menyatakan ‘perang’ terhadap sikap pemerintah menaikkan harga BBM. Banyak kalangan berfikir, demo-demo ini akan meningkat eskalasinya hingga jadi besar, bahkan bukan mustahil rusuh Mei 1998 terulang kembali. Teriakkan “Turunkan SBY-JK!” sudah terdengar di mana-mana. Pihak kepolisian menerapkan status Siaga Satu saat itu.
Sejak itu tiada hari tanpa demo. Istana merupakan tempat paling favorit para pendemo. Hari ahad, 1 Juni 2008, sejumlah elemen masyarakat termasuk massa dan anggota PDIP dan elemen umat Islam seperti FUI, HTI, dan FPI, sudah mengantungi izin untuk melakukan aksi unjuk rasa di Monas, Jakarta. Sedangkan AKKBB menurut laporan ke pihak kepolisian hanya melakukan aksi unjuk rasa di Bundaran HI, sekitar tiga kilometer dari kawasan Silang Monas.

Jalur Demo dan Polisi Yang Aneh
Dari Bundaran HI, tiba-tiba massa AKKBB bergerak long-march ke kawasan silang Monas yang sudah dipenuhi massa umat Islam yang tengah berdemo. Padahal pemberitahuannya hanya ke Bundaran HI. Aparat kepolisian berusaha mencegah massa AKKBB yang sebagiannya merupakan pendemo bayaran yang sesungguhnya tidak tahu apa-apa menuju silang Monas di mana massa elemen umat Islam tengah melakukan demo, agar tidak terjadi bentrok.
Namun massa AKKBB membandel dan polisi (anehnya) tidak mampu menghalangi massa AKKBB mendekati massa umat Islam. Setelah berdekatan, orator dari massa AKKBB memprovokasi massa umat Islam yang banyak terdiri dari para laskar meneriakkan, “Laskar setan!” dan sebagainya. Terang, mendapat provokasi seperti ini anak-anak muda dari massa Islam marah. Apalagi di antara massa AKKBB yang berada di dekat massa Islam ada yang membawa-bawa spanduk besar berisi penolakan SKB Ahmadiyah. Ini jelas provokasi. Anak-anak Laskar Islam pun menyerbu massa AKKBB. Dan terjadilah rusuh Monas.
Dalam tulisan ketiga, akan dipaparkan keanehan lainnya ba’da peristiwa Monas yaitu sikap SBY yang tiba-tiba cepat tanggap (biasanya peragu dan lamban), respon Kedubes AS dan pejabat Kedubes AS yang menjenguk korban, plintiran media massa baik itu cetak maupun teve, dan sebagainya.
Apa pun itu, semua ini telah berhasil membelokkan isu utama negeri ini dari yang tadinya menyoroti kenaikan BBM dan penolakan Ahmadiyah, menjadi isu sentral pembubaran FPI. Baik SBY maupun para liberalis dan non-Muslim yang tergabung dalam AKKBB (termasuk kelompok sesat Ahamdiyah) diuntungkan. Wallahua’lam
Strategi yang dilakukan kelompok liberal dan juga para sekutunya di Indonesia untuk menghancurkan gerakan-gerakan Islam—termasuk Front Pembela Islam (FPI), adalah dengan dua cara utama: Strategi Izharul Islam, yakni berpura-pura sebagai bagian dari kelompok umat Islam Indonesia namun dari “dalam” menghancurkan Islam itu sendiri.
Dalam sejarah negeri ini, strategi Izharul Islam telah diperkenalkan oleh seorang orientalis Yahudi Belanda bernama Snouck Hurgronje yang berpura-pura menjadi seorang Muslim namun dikemudian hari terbukti bahwa Hurgronje merupakan musuh dalam selimut. Demikianlah yang dikerjakan kaum liberal di Indonesia.
Strategi kedua adalah dengan memecah-belah umat Islam Indonesia (devide et Impera). Mereka memecah umatan tauhid ini dengan istilah-istilah kaum pembaharu dan kaum tradisional, kaum radikal dan kaum moderat, Islam liberal dan Islam Literal, bahkan Jaringan Rahmatan Alamin (maksudnya “Islam” yang berbaik-baik dengan Zionis-Yahudi seperti halnya Abdurrahman Wahid dan kawan-kawan) berhadapan dengan Jaringan Terorisme. Suatu istilah yang keji yang dipakai secara terang-terangan di situs libforall.com.
Guna meracuni opini publik maka senjata utama mereka adalah media massa, baik cetak (majalah, koran, tabloid, dan aneka penerbitaan buku), radio, situs dan aneka milis, maupun teve. Serangan media massa jaringan liberal ini secara kasar terlihat sekali dalam memberitakan apa yang terjadi setelah peristiwa benrokkan di Monas, 1 Juni 2008.
Mereka beramai-ramai berusaha keras membentuk opini publik bahwa FPI harus dibubarkan karena meresahkan masyarakat, radikal, bahkan disebut sebagai ‘barisan preman berjubah’. Di sisi lain mereka menayangkan aneka liputan tentang bagaimana tertindasnya kelompok sesat Ahmadiyah. Mereka sama sekali tidak memuat sejumlah fakta bahwa AKKBB sebenarnya menyalahi rute aksi di hari tersebut, memprovokasi dan menantang FPI terlebih dahulu, bahkan ada peserta demonya yang membawa-bawa senjata api.
Padahal bisa dibayangkan, andaikata yang membawa senjata api itu salah seorang anggota FPI, maka dalam waktu sekejap pasti dunia internasional sudah mengetahuinya, bahkan tidak mustahil Kedubes AS akan segera menekan SBY untuk menangkap si pelaku.Dan SBY segera memerintahkan Kapolri untuk menurunkan Pasukan Elit Polri Densus 88 untuk memburunya.
Apa yang dilakukan media massa pro-liberal ini sesungguhnya mengikuti arahan yang sudah ditulis oleh Cheryl Bernard dari think-tank Zionis Amerika (kelompk Neo-Con di mana salah satu pentolannya adalah Paul Wolfowitz, si Zionis-Yahudi Gedung Putih, teman dekat Abdurrhaman Wahid) bernama Rand Corporation dalam artikelnya yang berjudul “CIVIL DEMOCRATIC ISLAM, PARTNERS, RESOURCES, AND STRATEGIES”. Inilah artikelnya:

Strategi Pecah Belah Kelompok Islam
Langkah pertama melakukan klasifikasi terhadap umat Islam berdasarkan kecenderungan dan sikap politik mereka terhadap Barat dan nilai-nilai Demokrasi.
Pertama: Kelompok Fundamentalis: menolak nilai-nilai demokrasi dan kebudayaan Barat kontemporer. Mereka menginginkan sebuah negara otoriter yang puritan yang akan dapat menerapkan Hukum Islam yang ekstrem dan moralitas. Mereka bersedia memakai penemuan dan teknologi modern untuk mencapai tujuan mereka.
Kedua: Kelompok Tradisionalis: ingin suatu masyarakat yang konservatif. Mereka mencurigai modernitas, inovasi, dan perubahan.
Ketiga: Kelompok Modernis: ingin Dunia Islam menjadi bagian modernitas global. Mereka ingin memodernkan dan mereformasi Islam dan menyesuaikannya dengan zaman.
Keempat: Kelompok Sekularis: ingin Dunia Islam untuk dapat menerima pemisahan antara agama dan negaradengan cara seperti yang dilakukan negara-negara demokrasi industri Barat, dengan agama dibatasi pada lingkup pribadi.

Strategi Belah Bambu dan Adu Domba
Setelah membagi-bagi umat Islam atas empat kelompok itu, langkah berikutnya yang penting yang direkomendasi Rand Corporation adalah politik belah bambu. Mendukung satu pihak dan menjatuhkan pihak lain, berikutnya membentrokkan antar kelompok tersebut. Upaya itu tampak jelas dari upaya membentrokkan antara NU yang dikenal tradisionalis dengan ormas Islam yang Barat sering disebut Fundamentalis seperti FPI, HTI, atau MMI.
Hal ini dirancang sangat detil. Berikut langkah-langkahnya:
Pertama, Support the modernists first (mendukung kelompok Modernis) dengan,
•    Menerbitkan dan mengedarkan karya-karya mereka dengan biaya yang disubsidi,
•    Mendorong mereka untuk menulis bagi audiens massa dan bagi kaum muda,
•    Memperkenalkan pandangan-pandangan mereka dalam kurikulum pendidikan Islam,
•    Memberikan mereka suatu platform publik
•    Menyediakan bagi mereka opini dan penilaian pada pertanyaan-pertanyaan yang fundamental dari interpretasi agama bagi audiensi massa dalam persaingan mereka dengan kaum fundamentalis dan tradisionalis, yang memiliki Web sites, dengan menerbitkan dan menyebarkan pandangan-pandangan mereka dari rumah-rumah, sekolah-sekolah, lembaga-lembaga, dan sarana yang lainnya.
•    Memposisikan sekularisme dan modernisme sebagai sebuah pilihan “counterculture” bagi kaum muda Islam yang tidak puas.
•    Memfasilitasi dan mendorong kesadaran akan sejarah pra-Islam dan non-Islam dan budayannya, di media dan di kurikulum dari negara-negara yang relevan.
•    Membantu dalam membangun organisasi-organisasi sipil yang independent, untuk
•    Mempromosikan kebudayaan sipil (civic culture) dan memberikan ruang bagi rakyat biasa untuk mendidik diri mereka sendiri mengenai proses politik dan mengutarakan pandangan-pandangan mereka.
Kedua, Support the traditionalists against the fundamentalists : Mendukung kaum tradisionalis dalam menentang kaum fundamentalis. Langkah-langkah yang dilakukan antara lain,
•    Menerbitkan kritik-kritik kaum tradisionalis atas kekerasan dan ekstrimisme yang dilakukan kaum fundamentalis; mendorong perbedaan antara kaum tradisionalis dan fundamentalis.
•    Mencegah aliansi antara kaum tradisionalis dan kaum fundamentalis.
•    Mendorong kerja sama antara kaum modernis dan kaum tradisionalis yang lebih dekat dengan Kaum modernis.
•    Jika memungkinkan, didik kaum tradisionalis untuk mempersiapkan diri mereka untuk mampu melakukan debat dengan kaum fundamentalis. Kaum fundamentalis secara retorika seringkali lebih superior, sementara kaum tradisionalis melakukan praktek politik „Islam pinggiran” yang kabur. Di tempat-tempat seperti di Asia Tengah, mereka mungkin perlu untuk dididik dan dilatih dalam Islam ortodoks untuk mampu mempertahankan pandangan mereka.
•    Menambah kehadiran dan profil kaum modernis pada lembaga-lembaga tradisionalis.
•    Melakukan diskriminasi antara sektor-sektor tradisionalisme yang berbeda. Mendorong orang-orang dengan ketertarikan yang lebih besar atas modernisme, seperti pada Mazhab Hanafi, lawan yang lainnya. Mendorong mereka untuk membuat isu opini-opini agama dan mempopulerkan hal itu untuk memperlemah otoritas dari penguasa yang terinspirasi oleh paham Wahhabi yang terbelakang. Hal ini berkaitan dengan pendanaan. Uang dari Wahhabi diberikan untuk mendukung Mazhab Hambali yang konservatif. Hal ini juga berkaitan dengan pengetahuan. Bagian dari Dunia Islam yang lebih terbelakang tidak sadar akan kemajuan penerapan dan tafsir dari Hukum Islam.
•    Mendorong popularitas dan penerimaan atas Sufisme.
Ketiga, Confront and oppose the fundamentalists: Mengkonfrontir dan menentang kaum fundamentalis. Langkah-langkahnya antara lain:
•    Menentang tafsir mereka atas Islam dan menunjukkan ketidak akuratannya.
•    Mengungkap keterkaitan mereka dengan kelompok-kelompok dan aktivitas-aktiviats illegal.
•    Mengumumkan konsekuensi dari tindakan kekerasan yang mereka lakukan.
•    Menunjukkan ketidak mampuan mereka untuk memerintah, untuk mendapatkan perkembangan positif atas negara-negara mereka dan komunitas-komunitas mereka.
•    Mengamanatkan pesan-pesan ini kepada kaum muda, masyarakat tradisionalis yang alim, kepada minoritas kaum muslimin di Barat, dan kepada wanita.
•    Mencegah menunjukkan rasa hormat dan pujian akan perbuatan kekerasan dari kaum Fundamentalis, ekstrimis dan teroris. Kucilkan mereka sebagai pengganggu dan pengecut, bukan sebagai pahlawan.
•    Mendorong para wartawan untuk memeriksa isu-isu korupsi, kemunafikan, dan tidak bermoralnya lingkaran kaum fundamentalis dan kaum teroris.
•    Mendorong perpecahan antara kaum fundamentalis.
Keempat, Secara selektif mendukung kaum sekuler:
•    Mendorong pengakuan fundamentalisme sebagai suatu musuh bersama, mematahkan aliansi dengan kekuatan-kekuatan anti Amerika berdasarkan hal-hal seperti nasionalisme dan ideology kiri.
•    Mendorong ide bahwa agama dan Negara juga dapat dipisahkan dalam Islam dan bahwa Hal ini tidak membahayakan keimanan tapi malah akan memperkuatnya. Pendekatan manapun atau kombinasi pendekatan manapun yang diambil, kami sarankan bahwa hal itu dilakukan dengan sengaja dan secara hati-hati, dengan mengetahui beban simbolis dari isu-isu yang pasti; konsekuensi dari penyesuaian ini bagi pelaku-pelaku Islam lain, termasuk resiko mengancam atau mencemari kelompok-kelompok atau orang-orang yang sedang kita berusahah bantu; dan kesempatan biaya-biaya dan konsekuensi afiliasi yang tidak diinginkan dan pengawasan yang tampaknya pas buat mereka dalam jangka pendek.

Kelemahan Umat Islam Indonesia
Umat Islam Indonesia sebenarnya kuat, kompak, dan berjuang menegakkan Islam dengan ikhlas, bahkan jika perlu nyawa pun jadi taruhannya. Hanya saja, kelemahan yang paling mendasar adalah umatan tauhid ini tidak memiliki media massa yang kuat, apakah itu koran atau stasiun teve.
Dan amat disayangkan pula, sebagian pemimpin umat ini sekarang sudah banyak yang dijangkiti penyakit wahn, yakni cinta dunia melebihi kecintaannya pada akherat, sehingga membeli mobil mewah seperti Bentley yang satu unitnya miliaran rupiah mampu, tapi membuat satu harian untuk kemashlahatan umat, mengaku tidak mampu. Padahal Bentley tidak akan bisa dibawa ke liang kubur.
Mudah-mudahan Allah SWT memberikan umatan tauhid ini seorang pemimpin yang sungguh-sungguh menegakkan dan menghidup Islam, bukan malah hidup dengan menunggangi umat Islam. Amien Ya Allah! (Tamat/Rizki)
Kejadian rusuh yang diakibatkan provokasi massa AKKBB terhadap para laskar Islam siang itu (1/6) di Monas berlangsung cepat. Para korlap dari umat Islam berusaha menenangkan massanya yang marah. Untunglah korban luka hanya beberapa orang dan tidak ada yang parah. Namun oleh media massa cetak maupun teve yang dikuasai jaringan liberal Islam dan juga non-Muslim, peristiwa yang sebenarnya biasa saja ini diblow-up sedemikian rupa bagaikan sebuah peristiwa genosida yang memakan korban ratusan ribu nyawa. Penguasaan media massa, di sinilah titik lemah umat Islam Indonesia.
Sehari setelah peristiwa, Kuasa Usaha Kedubes Amerika Serikat John A Heffern menjenguk empat anggota AKKBB di RSPAD, Jakarta. Dalam kunjungannnya, John menyalami dan berbincang dengan mereka. Keempatnya adalah Manager Program Jurnal Perempuan Guntur Romli (salah satu pentolan JIL), Direktur ICIP Syafii Anwar, dan dua anggota kelompok sesat Ahmadiyah yakni Dedi C Ahmad dan Taher.
Pada hari yang sama, dan ini yang mengejutkan, Presiden SBY dengan amat cepat merespon peristiwa tersebut. Padahal presiden yang satu ini dikenal sebagai seseorang yang lamban dan peragu dalam mengambil sikap. Hanya sehari setelah kejadian, SBY menggelar jumpa pers mendadak di Kantor Presiden, Jl Medan Merdeka Utara, Jakarta. Sebelumnya, Juru Bicara Kepresidenan Andi Mallarangeng, adik dari tokoh JIL Rizal Mallarangeng mengingatkan para jurnalis untuk tidak memotong pernyataan presiden dalam medianya. “Karena ini menyangkut isu yang sensitif, ” demikian Andi.
Secara lengkap, ini adalah pernyataan SBY soal bentrokkan di Monas: “Saya sangat menyesalkan terjadinya kekerasan di Jakarta kemarin siang. Saya mengecam keras pelaku-pelaku tindak kekerasan itu yang menyebabkan sejumlah warga kita luka-luka.
Negara kita adalah negara hukum yang punya UUD, UU dan peraturan yang berlaku, bukan negara kekerasan. Oleh karena itu terkait insiden kekerasan kemarin, saya minta hukum ditegakkan. Pelaku-pelakunya diproses secara hukum diberikan sanksi hukum yang tepat.
Ini menunjukkan negara tidak boleh kalah dengan perilaku-perilaku kekerasan. Negara harus menegakkan tatanan yang berlaku untuk kepentingan seluruh rakyat Indonesia.
Saya meminta masyarakat luas mengingat akhir-akhir ini banyak kegiatan fisik di lapangan, sebagian adalah unjuk rasa sebagian lagi bukan. Tapi di satu kota bersamaan sering terjadi berbagai kegiatan fisik dengan tujuan, motif dan tema berbeda. Saya harap semua pihak tetap tertib mengendalikan diri. Apa yang disampaikan kepada kepolisian, itu dijalankan. Karena itu janjinya kepada kepolisian sehingga pengamanan bisa dilakukan.
Kalau ada masalah di antara komponen masyarakat, solusinya bukan dengan kekerasan, tapi solusi damai. Sesuai dengan semangat kita, UUD, UU dan peraturan yang berlaku.
Kepada kepolisian, saya meminta agar meningkatkan kinerjanya. Tantangannya tidak ringan, permasalahannya kompleks. Oleh karena itu kepolisian di seluruh tanah air khususnya Jakarta dan kota besar lain, lebih cepat dan profesional agar semua bisa ditangani dengan baik.
Memang ada dinamika, ada kegiatan yang tiba-tiba datang seperti kekerasan yang terjadi kemarin. Tapi kepolisian tetap melakukan pencegahan.
Tegas! Jangan memberikan ruang untuk keluar dari apa yang kita kehendaki. Kepada seluruh rakyat mari kita jaga baik-baik negeri ini, kita jaga kehormatan bangsa di negeri sendiri dan dunia internasional.
Tindakan kekerasan kemarin yang dilakukan oleh organisasi tertentu, orang-orang tertentu mencoreng nama baik negara kita di negeri sendiri maupun dunia.
Jangan mencederai seluruh rakyat Indonesia dengan gerakan-gerakan dan tindakan seperti itu. Demikian pernyataan saya, terima kasih.”
Sehari setelah SBY mengeluarkan Lalu (3/6/2008), Kedubes AS mengeluarkan rilis yang disampaikan kepada berbagai media massa Indonesia. Kedubes AS menyatakan jika tindak kekerasan seperti yang terjadi di Monas menimpa massa AKKBB akan memiliki dampak yang serius bagi kebebasan beragama dan berkumpul di Indonesia dan akan menimbulkan masalah keamanan. Kedubes AS juga prihatin terhadap para korban yang terluka dan pihaknya pun menyambut baik sikap SBY agar para pelaku tindak kejahatan segera ditindak secara hukum. Tidak sampai di sini, Kedubes AS pun mendesak pemerintah SBY untuk terus menjunjung kebebasan beragama bagi para warga negaranya sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia.
Di sebagian besar media massa, cetak maupun teve, peristiwa ini mendapat porsi pemberitaan yang sangat besar dengan pemihakan yang sangat kentara. Yang sangat kasar dalam hal ini adalah Metro TV. Dalam aneka acara, Metro TV menyebut Habib Rizieq hanya dengan “Rizieq Shihab”, sedangkan Abdurrahman Wahid dengan sebutan Gus Dur atau KH. Abdurrahman Wahid. Angle pemberitaan pun terasa sekali, bahkan kasar, mencitra-burukkan FPI sebagai organisasi massa yang haus darah, beringas bagaikan preman, dan wajib dibubarkan.
Apa yang dilakukan Metro TV sebenarnya tidaklah aneh karena stasiun teve ini memang sejak lama telah mengakomodir orang-orang dari kelompok liberal dan bukan rahasia umum lagi jika banyak siarannya sangat Americanized. Bagi sebagian kalangan, stasiun teve ini adalah CNN-nya Indonesia.
Lantas, di manakah letak hubungannya dengan kepentingan Zionis-Yahudi, apakah itu bernama Zionis Amerika atau Zionis Israel?
Jika kita jeli, maka AKKBB ini merupakan sebuah aliansi cair dari dua kubu yakni kaum Liberal seperti JIL dan juga kubu non-Muslim seperti KWI dan PGI. Bukan rahasia umum lagi jika JIL merupakan perpanjangan tangan kepentingan Zionis di Indonesia untuk menghancurkan Islam dari dalam. Keterangan tentang hal ini tidak perlu dibahas lagi. Salah satunya silakan lihat situs www.libforall.com dan juga tulisan di eramuslim.com, rubrik Nasional dengan judul “Di mana Habib Rizieq dan Abdurrahjan Wahid Sebelum Kasus Monas” (Ahad, 8/6) tentang Abdurrahman Wahid.
Arah dan strategi pemberitaan sebagian besar media massa kita -cetak maupun teve- secara kasar memang terlihat tidak profesional dan memihak kubu pro-Ahmadiyah. Hal ini sebenarnya berangkat dari strategi Rand Corporation, sebuah lembaga think-tank Amerika yang ingin menghancurkan Islam di Indonesia.
Dalam tulisan keempat akan dipaparkan isi dari strategi Rand Corporation yang ditulis oleh Cheryl Bernard.

