Bambang W Soendoro, CEO Enesis Group: Mempertahankan Inovasi dalam Persaingan
pada adem sari kami punya adem sari ching ku - Siapa yang tidak kenal dengan Adem Sari, Sari Puspa yang kini berubah nama menjadi Soffel, Vegeta, dan Kispray. Keempat produk itu hadir dan seakan-akan bisa menjawab kebutuhan masyarakat pada masanya.Dua produk utama Adem Sari dan Soffel juga ternyata adalah produk lokal Indonesia yang sukses memasuki pasar internasional. Namun, satu hal yang lebih mengejutkan bahwa produk yang bernaung di bawah Enesis Group itu lahir dari perusahaan yang tak terlalu besar dan baru berumur 25 tahun.
Bambang W Soendoro, CEO Enesis Group: Mempertahankan Inovasi dalam Persaingan |
Foto:Republika/ Wihdan
CEO Enesis - Bambang W Soendoro
''Kami ini adalah perusahaan kecil di antara para raksasa,'' tutur CEO Enesis Group, Bambang W Soendoro, kepada Republika. Meski kecil, Enesis ternyata mampu melahirkan banyak produk yang inovatif dan efektif.
Lalu bagaimana perusahaan lokal ini mampu bersaing di lautan raksasa multinasional yang ada di Indonesia. Berikut petikan wawancara Bambang W Soendoro dengan wartawan Republika, Ichsan Emrald Alamsyah
Bagaimana perkembangan awal perusahaan Enesis?
Produk pertama kami adalah Sari Puspa hingga kemudian di awal 2000, Sari Puspa berubah nama menjadi Soffel. Kedua produk utama kami lainnya adalah Adem Sari dengan varian Ching Ku atau dikenal di luar negeri dengan Sensacool.
Secara umum, Enesis Group terbagi atas tiga perusahaan. Pertama, PT Herlina Indah. Perusahaan ini membuat produk non-food, seperti Soffel, Kispray, ForceMagic, dan Antis Antiseptic.
Kemudian, PT Sari Enesis membuat produk kategori food, seperti Adem Sari, Garglin, dan Vegeta. Marketama Indah yang menangani distribusi, terutama di wilayah Jakarta, Depok, Bogor, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek).
Mengenai pertumbuhan perusahaan?
Pertumbuhannya cukup menjanjikan hingga 15-20 persen. Perkembangan ini banyak dibantu oleh inisiatif strategis kami untuk masuk ke minuman ready to drink. Pada Adem Sari kami punya Adem Sari Ching Ku, kemudian coolant, proman yang semacam energy drink di botol. Itu menunjang pertumbuhan di 2014 ini.
Bagaimana untuk produk seperti Soffel dan Kispray?
Seperti saya sebutkan, produk terbesar kami adalah Adem Sari, Soffel, dan kemudian Kispray. Semuanya tumbuh baik, namun satu hal yang mendorong adalah peningkatan kelas menengah di Indonesia. Artinya, tren di bidang consumer goods itu sangat berhubungan dengan kelas menengah.
Contohnya, Adem Sari, ketika kelas menengah mulai mengalami pertumbuhan dan peningkatan, awareness terhadap kesehatan atau kebutuhan untuk tetap sehat juga meningkat. Masyarakat juga mulai bergeser, dari yang sebelumnya hanya terpikir mengobati, kemudian setelah memiliki pendapatan yang cukup dan membandingkan kalau sampai sakit, maka lebih tertarik untuk menjaga tubuh.
Sehingga, pergerakan middle class mendorong dari kuratif menjadi preventif. Jadi, produk-produk seperti suplemen, vitamin, atau semua yang bisa untuk menjaga tubuh pun mengalami peningkatan pesat.
Dalam beberapa tahun terakhir kami menilai Enesis banyak melakukan inovasi produk, bagaimana saat ini?
Inovasi itu adalah DNA dari Enesis. Seperti Adem Sari, Coolant, dan bahkan Kispray merupakan produk yang sangat inovatif di zamannya. Artinya, produk yang ketika diluncurkan pada masanya bisa nomor satu dan dua.
Ada beberapa produk, seperi Antis, Vegeta, dan Adem Sari adalah yang nomor satu di segmennya. Kami sendiri merasa inovasi merupakan kebiasaan yang dilakukan.
