Analisis Industri & Analisis Perusahaan

 Analisis Industri & Analisis Perusahaan

buzz marketing, guerilla marketing, integrated marketing, integrated marketing communications, marketing, marketing mix, marketing news, niche marketing, sports marketing, word of mouth marketing
 Analisis Industri & Analisis Perusahaan

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1         Latar Belakang
     Keputusan investasi bagi para investor mengandung risiko dan ketidakpastian. Investor tidak mengetahui dengan pasti hasil yang akan diperolehnya dari investasi yang dilakukannya. Yang bisa ia lakukan adalah memperkirakan berapa keuntungan yang diharapkan dari investasinya, dan seberapa jauh kemungkinan hasil yang sebenarnya nanti akan menyimpang dari hasil yang diharapkan. Pengetahuan tentang risiko merupakan suatu hal yang penting untuk dimiliki oleh setiap investor maupun calon investor. Seorang investor yang rasional, sebelum mengambil keputusan investasi harus mempertimbangkan dua hal, yaitu pendapatan yang diharapkan (expected return) dan risiko (risk) yang tergantung pada jenis investasinya. Apabila investor mengharapkan untuk memperoleh tingkat keuntungan yang tinggi, maka ia harus bersedia menanggung risiko yang tinggi pula.  Banyak masyarakat tertarik menginvestasikan dananya di sektor properti dikarenakan harganya yang cenderung selalu naik. Kenaikan harga properti cenderung naik disebabkan karena harga tanah yang cenderung naik, supply tanah bersifat tetap sedangkan demand-nya akan selalu bertambah besar seiring dengan pertambahan jumlah penduduk serta bertambahnya kebutuhan manusia akan tempat tinggal, perkantoran, pusat perbelanjaan, taman hiburan dan lain-lain.
     Sektor properti terdiri dari dua sub sektor yaitu sub sektor Real Estate dan Properti dan sub sektor Konstruksi. Masing-masing sub sektor memiliki risiko sistematis dan risiko tidak sistematis. Risiko sistematis merupakan risiko berkaitan dengan perubahan yang terjadi di luar pasar secara keseluruhan, misalnya perubahan suku bunga, inflasi, resesi ekonomi, kebijakan ekonomi secara menyeluruh, dan perubahan harapan investor terhadap perkembangan ekonomi. Risiko tidak sistematis merupakan risiko yang tidak terkait dengan perubahan pasar secara keseluruhan, dan terjadi karena karakteristik perusahaan atau institusi keuangan yang mengeluarkan sekuritas, misal dalam kemampuan manajemen, kebijakan investasi, kondisi dan lingkungan kerja. Investasi di sektor properti dan sektor konstruksi pada umumnya bersifat jangka panjang dan pertumbuhannya sangat sensitif terhadap indikator makro ekonomi, seperti pertumbuhan ekonomi, laju inflasi, tingkat suku bunga dan nilai tukar rupiah.
      Analisis industri menjadi tahap penting yang harus dilakukan. Para investor dan analis dapat mengidentifikasi peluang investasi, risiko dan return yang diharapkan ke depannya. Dalam analisis industri, investor mencoba memperbandingkan kinerja dari berbagai industri, untuk bisa mengetahui jenis industri apa saja yang memberikan prospek paling menjanjikan ataupun sebaliknya. Setelah melakukan analisis industri, investor nantinya akan dapat menggunakan informasi tersebut sebagai masukan untuk mempertimbangkan saham-saham dari kelompok industri mana sajakah yang akan dimasukan dalam portofolio yang akan dibentuknya.