***


PENGARUH DAN
DAMPAK NEGATIF TERHADAP ISLAM



G
erakan Liberalisme Salafy-Wahhabi dan Sekularisme mempunyai pengaruh negatif yang tidak bisa dianggap remeh dalam perkembangan Islam, walaupun mereka secara dzahir tidak pernah merusak fasilitas umum. Tapi sebenarnya gerakan ini justru merusak dan menggerogoti akidah kita dari dalam, karena ajaran yang mereka sampaikan banyak yang menyimpang dari ajaran agung Nabi , walaupun mereka mengaku sebagai penganut al-Quran dan as-Sunnah yang masih murni.
Kalau Snouck Hurgronje secara garis besar melakukan kristenisasi lewat budaya ‘pembelandaan’, maka rancangan Snouck itu telah dikembangkan dengan paket-paket yang telah disistematisi dalam perusakan Islam dan pengkaburan Islam serta pendekatan model Kristen. Para pengasong murahan yang menamakan dirinya muslim itu cukup memasarkan paket-paket yang telah disiapkan oleh bos-bos kafir-Zionis yang membayar mereka.
Pengubahan kurikulum di perguruan-pergu-ruan tinggi Islam dari mata kuliah yang akan membentuk pemahaman Islam secara manhaj Salafussholih diganti dengan kurikulum yang landasannya bukan al-Qur’an dan as Sunnah. Namun hanya dengan peradaban-peradaban dan pemikiran-pemikiran yang belum tentu benar. Dengan pengalihan semacam itu tujuannya untuk mengalihkan pemahaman Islam kepada pemahaman kekafiran, yaitu menganggap agama apa saja benar, bukan hanya Islam yang benar. Itulah pemahaman pluralisme agama, menyamakan semua agama, yang menurut Islam adalah paham kekafiran, dan orang-orangnya jadi kafir alias murtad dan kelak menjadi penghuni neraka.
Pengajaran Hermeneutika, metodology pemahaman/ penafsiran teks Bible, dipompakan di perguruan-perguruan tinggi Islam, agar al-Qur’an tidak lagi diyakini sebagai kalamullah namun teks biasa karangan Nabi Muhammad dan boleh ditafsirkan siapa saja, dan tidak ada makna baku. Islam tidak difahami sebagai agama wahyu yang murni dari Allah, hingga sama saja dengan agama-agama lain.
 Mencerai beraikan akidah Islam, Syari'ah atau hukum-hukumnya dengan aneka cara, diantaranya Islam dibatasi dengan waktu dan tempat, sehingga Islam di zaman sekarang ditafsirkan dengan ditarik-tarik ke arah kondisi dan situasi sekarang. Akibatnya, banyak hal dalam Islam yang dianggap tidak berlaku lagi, misalnya jilbab, pakaian kaum muslimah dan sebagainya. Bahkan haramnya menikahi orang musyrik pun dianggap tidak berlaku.
Mengkotak-kotakkan Islam hingga tidak perlu dipakai dalam kehidupan, dengan memunculkan aturan-aturan baru model sekuler hingga yang dipakai ibadah sekuler, misalnya demokrasi, gender, feminisme, humanisme, masalah keadilan model sekuler dan hak asasi manusia serta politik model sekuler. Akibatnya, Islam tidak diberi ruang lagi, bahkan dicurigai sebagai perusak atau melanggar hak asasi manusia, merusak demokrasi. Sehingga larangan-larangan Islam, misalnya larangan berzina dan homoseksual yang sudah jelas hukumannya pun dianggap melanggar hak asasi manusia. Dalam kasus semacam ini, hak asasi manusia dan demokrasi telah dipertuhankan atau jadi thaghut yang dianggap cukup ampuh untuk memberangus Islam. Dengan berbagai jalan yang merusak Islam itu, maka tokoh Islam sewaan kafir yang melancarkan perusakan Islam dengan menjadi agen-agen missionaris dan imperalis/penjajah model baru itu menangguk dana dari kafir dan kemungkinan bisa mulus dalam menduduki jabatan di masyarakat atau bahkan di pemerintahan. Dari sana mereka menyebarkan pemahaman yang merusak Islam, memurtadkan, dan memuluskan jalan kristenisasi secara leluasa dikutip dan disebarkan oleh media massa, lebih-lebih media massa yang sudah disewa kafir untuk merusak Islam dan misi pemurtadan serta kristenisasi. Para tokoh bahkan ulama dan cendikiawan yang sudah bisa disewa untuk merusak Islam itu tentu mempersilahkan pemurtadan dan kristenisasi, bahkan tidak sedikit yang nyambi ngobyek ke pendeta-pendeta (atau disewa pendeta) untuk memuluskan kristenisasi, contohnya memberi kata pengantar buku-buku pendeta, khutbah/pidato di gereja-gereja, menghadiri upacara-upacara Natalan di gereja dan sebagainya. Merekayasa para tokoh Islam yang masih istiqomah/konsisten dengan Islam yang manhaj-nya sesuai dengan Salafussholih untuk dipecundangi, bahkan dipenjarakan dan dikucilkan serta diberi cap-cap buruk misalnya sebagai teroris, ekstrimis, fundamentalis, kolot dan sebagainya, hingga umat Islam agar menjauh dari tokoh Islam yang benar, dan tidak ada ghirah Islamiyah lagi, sehingga pemurtadan agar lebih lancar dan kristenisasi tak terhalang.
Mengkritik kebijakan-kebijakan pemerintah, baik pusat maupun daerah-daerah yang diperkirakan akan kondusif dalam penyiaran Islam yang benar atau tidak terganggunya Islam. Misalnya ada larangan minuman keras begitu saja, maka antek-antek pemurtadan dan kristenisasi itu akan melancarkan kritik yang setajam-tajamnya, sambil menguraikan ratapan atas menganggurnya sekian juta orang akibat tidak beredarnya minuman keras. Ini sangat berbalikan dengan hal-hal yang berbau penerapan Islam (bukan larangan) misalnya aturan memakai pakaian muslimah yang menutup aurat di Aceh, maka para antek penjajah modern yang pro-kristenisasi itu akan mengkritik sejadi-jadinya.
Islam diacak-acak, kristenisasi dan pemurtadan diberi jalan secara bergotong-royong antar para antek yang mengais dana dari kafirin. Mereka pakai baju Islam dan lembaga, namun sebenarnya lebih berbahaya dibanding para pendeta dan misionaris yang paling jago yakni Snouck Hurgronj dan Van Der Palsh. Kini bermunculan Snouck-Snouck Hurgronj dan Van Der Palsh-Van Der Palsh baru berkulit sawo matang.
Perusakan Islam secara sistematis itu telah jelas, di antara jalan utamanya adalah jalur pendidikan, dengan merubah kurikulum pendidikan Islam ke arah sekularisme dan pluralisme agama. Walaupun hasilnya sudah sangat merusak Islam, tetapi Amerika dan negara-negara Kafir-Zionis lainnya belum merasa puas. Mereka masih mengintervensi pendidikan Islam di Indonesia, hingga pondok pesantren pun dikucuri dana 157 juta dolar untuk mengubah kurikulumnya lewat Departemen Agama RI.
Amerika dan negara-negara kafir sekutunya, lewat Radio BBC memberitakan, Menteri Pertahanan Amerika Donald Rumsfeld mendesak negara-negara Asia untuk terus mengobok-obok Islam lewat pendidikan Islam, yakni mengubah kurikulum menurut selera kafir mereka, dengan dalih memberantas apa yang mereka sebut ‘teroris’. Dalam konferensi di Singapura, Donald mengatakan, “Satu hal yang penting adalah mempengaruhi anak-anak muda.”
Ia menyebutkan tentang pesantren, yang menurutnya harus diberikan dana untuk mengajarkan pelajaran lain dan bukannya teroris.
Setelah Amerika dan Barat merasa sukses menggarap perguruan tinggi Islam di Indonesia sesuai misi sekuler dan anti Islamnya, ternyata Amerika dan Gerombolan kafirin lainnya belum merasa puas, lantas pesantren menjadi bidikan untuk dijadikan jalan utama dalam mengubah pemahaman Islam ke arah Sekuler, Pluralisme agama, pemurtadan dan kristenisasi.
Benteng pertahanan Islam adalah pesantren. Kalau pesantren sudah diobok-obok untuk dijadikan agen pemurtadan, sekularisasi, kristenisasi, dan perusakan Islam, sungguh sangat mengenaskan. Lembaga-lembaga Islam sudah banyak yang dialih fungsikan sebagai masjid-masjid Dhiror untuk mencelakakan Islam. Betapa ngerinya kalau umat Islam dan lembaga-lembaga pendidikannya di bawah komando kafirin tingkat dunia.( )
Jika dilihat dari kacamata ekonomi-politik negeri ini, mereka adalah penipu-penipu dari rencana besar (grand design) untuk membangkrut-kan bangsa ini. Perlu diketahui bahwa masalah utama bangsa ini (problem of evils) adalah ekonomi rakyat yang susah. Mereka diatur untuk bicara soal-soal sensitif yang berkaitan dengan akidah umat Islam, tapi sebenarnya itu hanya permainan dari mafia-mafia asing agar rakyat tidak berurusan dengan sandang, pangan dan papan. Rakyat lupa masalah terbesar mereka. Belum lagi aset-aset negara dijual, masuknya investor asing dengan membeli tanah-tanah penduduk lokal untuk dibangun mall-mall ataupun supermarket milik asing. Akibatnya, orang Indonesia akan terasing di negeri sendiri. Belum lagi adanya pasar bebas (free market), medan utama arus masuk uang-uang besar yang melindas pasar-pasar kecil masyarakat kita. Pasar-pasar tradisional dilindas mall-mall. Merekalah yang sejatinya merusak bangsa ini. Bangsa ini dibuat bangkrut, dijarah dan dirampok oleh komprador lokal dan asing. Kapitalisme merajai negara ini. Inilah yang disebut Liberalisasi Ekonomi, ekonomi pasar bebas (Neo-Liberalisme) yang menentukan nasib bangsa ini adalah pasar, dan pasar dipegang oleh para mafia-mafia asing. Inilah fundamentalisme pasar yang berhubungan erat dengan liberalisme Islam. Fundamentalisme pasar dan liberalisme Islam adalah dua sisi mata uang yang sama. Yang kuat menindas yang lemah (survival to fiftest).
Sekali lagi, dampak Liberalisme Islam terhadap akidah Ahlussunnah Wal Jama'ah nyata di depan mata. Oleh karena itu umat Islam harus waspada terhadap gerakan tokoh-tokoh Islam yang sudah menjadi agen resmi kaum Zionis-Sekuleris-Salibis. Isu-isu yang dibangun oleh kaum liberalis untuk menarik kalangan ahlussunnah adalah seputar permasalahan HAM, kesetaraan gender, pluralisme, dan kemanusiaan tanpa batas. Kecenderungan dari sekularisme mengajak umat berfikir tanpa batas. Bagi mereka, orang sesat dan murtad itu bagian dari kebebasan, hak asasi. Mereka mengajak agar supaya agama tidak masuk menjadi hukum ketatanegaraan, menjadi undang-undang dengan alasan itu sejalan dengan kemajemukan.( )
Munculnya kritik dan tuduhan negatif dari salah satu kelompok besar dalam (PKS) yang mengklaim dirinya penganut ajaran Wahhabiyyah terhadap kaum Nahdliyin, (baca: Ahlussunnah Wal Jama'ah) seputar amalan-amalan yang selama ini sudah dilaksanakan secara turun-temurun, tidak bisa dianggap remeh, sebab perlahan-lahan akan menggerogoti dan melemahkan keimanan masyara-kat terhadap eksistensi ajaran Ahlussunnah Wal Jama'ah.
Dengan demikian masyarakat harus selektif dan waspada dalam menghadapi perkembangan keagamaan saat ini, janganlah kita terkecoh dengan penampilan mereka, yang kadang lebih memperlihatkan kekhusyu'an dibanding dengan kita, itu hanya sebagai kedok untuk menutupi kejahatan mereka, dengan kembali kepada pemahaman Islam yang benar, yang sesuai dengan al-Qur’an dan as-Sunnah dan qoul-qoul ulama Salafussholih, untuk membentengi akidah dari rongrongan faham-faham sesat yang mempengaruhi pola ibadah dan amalan-amalan kita. Dan perlu diketahui bahwa para teroris, fundamentalis dan radikalis kebanyakan adalah jebolan dari aliran ini.
Kelompok-kelompok yang mengikuti paradigma dan pemikiran Ibnu Taimiyyah, Muhammad bin Abdul Wahhab, Muhammad Abduh, Rasyid Ridho dan tokoh-tokoh Wahhabi lainnya, agaknya kurang layak kalau mereka dikatakan Firqoh an-Najiyah (baca: Ahlussunnah Wal Jamaah) karena pendapat-pendapat mereka banyak yang Bid'ah dan keluar dari mainstream. Mereka identik dengan perpecahan, mengkafirkan, membid'ahkan, menfasiqkan kepada siapapun, golongan manapun yang tidak sepaham dengan mereka. Ini berbeda dengan Ahlissunnah Wal Jamaah yang selalu menjaga kebersamaan dan kolektifitas. Perbedaan selama masih menyangkut soal-soal Furu' (cabang) tidak akan menimbulkan perpecahan yang akan menyebabkan Islam jadi terkotak-terkotak.( )  
Ajaran Islam harus terus diperjuangkan untuk bisa menjadi undang-undang. Sepanjang tidak dilakukan dengan cara pemaksaan, tapi dengan cara Konstitusional dan Demokratis. Keberhasilan kita dalam melahirkan undang-undang perkawinan, undang-undang ekonomi Syari'ah, dan berhasil menerbitkan surat berharga Syari'at negara. Dalam setiap perjuangan Islam, kelompok kafir-sekuler pasti akan berusaha menghambatnya. Penolakan yang dikomandani oleh PDS dan PDI-P serta beberapa anggota fraksi PKB dan fraksi Golkar, mereka meminta pimpinan DPR agar menyurati Presiden untuk membatalkan Perda-perda tersebut, kata ketua fraksi PDS Constant Ponggawa yang didampingi tokoh Golkar yang ngaku NU itu, Nusron Wahid.
Alasan PDS dan partai-partai sekuler lainnya, menuduh Syari'at Islam anti Pancasila dan ancaman bagi keutuhan NKRI. Tuduhan ini merupakan intervensi jahat terhadap keyakinan umat Islam dan bersifat fitnah. Memperalat Pancasila untuk menolak Syari'at Islam merupakan fitnah dan in-konstitusional, karena pasal 29 UUD 1945 justru menjamin kebebasan melaksanakan Syari'at agama. Upaya menjegal Syari'at Islam di lembaga negara merupakan kebencian ideologis yang diwarisi turun-temurun oleh politisi Nasrani. Piagam Jakarta yang sudah merupakan hasil kompromi dari sejumlah aliran waktu itu, toh mengalami kegagalan akibat permainan politik beberapa elite yang tidak menghendaki diberlakukannya Syari'at Islam pada waktu itu.
Keberanian PDS dan partai sekuler lainnya, tidak lepas dari sikap hipokrit partai Islam di DPR, termasuk sikap pemerintah yang secara terselubung menjadi kepanjangan tangan kaum Zionis dan Salibis.( )
Untuk itu, diperlukan adanya kesatuan visi dan misi serta ghiroh agama yang kokoh dan kontinyu. Serta perlunya merapatkan barisan dari semua komponen Islam yang ada dalam menghadang invasi Amerika dan negara-negara sekutunya di semua lini kehidupan, Politik, Ekonomi, Budaya atau medan jihad. Boikot produksi Amerika dan negara Yahudi lainnya. Jauhkan anak-anak dari Mc. Donald, Coca-Cola, Sprite, dan produk-produk lainnya. Insya Allah SWT ekonomi rakyat akan pulih.( )
Fenomena kandidat ketua PBNU, Said Aqil Siradj, Masdar Farid Mas'udy dan Ulil Absar Abdalla, mereka semua adalah anak didikan Abdurrahman Wahid yang liberal dan seniornya orang-orang sekuleris-salibis. Jika mereka terpilih, maka bahtera NU dan umat Islam terancam tenggelam. Islam Ahlussunnah Wal Jamaah terancam bubar. Mereka satu gerombolan pembajak akidah, satu paket, kemenangan dari salah satu mereka, hakekatnya kemenangan mereka bersama.
Sebelum masalah sangat berat itu terjadi, maka jalan yang mesti ditempuh umat Islam yang masih istiqomah adalah menyelamatkan lembaga-lembaga pendidikan Islam dari sistem Dhiror buatan kafirin. Menyelamatkan NU agar jangan sampai melenceng dari cita-cita ulama salafussholih para pendiri NU, sebagaimana tertuang dalam Qonun Asasi warisan Hadlratussyaikh Hasyim Asy'ari. Membebaskan kepengurusan NU dan organisasi-organisasi di bawahnya dari pengaruh orang-orang yang berhaluan Liberalisme, Sekulerisme, Pluralisme, Wahhabisme, Syi’i serta paham-paham sesat lainnya. Membersihkan Muktamar NU dari money politic dan intervensi pihak asing. Langkah ini wajib kita lakukan guna menyelamat-kan umat Islam Indonesia dari kesesatan akidah dan adzab Allah SWT yang berkepanjangan.
Caranya, mesti dikembalikan sistem pendidikan Islam. Para ulama dan pendidik Islam perlu merumuskan dan merancang kembali kurikulum pendidikan Islam yang benar, yang jauh dari obok-obok kaum kafirin, yaitu kurikulum Islam yang melandaskan Islam pada al-Qur’an dan As-Sunnah dengan manhaj (metode pemahaman) Salafussholih, yaitu generasi terbaik Islam. Tak lain adalah generasi bimbingan Rasul  dan bimbingan wahyu, yakni generasi Shahabat Nabi  yang diikuti para Tabi'in dan Tabi'it Tabi'in.