Namun, apa yang kami lihat dalam lima tahun terakhir, kompetisi begitu meningkat. Dalu umumnya satu perusahaan hanya bergerak di salah satu kategori, tetapi saat ini bercampur semua ingin menguasai berbagai kategori.
Ada beberapa perusahaan lokal besar yang mengeluarkan bermacam produk. Dari awalnya Unilever kemudian PnG mengeluarkan produk downey. Banyak perusahaan multinasional lebih memilih berinvestasi di Indonesia, seperti Loreal, Kao, itu semua tingkat kompetisi yang begitu besar.
Artinya, kami yang middle company harus bersaing dengan raksasa tersebut. Maka, kami merasa harus memilih segmen mana yang ingin dimasuki dan kemudian berinovasi di segmen tersebut.
Inisiatif kami yang begitu besar adalah masuk ke minuman siap saji (ready to drink). Kami banyak meluncurkan produk itu lantaran industri saat ini memasuki fase tersebut.
Kami belajar kemampuan organisasi dalam mengeluarkan produk yang tepat juga ada batasnya. Produk yang diluncurkan juga harus dalam jumlah yang tepat, ketika terlalu banyak maka akan sulit untuk mengontrolnya.
Apakah meluncurkan banyak produk memiliki pengaruh kurang baik?
Tentu saja, karena resources kita menjadi terlalu tipis, tidak bisa fokus dengan produk yang memiliki potensi besar. Makanya kami coba atur.Artinya apakah saat ini Enesis Group berada di comfort zone?
Tidak sama sekali, karena kami akan terus berinovasi. Kami menyadari bahwa sebagai challenger dan baru berusia 25 tahun, melawan yang lebih besar dan tua. Karena itu, yang kami tekankan selain memilih kategori, kami akhirnya menganalisis dan memutuskan ada dua hal yang harus dilakukan agar bisa menang dalam kompetisi.
Pertama harus mengerti konsumen dengan lebih baik. Sehingga, diejawantahkan dalam bentuk divisi market research yang relatif sophisticated, kemudian mengetahui perubahan pasar. Lalu yang kedua, harus mampu memanfaatkan ukuran kita yang nggak terlalu besar, menjadi lebih cepat. Artinya, jika kami ingin melakukan sesuatu harus lebih cepat dari kompetitor.
Kita harus merasa dua hal ini, di mana kami bisa mengerti kebutuhan konsumen dengan lebih baik dan mampu melayani lebih cepat akan menjadi nilai tambah. Dibandingkan dengan kompetitor yang lain, banyak strategi dan resources kami bertumpu pada hal itu.
Saat ini banyak perusahaan yang memproduksi ready to drink yang memilih untuk hanya sekadar menebar produk ke ritel. Namun ada yang masuk ke segmen tertentu, misalnya, pedagang bakso atau ke komunitas, bagaimana dengan Enesis?
Kita harus memilih pasar, karena kita tak bisa bersaing frontal dengan para raksasa. Lagi pula tidak ada gunanya juga bersaing frontal atau langsung head to head.
Makanya segmen kami itu functional ready to drink. Tak heran selain siap diminum, produk kami ada benefit lain. Misalnya untuk energi, melancarkan metabolism, dan lain-lain.
Target untuk tahun ini tumbuh berapa persen?
Kami tetap pertahankan antara 15 dan 20 persen, berharap bisa mendekati 20 persen. Tahun lalu kami tumbuh di atas 20 persen.
Mungkin tantangan bagi industri yang sangat relevan adalah pelemahan rupiah terhadap dolar Amerika Serikat. Artinya pelemahan ini mendorong biaya yang besar.
Kami memang melakukan ekspor, namun masih dalam jumlah kecil. Ekspor ke Vietnam, Thailand, dan Hong Kong. Dua produk yang lagi-lagi menjadi kunci kami, Soffel dan Sensacool atau Adem Sari.
Terkait ekspor dan pasar, bagaimana menurut Anda kehadiran Masyarakat Ekonomi ASEAN tahun depan?
Berdasarkan pengalaman, khususnya AFTA, Indonesia menjadi the most attractive market. Kemudian, Thailand dan Vietnam, sementara Enesis sudah masuk ke situ.
Artinya, kami sudah mengerti pasar di sana. Kami merasa kalau ada single market, kami sudah siap. Singapura buat kami bukan ancaman, begitu juga Malaysia.
