Backpacker Bareng Mama: Eropa

Backpacker Bareng Mama: Eropa

buzz marketing, guerilla marketing, integrated marketing, integrated marketing communications, marketing, marketing mix, marketing news, niche marketing, sports marketing, word of mouth marketing
Backpacker Bareng Mama: Eropa

“Ke Eropa, yuk”
” Kapan ke Eropa?”

“Tahun ini ya ke Eropa?”

Sudah sejak dua tahun lalu, berkali-kali Mama saya mengajak saya jalan-jalan ke negara-negara di Eropa. Namun berkali-kali juga saya menolaknya. Jadwal cuti saya belum memungkinkan, pun dengan keuangan. Ditambah lagi, paspor saya baru saja hilang, dan saya masih belum PD untuk menginjakkan kaki ke Eropa.

Bak pucuk dicinta ulam pun tiba. Di akhir bulan Juli tahun 2015, saya mencari tiket ke Belanda. Iseng. Ternyata, tiket untuk bulan September tergolong murah. Hanya sekitar 7 jutaan PP tiket KL-Amsterdam. Alhamdulillah, masih masuk ke bujet saya.

Saya sebenarnya sudah punya tiket promo super murah ke Dubai bersama kawan saya. Tadinya, dari Dubai kami berniat mengunjungi Tunisia, Iran, Maroko, atau negara apa saja yang tiketnya murah. Namun ternyata, kami tak kunjung memutuskan negara mana yang akan kami datangi. Akhirnya, saya memutuskan untuk merelakan tiket yang harganya tak sampai ratusan ribu itu dan berangkat backpacker ke Eropa bersama Mama.

Dalam dua bulan, saya grasak grusuk membuat segala persiapan. Bukan hal yang mudah, karena saya akan berangkat bersama Mama. Secara fisik, mama kuat. Tapi tentu saja, tak sekuat saya. Saya harus membuat itenerary yang matang, sehingga mama tak kelelahan di jalan.

Setelah browsing sana-sini, dan atas permintaan mama, saya akhirnya membuat rute begini: Jkt-KL-Amsterdam dan sekitarnya-Brussel-Paris-Lucerne (Swiss)-Milan-Venice-Amsterdam-KL-Jakarta.

Rute ini berubah di detik-detik terakhir. Awalnya saya membuat rute loop, dari Belanda, Brussel, lalu ke Paris dan menuju Jerman dan kemudian kembali ke Belanda. Italia saya skip meskipun saya ngebet ke sana, mama tak ingin ke sana. Namun tiba-tiba, si mama bersikeras ingin ke Swiss dan mau juga ke Italia, sehingga akhirnya rute berubah drastis. Bujet pun otomatis bertambah. Saya mesti membeli tiket pesawat dari Milan ke Amsterdam, yang untungnya tak terlalu mahal.

Naik Apa Kami?

Transportasi antar negara di Eropa cukup mudah dan banyak pilihan. Kalau mau nyaman dan cepat, kereta dapat jadi pilihan. Kalau mau harga murah, buslah yang harua dipilih. Namun karena mempertimbangkan mama yang susah tidur di bus dan tak tahan duduk lama-lama, saya tak ambil bus malam yang rutenya panjang. Saya ambil bus yang hanya butuh waktu 3-4 jam, dikombinasi dengan kereta cepat dan pesawat. Ini transportasi saya selama di Eropa sana.

Amsterdam-Brussel: Flixbus, seharga 8 Euro/orang

Brussel-Paris:  Megabus seharga 13 Euro

Paris-Zurich-Lucerne: Kereta cepat beli di voyages sncf, harga 49 Euro/org

Lucerne-Milan: Eurobus 30 Euro

Milan-Venice pp: Flixbus 40 Euro

Milan-Amsterdam: Easyjet

Dari beberapa bus yang saya naiki, Flixbus yang paling oke. Kondisi bus nyaman, ada wifi (penting buat saya!), dan pemberitahuan via sms-nya cukup baik. Tiket pun tak perlu di-print, cukup tunjukkan barcode yang ada di hape. Praktis ketika traveling, yang kadang susah dapat tempat menge-print.

Tip: Transportasi di Eropa akan lebih murah ketika dibuking dari jauh-jauh hari. Biasanya, tiket kereta dan bus sudah bisa dipesan 3 bulan sebelum keberangkatan.