Maka pengajaran Islam yang benar itu harus dilaksanakan di seluruh lapisan masyarakat Islam, yaitu di seluruh lembaga pendidikan Islam, baik perguruan tinggi Islam, Perguruan Menengah, maupun Madrasah-Madrasah Diniyyah, pesantren-pesantren dan bahkan pengajian-pengajian di masjid-masjid dan Majlis-Majlis Ta'lim. Kalau umat Islam telah memahami Islam dengan pemahaman yang benar, maka insya Allah SWT cap-cap buruk atas orang-orang yang jadi agen pengkafiran, pemurtadan, kristenisasi, sekularisasi dan perusakan agama itupun akan melekat pada mereka dengan sendirinya.

Sebagai umat Islam, mari bersatu dan berjuang bersama, selamatkan akidah umat Islam Indonesia dari bahaya Liberalisme, Sekularisme dan Salafy-Wahhabi. Karena ada indikasi, mereka ingin menjadikan negara Indonesia sebagai negara Zionis-Sekuleris-Wahhabi ke-2 setelah negara-negara mereka.
 Mudah-mudahan umat Islam menjadi pejuang-pejuang yang telah dijanjikan Allah SWT untuk ditunjukkan jalan-Nya, yaitu jalan kebenaran sejati, yang kini sedang dirusak secara sistematis dan beramai-ramai oleh antek-antek kafirin. Nasib eksistensi umat Islam Indonesia hari ini, esok dan ke depan dipertaruhkan.
Wallahu A'lam Bisshowab.

 Sarang, 13 Oktober 2009 M.
24 Syawwal 1430 H.