Kalau saya garis bawahi, Malaysia sedikit lebih maju dalam menjual produk halal. Ini patut disayangkan, karena beberapa negara menjual sebagai pusat halal. Indonesia juga mulai mengejar, tapi Brunei dan Thailand juga sedang melakukan itu.
Kami sendiri sebenarnya ingin sekali masuk Malaysia dengan produk Soffel, tapi aturannya rumit sekali. Akhirnya kami memundurkan prioritas. Kami berharap setelah ada single market bisa lebih mudah masuk Malaysia.
Artinya MEA itu kesempatan?
Tentu saja membawa kesempatan bagi pemain yang memiliki produk ke tingkat regional.
Anda memiliki tiga produk ready to drink, yaitu Adem sari, Coolant, dan Proman?
Sebenarnya ketiga produk functional itu memiliki segmen yang besar. Akan tetapi, tiga ini tak sebanding misalnya dengan teh dan kopi.
Apakah bakal ada produk baru yang juga inovatif?
Kami sedang berupaya membuat produk inovatif di segmen Soffel dan Kispray. Sebenarnya banyak juga inovasi yang ada dalam pipeline kami dan coba kami matangkan.
Kemungkinan akan diluncurkan tahun depan. Tahun ini kami ingin fokus membangun bisnis ready to drink, yaitu menempatkan infrastruktur yang tepat bagi produk tersebut.
Apakah produk sachet atau kemasan mulai ditinggalkan industri?
Memang, kita tak bisa memungkiri bahwa ini pengaruh dari peningkatan taraf hidup. Sering kali kita dengar, peningkatan taraf hidup adalah pendapatan yang meningkat. Akan tetapi, jangan lupa aktivitasnya juga meningkat.
Kelas menengah menjadi lebih sibuk dan banyak menghabiskan waktu untuk bekerja, karena itu penghasilannya meningkat pesat. Dengan banyak waktu bekerja, masyarakat menjadi lebih banyak berada di luar rumah.
Sehingga, kebutuhan masyarakat kelas menengah, khususnya makanan dan minuman, sifatnya menjadi lebih ready to drink or consume. ed:khoirul azwar
Mencoba 'Berenang' di Akuarium
Bekerja di perusahaan besar, bagi Bambang W Soendoro membawa kenyamanan. Akan tetapi, untuk bisa banyak bergerak, ia harus berada di perusahaan yang masih harus banyak dikembangkan.
Alumni Elektro Institut Teknologi Bandung (ITB) ini mengaku dia pernah bekerja di beberapa perusahaan, baik itu consumer goods, otomotif, bahkan konsultan. Tercatat pria berumur 49 tahun ini pernah bekerja di Salim Group, Ford Motor Indonesia, Boston Consulting Group, dan Quaker Oat.
Ia menuturkan, bekerja di perusahaan multinasional seakan-akan seperti ikan yang berada di lautan. Begitu luas dan nyaman, akan tetapi untuk bisa tumbuh, ia harus beralih ke perusahaan nasional.
Ketika berada di Salim Group, Bambang seperti berada di sungai. Namun, untuk bisa banyak berbuat, ia pun pindah ke perusahaan lokal yang ukurannya tak begitu besar. ''Ini saya mencoba berenang di akuariumlah,'' ujar dia berkelakar.
Akan tetapi, meski tergolong perusahaan menengah, Enesis ternyata penuh tantangan. Tak heran, selama lima tahun menjadi CEO. ia berusaha banyak mengubah, khususnya divisi penting.
Bambang bersyukur saat ini seakan-akan Enesis telah membentuk divisi baru, yaitu minuman siap saji. Ke depan masih banyak perubahan yang ingin ia lakukan, khususnya menyangkut teknologi dan bagaimana lebih memahami keinginan masyarakat. rep:ichsan emrald alamsyah ed:khoirul azwar
Dengan adanya informasi yang kami sajikan tentang pada adem sari kami punya adem sari ching ku
, harapan kami semoga anda dapat terbantu dan menjadi sebuah rujukan anda. Atau juga anda bisa melihat referensi lain kami juga yang lain dimana tidak kalah bagusnya tentang Thaqif Tepung Goreng Serbaguna
. Sekian dan kami ucapkan terima kasih atas kunjungannya.
buka contoh marketing : http://www.republika.co.id/berita/koran/bincang-bisnis/14/09/15/nbxhun1-bambang-w-soendoro-ceo-enesis-group-mempertahankan-inovasi-dalam-persaingan
No comments:
Post a Comment