Tidur di Mana Kami?

Lagi-lagi, karena bareng Mama, saya mencari penginapan yang nyaman. Tak asal seperti yang suka saya lakukan saat traveling sendiri atau bersama teman. Beberapa saya dapat dari rekomendasi orang, beberapa saya cari di airbnb.

Amsterdam: West Side Inn Amsterdam. Ini sebenarnya separuh kesalahan. Rencananya, saya buking ini di booking.com hanya untuk visa dan akan saya cancel kemudian. Tapi ternyata, karena terburu-buru, yang saya klik adalah harga yang tak bisa di-refund. Harganya memang murah untuk ukuran Amsterdam, namun letaknya agak jauh dari pusat kota walaupun dekat dengan stasiun trem dan dekat dengan supermarket muslim.
DSCF5926

Bagian dalam West Side Inn, saya pilih 3 tempat tidur, tapi dapat 4 tempat tidur!

Brussel:  Meininger Hotel City Center. Saya pilih ini karena desainnya yang bagus dan letaknya dekat dengan pusat kota. Hotel ini punya beberapa cabang di Eropa, termasuk di Amsterdam. Saya suka hotel ini, walau ternyata, jaraknya ke stasiun tak terlalu dekat juga, dan ke kota pun harus memutar karena ada sungai di depannya.
DSCF6501

kamar di Meininger Brussel. Desainnya ala industrial yang keren abis
DSCF6375

Bagian depan Meininger City Center.

Paris: Apartemen milik Seloa dan Karim. Saya pilih apartemen ini karena dekat area muslim, banyak toko makanan halal. Letaknya juga tak jauh dari stasiun kereta, walaupun jauh dari Eiffel. Apartemen kecil yang cantik, bersih, dan wangi. Ada 1 kamar, ruang tamu dengan sofabed, dapur lengkap plus mesin cuci. Saya memesannya lewat airbnb.
DSCF6600

Dapur milik Seloa dan karim

Lucerne: Awalnya, saya akan menginap di rumah salah satu kawan saya di Zurich. Namun tiba-tiba mertua kawan saya ini datang menginap di sana dan akhirnya saya mencari penginapan di Lucerne, yang lebih murah dan indah ketimbang Zurich. Via airbnb, saya menyewa rumah di pedesaan Wolhusen milik Martin Lipp. Sebuah rumah villa indah, harganya sangat murah, letaknya di desa. Berada di sini, saya terbayang cerita pedesaan di buku Poirot. Saya suka sekali. Namun letaknya ternyata cukup jauh dari kota Lucerne. Saya butuh waktu 30 menit untuk ke sana naik kereta!
DSCF7119

Halaman villa kami. Keren ya?

Milan: Il Giramondo. Karena rute ini berubah di detik terakhir, saya baru membuking hotel ketika saya di Paris. Dan semua hotel dan hostel sudah penuh untuk tanggal kedatangan saya. Alhasil, saya membuking hotel yang tersedia, dengan harga yang tak murah, 130 Euro untuk 3 orang per malam. Kamarnya lumayan nyaman dan lega, namun kamar mandi harus share. Kelebihannya, letaknya persis di depan Centre Milano, stasiun kereta yang menjadi pusat semua transportasi di Milan. Dari balkon kamar, saya bisa melihat stasiun dan keramaian di sana. Di bawahnya juga ada restoran Turki, yang selalu memberi saya harga diskon.😀

Venice: Kejadiannya mirip dengan penginapan di Milan. Awalnya saya tak mau menginap di sini, namun mempertimbangkan mama saya, akhirnya saya mencari penginapan. Saya baru membuking hotel ini di Paris, dan semua kamar penuh karena di Italia, saat itu adalah long weekend. Terpaksa, saya menginap di Hotel Al Vivit, sebuah hotel mahal yang katanya terletak di pusat kota. Ternyata, ia cukup jauh dari stasiun kereta walaupun dekat dengan halte bus menuju kota venesia. Saya lupa harganya, tapi saat itu saya dapat diskon 50 persen, walaupun tetap mahal bagi saya.
DSCF8026

kamar di Al Vivit. Berasa putri raja

buka contoh marketing : https://jilbabbackpacker.com/2016/06/07/backpacker-bareng-mama-eropa-trip/

No comments:

Post a Comment