***


TANGGAPAN UNTUK PEMBACA



Assalamu’alaikum War. Wab.
S
ebelumnya, kami haturkan terima kasih atas koreksinya. Sebenarnya kehadiran buku ini bukan untuk menyebarkan fitnah terhadap ulama, namun berangkat dari permintaan panitia untuk mengisi acara Halaqoh Ulama di Pondok Pesantren Termas Pacitan Jawa Timur. Tujuan kami untuk memberikan informasi kepada para santri tentang paham-paham yang menyimpang, agar mereka tidak terpengaruh paham-paham tersebut, sehingga mereka bisa berkonsentrasi dalam bertholabul ‘ilmi untuk mendapatkan ilmu yang bermanfaat dan barokah dari ulama-ulama salaf. Mereka adalah generasi yang harus kita selamatkan dari ancaman propaganda Zionis Internasional, yang diantaranya lewat jalur pendidikan yang saat ini sudah merambah ke dunia pesantren, yaitu dengan cara memberi pemahaman yang benar tentang Islam lewat pengajian al-Qur’an, as-Sunnah dan qaul-qaul ulama (fiqih) sebagai pelengkap sekaligus penjabaran dari keduanya, karena bagaimanapun keberadaan Fiqih mutlak dibutuhkan sebagai bahan diskusi dalam rangka menjawab dan menanggapi masalah-masalah kekinian yang beredar di tengah-tengah masyarakat.
Fiqih merupakan dimensi atau aspek praktis dari Syari'at Islam. Sementara itu, Syari'at sendiri adalah apa saja yang ditetapkan Allah SWT bagi seluruh hamba-Nya berupa hukum-hukum, baik melalui Al-Qur’an, Sunnah Nabi dan juga apa yang berkaitan dengan metode keimanan dan keyakinan kepada Allah SWT, yang menjadi garapan khusus ilmu kalam atau ilmu tauhid. Ada juga Syari'at yang berhubungan khusus dengan cara-cara ber’amal, ber’ibadah, bermu'amalah dan beraklakul karimah yang menjadi garapan ilmu Fiqih dan tashawwuf.
Kalau tradisi pesantren ini dihilangkan, kami khawatir mereka akan mengala-mi kefakuman, kekosongan jiwa, jiwanya gersang, sehingga dengan mudah pikirannya dimasuki oleh hal-hal negatif yang berujung menjadi teroris, karena mayoritas orang-orang yang belajar merakit bom dan menjadi teroris adalah jebolan dari orang-orang yang menjadikan al-Qur’an dan as-Sunnah sebagai sumber utama ilmu dengan pemahaman-pemahaman yang radikal dan mengesampingkan qaul-qaul ulama sebagai pelengkap.
بسم الله الرحمن الرحيم
وَأَن لَّيْسَ ِلْلإِنسَانِ إِلاَّ مَا سَعَى (النجم: 39)
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ  قَالَ إِذَا مَاتَ الإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ ثَلاَثَةٍ إِلاَّ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ. رواه مسلم
Mengenai ayat dan Hadits di atas, dalam kitab ar-Ruh, Ibnu Qoyyim Al-Jauziyyah mengatakan sebagai berikut:
“al-Qur’an tidak menafikan seseorang yang mengambil manfaat dari amal orang lain. Al-Qur’an hanya memberitakan bahwa seseorang tidak memiliki hak apapun, kecuali atas apa yang telah ia lakukan, tidak menyinggung tentang amal orang lain yang pahalanya dihadiahkan kepadanya. Adapun amal orang lain, akan menjadi hak pelakunya, jika ia menginginkan, amal itu akan ia hadiahkan orang lain, dan jika tidak, maka amal itu akan tetap menjadi miliknya.
Sedangkan hadits tersebut menjelaskan tentang terputusnya amal, bukan terputusnya manfaat sebuah amal. Orang yang telah mati amalnya akan terputus, sedangkan orang yang masih hidup, mereka bisa terus melakukan amal dan pahalanya itu akan menjadi milik mereka sendiri. Namun jika mereka menghendaki, maka pahala dari amal itu bisa mereka hadiahkan pada orang yang telah meninggal.”
وَالَّذِينَ جَاؤُوا مِن بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالإِيمَانِ وَلاَ تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلاًّ لِّلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَؤُوفٌ رَّحِيمٌ (الحشر: 10)
عَنْ أَبِي ذَرٍّ أَنَّ نَاسًا مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ  قَالُوا لِلنَّبِيِّ  يَا رَسُولَ اللَّهِ ذَهَبَ أَهْلُ الدُّثُورِ بِالأُجُورِ يُصَلُّونَ كَمَا نُصَلِّي وَيَصُومُونَ كَمَا نَصُومُ وَيَتَصَدَّقُونَ بِفُضُولِ أَمْوَالِهِمْ قَالَ أَوَ لَيْسَ قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لَكُمْ مَا تَصَّدَّقُونَ إِنَّ بِكُلِّ تَسْبِيحَةٍ صَدَقَةً وَكُلِّ تَكْبِيرَةٍ صَدَقَةً وَكُلِّ تَحْمِيدَةٍ صَدَقَةً وَكُلِّ تَهْلِيلَةٍ صَدَقَةً وَأَمْرٌ بِالمَعْرُوفِ صَدَقَةٌ وَنَهْيٌ عَنْ مُنْكَرٍ صَدَقَةٌ وَفِي بُضْعِ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيَأتِي أَحَدُنَا شَهْوَتَهُ وَيَكُونُ لَهُ فِيهَا أَجْرٌ قَالَ أَرَأَيْتُمْ لَوْ وَضَعَهَا فِي حَرَامٍ أَكَانَ عَلَيْهِ فِيهَا وِزْرٌ فَكَذَلِكَ إِذَا وَضَعَهَا فِي الحَلاَلِ كَانَ لَهُ أَجْرًا. رواه مسلم
Dalam kitab I’anah ath-Tholibin (Dar al-Kotb al-Ilmiyah: Juz 3, hal. 378-379) disebutkan sebagai berikut:
“Adapun Imam Syafi’i memang berpendapat bahwa pahala bacaan al-Qur’an tidak sampai pada mayyit, akan tetapi mayoritas ulama Syafi’yyah berpendapat bahwa bacaan tersebut pahalanya bisa sampai kepada mayyit, dan itu qaul yang mu’tamad dan ini disepakati oleh madzhab tiga: madzhab Maliki, Hambali dan Hanafi. Mereka para Jumhur Ulama, kata Imam Suyuthi mengqiyas-kan sampainya pahala bacaan al-Qur’an kepada mayyit dengan sampainya pahala do’a, sedekah, puasa, haji dan memerdekakan budak untuk mayyit dan juga bertendensi pada Hadits:
عَنِ ابْنِ عُمَرَ عَنِ النَّبِيِّ  قَالَ: إِذَا مَاتَ أَحَدُكُمْ فَلاَ تَحْبِسُوْهُ وَأَسْرِعُوْا بِهِ إِلَى قَبْرِهِ وَلْيُقْرَأْ عِنْدَ رَأْسِهِ فَاتِحَةُ الكِتَابِ "ولفظ البيهقي: فَاتِحَةُ البَقَرَةِ" وَعِنْدَ رِجْلَيْهِ بِخَاتِمَةِ سُوْرَةِ البَقَرَةِ فِيْ قَبْرِهِ. رواه الطبراني والبيهقي
Hadits ini walaupun dloif akan tetapi didukung oleh pekerjaan para shahabat dan diteruskan kaum muslimin sampai zaman sekarang tanpa ada yang mengingkarinya sehingga menjadi sebuah konsensus.” (lihat: Tahqiq al-Amal Fiima Yanfa’u al-Mayyit min al-A’mal karya Sayyid Muhammad Alawy al-Maliky)
Dan inilah pilihan kami. Alhamdulillah kami tidak fanatik terhadap imam Syafi’i.
عَنْ أَبِي عُثْمَانَ وَلَيْسَ بِالنَّهْدِيِّ عَنْ أَبِيهِ عَنْ مَعْقِلِ بْنِ يَسَارٍ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ  اقْرَءُوا يس عَلَى مَوْتَاكُمْ وَهَذَا لَفْظُ ابْنِ العَلاَءِ. رواه أبو داود
وَقَالَ فِي المِرْقَاةِ: قَالَ السُّيُوطِيُّ فِي شَرْحِ الصُّدُورِ: اُخْتُلِفَ فِي وُصُولِ ثَوَابِ القُرْآنِ لِلْمَيِّتِ، فَجُمْهُورُ السَّلَفِ وَالأَئِمَّةُ الثَّلاَثَةُ عَلَى الوُصُولِ، وَخَالَفَ فِي ذَلِكَ إِمَامُنَا الشَّافِعِيُّ مُسْتَدِلاً بِقَوْلِهِ تَعَالَى{وَأَنْ لَيْسَ لِِلإنسان إِلاَّ مَا سَعَى} وَأَجَابَ الأَوَّلُونَ عَنْ الآيَةِ بِأَوْجُهٍ :
أَحَدُهَا أَنَّهَا مَنْسُوخَةٌ بِقَوْلِهِ تَعَالَى { وَاَلَّذِينَ آمَنُوا وَاتَّبَعَتْهُمْ ذُرِّيَّتُهُمْ بِإِيمَانٍ الحَقْنَا بِهِمْ ذُرِّيَّتُهُمْ } الآيَةُ، أُدْخِلَ الأَبْنَاءُ الجَنَّةَ بِصَلاَحِ الآبَاءِ.
الثَّانِي: أَنَّهَا خَاصَّةٌ بِقَوْمِ إِبْرَاهِيمَ وَمُوسَى عَلَيْهِمَا الصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ، فَأَمَّا هَذِهِ الأُمَّةُ فَلَهَا مَا سَعَتْ وَمَا سُعِيَ لَهَا ؛ قَالَهُ عِكْرِمَةُ
الثَّالِثُ: أَنَّ المُرَادَ بِالإِنْسَانِ هُنَا الكَافِرُ، فَأَمَّا المُؤْمِنُ، فَلَهُ مَا سَعَى وَسُعِيَ لَهُ، قَالَهُ الرَّبِيعُ بْن أَنَسٍ .
الرَّابِعُ: لَيْسَ لِلْإِنْسَانِ إِلاَّ مَا سَعَى مِنْ طَرِيقِ العَدْلِ، فَأَمَّا مِنْ بَابِ الفَضْلِ فَجَائِزٌ أَنْ يَزِيدَهُ اللَّهُ مَا شَاءَ، قَالَهُ الحُسَيْنُ بْنُ فَضْلٍ .
الخَامِسُ: أَنَّ اللاَّمَ فِي الإِنْسَانِ بِمَعْنَى عَلَى، أَيْ لَيْسَ عَلَى الإِنْسَانِ إِلاَّ مَا سَعَى، وَاسْتَدَلُّوا عَلَى الوُصُولِ بِالقِيَاسِ عَلَى الدُّعَاءِ وَالصَّدَقَةِ وَالصَّوْمِ وَالحَجِّ وَالعِتْقِ فَإِنَّهُ لاَ فَرْقَ فِي نَقْلِ الثَّوَابِ بَيْنَ أَنْ يَكُونَ عَنْ حَجٍّ أَوْ صَدَقَةٍ أَوْ وَقْفٍ أَوْ دُعَاءٍ أَوْ قِرَاءَةٍ، وَبِمَا أَخْرَجَ أَبُو مُحَمَّدٍ السَّمَرْقَنْدِيُّ فِي فَضَائِلِ {قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ} عَنْ عَلِيٍّ مَرْفُوعًا: مَنْ مَرَّ عَلَى المَقَابِرِ وَقَرَأَ {قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ} إِحْدَى عَشْرَةَ مَرَّةً ثُمَّ وَهَبَ أَجْرَهُ لِلْأَمْوَاتِ أُعْطِيَ مِنْ الأَجْرِ بِعَدَدِ الأَمْوَاتِ . وَبِمَا أَخْرَجَ أَبُو القَاسِمِ سَعْدُ بْنُ عَلِيٍّ الزَّنْجَانِيُّ فِي فَوَائِدِهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ : "مَنْ دَخَلَ المَقَابِرَ ثُمَّ قَرَأَ فَاتِحَةَ الكِتَابِ وَقُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ وَالهَاكُمْ التَّكَاثُرُ ثُمَّ قَالَ إِنِّي جَعَلْت ثَوَابَ مَا قَرَأْت مِنْ كَلاَمِك لِأَهْلِ المَقَابِرِ مِنْ المُؤْمِنِينَ وَالمُؤْمِنَاتِ كَانُوا شُفَعَاءَ لَهُ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى"، وَبِمَا أَخْرَجَ صَاحِبُ الخِلاَلِ بِسَنَدِهِ عَنْ أَنَسٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ  قَالَ: "مَنْ دَخَلَ المَقَابِرَ فَقَرَأَ سُورَةَ يس خَفَّفَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَكَانَ لَهُ بِعَدَدِ مَنْ فِيهَا حَسَنَاتٌ" . وَهَذِهِ الأَحَادِيثُ وَإِنْ كَانَتْ ضَعِيفَةً فَمَجْمُوعُهَا يَدُلُّ عَلَى أَنَّ لِذَلِكَ أَصْلاً وَأَنَّ المُسْلِمِينَ مَا زَالُوا فِي كُلِّ مِصْرٍ وَعَصْرٍ يَجْتَمِعُونَ وَيَقْرَءُونَ لِمَوْتَاهُمْ مِنْ غَيْرِ نَكِيرٍ فَكَانَ ذَلِكَ إِجْمَاعًا، ذَكَرَ ذَلِكَ كُلَّهُ الحَافِظُ شَمْسُ الدِّينِ بْنُ عَبْدِ الوَاحِدِ المَقْدِسِيُّ الحَنْبَلِيُّ فِي جُزْءٍ أَلَّفَهُ فِي المَسْأَلَةِ اِنْتَهَى مَا فِي المِرْقَاةِ بِتَقْدِيمٍ وَتَأْخِيرٍ . (تحفة الأحوذي : ج 2 / ص 204)
Lebih lanjut, Ibnu Qoyyim al-Jauziyah mengatakan bahwa orang yang telah meninggal dunia bisa melakukan aktifitas seperti apa yang dilakukan oleh orang-orang yang masih hidup, seperti menjawab salam orang yang lewat, merasa bahagia ketika diziarahi kerabatnya, mendoakan kerabatnya yang masih hidup, saling bertemu satu dengan yang lainnya. Bahkan beliau mengatakan, dalam hadits orang yang mengucapkan salam diibaratkan dengan kalimat “Ziaroh”. itu sebagai bukti bahwa orang yang sudah meninggal bisa mengetahui sekaligus menjawabnya, dan menun-jukkan pula adanya kehidupan di alam baka.
 عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ  مَا مِنْ رَجُلٍ يَزُوْرُ قَبْرَ أَخِيْهِ وَيَجْلِسُ عِنْدَهُ إِلاَّ اسْتَأْنَسَ بِهِ وَرَدَّ عَلَيْهِ حَتَّى يَقُوْمَ. رواه ابن أبي الدنيا
 عَنْ ابْنِ بُرَيْدَةَ عَنْ أَبِيهِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّه  نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ القُبُورِ فَزُورُوهَا. رواه مسلم
 عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ  خَرَجَ إِلَى المَقْبُرَةِ فَقَالَ السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ دَارَ قَوْمٍ مُؤْمِنِينَ وَإِنَّا إِنْ شَاءَ اللَّهُ بِكُمْ لاَحِقُونَ. رواه مسلم
 عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: إِذَا مَرَّ الرَّجُلُ بِقَبْرِ أَخِيْهِ يَعْرِفُهُ فَسَلَّمَ عَلَيْهِ رَدَّ عَلَيْهِ السَّلاَمَ وَعَرَفَهُ وَ إِذَا مَرَّ بِقَبْرٍ لاَ يَعْرِفُهُ فَسَلَّمَ عَلَيْهِ رَدَّ عَلَيْهِ السَّلاَمَ. رواه ابن أبي الدنيا
عَنْ أَنَسَ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ الله  إِنَّ أَعْمَالَكُمْ تُعْرَضُ عَلَى أَقَارِبِكُمْ وَعَشَائِرِكُمْ مِنْ الْأَمْوَاتِ فَإِنْ كَانَ خَيْرًا اسْتَبْشَرُوا بِهِ وَإِنْ كَانَ غَيْرَ ذَلِكَ قَالُوا اللَّهُمَّ لا تُمِتْهُمْ حَتَّى تَهْدِيَهُمْ كَمَا هَدَيْتَنَا. رواه أحمد والترمذى والحاكم.
عَنْ أَبِي أَيُّوْبَ الأَنْصَارِيّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ  قَالَ : « إِنَّ نَفْسَ المُؤْمِنِ إِذَا قُبِضَتْ تَلَقََّاهَا أَهْلُ الرَّحْمَةِ مِنْ عِبَادِ اللهِ ، كَمَا يُتَلَقَّى البَشِيْرُ مِنْ أَهْلِ الدُّنْيَا ، فَيَقُوْلُوْنَ : أُنْظُرُوْا صَاحِبَكُمْ يَسْتَِريْحُ ، فَإِنَّهُ قَدْ كَانَ فِى كَرْبٍ شَدِيْدٍ ، ثُمَّ يَسْأَلُوْنَهُ : مَاذَا فَعَلَ فُلاَنٌ ؟ ، وَمَاذَا فَعَلَتْ فُلاَنَةٌ ؟ , وَهَلْ تَزَوَّجَتْ فُلاَنَةٌ ؟ فَإِذَا سَأَلُوْهُ عَن الرَّجُلِ قَدْ مَاتَ قَبْلَهُ ، فَيَقُوْلُ : هَيْهَاتَ ، قَدْ مَاتَ ذَلِكَ قَبْلِي . فَيَقُوْلُوْنَ : إِنَّا لِلّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُوْنَ ، ذَهَبَ بِهِ إِلَى أُمِّهِ الهََاوِيَةِ ، بِئْسَت الأُمُّ ، وَبِئْسَت المُرَبِّيَةُ » . وَقَالَ : « إِنَّ أَعْمَالَكُمْ تُعْرَضُ عَلَى أَقَارِبِكُمْ ، وَعَشَائِرِكُمْ مِنْ أَهْلِ الآخِرَةِ ، فَإِنْ كَانَ خَيْرًا فَرِحُوْا وَاسْتَبْشَرُوْا ، وَقَالُوْا : اَللَّهُمَّ هَذَا فَضْلُكَ وَرَحْمَتُكَ ، فَأَتْمِمْ نِعْمَتَكَ عَلَيْهِ ، وأَمِتْهُ عَلَيْهَا . وَيُعْرَضُ عَلَيْهِمْ عَمَلُ المُسِيْءِ ، فَيَقُوْلُوْنَ : اَللَّهُمَّ أَلْهِمْهُ عَمَلاً صَالحِاً تَرْضَى بِهِ ، وتَقَرُّبَهُ إِلَيْكَ » أخرجه الطبرانى فى الأوسط
Masih menurut Ibnu Qoyyim, bahwa kekalahan pasukan kafirin yang jumlah pasukannya lebih besar dibandingkan dengan pasukan muslimin ternyata berkat ikut berperangnya arwah Rosulullah , Abu Bakar , dan Umar  yang sudah meninggal dunia.
Selanjutnya beliau menjelaskan bahwa arwah-nya orang yang hidup bisa bertemu dengan arwahnya orang yang sudah meninggal dunia lewat mimpi, dengan bukti mimpinya Umair bin Wahhab. Dalam mimpinya Umair diperintah oleh orang yang sudah meninggal dunia untuk menggali tanah yang di dalamnya tersimpan harta ayahnya, kemudian saat bangun Umair melaksanakannya dan menemukan harta tersebut.
Begitu juga menurut Syaikh Sulaiman bin Abdul Wahab dalam kitab as-Showaiq al-Ilahiyyah menjelaskan bahwa sesungguhnya para Nabi dalam kuburnya melaksanakan Shalat, membaca al-Qur’an, menunaikan ibadah haji, seperti yang dikatakan al-Qostholani dalam kitab al-Mawahib al-Laduniyyah:
عَنْ أَبَي هُرَيْرَةَ قَالَ سَمِعْتُ النَّبِيَّ  يَقُولُ مَنْ رَآنِي فِي المَنَامِ فَسَيَرَانِي فِي اليَقَظَةِ وَلاَ يَتَمَثَّلُ الشَّيْطَانُ بِي قَالَ أَبُو عَبْد اللَّهِ قَالَ ابْنُ سِيرِينَ إِذَا رَآهُ فِي صُورَتِهِ. رواه البخاري
Guru kami, Sayyid Muhammad Alawi al-Maliki dalam kitabnya Mafahim menjelaskan bahwa kehidupan di alam barzakh, alam akhirat dan alam-alam setelah alam dunia itu benar-benar ada dengan dalil-dalil al-Qur’an, Hadits, dan Atsar, pernyataan seperti ini jelas menyalahkan anggapan kaum rasionalis yang tidak punya akal sempurna dan selalu diliputi keraguan dan kegundahan hati yang menganggap hal tersebut sangat tidak masuk akal, takhayyul dan hanya sebuah fantasi. Toh padahal dalam Hadits-hadits dan Atsar-atsar banyak sekali yang menyatakan bahwa orang yang sudah meninggal itu bisa mendengar, merasakan, dan mengetahui orang yang lewat di sekitarnya bahkan membaca al-Qur’an. Hal ini dibuktikan oleh Nabi Muhammad  ketika membuang dua puluh empat pasukan kafir di sumur Badr seraya bersuara dengan lantang: “Wahai Abu Jahl, wahai Umayyah bin Kholaf, wahai Utbah bin Robi’ah, wahai Syaibah bin Robi’ah dan Fulan bin Fulan. Apakah kalian semua mendapati janji yang dijanjikan oleh Tuhanmu? karena sesungguhnya kami telah mendapati janji yang dijanjikan oleh Tuhan kami Allah SWT.” Dan ketika Sayyidina Umar bertanya kepada Nabi Muhammad : “Kenapa engkau berbicara dengan orang yang tak bernyawa?” Nabi menjawab: “Demi Allah, mereka itu lebih mendengar ucapanku dari pada kalian semua, hanya saja mereka tidak bisa menjawab.”
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ  تَرَكَ قَتْلَى بَدْرٍ ثَلاَثًا ثُمَّ أَتَاهُمْ فَقَامَ عَلَيْهِمْ فَنَادَاهُمْ فَقَالَ يَا أَبَا جَهْلِ بْنَ هِشَامٍ يَا أُمَيَّةَ بْنَ خَلَفٍ يَا عُتْبَةَ بْنَ رَبِيعَةَ يَا شَيْبَةَ بْنَ رَبِيعَةَ أَلَيْسَ قَدْ وَجَدْتُمْ مَا وَعَدَ رَبُّكُمْ حَقًّا فَإِنِّي قَدْ وَجَدْتُ مَا وَعَدَنِي رَبِّي حَقًّا فَسَمِعَ عُمَرُ قَوْلَ النَّبِيِّ  فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ كَيْفَ يَسْمَعُوا وَأَنَّى يُجِيبُوا وَقَدْ جَيَّفُوا قَالَ وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ مَا أَنْتُمْ بِأَسْمَعَ لِمَا أَقُولُ مِنْهُمْ وَلَكِنَّهُمْ لاَ يَقْدِرُونَ أَنْ يُجِيبُوا ثُمَّ أَمَرَ بِهِمْ فَسُحِبُوا فَالقُوا فِي قَلِيبِ بَدْرٍ. رواه مسلم
عَنْ سَعِيدٍ عَنْ قَتَادَةَ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ عَنْ أَبِي طَلْحَةَ ح و حَدَّثَنِيهِ مُحَمَّدُ بْنُ
حَاتِمٍ حَدَّثَنَا رَوْحُ بْنُ عُبَادَةَ حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ أَبِي عَرُوبَةَ عَنْ قَتَادَةَ قَالَ ذَكَرَ لَنَا أَنَسُ ابْنُ مَالِكٍ عَنْ أَبِي طَلْحَةَ قَالَ لَمَّا كَانَ يَوْمُ بَدْرٍ وَظَهَرَ عَلَيْهِمْ نَبِيُّ اللَّهِ  أَمَرَ بِبِضْعَةٍ وَعِشْرِينَ رَجُلاً وَفِي حَدِيثِ رَوْحٍ بِأَرْبَعَةٍ وَعِشْرِينَ رَجُلاً مِنْ صَنَادِيدِ قُرَيْشٍ فَالقُوا فِي طَوِيٍّ مِنْ أَطْوَاءِ بَدْرٍ وَسَاقَ الحَدِيثَ بِمَعْنَى حَدِيثِ ثَابِتٍ عَنْ أَنَسٍ. رواه مسلم
عَنْ قَتَادَةَ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ  إِنَّ المَيِّتَ إِذَا وُضِعَ فِي قَبْرِهِ إِنَّهُ لَيَسْمَعُ خَفْقَ نِعَالِهِمْ إِذَا انْصَرَفُوا. رواه مسلم
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ ضَرَبَ بَعْضُ أَصْحَابِ النَّبِيِّ  خِبَاءَهُ عَلَى قَبْرٍ وَهُوَ لاَ يَحْسِبُ أَنَّهُ قَبْرٌ فَإِذَا فِيهِ إِنْسَانٌ يَقْرَأُ سُورَةَ تَبَارَكَ الَّذِي بِيَدِهِ المُلْكُ حَتَّى خَتَمَهَا فَأَتَى النَّبِيَّ  فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي ضَرَبْتُ خِبَائِي عَلَى قَبْرٍ وَأَنَا لاَ أَحْسِبُ أَنَّهُ قَبْرٌ فَإِذَا فِيهِ إِنْسَانٌ يَقْرَأُ سُورَةَ تَبَارَكَ المُلْكِ حَتَّى خَتَمَهَا فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ  هِيَ المَانِعَةُ هِيَ المُنْجِيَةُ تُنْجِيهِ مِنْ عَذَابِ القَبْرِ قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ غَرِيبٌ مِنْ هَذَا الوَجْهِ وَفِي البَاب عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ. رواه الترمذي
عَنِ الزُّهْرِيِّ عَنْ عَمْرَةَ عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ  نِمْتُ فَرَأَيْتُنِي فِي الجَنَّةِ فَسَمِعْتُ صَوْتَ قَارِئٍ يَقْرَأُ فَقُلْتُ مَنْ هَذَا قَالُوا هَذَا حَارِثَةُ بْنُ النُّعْمَانِ فَقَالَ لَهَا رَسُولُ اللَّهِ  كَذَاكَ البِرُّ كَذَاكَ البِرُّ وَكَانَ أَبَرَّ النَّاسِ بِأُمِّهِ. رواه أحمد
Lebih lanjut beliau mengatakan: Telah diajukan pertanyaan kepada Syeikh Muhammad bin Abdul Wahhab, tentang: pendapat orang-orang yang menyatakan bahwa: 1) Jika kita memohon turun hujan, tidaklah masalah bertawassul dengan orang-orang Shalih, dan 2) Pernyataan Imam Ahmad yang menyatakan bahwa tawassul hanya dibenarkan melalui Nabi Muhammad  semata, dikaitkan dengan ungkapan, “Tidak boleh memohon pertolongan dengan perantaraan makhluk.”
Mendengar pertanyaan tersebut, Muhammad bin Abdul Wahhab menjawab:
“Perbedaannya sudah sangat jelas. Dan pembicaraan ini sebenarnya bukanlah di sini tempatnya. Kenyataan yang ada, telah menunjukkan bahwa sebagian orang membolehkan tawassul dengan orang-orang Shalih, sedangkan sebagian yang lain mengkhususkan tawassul hanya dengan Nabi Muhammad . Sementara kebanyakan Ulama melarangnya dengan memandang makruh. Semua ini adalah masalah-masalah Fiqih. Dan menurut pendapat kami, meskipun hukum yang benar adalah makruh, lantaran pendapat mayoritas, akan tetapi kami tidak menentang dan menolak orang yang mengamalkan tawassul, dan tidak ada ingkar atau menentang dalam masalah-masalah ijtihad (produk pemikiran manusia). Yang kami cela adalah, orang-orang yang berdo’a atau menyeru kepada makhluk, lebih besar ketimbang seruan dan do’anya kepada Allah. Apalagi mereka pergi ke kuburan, meronta-ronta di dekat pusara Syeikh Abdul Qadir Jailani misalnya, atau lainnya. Dan di sana mereka memohon keselamatan dari malapetaka, mohon lepas dari kemalangan, dan mengajukan berbagai harapannya. Bisakah orang-orang seperti itu tergolong sebagai orang-orang yang menyeru Allah SWT dengan tulus dan tunduk serta patuh kepada-Nya? Seharusnya dalam do’anya, mereka berkata, “Aku memohon kepada-Mu dengan Nabi-Mu atau dengan para Rasul, atau dengan hamba-hamba-Mu yang shalih.” Atau ketika ia mendatangi kuburan yang terkenal atau tempat lainnya, dan berdo’a di sana, janganlah ia berdo’a dan meminta, kecuali kepada Allah SWT secara tulus dan tunduk kepada-Nya. (Dikutip dari kumpulan fatwa Syeikh Muhammad Ibn ‘Abd Al-Wahhab dalam kitab Majmu’at al-Muallafat, bab III, halaman 68).
Itulah temuan guru kami, as-Sayyid Muhammad Alawy Al-Maliki mengenai fatwa Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab yang memakruhkan tawassul. Tapi entahlah fatwa tersebut mengandung unsur politik atau tidak, kenyataannya yang terkenal di kalangan umat Islam adalah sebaliknya, yaitu mengharamkan bahkan mengkafirkan-nya. Wallahu A’lam Bi ash-Showab.
Dalam masalah bertawassul, kami juga mempunyai pemahaman, bahwa tawassul juga ada yang Masyru’ (boleh) dan juga ada yang haram.
Senada dengan permasalahan ini, Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, Rais ‘Am Lembaga Kajian Ilmiah dan fatwa pemerintah Arab Saudi dalam keputusan lembaga tersebut, yang tertanggal 20/ 21/ 1400 H nomor 1335 menjelaskan, bahwa tawassul bisa dilakukan dengan cara yang bervariasi, di antaranya ada yang dianjurkan seperti:
1.    Meminta orang lain untuk mendoakan agar rizkinya dimudahkan, sembuh dari sakit-nya, mendapatkan hidayah, taufiq dan sebagainya.
2.    Tawassul dengan cara cinta dan mahabbah kepada Nabi atau kedisiplinannya melakukan Sunnah, semisal dengan mengucapkan:
اللّهُمَّ إِنِّيْ أَسْئَلُكَ بِحُبِّيْ لِنَبِيِّكَ وَاتِّبَاعِيْ لَهُ أَنْ تُعْطِيَنِيْ
Perbedaan kami dengan Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz adalah dalam point pertama. dalam point tersebut beliau mengkhususkan pada orang sholeh yang masih hidup sedangkan menurut kami point itu bersifat umum, baik orang yang masih hidup atau orang yang sudah meninggal dunia. Karena kalau dibedakan sebagaimana fatwa beliau, berarti orang yang sudah meninggal dunia tidak bisa mendengar salam orang yang ziarah dan menjawabnya (mengucapkan salam dan menjawabnya termasuk doa). Ini bertentangan dengan nash-nash al-Qur’an, as-Sunnah dan qoul-qoul ulama salaf yang memperbolehkan mentalqin mayyit dan menganggapnya sebagai amalan yang baik karena disepakati umat Islam dan bertendensi dengan Hadits di bawah ini walaupun dho’if.
عَنْ سَعِيدِ بن عَبْدِ اللَّهِ الأَوْدِيِّ، قَالَ: شَهِدْتُ أَبَا أُمَامَةَ وَهُوَ فِي النَّزْعِ، فَقَالَ: إِذَا أَنَا مُتُّ، فَاصْنَعُوا بِي كَمَا أَمَرَنَا رَسُولُ اللَّهِ  أَنْ نصْنَعَ بِمَوْتَانَا، أَمَرَنَا رَسُولُ اللَّهِ ، فَقَالَ:"إِذَا مَاتَ أَحَدٌ مِنْ إِخْوَانِكُمْ، فَسَوَّيْتُمِ التُّرَابَ عَلَى قَبْرِهِ، فَلْيَقُمْ أَحَدُكُمْ عَلَى رَأْسِ قَبْرِهِ، ثُمَّ لِيَقُلْ: يَا فُلانَ بن فُلانَةَ، فَإِنَّهُ يَسْمَعُهُ وَلا يُجِيبُ، ثُمَّ يَقُولُ: يَا فُلانَ بن فُلانَةَ، فَإِنَّهُ يَسْتَوِي قَاعِدًا، ثُمَّ يَقُولُ: يَا فُلانَ بن فُلانَةَ، فَإِنَّهُ يَقُولُ: أَرْشِدْنَا رَحِمَكَ اللَّهُ، وَلَكِنْ لا تَشْعُرُونَ، فَلْيَقُلْ: اذْكُرْ مَا خَرَجْتَ عَلَيْهِ مِنَ الدُّنْيَا شَهَادَةَ أَنْ لا إِلَهَ إِلا اللَّهُ، وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ، وَأَنَّكَ رَضِيتَ بِاللَّهِ رَبًّا، وَبِالإِسْلامِ دِينًا، وَبِمُحَمَّدٍ نَبِيًّا، وَبِالقُرْآنِ إِمَامًا، فَإِنَّ مُنْكَرًا وَنَكِيرًا يَأْخُذُ وَاحِدٌ مِنْهُمْا بِيَدِ صَاحِبِهِ، وَيَقُولُ: انْطَلِقْ بنا مَا نَقْعُدُ عِنْدَ مَنْ قَدْ لُقِّنَ حُجَّتَهُ، فَيَكُونُ اللَّهُ حَجِيجَهُ دُونَهُمَا"، فَقَالَ رَجُلٌ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، فَإِنْ لَمْ يَعْرِفْ أُمَّهُ؟ قَالَ:"فَيَنْسُبُهُ إِلَى حَوَّاءَ، يَا فُلانَ بن حَوَّاءَ". رواه الطبراني
Syaikh Sulaiman bin Abdul Wahab dalam kitab as-Showaiq al-Ilahiyyah menjelaskan, bahwa tawassul adalah sebab yang dilegitimasi oleh Syara’ sebagai sarana dikabulkannya permohonan seorang hamba. Tawassul dengan para Nabi dan Wali dengan menyebut Asma’ ash-Sholihin Wa al-Mujahidin diperbolehkan baik di saat mereka masih hidup atau mereka sudah meninggal. Seandainya tawassul bukan sebab Syar’i, maka Rasulullah  tidak akan mengajarkan orang buta yang datang kepadanya agar bertawassul kepadanya. Dalam sebuah Hadits Rasulullah  mengajarkan kepada orang buta yang ingin sembuh dari butanya untuk berdoa dengan mengucapkan:
عَنْ عُثْمَانَ بْنِ حُنَيْفٍ أَنَّ رَجُلاً ضَرِيرًا أَتَى النَّبِيَّ  فَقَالَ يَا نَبِيَّ اللَّهِ ادْعُ اللَّهَ أَنْ يُعَافِيَنِي فَقَالَ إِنْ شِئْتَ أَخَّرْتُ ذَلِكَ فَهُوَ أَفْضَلُ لِآخِرَتِكَ وَإِنْ شِئْتَ دَعَوْتُ لَكَ قَالَ لاَ بَلْ ادْعُ اللَّهَ لِي فَأَمَرَهُ أَنْ يَتَوَضَّأَ وَأَنْ يُصَلِّيَ رَكْعَتَيْنِ وَأَنْ يَدْعُوَ بِهَذَا الدُّعَاءِ اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ وَأَتَوَجَّهُ إِلَيْكَ بِنَبِيِّكَ مُحَمَّدٍ  نَبِيِّ الرَّحْمَةِ يَا مُحَمَّدُ إِنِّي أَتَوَجَّهُ بِكَ إِلَى رَبِّي فِي حَاجَتِي هَذِهِ فَتَقْضِي وَتُشَفِّعُنِي فِيهِ وَتُشَفِّعُهُ فِيَّ قَالَ فَكَانَ يَقُولُ هَذَا مِرَارًا ثُمَّ قَالَ بَعْدُ أَحْسِبُ أَنَّ فِيهَا أَنْ تُشَفِّعَنِي فِيهِ قَالَ فَفَعَلَ الرَّجُلُ فَبَرَأَ. رواه أحمد
Sedangkan tawassul yang mengandung Bid’ah adalah seperti tawassul kepada setan, iblis, Rorokidul, menjerit-jerit dan histeris di kuburan, bertawassul dengan pohon beringin yang paling besar, Ruwatan, sesajen, dewa-dewa, dan sebagainya.
Adapun hubungan antara Sekuler-Wahhabi, menurut kami selama kita mengetahui sejarah pasti ada, Muhammad Abdul Wahab mulai mempropagandakan ajaran-ajarannya di wilayah Nejed dan mendapat dukungan sepenuhnya dari Muhammad Su’ud, penguasa Dzir’iyyah, negeri Musailimah al-Kadzab. Sebagaimana yang telah tersebut dalam buku kami, Muhammad Su’ud adalah seorang politikus yang ambisius yang mendirikan Saudi Arabia dengan bantuan Inggris dalam melakukan kudeta. Pada tahun 1713 M/ 1125 H terjadi kerjasama antara Muhammad bin Abdul Wahab dan intelejen Inggris, Hampr yang menjadikannya sebagai alat kepentingan politik Inggris untuk menghancurkan Khilafah Utsmaniyyah, menghilangkan Syarif-Syarif Makkah yang notabene berakidahkan Ahlussunnah Wal Jama’ah, sebagaimana keterangan kitab al-Ma’lumat an-Nafi’ah karya Ahmad Jaudat Basya.
Kenyataannya, Saudi Arabia (penyokong gerakan radikalis dan liberalis) tidak pernah peduli dengan invasi Amerika (pendana gerakan-gerakan liberalis) ke Irak, Afghanistan, Pakistan, agresi Israel ke Palestina, Lebanon. Bahkan keduanya saat ini melakukan kerjasama dalam penyerangan ke Yaman Utara.