1.2         Permasalahan
     Dari latar belakang tersebut, maka permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini antara lain:
1.     Bagaimana Analisis industri untuk sektor property dan real estate?
2.     Bagaimana Analisis perusahaan untuk perusahaan yang termasuk dalam sektor property dan real estate?

1.3         Tujuan
     Tujuan dari pembuatan makalah ini, antara lain:
1.     Untuk mengetahui bagaimana analisis industri untuk sektor property dan real estate.
2.     Untuk mengetahui bagaimana analisis perusahaan yang termasuk dalam sektor property dan real estate.


   BAB 2
PEMBAHASAN
2.1       Gambaran Umum Sektor Property dan Real Estate
    Menurut peraturan perundang-undangan di Indonesia, pengertian mengenai industri real estate tercantum dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No.5 Tahun 1974 yang mengatur tentang industri real estate. Dalam peraturan ini, pengertian industri real estate adalah suatu perusahaan yang bergerak dalam bidang penyediaan, pengadaan dan pematangan tanah bagi keperluan usaha-usaha industri termasuk industri pariwisata, yang merupakan suatu lingkungan yang dilengkapi dengan prasarana-prasarana umum yang diperlukan. Sedangkan definisi properti menurut Surat Keputusan Menteri Negara Perumahan Rakyat No.05/KPTS/BK4PN/1995, properti adalah tanah hak dan atau bangunan permanen yang menjadi objek pemilik dan pembangunan. Dengan kata lain, property dan real estate merujuk kepada pengertian yang sama yaitu bangunan baik berupa hak kepemilikannya beserta tanah tempatnya berada.
     Produk yang dihasilkan dari industri real estate dan property sangatlah beragam. Produk tersebut dapat berupa perumahan, apartment, rumah toko (ruko), rumah kantor (rukan), gedung perkantoran, pusat perbelanjaan berupa mall, plaza, atau trade center. Perumahan, apartment, rumah toko (ruko), rumah kantor (rukan), dan gedung perkantoran termasuk dalam landed property. Sedangkan mall, plaza, atau trade center termasuk dalam commercial building.
     Perusahaan properti & real estate merupakan salah satu sub sektor industri yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Perkembangan industri property & real estate begitu pesat, terbukti dengan semakin banyaknya jumlah perusahaan yang terdaftar di BEI. Pada tahun 1990-an jumlah perusahaan yang terdaftar hanya sebanyak 22 perusahaan, namun memasuki tahun 2000-an hingga tahun 2015 jumlah perusahaan terdaftar menjadi sebanyak 50 perusahaan.
2.2 Permasalahan dalam Sektor Industri Property dan Real Estate
     Sektor properti merupakan sektor yang berperan cukup penting bagi perekonomian suatu negara. Dengan tumbuhnya sektor properti menandakan adanya pertumbuhan ekonomi di masyarakat. Selain itu, dengan berkembangnya sektor ekonomi akan memicu pembangunan sektor-sektor lainnya. Dibanding tahun 1990-an, saat ini sektor properti telah tumbuh cukup pesat di Indonesia. Hal tersebut ditandai dengan banyaknya perusahaan yang bergerak di bidang property dan real estate. Pada tahun 1990-an perusahaan yang bergerak di bidang properti hanya 20-an perusahaan. Bahkan setelah terjadinya krisis tahun 1998, perusahaan properti yang mampu bertahan hanya 20 perusahaan saja. Namun, dengan membaiknya kondisi perekonomian, industri properti mulai bangkit dan hingga saat ini sudah terdapat 50 perusahaan properti yang terdaftar di BEI. Belajar dari pengalaman sebelumnya, bahwa perusahaan yang mampu bertahan adalah perusahaan yang memiliki struktur modal kuat, maka industri properti saat ini juga seharusnya memiliki kebijakan struktur modal yang dapat membuatnya bertahan pada masa krisis global yang terjadi pada 4 tahun terakhir ini.
     Krisis global yang dimulai tahun 2008 bersumber dari banyaknya kredit macet perumahan  akibat pemberian kredit yang kurang selektif. Krisis di Amerika tersebut akhirnya berdampak pada perekonomian dunia. Indonesia juga tidak luput dari dampak tersebut, bahkan pasar modal di Indonesia juga sempat ditutup untuk menghindari anjloknya harga saham ke level yang lebih rendah lagi.