Ibnu Baz dan Kepentingan Yahudi
Karena faktor keilmuan Ibnu Baz yang belum tuntas belajar ilmu agama terutama ilmu hadits, tidak jarang ia mengeluarkan fatwa yang aneh-aneh dan kontroversial. Pada tahun 1994, Ibnu Baz pernah mengeluarkan fatwa yang memperbolehkan kaum muslimin mengadakan perdamaian permanen tanpa batas dan tanpa syarat dengan pihak Yahudi. Ia berasumsi bahwa fatwanya ini sesuai dengan al-Kitab dan as-Sunnah. Akhirnya fatwanya ini mendapat sambutan hangat dari orang-orang Yahudi Israel, sehingga Shimon Perez, Menlu Israel segera meminta Negara-negara Arab dan kaum Muslimin agar mengikuti fatwa Ibnu Baz untuk mengadakan hubungan bilateral dengan Israel. Fatwa kontroversial Ibnu Baz ini dilansir di berbagai media massa Timur Tengah, seperti surat kabar harian Nida’ al-Wathon Lebanon, edisi: 644, Harian al-Diyar Lebanon, edisi: 2276, surat kabar al-Muslimun Saudi Arabia, harian Telegraph Australia dan lain-lain. Tentu saja fatwa Ibnu Baz tersebut membuat sakit hati seluruh kaum muslimin, terutama warga muslim Palestina yang tengah berjuang membebaskan negerinya dari penjajahan Yahudi Israel.
Begitu juga Sekuleris dan Liberalis, sebuah kerjasama Zionis Internasional untuk menghancur-kan Islam, dengan menjauhkan pemahaman Islam yang sebenarnya.
Adapun hadits: اختلاف أمتي رحمة kami tidak pernah mencantumkan dalam buku kami, memang hadits tersebut dlo’if akan tetapi menurut disiplin ilmu mustholah hadits boleh digunakan untuk fadloilul a’mal, seperti untuk kesatuan dan persatuan umat Islam.
حَدِيْثُ: اِخْتِلاَفُ أُمَّتِيْ رَحْمَةٌ، الْبَيْهَقِيْ فِيْ الْمَدْخَلِ مِنْ حَدِيْثِ سُلَيْمَانَ ابْنِ أَبِيْ كَرِيْمَةَ عَنْ جُوَيْبِر عَنِ الضَّحَّاكِ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَهْمَا أُوْ تِيْتُمْ مِنْ كِتَابِ اللهِ فَالْعَمَلُ بِهِ لاَ عُذْرَ ِلأَحَدٍ فِيْ تَرْكِهِ، فَإِنْ لَمْ يَكُنْ فِيْ كِتَابِ اللهِ فَسُنَّةٌ مِنِّيْ مَاضِيَةٌ، فَإِنْ لَمْ تَكُنْ سُنَّةٌ مِنِّيْ فَمَا قَالَ أَصْحَابِيْ، إِنَّ أَصْحَابِيْ بِمَنْزِلَةِ النُّجُوْمِ فِيْ السَّمَاءِ، فَأَيَّمَا أَخَذْتُمْ بِهِ اِهْتَدَيْتُمْ، وَاخْتِلاَفُ أَصْحَابِيْ لَكُمْ رَحْمَةٌ، وَمِنْ هَذَا الْوَجْهِ أَخْرَجَهُ الطَّبَرَانِيْ وَالدَّيْلَمِيْ فِيْ مُسْنَدِهِ بِلَفْظِهِ سَوَاءٌ، وَجُوَيْبِر ضَعِيْفٌ جِدّاً، وَالضَّحَّاكُ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ مُنْقَطِعٌ، وَقَدْ عَزَاهُ الزَّرْكَشِي إِلَى كِتَابِ الْحُجَّةِ لِنَصْر الْمَقْدِسِيْ مَرْفُوْعاً مِنْ غَيْرِ بَيَانٍ لِسَنَدِهِ وَلاَ صَحَابِيْهِ وَكَذَا عَزَاهُ الْعِرَاقِيْ ِلآدَمَ بْنِ أَبِيْ اسَام فِيْ كِتَابِ الْعِلْم وَالْحكمِ بِدُوْنِ بَياَنٍ بِلَفْظِ: اِخْتِلاَفُ أَصْحَابِيْ رَحْمَةٌ ِلأُمَّتِيْ، قَالَ: وَهُوَ مُرْسَلٌ ضَعِيْفٌ، وَبِهَذَا اللَّفْظِ ذَكَرَهُ الْبَيْهَقِيْ فِيْ رِسَالَتِهِ اْلأَشْعَرِيَّةِ بِغَيْرِ إِسْناَدٍ، وَفِيْ الْمَدْخَلِ لَهُ مِنْ حَدِيْثِ سُفْيَان عَنْ أَفْلَحَ بْنِ حَمِيْدٍ عَنِ الْقاَسِمِ بْنِ مُحَمَّدٍ قَالَ: اِخْتِلاَفُ أَصْحَابِ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَحْمَةٌ لِعِبَادِ اللهِ، وَمِنْ حَدِيْثِ قَتَادَةَ أَنَّ عُمَرَ بْنَ عَبْدِ الْعَزِيْزِ كاَنَ يَقُوْلُ: مَا سَرَّنِيْ لَوْ أَنَّ أَصْحَابَ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمْ يَخْتَلِفُوْا لِأَنَّهُمْ لَوْ لَمْ يَخْتَلِفُوْا لَمْ تَكُنْ رُخْصَةٌٌ، وَمِنْ حَدِيْثِ اللَّيْثِ بْنِ سَعْدٍ عَنْ يَحْيَى بْنِ سَعِيْدٍ قَالَ: أَهْلُ الْعِلْمِ أَهْلُ تَوْسِعَةٍ. وَمَا بَرِحَ الْمُفْتُوْنَ يَخْتَلِفُوْنَ فَيُحِلُّ هَذَا ويُحَرِّمُ هَذَا فَلاَ يَعُيِّبُ هَذَا عَلَى هَذَا إِذَا عَلِمَ هَذَا، وَقَدْ قَرَأْتُ بِخَطِّ شَيْخِنَا: إِنَّهُ يَعْنِيْ هَذَا الْحَدِيْثُ حَدِيْثٌ مَشْهُوْرٌ عَلَى اْلأَلْسِنَةِ، وَقَدْ أَوْرَدَهُ ابْنُ الْحَاجِبِ فِيْ الْمُخْتَصَرِ فِيْ مَبَاحِثِ الْقِيَاسِ بِلَفْظِ: اِخْتِلاَفُ أُمَّتِيْ رَحْمَةٌ لِلنَّاسِ، وَكَثُرَ السُّؤَالُ عَنْهُ، وَزَعَمَ كَثِيْرٌ مِنَ اْلأَئِمَّةِ أَنَّهُ لاَ أَصْلَ لَهُ، لَكِنْ ذَكَرَهُ الْخَطاَّبِيْ فِيْ غَرِيْبِ الْحَدِيْثِ مُسْتَطْرِداً، وَقَالَ اِعْتَرَضَ عَلَى هَذاَ الْحَدِيْثِ رَجُلاَنِ، أَحَدُهُمَا مَاجِنٌ وَاْلآخَرُ مُلْحِدٌ، وَهُمَا اِسْحَاقُ الْمُوْصِلِيْ وَعَمْرٌو بْنُ بَحْرٍ الْجَاحِظِ، وَقَالاَ جَمِيْعاً: لَوْ كَانَ اْلاِخْتِلاَفُ رَحْمَةً لَكَانَ اْلاِتِّفَاقُ عَذَاباً، ثُمَّ تَشَاغَلَ الْخَطَّابِيْ بِرَدِّ هَذَا الْكَلاَمِ، وَلَمْ يَقَعْ فِيْ كَلاَمِهِ شِفَاءٌ فِيْ عَزْوِ الْحَدِيْثِ، وَلَكِنَّهُ أَشْعَرَ بِأَنَّ لَهُ أَصْلاً عِنْدَهُ، ثُمَّ ذَكَرَ شَيْخُنَا شَيْئاً مِمَّا تَقَدَّمَ فِيْ عَزْوِهِ. (المقاصد الحسنة: ج 1 / ص 14)
Adapun yang dimaksud dengan kata "Umati" dalam Hadits tersebut adalah para shahabat dan para ahli Hadits dan para mujtahid. Sedangkan "Rahmat" cakupannya hanya pada masalah-masalah furu’iyyah, seperti Ibadah, Mu’amalah dan haji. Adapun masalah-masalah Ideologi (akidah) yang didukung oleh nash-nash qoth’i itu bersifat baku dan prinsipil.
Sedangkan penghormatan kepada Nabi lewat peringatan Maulid Nabi, memang hal yang baru yang belum pernah terjadi pada zaman Nabi, Shahabat dan Tabi’in. Namun adanya perintah dan anjuran untuk menghormati Nabi pada hari kelahirannya tersebut sudah tersirat dan terinspirasi di dalam jiwa sebuah Hadits Nabi . Seandainya para Shahabat tidak pernah melakukannya menurut kami karena mereka sudah hidup berdekatan dengan Nabi, melayaninya, dengan mengaji dan berjihad, karena substansi dari peringatan Maulid Nabi adalah ekspresi kebahagiaan dan rasa syukur akan lahirnya Nabi Muhammad . Itu adalah anugerah, dan setiap anugerah Allah SWT harus kita terima dengan mensyukurinya.
Menurut pandangan kami, peringatan Isro’ Mi’roj Nabi Muhammad  bisa diqiyaskan dengan Maulidiyyah.
Jadi walaupun para Shahabat dan Tabi’in tidak pernah melakukannya bukan berarti hal tersebut tidak diperbolehkan, memandang satu Qo’idah Fiqhiyyah:
الأَصْلُ فِي العَادَاتِ وَالمُعاَمَلاتِ الإِبَاحَةُ حَتَّى يَدُلَّ الدَّلِيْلُ عَلَى التَّحْرِيْمِ
Hadits Nabi tersebut adalah:
عَنْ أَبِي قَتَادَةَ الأَنْصَارِيِّ  أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ  سُئِلَ عَنْ صَوْمِ اِلاثْنَيْنِ فَقَالَ فِيهِ وُلِدْتُ وَفِيهِ أُنْزِلَ عَلَيَّ. رواه مسلم
Bedanya, kalau puasa Senin adalah termasuk ibadah, sedangkan acara peringatan Maulidiyyah hanyalah sebatas tradisi masyarakat bukan ibadah.
 Dijelaskan dalam kitab Husnu at-Tafahhum Wa ad-Darki li Mas’alati at-Tarki karya Abu Fadhol Abdulloh al-Ghimmari, bahwa imam as-Sakhowi berkata: “Peringatan Maulid Nabi itu terjadi setelah abad tiga yang diprakarsai oleh Mu’iz li Dinillah al-Fathimi di Kairo pada tahun 362 H. Kemudian diteruskan oleh penguasa Arbil, yaitu Raja Mudhoffar Abu Sa’id al-Kubkuri bin Zainuddin Ali bin Buktikin pada abad enam sampai sekarang.
Kami hanya tidak rela kebiasaan-kebiasaan baik yang sudah turun- temurun ini dihilangkan, karena acara peringatan Maulid adalah ungkapan rasa syukur dan bahagia atas lahirnya Nabi yang membawa petunjuk sepanjang zaman.
Pengaruhnya menurut pandangan kami adanya misi Kristenisasi, penyebaran paham-paham yang menyimpang seperti Liberalisme, Sekulerisme, Kejawen, gerakan-gerakan Islam modern dan paham-paham sesat lainnya yang terjadi di kota-kota besar, seperti Jakarta bisa terbendungkan dengan adanya peringatan Maulid tersebut, asalkan masih membaca kitab-kitab maulid seperti ad-Diba’i, al-Barzanji, Simtudduror dan Burdah. Satu contoh di Betawi, gencarnya kristenisasi di sana tidak mampu mempengaruhi masyarakatnya, karena mereka sangat kuat menanamkan rasa mahabbah kepada Nabi lewat peringatan-peringatan Maulid, Isro’ Mi’roj sehingga seringnya mereka berkumpul dengan Habaib, Kyai, orang-orang Sholeh, keimanan mereka semakin kuat sehingga tidak mudah terpengaruh oleh transformasi budaya Barat.
Syekh Abu Abdillah bin al-Haj dalam kitabnya al-Madkhol mengupas secara detail tentang peringatan Maulid Nabi. Beliau menyimpulkan bahwa peringatan tersebut sebagai implementasi rasa syukur terhadap Allah SWT dan Rosul-Nya. Beliau juga mencela dengan peringatan-peringatan tersebut yang mengandung kemungkaran dan kemaksiatan. Melihat fenomena di atas, Nabi Muhammad  tidak pernah melakukannya karena beliau khawatir peringatan-peringatan tersebut dianggap suatu kewajiban, dan inilah bentuk kasih sayang beliau terhadap umatnya.
Kami juga mengharamkan acara-acara tersebut jika sampai terjadi Ikhtilath Baina al-Rijal Wa an-Nisa’, bermewah-mewahan yang melampaui batas, menggunakan alat musik, adanya muballigh yang sering bergurau, bicara jorok/kotor dan lain sebagainya.
Masalah kami menukil buku-buku karya Bapak Hartono Ahmad Jaiz, itu sebatas kami membutuhkan informasi tentang masalah-masalah kekinian yang berhubungan dengan Liberalisme, Sekularisme dan paham-paham yang menyimpang lainnya, walaupun kami tidak sependapat dengan beliau dalam beberapa masalah.
Adapun sifat wujud bagi Allah SWT adalah sifat Nafsiyyah (al-Wujud Ainul Maujud). Jadi sifat wujud merupakan sifat yang suatu Dzatnya tidak bisa dirasio kecuali dengan sifat tersebut. Namun wujudnya Allah SWT itu berbeda dengan makhluk karena Allah SWT mempunyai sifat Wahdaniyyah Fi adz-Dzat Wa ash-Shifat Wa al-Af’al. Berarti wujudnya Allah SWT jelas beda dengan manusia. Kalau wujudnya manusia tersusun dengan beberapa juz seperti daging dan tulang, maka wujudnya Allah SWT tidak demikian.
Memang dalam menyikapi ayat-ayat mutasyabihat yang mengandung makna kejisiman Allah seperti wajah, yad, dan lainnya timbul perbedaan pendapat di kalangan ulama. Menurut kesepakatan ulama Asy’ariyyah dan Maturidiyyah bahwasanya ketidakjisiman Allah itu sudah final dan menjadi akidah mereka sedangkan ayat-ayat tersebut harus ditakwil, kaum Wahhabiyyah menetapkan makna-makna leterlek dari ayat tersebut walaupun berakibat tajsim, dan ulama salaf lebih memilih tafwidl, menyerahkan makna hakikinya kepada Allah SWT. Dalam hal ini kami mengajak untuk bersama-bersama menyepakati bahwa keberadaan Allah SWT jauh dari kekurangan-kekurangan jisim seperti merasa capek, mengantuk, tidur, mempunyai syahwat, menangis (sebagaimana anekdot Gus-Dur) dan menyesal setelah menciptakan langit dan bumi (sebagaimana anggapan orang-orang Yahudi).
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ البَصِيرُ (الشورى ص: 11)
Akhirnya, kami mengajak kepada semua komponen yang ada untuk bersama-sama memerangi kemaksiatan dan kekufuran yang terang-terangan terjadi di mana-mana. Tradisi Hindu-Budha masih berkembang subur di tengah-tengah masyarakat kita, seperti ruwatan, larung sesajen, sinden tayub, sedekah bumi, sedekah laut, mitung dino, juga transformasi budaya Barat lewat media massa, media elektronik secara sistematis, dengan melupakan perbedaan yang bersifat furu’iyyah.
Gus-Dur sudah meninggal, namun ajaran-ajarannya yang Sekuleris, Liberalis, Pluralis, Syi’i, Kejawen yang diwariskan kepada generasi dan orang-orang didikannya seperti Sa’id Aqil Siradj, Masdar Farid Mas’udi dan Ulil Abshar Abdalla sebagaimana yang telah kami sebut dalam buku kami, selalu mengintai di sekitar kita. Gus-Dur dan orang-orangnya sebenarnya bukanlah apa-apa. Mereka menjadi besar karena dibesar-besarkan oleh media massa, sekalipun pemikirannya banyak yang menyimpang bahkan terkadang kufur. Bukan hanya di-blow up habis-habisan, tapi juga diberi ruang publik untuk melontarkan gagasan nyleneh-nya di media massa. Sebut saja seperti koran Tempo, majalah Tempo, Kompas, Jawa Pos, tak terkecuali TV swasta seperti TV One, Metrotv yang menayangkan secara full pasca kematiannya. Media massa seakan-akan memaksa mereka yang kontroversial untuk menjadi panutan masyarakat. Pemberitaan-pemberitaan media massa tersebut sudah mengarah ke pengultusan individu, mengagung-agungkan Gus-Dur melebihi kepantasan. Mereka kemukakan opini baik tentang Gus-Dur tanpa melihat fakta-fakta yang ada yaitu sebagai penggerak liberalisasi, sekularisasi, pluralisme, dan ajaran-ajaran kufur lainnya. Namun karena rekayasa media yang luar biasa akhirnya ia tampil sebagai tokoh superman yang penuh keistimewaan dan tidak pernah melakukan kesalahan.
Kita dituntut untuk lebih kreatif dan kritis terhadap perkembangan zaman. Apalagi akhir-akhir ini, mereka sudah memasuki wilayah pesantren yang merupakan benteng pertahanan Islam dengan memberikan cap-cap buruk pada pesantren sebagai sarang teroris, kolot dan sebagainya. Mereka menyuarakannya dengan berbagai cara. Beredarnya film Perempuan Berkalung Sorban garapan sutradara muda Hanung Bramantyo, novel Ayat-Ayat Cinta karya Habiburrahman el-Shirozy (mengandung Pluralisme), film kiamat 2012 dari Amerika yang disutradarai oleh Rolland Emmirich, sinetron Hareem sutradara S. Subakti I.S., dan sinetron Inayah yang disutradarai Aateq Syach, sebagai salah satu paket dari Barat untuk memberikan cap buruk pada pesantren khususnya dan agama Islam pada umumnya.
Tayangan Idol, KDI, Idola Cilik, juga tidak luput dari upaya mereka untuk menggerogoti akidah umat Islam, yaitu “pengidolaan satu bintang pujaan” atau “blind devotion (ketaatan yang membabi-buta)”.
Beberapa tayangan vulgar yang disuguhkan beberapa stasiun televisi Indonesia dapat merusak moral bangsa, bahkan mengandung muatan misi kristenisasi, seperti program Natalan, Nglenong Nyok (TransTV), One Piece (GlobalTV) dan Suami-suami Takut Istri (TransTV), film kartun Naruto, Smack Down, Take Me Out (Indosiar), Infotainment dan lain sebagainya.
Ada sepuluh tayangan televisi yang bermasalah hasil penelitian Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Dalam tayangan tersebut tidak memperhatikan norma kesopanan dan kesusilaan, tidak memperlihatkan klasifikasi umur, banyak menampilkan kekerasan, merendahkan dan melecehkan orang lain. Program televise tersebut adalah Cinta Bunga (SCTV), Dangdut Mania Dadakan (TPI), Extravaganza (TransTV), Jelita (RCTI), Mask Rider Blade (AnTV), Namaku Mentari (RCTI), Rubiyah (TPI), Si Entong (TPI), Super Seleb Show (Indosiar), dan Mister Bego (AnTV).
Usulan pencabutan UU PNPS (Undang-Undang Program Nasional Pengembangan Standar) sebagai buntut kasus Ahmadiyyah oleh orang-orang yang bergabung dalam wadah organisasi AKKBB (Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan), yaitu organisasi yang merupakan aliansi cair dari 64 organisasi, kelompok, dan lembaga swadaya masyarakat, yang di dalamnya termasuk Lakpesdam NU dan Fatayat NU. Para pembela kafirin Ahmadiyyah dan aliran semacamnya yang terdiri dari orang-orang yang mengaku Islam secara bersama-sama mereka ‘pasang badan’ demi membela kesesatan Ahmadiyyah dengan menakut-nakuti dan memprovokasi bahwa umat Islam yang menolak keberadaan Ahmadiyyah akan mengancam keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, mengabaikan Konstitusi dan menghan-curkan sendi kebersamaan. Mereka memasang iklan di media massa setengah halaman dengan tema “Mari kita pertahankan Indonesia kita” yang di antara sederet nama pendukung Ahmadiyyah terdapat beberapa nama tokoh Islam yaitu: KH. Musthofa Bisyri, Ulil Abshar Abdalla, KH. Abdul A’la, KH. Abdul Muhaimin, KH. Abdutthawwab, KH. Husain Muhammad, KH. M. Imanul Haq Faqih, KH. Ghozali Sa’id, KH. Nuruddin Amin, KH. Rofi’i Ali, KH. Nuril Arifin, KH. Syarif Utsman Yahya, Ahmad Baso, Amin Rais, Ihlasul ‘Amal, Gus-Dur, Azyumardi Azra, Gusti Ratu Hemas, Yenni Zanuba Arifah Chafsoh, Shinta Nuriyyah, Maria Ulfah Anshor, Siti Musdah Mulia, Dawam Raharjo, Syafi’i Ma’arif, Muslim Abdurrahman, Muqsith Ghozaly, Ahmad Thohari, Zuhairi Misrawi, Zainun Kamal, Zakki Mubarok, Zacky Khoirul Umam, dll. Mereka bersama-sama kafirin yang tergabung dalam AKKBB membela mati-matian keberadaan Ahmadiyyah. Kemudian terjadi aksi serupa pembelaan terhadap AKKBB yang dilakukan oleh Garda Bangsa, Laskar dari GP Anshor dan Pasukan Berani Mati (PBM).
 PNPS merupakan undang-undang yang melarang setiap orang atau organisasi atau aliran kepercayaan melakukan penafsiran dan kegiatan yang menyimpang dari pokok-pokok ajaran suatu agama yang dianut di Indonesia. Usulan gelar Pahlawan Nasional kepada Gus-Dur yang dilakukan melalui forum diskusi, doa bersama lintas agama juga salah satu bentuk intervensi dari Zionis Internasional.
 Bunyi pasal 1 UU yang diperkarakan adalah “Setiap orang dilarang dengan sengaja di muka umum menceritakan, menganjurkan atau meng-usahakan dukungan umum untuk melakukan penafsiran tentang sesuatu agama yang dianut di Indonesia atau melakukan kegiatan-kegiatan agama itu atau penafsiran dan kegiatan."
Gus-Dur sebagai agen Zionis Internasional sebelum meninggal dunia, yang jauh sebelumnya pernah mengusulkan pencabutan TAP MPRS NO XXV tahun 1966 tentang pelarangan komunis, pernah mengajukan uji materi UU No 1/ PNPS/ 1965 tentang penyalahgunaan dan penodaan agama. Menurut Gus-Dur, undang-undang tersebut dianggap diskriminatif dan melanggar kebebasan beragama, sehingga bertentangan dengan pasal 28 huruf E dan pasal 29 ayat 2 UUD 1945.
Menurut pandangan kami, pernyataan Gus-Dur yang katanya negarawan, guru bangsa itu salah besar dan mengandung misi Zionis Internasional. Negara Indonesia memberi kebebasan bagi umat beragama, untuk menjalankan ibadah menurut agamanya masing-masing, sebagaimana tertuang dalam sila pertama Pancasila, “Ketuhanan Yang Maha Esa” dan Piagam Jakarta, ”Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan Syari’at bagi pemeluk-pemeluknya” yang mereka hapus itu. Gus-Dur dan antek-anteknya harus bisa membedakan kebebasan beragama dengan penistaan dan penodaan agama seperti yang dilakukan Ahmadiyyah dan Jaringan Islam Liberal (JIL) yang mengatasnamakan Islam. Kenapa mereka tidak berani menyebutnya agama Ahmadiyyah, atau agama JIL?
Gus-Dur dan antek-anteknya juga harus paham, bahwa sistem di Indonesia tidak hanya menganut azas formal belaka, tetapi juga menganut azas material (substantif). Ditegaskan dalam UU NO 10 tahun 2004 pasal 6, bahwa materi muatan peraturan perundang-perundangan mengandung azas: pengayoman, kemanusiaan, kebangsaan, kekeluargaan, kenusantaraan, Bhineka Tunggal Ika, keadilan, kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan, ketertiban dan kepastian hukum dan atau keseimbangan, keserasian, dan keselarasan.
Ini berarti memberi peluang dan angin segar terhadap munculnya bahaya Laten Komunis dan Laten China dan lain-lainnya yang diprakarsai oleh Liberalisme, Sekularisme, Pluralisme serta Neo-Liberalisme untuk mengeroyok kita.
Sebagai bukti, Partai Komunis Indonesia (PKI), sebuah organisasi yang telah dilarang di Indonesia hendak bangkit. Kali ini muncul di facebook lengkap dengan lambang Palu Arit yang hingga saat ini anggotanya sudah mencapai 2.087 orang dan diperkirakan akan terus bertambah. Ini bisa mengganggu stabilitas Negara dan merongrong kewibawaan Negara di mata dunia Internasional.
Munculnya kembali paham Bahaiyyah, suatu paham yang didirikan oleh Mirza Ali Muhammad Asy-Syairazi dari Iran yang masuk Indonesia sekitar tahun 1878. Sejak pemerintahan Soekarno aliran ini sudah dilarang di Indonesia, namun pada pemerintahan Gus-Dur justru diresmikan.
Kini aliran-aliran yang mempunyai tujuan penyatuan agama-agama tersebut tambah berkembang. Dilaporkan oleh Okezone edisi Oktober 2009, bahwa aliran Bahai berkembang di desa Ringinpitu, Kedungwaru, Tulungagung dan juga di Blitar Jawa Timur.
Menurut kami, justru yang lebih pantas dicabut dan dibubarkan adalah organisasi AKKBB, karena organisasi ini membawa misi Zionis Internasional yang ingin merubah dasar Negara Indonesia yang berketuhanan Yang Maha Esa, menjadi Negara Komunis (Atheis), dengan cara menyebarkan paham pluralis, doa bersama lintas agama, demokrasi, penolakan UU PNPS tersebut yang mengatur penodaan dan penistaan sebuah agama, sehingga setiap orang akan bebas menafsirkan suatu agama, aliran-aliran baru akan terus bermunculan tanpa adanya UU yang mengaturnya.
Pluralisme agama adalah suatu paham kufur yang mengajarkan bahwa semua agama sama dan karenanya kebenaran setiap agama adalah relatif. Oleh sebab itu, setiap pemeluk agama tidak boleh mengklaim bahwa agamanya saja yang paling benar sedangkan agama orang lain salah. Pluralisme agama juga mengajarkan bahwa semua pemeluk agama akan masuk dan hidup berdampingan di surga.
Dalam masalah akidah dan ibadah, umat Islam wajib bersikap eksklusif, dalam arti haram mencampur adukkan akidah dan ibadah umat Islam dengan akidah dan ibadah pemeluk agama lain. Bagi masyarakat muslim yang tinggal bersama penduduk agama lain (pluralitas agama), dalam masalah sosial yang tidak ada hubungannya dengan akidah dan ibadah, umat Islam bersikap inklusif, dalam arti tetap melakukan pergaulan sosial dengan pemeluk agama lain sepanjang tidak saling merugikan.
Islam mengakui realitas kemajemukan atau pluralistik. Terbukti tatkala tercetus Piagam Madinah, Rasulullah  menjumpai adanya pemeluk Yahudi, Nasrani, beliau tetap menegaskan, bahwa Islam adalah agama yang paling benar. Bahkan beliau mengirim surat ke beberapa Raja Eropa, seperti Heraklius, Muqauqis berupa ajakan untuk memeluk agama Islam.
Dampak Pluralisme adalah pendangkalan akidah. Di negeri ini, do'a bersama lintas agama yang melibatkan tokoh-tokoh NU bukan pemandangan asing lagi. Baru-baru ini acara serupa diselenggarakan di Sidoarjo yang melibatkan seorang tokoh NU, Hasyim Muzadi. Acara yang diberi tema “Forum Silaturahmi Nasional Lintas Agama” itu dihelat di GOR Sidoarjo pada hari Jum’at, 22 Januari 2010. Acara yang dihadiri oleh Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro dan Gubernur Jatim Soekarwo itu dalam rangka mendo’akan Gus-Dur. Bahkan dialog antar umat beragama, sebuah forum konferensi dialog antar umat beragama RI-AS atas inisiatif Presiden SBY dan Obama baru saja selesai kemarin di Jakarta, Rabu, 27 Januari 2010. Acara yang berlangsung mulai tanggal 25-27 Januari 2010 di Hotel Borobudur Jakarta itu menyimpulkan empat komitmen bersama yaitu: pengentasan kemiskinan, menjaga lingkungan, mempromosikan pendidikan mengenai keberagaman agama dan membantu Pemerintah menjalankan tugas-tugasnya dengan baik. Sejumlah tokoh agama dan pemuda dari berbagai institusi di Indonesia dan Amerika Serikat sepakat untuk mempromosikan sikap toleransi beragama di sekolah-sekolah dalam komunitasnya masing-masing. Mereka akan mem-promosikan mengenai pentingnya mengenal dan menghormati umat beragama lain, kata Zainal Abidin Bagir, panelis dialog lintas agama sekaligus Direktur Eksekutif Center For Religious and Cross Cultural Studies (CRCS). Selesai acara, 33 tokoh sejumlah agama dari kedua Negara tersebut berkeliling Jakarta untuk mengunjungi tempat-tempat ibadah. Yang dikunjungi pertama adalah masjid Istiqlal kemudian gereja Katedral, dua tempat ibadah terbesar di wilayah Jakarta.
Dalam bingkai ke-Indonesiaan paham yang membawa misi Zionis Internasional lewat Gus-Dur ini akan berdampak negatif yaitu memberi peluang akan munculnya aliran-aliran baru, penodaan dan penistaan sebuah agama, sehingga setiap orang bebas menafsirkan suatu agama.
Bagi umat Islam, do'a bersama bukan merupakan sesuatu yang baru. Sejak belasan abad, bahkan sejak agama Islam disampaikan oleh Nabi Muhammad , hingga sekarang, mereka sudah terbiasa melakukannya, baik dilakukan setelah shalat berjama'ah maupun pada event-event tertentu.
Do'a adalah suatu bentuk kegiatan berupa permohonan manusia kepada Allah SWT semata.
أَمَّنْ يُجِيبُ الْمُضْطَرَّ إِذَا دَعَاهُ وَيَكْشِفُ السُّوءَ وَيَجْعَلُكُمْ خُلَفَاءَ الْأَرْضِ أَإِلَهٌ مَعَ اللَّهِ قَلِيلًا مَا تَذَكَّرُونَ  [النمل : 62]
"Atau siapakah yang memperkenankan (doa) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdoa kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan dan yang menjadikan kamu (manusia) sebagai khalifah di bumi? apakah di samping Allah ada Tuhan (yang lain)? amat sedikitlah kamu mengingati(Nya)." (QS. Al-Naml: 62)
وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ [غافر : 60]
"Dan Tuhanmu berfirman: "Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguh-nya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku[1326] akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina." (QS. Al-Mu'min: 60)
[1326] yang dimaksud dengan menyembah-Ku di sini ialah berdoa kepada-Ku.
Allah memerintahkan agar berdo'a. Oleh karena itu, kedudukan do'a dalam ajaran Islam adalah ibadah. Bahkan Nabi Muhammad  menyebutnya sebagai otak atau intisari ibadah. Sebagai sebuah ibadah, pelaksanaan do'a wajib mengikuti ketentuan atau aturan yang telah digariskan oleh ajaran Islam. Di antara ketentuan paling penting dalam berdo'a adalah bahwa do'a hanya dipanjatkan kepada Allah SWT semata. Dengan demikian, di dalam do'a sebenarnya terkandung juga unsur akidah, yakni hal yang paling fundamental dalam agama (Ushul al-Din).
Di Indonesia akhir-akhir ini, dalam acara-acara resmi kemasyarakatan maupun kenegaraan umat Islam terkadang melakukan do'a bersama dengan penganut agama lain pada satu tempat yang sama. Do'a dengan bentuk seperti itulah yang dimaksud dengan do'a bersama. Sedangkan do'a yang dilakukan hanya oleh umat Islam sebagaimana disinggung di atas tidak masuk dalam pengertian ini. Do'a bersama tersebut telah menimbulkan sejumlah pertanyaan di kalangan umat Islam, terutama tentang status hukumnya. Atas dasar itu, MUI dalam Musyawarah Nasional VII tahun 2005 telah menetapkan fatwa tentang do'a bersama.
Bagi sejumlah kalangan, fatwa tersebut telah cukup dapat menjawab persoalan, akan tetapi bagi sebagian kalangan lain, Fatwa itu masih mengan-dung persoalan sehingga penjelasan lebih lanjut masih tetap diperlukan.
Berikut adalah fatwa yang dimaksud serta penjelasannya.
A.    Bentuk-bentuk do'a bersama:
1.    Satu orang berdo'a (memanjatkan do'a) sedang yang lain mengamininya (mengucapkan Amin).
2.    Beberapa orang berdo'a sedang yang lain mengamininya.
3.    Setiap orang berdo'a menurut agama masing-masing secara bersama-sama.
4.    Mengamini (mengucapkan amin kepada) orang yang berdo'a. Hal ini karena arti amin adalah istajib du'aana (perkenankan atau kabulkan do'a kami, ya Allah).
B.    Bentuk- bentuk do'a bersama yang haram:
1.    Setiap pemuka agama berdo'a secara bergiliran.
Dalam bentuk ini orang Islam haram mengikuti dan mengamini do'a yang dipimpin oleh non-muslim.
Mengapa haram mengamini do'a non-muslim? Karena, sebagaimana telah dijelaskan, ‘mengamini’ sama dengan berdo'a, dan ketika yang berdo'a non-muslim, maka orang Islam yang mengamini tersebut berarti ia berdo'a kepada tuhan yang kepadanya non-muslim berdo'a. Padahal konsep dan akidah mereka tentang Tuhan, menurut al-Qur’an, berbeda dengan akidah orang Islam.
لَقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ ثَالِثُ ثَلَاثَةٍ وَمَا مِنْ إِلَهٍ إِلَّا إِلَهٌ وَاحِدٌ وَإِنْ لَمْ يَنْتَهُوا عَمَّا يَقُولُونَ لَيَمَسَّنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ  [المائدة : 73]
"Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan: "Bahwasanya Allah salah seorang dari yang tiga", padahal sekali-kali tidak ada Tuhan selain dari Tuhan yang Esa. Jika mereka tidak berhenti dari apa yang mereka katakan itu, pasti orang-orang yang kafir diantara mereka akan ditimpa siksaan yang pedih." (QS. Al-Maidah: 73)
Dengan demikian, orang Islam yang mengamini do'a yang dipanjatkan oleh non-muslim dapat dikategorikan kafir atau musyrik.
Orang Islam yang karena alasan tertentu harus mengikuti do'a bersama, maka ketika non-muslim memanjatkan do'a, ia wajib diam dalam arti haram mengamininya.
2.    Muslim dan non-muslim berdo'a secara serentak (misalnya mereka membaca teks do'a bersama-sama).
Do'a Bersama dalam bentuk ini hukumnya haram. Artinya orang Islam tidak boleh melakukannya. Sebab do'a seperti itu dipan-dang telah mencampuradukkan antara ibadah (dalam hal do'a), yang haq (sah, benar), dengan ibadah yang bathil (batal). Dan hal ini dilarang oleh agama.
وَلَا تَلْبِسُوا الْحَقَّ بِالْبَاطِلِ وَتَكْتُمُوا الْحَقَّ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ  [البقرة : 42]
"Dan janganlah kamu campur adukkan yang hak dengan yang bathil dan janganlah kamu sembunyikan yang hak itu, sedang kamu mengetahui." (QS. Al-Baqarah: 42)
Do'a bersama dalam bentuk kedua ini pun sangat berpotensi mengancam akidah orang Islam yang awam. Cepat atau lambat, mereka akan menisbikan status do'a yang dalam ajaran Islam merupakan ibadah, serta dapat pula menimbulkan anggapan bagi mereka bahwa akidah ketuhanan non-muslim sama dengan akidah ketuhanan orang Islam. Di sini berlakulah "Sadd al-Dzari'ah” dan “Daf'u al-Dharar".
3.    Seorang non-muslim memimpin do'a.
Dalam do'a bersama bentuk ketiga ini orang Islam haram mengikuti dan mengamini-nya, dengan alasan sebagaimana pada bentuk pertama.
C.    Bentuk-bentuk Do'a Bersama yang mubah
1.    Seorang tokoh Islam memimpin do'a.
2.    Setiap orang berdo'a menurut agama masing-masing.
Jadi kesimpulannya do'a bersama sebagaimana dimaksudkan dalam fatwa pada dasarnya tidak dikenal dalam Islam, dan karenanya termasuk Bid'ah. Akan tetapi tidak berarti semua bentuk do'a bersama haram hukumnya. Mengenai status hukumnya dijelaskan pada angka 2 s.d. 6.
Ada tiga bentuk do'a bersama yang bagi orang Islam haram melakukannya. Dua bentuk disebabkan orang Islam mengamini do'a non-muslim, dan satu bentuk disebabkan mencampuradukkan ibadah dan akidah dengan ibadah Islam dan akidah non-muslim.
Ada dua bentuk do'a bersama yang hukumnya mubah (boleh dilakukan) oleh umat Islam. Hal ini karena yang berdo'a adalah orang Islam sendiri dan tidak mengamini do'a non-muslim.
Larangan do'a bersama dalam tiga bentuk di atas (huruf B) tidak dapat dipandang sebagai pemberangusan terhadap kebebasan untuk menjalankan ibadah menurut keyakinan masing-masing, melainkan untuk melindungi kemurnian akidah dan ibadah umat Islam, serta merupakan penghormatan terhadap keyakinan setiap pemeluk agama.
Menghadiri do'a bersama yang dipimpin oleh non-muslim tidak diharamkan dengan syarat tidak mengamininya. Namun demikian, sebaiknya orang Islam tidak menghadirinya. Jika dipaksa harus menghadirinya ia wajib bersikap pasif (berdiam diri, tidak mengamininya) ketika non-muslim berdo'a.
Maksud kata "mengikuti" dalam fatwa, bagian kedua, angka 2 dan 4 adalah mengikuti do'a yang dipimpin oleh non-muslim yang disertai mengamininya atau mengikuti gerakan-gerakan dan tata cara berdo'a yang dilakukan oleh non-muslim walaupun tanpa disertai mengamininya. Oleh karena itu, bagi orang muslim mengikuti do'a non-muslim haram hukumnya, karena hal itu sama dengan mengikuti gerakan atau tata cara beribadah yang dilakukan oleh non-muslim. Sedangkan menghadiri semata do'a non-muslim, tanpa mengikuti gerakan-gerakan dan tata caranya dan tanpa mengamininya tidak diharamkan sebagaimana dijelaskan di atas.
Pasca meninggalnya Gus-Dur 30 Desember 2009 lalu membuat para pengikutnya bersemangat memperjuangkan dia sebagai Pahlawan Nasional bukan hanya itu mereka memperlakukan Gus-Dur dengan berbagai keistimewaan, seperti usulan untuk menjadikan tanggal 30 Desember sebagai hari Pluralisme, kemudian merubah nama jalan, hingga rencana mendirikan Universitas Abdurrahman Wahid. Bahkan Presiden SBY menyebut Gus-Dur sebagai “Bapak Pluralisme”.
Oleh pejabat, kerabat dan kolega serta pengikutnya, Gus-Dur merupakan sosok yang gigih dalam memperjuangkan demokrasi dan pluralisme. Tak heran jika pengusung pluralisme mengharapkan pemikiran Gus-Dur ada yang melanjutkan. Lucunya yang bukan pengikut Gus-Dur pun ikut-ikutan memberi dukungan. “Kami merasa perlu untuk melestarikan dan menjaga kontinuitas pemikiran Gus-Dur dengan mendirikan Universitas Abdurrahman Wahid. Harapannya, muncul Gus-Dur-Gus-Dur baru yang memiliki kepedulian untuk menjaga Pluralisme dan Multikulturalisme di Indo-nesia,” ujar ketua umum PB IKA PMII dan ketua DPP Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Arif Mudatsir Mandan.
Di dalam negeri Gus-Dur adalah seorang tokoh kontroversial, tapi di mata Internasional Gus-Dur laksana Dewa yang dipuja-puja. Segudang penghargaan diberikan kepadanya karena pembelaannya terhadap Hak Asasi Manusia (HAM) dan demokrasi. Masih segar dalam ingatan ketika Gus-Dur bertolak ke Amerika tanggal 3 Mei 2008 untuk memenuhi undangan Organisasi Zionis Yahudi Internasional untuk menerima penghargaan The Jewish Medal of Valor, sebuah medali penghargaan bagi orang-orang yang terbukti berani menjadi tameng bagi kepentingan Zionis-Yahudi. Simon Wiesenthal Center (SWC) adalah sebuah LSM ternama di Amerika yang bergerak dalam bidang penegakan HAM yang melindungi kepentingan kaum Zionis Yahudi Internasional.
Di tahun yang sama (2008), salah satu tokoh pendiri Shimon Perez Institute ini, mendapat penghargaan dari Temple University, Philadelpia, AS. Nama Abdurrahman Wahid didedikasikan perguruan tinggi itu untuk penghargaan terhadap studi dan pengkajian kerukunan antar umat beragama (Abdurrahman Wahid Chair of Islamic Study). Temple University menilai Gus-Dur sebagai salah satu tokoh di dunia Islam yang berjuang untuk dialog antar umat beragama. Selain diberi penghargaan, Gus-Dur juga menjadi narasumber di sejumlah forum.
Sebelumnya (1994), Gus-Dur menerima Ramon Magsaysay Award, Philipina. Gus-Dur juga banyak memperoleh gelar Doktor Kehormatan (Doktor Honoris Causa) dari berbagai lembaga pendidikan, di antaranya: Doktor Honoris Causa Universitas Jawaharlal Nehru, India (2000), Twente University, Belanda (2000), bidang perdamaian dari Soka University, Jepang (2002), bidang hukum dari Konkuk University, Seoul-Korea Selatan (2003), bidang kemanusiaan dari Netanya University, Israel (2003), dan sejumlah negara lain.
Di dalam negeri sendiri, Gus-Dur mendapatkan Suardi Tasrif Award dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI) sebagai Pejuang kebebasan berekspresi, persamaan hak, semangat keberagaman dan demokrasi di Indonesia (2006). Kemudian, Gus-Dur juga ditasbihkan sebagai “Bapak Kong Hucu” oleh beberapa tokoh Tionghoa di Jawa Timur.
Pasca meninggalnya Gus-Dur, bukan berarti mereka berhenti sampai di sini, propaganda aneka perusakan terhadap Islam lewat orang-orang didikan Gus-Dur yang keblinger dengan sokongan dana dari Zionis Internasional itu akan terus mereka lancarkan. Dengan sokongan dana yang begitu besar, mereka mampu mengendalikan media massa, terutama media-media TV, sehingga yang keluar dari media itu isinya hanya pujian, kekaguman, fantasi, obsesi yang mengagungkan tokoh.
Berangkat dari hal tersebut, diperlukan adanya ghiroh agama yang kokoh dan kontinu dalam membela ajaran yang diridloi oleh Allah SWT, serta perlunya merapatkan barisan dari semua komponen Islam dan Nasionalis yang ada dalam membendung dan menghadang pihak-pihak yang melakukan konspirasi jahat. Kami juga menghimbau dengan sangat kepada pihak-pihak yang terkait, baik pemerintah, Mahkamah Konstitusi (MK), Badan Koordinasi Pengawas Aliran Kepercayaan Masyarakat (Bakorpakem), Badan Intelijen Negara (BIN), Polisi Republik Indonesia (POLRI), organisasi-organisasi Islam maupun komponen-komponen pembela agama Islam lainnya, supaya menjemba-tani dan mendukung pelarangan aliran-aliran sesat di Indonesia yang lain, seperti JIL (Jaringan Islam Liberal), kegiatan doa bersama lintas agama, Ahmadiyyah, Bahaiyyah, Lia Eden dan pengikutnya, nabi-nabi palsu seperti Ahmad Moshaddeq, Abdurrahman, Aliran Milat Ibrahim di Kuningan, Surga Eden di Cirebon, LDII (Lembaga Dakwah Islam Indonesia), Yayasan-Yayasan milik Syiah yang sudah difatwakan oleh MUI sebagai aliran sempalan yang sesat, dan yang sejenisnya. Serta menolak usulan beberapa elemen masyarakat yang mengusulkan gelar kepada Gus-Dur sebagai Pahlawan Nasional, karena dia pernah meminta kepada masyarakat Aceh untuk menjadikannya sebagai ‘nabi’nya orang Aceh. Dia juga pernah mengatakan bahwa Al-Qur’an adalah “kitab suci paling porno sedunia”. Ini adalah termasuk bagian dari penistaan dan penodaan terhadap agama Islam. Langkah ini wajib kita lakukan guna menyelamat-kan umat Islam Indonesia dari kesesatan akidah, dekadensi moral dan adzab Allah SWT yang berkepanjangan.
Inilah jawaban singkat dari kami, tentunya terdapat kekurangan di sana-sini. Seandainya ada jawaban yang kurang detail, atau bahkan ada pertanyaan yang belum terjawab kami mohon maaf. Semua itu disebabkan kesibukan kami mengurus pesantren. Sebenarnya kami bukan seorang penulis ulung/ terkenal, karena kehadiran buku-buku kami baik yang berbahasa Arab atau Indonesia semua hanyalah sebuah kebetulan, yaitu atas permintaan beberapa panitia untuk mengisi suatu acara, itu pun sebatas fotocopy. Akhirnya dengan segala keterbatasan dan kekurangan semoga Allah SWT mengampuninya.
Wallahu A’lam Bi as-Showab.
Wassalamu’alaikum War. Wab.