     Industri properti tidak dapat lepas dari kredit perumahan sehingga suku bunga yang berlaku juga sangat berpengaruh pada industri properti. Oleh karena itu, industri properti harus lebih berhati-hati dalam menyusun struktur modal serta dalam pemberian kredit karena suku bunga merupakan faktor eksternal yang dapat memengaruhi struktur modal. Jika tidak berhati-hati, perusahaan dapat mengalami pailit bahkan harus ditutup. Terlebih apabila terjadi krisis seperti yang telah disebutkan di atas. Pada saat krisis, masyarakat mungkin tidak akan mampu membayar bunga kredit property yang telah berlaku. Jika tidak ada pemasukan, perusahaan akan kesulitan membayar hutangnya yang telah digunakan untuk operasional perusahaan.
     Satu hal yang perlu diperhatikan, suku bunga merupakan faktor eksternal yang tidak dapat dimanipulasi oleh perusahaan. Selain suku bunga, perubahan kurs dan tingkat inflasi juga merupakan faktor eksternal yang dapat memengaruhi struktur modal. Pada akhirnya perusahaan akan menyusun struktur modal berdasarkan faktor internal dengan pertimbangan meminimalkan risiko yang mungkin terjadi akibat perubahan faktor eksternal untuk mendapatkan struktur modal yang optimal.  
2.3 Profil Perusahaan yang termasuk sektor Property dan Real Estate
     Dari 50 perusahaan yang termasuk dalam sektor industri property dan real estate, saya mengambil 5 sampel perusahaan. Antara lain Agung Podomoro Land, Tbk; Alam Sutera Reality, Tbk; Ciputra Development, Tbk; Pakuwon Jati, Tbk dan Sentul City, Tbk. Berikut profil singkatnya:
2.3.1     Agung Podomoro Land, Tbk
     PT Agung Podomoro Land, Tbk. (APLN) merupakan bagian dari Agung Podomoro Group (APG), yang merambah bisnis properti sejak tahun 1969. APLN didirikan dengan nama PT Tiara Metropolitan Jaya berdasarkan Akta No. 29 tanggal 30 Juli 2004. Agung Podomoro Group (APG) merupakan perusahaan pengembang terbesar di sektor properti dan didirikan oleh Alm. Bp. Anton Haliman pada awal tahun 70-an yang kemudian sejak tahun 1986 diteruskan oleh Bp. Trihatma Kusuma Haliman.
     APLN hadir di tengah ketatnya persaingan di industri real estate dan bisnis properti dengan warna baru yang lebih modern dan unik dalam sistem pengelolaan bidang ritel, komersial, dan pemukiman yang di tawarkan. Berbeda dengan pengembang konvensional lain, APLN tidak berfokus pada persediaan lahan yang luas, namun lebih pada perputaran modal yang cepat dengan konsep “fast churn”, yang menjadikan APLN sebagai pengembang unik dibanding pengembang pesaing. APLN yang sampai saat ini telah berkarya selama 33 tahun dengan Agung Podomoro Grup sebagai induk perusahaan telah berkecimpung di dunia usaha properti. Salah satu bentuk  keberhasilan di dalam pengembangan hunian vertikal yaitu apartemen tersebar di beberapa wilayah Jakarta Selatan, Jakarta Pusat, Jakarta Barat, dan Jakarta Utara. Hingga tahun 2012, Agung Podomoro Group telah menyelesaikan 16 apartemen, 15 kawasan hunian, dan 16 kawasan komersial mixed-use. Sertifikat ISO 9001 untuk Menteng Executive Apartment dan Bukit Gading Mediterania di Kelapa Gading adalah sebuah pernyataan akan kapabilitas dan komitmen manajemen APG yang profesional terhadap para pemegang saham-nya.
2.3.2     Alam Sutera Reality, Tbk
            PT Alam Sutera Realty Tbk. adalah anak perusahaan dari grup Argo Manunggal yang bergerak di bidang property developer, didirikan oleh Harjanto Tirtohadiguno beserta keluarga pada 3 November 1993. Awalnya perusahaan ini bernama PT Adhihutama Manunggal, kemudian berganti nama menjadi PT Alam Sutera Realty Tbk pada 19 September 2007. Selain di Serpong, Alam Sutera sekarang juga sedang mengembangkan kawasan di daerah, Cikokol, Pasar Kemis dan Bali.
            Pada tahun 1994 PT Alam Sutera Realty Tbk. mulai mengembangkan proyek pertama di sebuah kawasan terpadu bernama Alam Sutera yang terletak di Serpong Utara, Tangerang Selatan dan Pinang, Kota Tangerang, provinsi Banten dan berlanjut hingga saat ini. Selain itu Alam Sutera juga melakukan pengembangan ke daerah Bali. Perusahaan ini menjadi perusahaan publik dan tercatat di Bursa Efek Indonesia sejak tanggal 18 Desember 2007. Saat ini perumahan Alam Sutera merupakan price leader untuk kawasan Serpong dimana harga tanah di Alam Sutera mencapai 13,7 jt/m2 untuk residensial dan 12,5 jt/m2 untuk komersial pada tahun 2014. Hal ini karena dibukanya akses tol langsung (Via tol Jakarta-Merak) ke kawasan Alam Sutera pada tahun 2009. Konsep bisnis ke depannya adalah untuk membangun properti yang mendatangkan nilai sewa seperti pusat perbelanjaan, perkantoran, hotel, dan exhibition center.
Kawasan yang telah berhasil dikembangkan adalah perumahan, apartemen, mall, dan superblock di kawasan Serpong, Kota Tangerang Selatan, dengan posisi yang berdekatan dengan beberapa pengembang besar, antara lain BSD, Summarecon Serpong, Paramount Serpong, dan Lippo Village. Lokasi yang menjadi pusat pengembangan saat oleh Alam Sutera adalah Alam Sutera Superblock (kawasan komersial dan juga perumahan Sutera Victoria) dan perumahan Suvarna Padi Golf Estate di Pasar Kemis Tangerang. Perumahan ini juga dilengkapi dengan fasilitas umum dan sosial seperti rumah ibadah, taman bermain, rumah sakit, mal dan hotel. Keunggulan yang dimiliki oleh Alam Sutera adalah akses langsung Jakarta via Tol Jakarta-Merak.
2.3.3    Ciputra Development, Tbk
            PT Ciputra Development Tbk (IDX: CTRA) adalah salah satu perusahaan properti Indonesia terkemuka. Didirikan pada tahun 1981, pengembangan properti perumahan skala besar dan komersial adalah keahlian bisnis dan inti perusahaan. Berkantor pusat di Jakarta, perusahaan telah memperluas operasinya dan saat ini mengembangkan dan mengoperasikan properti perumahan dan komersial dalam kota besar di seluruh Indonesia maupun proyek internasional yang terletak di Cina. Properti komersial Dikembangkan meliputi pusat perbelanjaan, hotel, apartemen dan lapangan golf. Rentang properti luas dan jaringan yang kuat mempromosikan perusahaan untuk menjadi salah satu perusahaan properti yang terdiversifikasi dalam hal produk, lokasi dan segmentasi pasar. Perusahaan pertama kali terdaftar di pasar saham pada tahun 1994 dan juga telah mencatatkan anak perusahaan, PT Ciputra Surya Tbk ("CTRS") dan PT Ciputra Property Tbk ("CTRP"), yang memiliki bisnis inti yang sama.
2.3.4    Pakuwon Jati, Tbk
            PT. Pakuwon Jati Tbk (IDX: PWON) atau yang dikenal sebagai divisi Pakuwon Group merupakan perusahaan publik yang bergerak dalam bidang real estate dan bermarkas di Surabaya, Indonesia. Perusahaan ini didirikan pada tahun 1982. Saat ini, PT. Pakuwon Jati mempunyai beberapa development di Surabaya, antara lain pembangungan apartemen Supermall Mansion di Pakuwon Indah, pembangunan TP 5, TP 6, dan The Peak Residence di Surabaya Tengah. Di Pakuwon City sedang dilaksanakan pembangunan apartemen Educity. Baru-baru ini, PT. Pakuwon Jati membangun development terbaru, yakni Grand Pakuwon, yang terletak di sebelah barat Surabaya, di daerah Margomulyo dan Tandes.