 Sarang, 15 Shofar 1431 H.
 Hamba Allah

H. Muh. Najih Maimoen


Keputusan Fatwa
Majlis Ulama Indonesia (MUI)
Nomor: 7/ Munas VII/MUI/ II/ 2005
Tentang
Pluralisme, Liberalisme dan Sekularisme Agama

Majlis Ulama Indonesia (MUI), dalam Musyawarah Nasional (Munas) MUI VII pada 19-22 Jumadil Akhir 1426 H. / 26-29 Juli 2005 M.
Memutuskan:
Menetapkan: Fatwa Tentang Pluralisme Agama dalam pandangan Islam
A.    Pertama: Ketentuan Umum
Dalam Fatwa ini, yang dimaksud dengan:
1.    Pluralisme agama adalah suatu paham yang mengajarkan bahwa semua agama adalah sama dan karenanya kebenaran setiap agama adalah relatif. Oleh sebab itu, setiap pemeluk agama tidak boleh mengklaim bahwa hanya agamanya saja yang benar sedangkan agama yang lain salah. Pluralisme juga mengajarkan bahwa semua pemeluk agama akan masuk dan hidup berdampingan di surga.
2.    Pluralitas agama adalah sebuah kenyataan bahwa di negara atau daerah tertentu terdapat berbagai pemeluk agama yang hidup secara berdampingan.
3.    Liberalisme adalah memahami nash-nash agama (al-Qur’an dan as-Sunnah) dengan menggunakan akal pikiran yang bebas dan hanya menerima doktrin-doktrin agama yang sesuai dengan akal pikiran semata.
4.    Sekularisme adalah memisahkan urusan dunia dari agama, agama hanya digunakan untuk mengatur hubungan pribadi dengan Tuhan. Sedangkan hubungan sesama manusia diatur dengan berdasarkan kesepakatan sosial.
B.    Kedua: Ketentuan Hukum
1.    Pluralisme, Sekularisme dan Liberalisme agama sebagaimana dimaksud pada bagian pertama adalah paham yang bertentangan dengan ajaran agama Islam.
2.    Umat Islam haram mengikuti paham Pluralisme, Sekularisme, Liberalisme agama.
3.    Dalam masalah akidah dan ibadah umat Islam wajib bersikap eksklusif, dalam arti haram mencampuradukkan akidah dan ibadah umat Islam dengan akidah dan ibadah pemeluk agama lain.
4.    Bagi masyarakat muslim yang tinggal bersama pemeluk agama lain (pluralitas agama), dalam masalah sosial yang tidak berkaitan dengan akidah dan ibadah, umat Islam bersifat inklusif, dalam arti tetap melakukan pergaulan sosial dengan pemeluk agama lain sepanjang tidak saling merugikan.