2.3.5    Sentul City, Tbk
            Sentul City adalah sebuah kawasan "kota pegunungan" seluas kira-kira 3000 hektare yang berada di Kecamatan Babakan Madang, Kabupaten Bogor, di sebelah timur Kota Bogor yang dikembangkan oleh PT Sentul City Tbk. Kawasan ini, dibangun sebagai tempat hunian sekaligus pariwisata, berada di ketinggian 215-500 meter di atas permukaan laut. Di Sentul City terdapat berbagai fasilitas publik seperti Bellanova Country Mall, Sekolah Pelita Harapan, KB/TK/SDS TARUNA BANGSA, Sentul Wonderland Outbound Kids, tempat olah raga, dan lain-lain.
PT. Bukit Sentul (sekarang PT. Sentul City, Tbk) berdiri pada April 1993 dan mulai melakukan pemasaran kawasan Bukit Sentul tersebut pada September 1993. Perumahan ini didirikan oleh Salimin Prawiro Sumarto, dan Tommy Soeharto Kegiatan pembangunan perumahan dan infrastruktur dimulai pada Januari 1994. Pada tahun 1997, dibuka akses langsung ke kawasan ini melalui pintu gerbang tol Sentul Selatan.
2.4     Analisis Perusahaan
     Dalam analisis perusahaan akan dibahas 2 komponen utama dalam analisis fundamental, yaitu EPS dan rasio P/E. Berikut penjabaran dan analisisnya:
2.4.1     EPS dan Laporan Keuangan
     EPS (Earning Per Share) adalah laba bersih yang siap dibagikan kepada pemegang saham dibagi dengan jumlah lembar saham perusahaan. Laporan keuangan ini merupakan informasi akuntansi yang menggambarkan seberapa besar kekayaan perusahaan, seberapa besar penghasilan yang diperoleh perusahaan serta transaksi-transaksi ekonomi apa saja yang telah dilakukan perusahaan yang bisa mempengaruhi kekayaan dan penghasilan perusahaan. Informasi laporan keuangan yang diterbitkan perusahaan merupakan salah satu jenis informasi yang paling mudah dan yang paling murah didapatkan dibanding alternatif informasi lainnya dan juga sudah cukup menggambarkan kepada kita sejauh mana perkembangan kondisi perusahaan selama ini dan apa saja yang telah dicapainya. Dengan menggunakan laporan keuangan, investor juga akan bisa menghitung berapa besarnya pertumbuhan earning yang telah dicapai perusahaan terhadap jumlah saham perusahaan.
     Bagi para investor, informasi EPS merupakan informasi yang dianggap paling mendasar dan berguna, karena bisa menggambarkan prospek earning perusahaan di masa depan. Jenis-jenis laporan keuangan berdasarkan informasi yang dikandungnya bisa dibagi dalam tiga laporan keuangan yaitu neraca, laporan laba rugi, dan laporan aliran kas perusahaan.
1.     Neraca
     Neraca adalah laporan keuangan yang menggambarkan kondisi finansial perusahaan pada suatu waktu tertentu.
2.     Laporan Rugi laba
     Laporan Rugi Laba dalah ringkasan profitabilitas perusahaan selama periode waktu tertentu, misalnya satu tahun. Dalam analisis laporan rugi laba perlu dilakukan pembedaan unsur-unsur biaya yang tercantum dalam laporan rugi laba menjadi: biaya produksi, biaya administrasi dan umum, biaya bunga, dan biaya pajak penghasilan.
     Informasi laba yang diperoleh perusahaan bisa dijadikan dasar untuk menilai seberapa besar nilai kembalian investasi yang dilakukan (atau dikenal dengan istilah return on investment/ROI)
3.     Laporan Arus Kas
     Laporan ini memuat aliran kas yang berasal dari tiga sumber yaitu operasi perusahaan, investasi, dan aktivitas pendanaan yang dilakukan perusahaan.