Ditetapkan di: Jakarta
Pada tanggal: 22 Jumadil Akhir 1426 H./ 29 Juli 2005 M.
Musyawarah Nasional VII
Majlis Ulama Indonesia
Pimpinan Sidang Komisi C Bidang Fatwa Ketua, Sekretaris,
KH. Ma’ruf Amin Hasanuddin


DAFTAR PUSTAKA


    al-Qur’an al-Kariim.
    Abu Hasan Ali Bin Muhammad Bin Ibrahim Bin Umar, Tafsir al-Khozin.
    Abu Ja’far Muhammad bin Jarir Atthobari, Tafsir al- Thobari.
    Muhammad bin Ismail al-Bukhori, Shohih al- Bukhori.
    Muslim bin al-Hajjaj , Shohih Muslim.
    Sulaiman bin al-Ats'ats, Sunan Abi Dawud.
    Ahmad bin Syu'aib an-Nasai, Sunan an-Nasa'i.
    Muhammad bin Isa at-Tirmidzi, Sunan at-Tirmidzi.
    Ahmad bin Hanbal, Musnad Imam Ahmad.
    Abu Abdillah Muhammad bin Abdillah al-Hakim, Mustadrok.
    Ahmad bin al-Husain al-Baihaqi, Ma'rifat as-Sunan wal-Atsar.
    Ahmad bin al-Husain al-Baihaqi, Syu'abul Iman.
    Abul-Ala’ Muhammad bin Abdurrahman, Tuhfah al-Ahwadzi.
    As-Sakhowi, al-Maqasid al-Hasanah.
    Ibnu Qoyyim al-Jauziyyah, Ar-Ruh.
    Abu Bakar Utsman bin Muhammad Syatho ad-Dimyathi, I’anuttholibin.
    Sayyid Muhammad Alawy al-Maliky, Tahqiq al-Amal Fima Yanfa’u al-Mayyit Min al-A’mal.
    Sayyid Muhammad Alawy Al-Maliky, Mafahim Yajibu an-Tushohhaha.
    Sayyid Muhammad Alawy Al-Maliky, Manhaj al-Salaf Fi Fahmi an-Nushus Baina Nadloriyah wa at-Tathbiq.
    Sulaiman bin Abdul Wahab, as-Showaiq al-Ilahiyyah.
    Ahmad Jaudat Basya, al-Ma’lumat an-Nafiah.
    Jamil Afandi Shidqi, al-Fajru al-Shadiq.
    Abu Fadhol Abdulloh al-Ghimari, Husnu at-Tafahhum Wa ad-Darki li Mas’alati at-Tarki.
    Syekh Abu Abdillah bin al-Haj, al-Madkhol.
    Ahmad bin Muhammad bin Abu Bakar al-Khotib Al-Qostholani, Al- Mawahibu Al-Laduniyyah.
    DR. Romadlon al-Bouthi, as-Salafiyah.
    Prof. DR. M. Sayyid Tanthowi, Hadza Huwa Al-Islam.
    H. M. Najih Maimoen, Peran dan posisi wanita dalam Islam, Perbincangan Feminisme dan Kritik Bias Gender.
    H. M. Najih Maimoen, Kerusakan Jalan Pikiran Sa'id Aqil Siradj, Tanggapan Makalah Sa'id Aqil Siradj, 19 Oktober 1996 di Kantor PBNU.
    H. M. Najih Maimoen, Menangkal Kesesatan dan Pandangan Ulil Abshar.
    H. M. Najih Maimoen, Islam Radikal Antara Pro dan Kontra.
    Surat Himbauan DPD PKS Bogor, 22 April 2007.
    MUI, Fatwa Munas VII Majlis Ulama Indonesia.
    MUI, Koreksi terhadap Buku Fiqih Lintas Agama.
    H. Lutfi Bashori, Musuh Besar Umat Islam.
    H. Lutfi Bashori, Konsep NU & Krisis Penegakan Syari'at.
    Makhdum Khalid Al-Asrar, Meruntuhkan Opini, Khurafat & Bid’ah.
    Tantangan Da'wah Kontemporer, Liberalisme Islam di Indonesia.
    Adian Husaini, Nuaim Hidayat, Islam Liberal, Sejarah, Konsepsi, Penyimpangan dan Jawabannya.
    M. Sudarto, Ancaman dan Bahaya Islam Liberal.
    M. Sudarto, Transparansi Rasional Menjawab dan Menyoal Balik Pemikiran-pemikiran Liberal.
    Tim Bahtsul Masail PCNU Jember, Membongkar Kebohongan Buku ”Mantan Kyai NU Menggugat Sholawat dan Dzikir Syirik”.
    Hartono Ahmad Jaiz, Menangkal Bahaya JIL & FLA.
    Hartono Ahmad Jaiz, Jejak Tokoh Islam dalam Kristenisasi.
    Adian Husaini MA, Hendak Kemana Islam Indonesia.
    Nuim Hidayat, Imperialisme Baru.
    Adian Husaini MA., Pluralisme Agama.
    Maulawy Abu Ahmad, Membongkar Kedok Jaulah (edisi terjemah).
    M. Idrus Ramli, Madzhab Al-Asy'ari, Benarkah Ahlussunnah Wal Jama'ah?.
    Majalah Mafahim.
    Risalah Mujahidin.
    Majalah Sabili.
    Majalah GATRA, 21 Desember 2002.
    Kompas, 18 Nopember 2002.
    danang651.wordpress.com.
    www.hidayatullah.com, Jakarta, 6 Maret 2009.
    yakinku.wordpress.com.
    www.swaramuslim.net.
    Media Dakwah.
    Ust. Idrus Abidin, Lc. MA.
    Ir. Alimuddin A.Lajju, MM, MT, Majalah ICMI Muda (edisi Perdana, April 2007).
    alghuroba.org.
    www.scribd.com.
    infokito™,6 Juni 2008.
    tausyiah275.blogsome.com
    www.gatra.com, edisi 24 November 2010
    umum.kompasiana.com



DAFTAR ISI

Kata Pengantar ……………………………………….………    1
Muqaddimah………………………………………….……….    9
Liberalisme…………………………………………....……….    13
    - Liberalisasi Akidah Islam…………………………………    13
    - Liberalisasi Al-Quran…………………………...…………    28
    - Liberalisasi Syari’at Islam………………………...………    36
Salafy-Wahhaby…………………………………….....………    50
    - Pengertian Salaf………………………………………….    51
    - Asal-Usul Wahhaby (Salafy)………………...……………    52
    - Beberapa Penyimpangan Salafiyah (Wahhaby)...………    57
        - Penyimpangan Aqidah…………………..……………    57
        - Penyimpangan Syari’ah…………………….…………    58
    - Pokok-Pokok Ajarannya…………………….……………    58
        - Mengafirkan Orang-Orang Islam……………..………    58
        -    Condong ke Tajsim…………………………….……...    59
        -    Melarang Tawassul dan Diam Berdiri Menghadap Maqbaroh Rasul ……………..............................  
61
        -    Mengharamkan Tahlil dan Bacaan-Bacaan Lainnya yang Dihadiahkan Kepada Mayit……………….…….  
65
        -    Mengharamkan Maulid Nabi……………..……..........    67
        -    Mengharamkan Ziarah Kubur untuk Bertawassul atau Baca Fatihah, Tahlil dan Lainnya………………..  
68
        -    Mengharamkan Membaca Wirid Bersama dengan Keras ala Santri dan Yasin Fadilah…………………...  
70
        - Mengharamkan Yasin Fadilah…………………..........    72
        - Mengharamkan Do’a Qunut Shubuh………...............    73
Metodologi Komprehensif dalam Mengetahui dan Menafsiri Sebuah Nash………...............……….....................  
75
Tidak Ada Ruang Ijtihad dalam Akidah………...…………….    77
Masalah Khilafiyyah…………...………………………...........    80
Bid’ah….……………………………………………….…...….    83
    - Dalil-Dalil Bid’ah Hasanah……………………...……...…    84
        - Bid’ah Hasanah pada Zaman Rasulullah ………..    85
        -    Bid’ah Hasanah Setelah Wafatnya Rasulullah …    91
        - Bid’ah Hasanah Setelah Generasi Shahabat….……...    94
Antara Salafy-Wahhaby dan Jama’ah Tabligh……………….    99
Ketaatan Membabi-buta kepada Amir Jama’ahnya…............    103
Tabligh, Tharekat dan Tashawwuf…………………………...    105
Sekulerisme……………………..………………………. ……    111
    - Daulah Islamiyyah dan Negara Sekuler………………….    120
        - Eksistensi Daulah dalam Islam………….…………….    120
        - Kewajiban Mendirikan Daulah Islamiyyah……...........    136
        - Fakta Historis………………………………………….    137
Ruu Kuhp Beraroma Yahudi-Kristen………………..……….    152
Bahaya Sekularisasi Pendidikan……………………………..    162
    - Bahaya Sekulerisme……………………..……………….    166
Raksasa di Balik Program Liberalisasi Islam…..……………    168
    - Pengakuan The Asia Foundation…………..……………    171
    - Ulil dan Bantuan AS ………………………..…………….    174
Islam Liberal Mau Kemana?……..……………..…………….    177
Penjajahan Peradaban………………………..………...........    181
Tradisi Natal ………………………..………...........................    185
    - Kisah Natal………………………….…………………….    186
    - Ada Ibrah…………….…………….……………………..    188
Menara Doa Jakarta dan Perang Salib……………………….    190
Menelaah Laporan Kebebasan Beragama (Versi) Amerika...    199
Pro Kontra Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) ………….    210
    - Teks Fatwa……………………………….……………….    210
    - Koalisi Liberal-Ahmadiyah Vs MUI……………………….    212
    - Respon MUI…………….…………….…………………..    226
Menjawab Propaganda Pluralisme…………….….....………    233
Eksklusifitas Islam……….……….……….……….………….    239
Memerdekakan Kembali Indonesia……….……….…...........    248
    - Tak Berdaulat…………….…………….………………...    248
    - Pondasi Tauhid…………….…………….……………….    251
    - Peran Pemimpin…………….…………….………...........    252
    - Mewaspadai Penjajahan Modern………………………..    255
Penjajahan Ekonomi………………………..…………………    258
    -    Bangsa Tanpa Identitas………………………………….    260
    -    Keruk Hasil Bumi Indonesia………………………...........    261
    -    Kekuatan Asing Pengaruhi Kebijakan Politik dan Hukum    261
    -    Mulai Mengobok-Ngobok Indonesia…………………....    263
    -    Investasi Uang Panas…………………………………….    267
    -    Jebakan Hutang…………………………………………..    269
    -    Perbankan Menyerahkan Jantung ke Pihak Asing……...    270
    -    Memberi Informasi Rahasia ke Negara Tetangga………    271
    -    Industri Pelayaran…………………………………..........    271
    -    Asas Cabotage……………………………………………    272
    -    Penerbangan Asing………………………………………    272
    -    Habis Terang Terbitlah Gelap……………………………    274
    -    Pemiskinan Secara Sistematis…………………………...    276
    -    Eksistensi Hukum Adat……………………………..........    277
    -    Pertambangan dan Perminyakan………………………..    278



     -    Neo Liberalisme Pengelolaan Migas ……………………    279
    -    Nasionalisasi Migas……………. ………………….........    280
    -    Revolusi Lahan…………………..……………………….    281
    -    UU Mineral dan Batubara yang Banci............................    281
    -    BUMN itu Seharusnya……………………………………    282
    -    Lecehkan Hukum…………………………………………    283
    -    Penyimpangan Konstitusi...……………………………..    284
Ditemukan dua Klub Indonesia Pemasok Perjuangan Israel..    288
Sejarah Yahudi Di Indonesia..…………………………...........    290
    -    Keturunan Yahudi Indonesia..…………………………...    291
    -    Pedagang Sukses…………………………………………    293
    -    Gedung Bappenas...……………………………….........    296
    -    Siapa Bavatsky?.......……………………………….........    298
    -    Tradisi Merantau...………………………………............    299
    -    Antek-antek…......……………………………….............    300
Mengungkap artis Berdarah Yahudi di Indonesia ……..........    303
Propaganda Lintas Agama yang Kian Canggih……...............    309
Sejarah Kristenisasi di Indonesia……...............……...............    318
    -    Arti Kristenisasi.....…………………………….……........    318

-    Sejarah Kristenisasi versi Agama Protestan..……………    320

-    Sejarah Kristenisasi versi Agama Katolik ……….............    323
Program Jangka Panjang Kristenisasi di Indonesia................    327
    -    Konsep, Tujuan dan Kegiatan Kristenisasi ………..........    327
    -    Rencana Kristenisasi Bidang Ekonomi ...………............    329
    -    Rencana Kristenisasi Bidang Pendidikan.……….............    330
    -    Rencana Kristenisasi Bidang Politik….....……….............    331
    -    Rencana Kristenisasi Bidang Informasi...……….............    331
    -    Rencana Kristenisasi Bidang Pembangunan…………….    332
    -    Rencana Kristenisasi Bidang Hukum…...………............    332
    -    Keputusan Masalah Internal……………………………..    332
Misi Kristenisasi di Indonesia………………………………...    335
    -    Sejarah kristenisasi di indonesia….……………………..    338
    -    Target Kristenisasi………………………………………..    340
    -    Sarana dan Metode Kristenisasi…..……………………..    341
    -    Metodologi Kristenisasi di Indonesia……………………    342
    -    Membangun Gereja di Lingkungan Muslim….………….    343
    -    Menciderai Kehormatan Wanita Muslimah……………..    344
    -    Menyebarkan Narkoba…………………………………..    345
    -    Mengkristenkan Pasien Muslim…………………………    346
    -    Kesaksian Palsu…………………………………………..    347
    -    Perayaan Natal dengan Tampilan Islami.………………..    351
    -    Penyebaran Buku-buku Kristen………………………….    352
    -    Pengaruh Kristenisasi di Indonesia….…………………..    354
Jerat Politik Imperialis……………………..…………………    360
Penjajahan Ekonomi Neoliberal……………………..……….    372
Penjajahan Ekonomi AS atas Indonesia……………………...    381
    -    Penjajahan Ekonomi Lewat System ONH……………….    398
    -    Ada Apa Dibalik Bank Syariah?…………………………..    403
Membongkar Jaringan AKKBB……………………………….    405
    -    Strategi Pecah Belah Kelompok Islam…………………..    416
    -    Kelemahan Umat Islam Indonesia…...…………………..    421
Pengaruh dan Dampak Negatif Terhadap Islam…………….    426
Tanggapan Untuk Pembaca……………………..……………    437
Keputusan Fatwa MUI …………………………..……………    474
Daftar Pustaka …………………………………..……………    476

H. Muh. Najih Maimoen



Ancaman
Liberalisme, Salafy-Wahhaby, Sekularisme
terhadap Eksistensi
Ahlussunnah Wal-Jama'ah


 Dengan adanya informasi yang kami sajikan tentang  kata kata iklan sprite nyatanya nyegerin

, harapan kami semoga anda dapat terbantu dan menjadi sebuah rujukan anda. Atau juga anda bisa melihat referensi lain kami juga yang lain dimana tidak kalah bagusnya tentang Materi Pengayaan Pembelajaran Bagi Siswa SMP 2010  

. Sekian dan kami ucapkan terima kasih atas kunjungannya.


buka contoh marketing : https://ribathdeha.files.wordpress.com/2011/12/ancaman-akhir

No comments:

Post a Comment