     Ada dua perbedaan antara laporan arus kas dengan laporan rugi laba dan neraca perusahaan, yaitu:
a.     Neraca dan laporan rugi laba disusun atas dasar metode aktual akuntansi, sedangkan laporan arus kas hanya mencatat transaksi yang menyebabkan aliran kas secara nyata.
b.    Laporan rugi laba memasukkan pos depresiasi untuk “menghaluskan” pengeluaran modal yang terlalu besar dalam laporan rugi laba. Sedangkan laporan arus kas hanya mencatat transaksi pengeluaran modal perusahaan pada saat transaksi itu terjadi.
2.4.2     Analisis Rasio Leverage Perusahaan
     Rasio Leverage adalah rasio yang mengukur sejauh mana sebuah perusahaan dibiaya oleh utang. Rasio ini terdiri dari:
1. Debt Ratio → rasio ini mengukur proporsi total asset yang dibiayai oleh kreditur (hutang jangka panjang).
2. Equity Ratio → rasio ini mengukur proporsi total asset yang dibiayai oleh investor (modal).
3. Debt to equity Ratio → rasio yang mengukur struktur modal yang dimiliki oleh perusahaan. Semakin rendah angka rasio ini semakin baik.
    Jika debt ratio perusahaan semakin tinggi, maka semakin besar financial leverage, dan semakin besar pula proporsi dana kreditur yang digunakan untuk menghasilkan laba. Semakin tinggi debt ratio, maka semakin beresiko bagi perusahaan (kemungkinan perusahaan tidak dapat membayar semua hutangnya).
2.4.3    Analisis Perusahaan 5 (lima) Perusahaan yang Tergabung Dalam Industri Property dan Real Estate
            Berikut merupakan analisis terhadap perusahaan dari segi prospek perusahaan bagi investor dilihat dari laporan keuangan masing-masing perusahaan.
1.     Earning Per Share (EPS) dan Price to Earning Ratio (PER)
Dari laporan keuangan  bagian yang perlu di amati untuk mengetahui pertumbuhan laba adalah EPS (Earning Per Share) atau laba per saham. Sedangkan Price To Earning Ratio (P/E Ratio) mengindikasikan berapa besar investor bersedia membayar setiap rupiah atas pendapatan perusahaan tersebut. Pada umumnya, investor lebih senang memilih saham dengan P/E Ratio rendah. Semakin rendah P/E Ratio suatu saham, semakin murah saham saham tersebut sehubungan dengan pendapatan perusahaan. Dengan rumus:
            Dari hasil perhitungan EPS di  tabel 2.1, dapat dilihat dari pertumbuhan EPSnya 4 tahun terakhir bahwa mayoritas perusahaan tidak mengalami pertumbuhan yang baik. Anjloknya trend properti sebenarnya sudah di rasakan oleh pelaku pasar dari tahun 2013, 2014 hingga tahun 2015 yang di nilai semakin menurun saja. Terjadinya penurunan penjualan properti tentu saja di pengaruhi beberapa kondisi dan adanya aturan baru yang di terapkan pemerintah, seperti kebijkan Loan to Value (LTV) oleh Bank Indonesia (BI) yang berlaku secara nasional di mana kebijakan ini mengatur besaran batas uang muka atau DP pembayaran kredit kepemilikan rumah (KPR) kepada konsumen. Loan To Value (LTV) mengatur batas pengucuran kredit  tiap satu unit rumah di atas 70 m2 sebesar 70%, dengan kata lain juga nasabah harus membayar uang muka pada saat pembellian sebesar 30% sebagai syarat untuk mendapatkan pembiayaan KPR dari bank. Aturan dari BI mewajibkan konsumen pada pembayaran uang muka yaitu untuk KPR pertama sebesar 30%, KPR kedua 40%, ketiga dan seterusnya sebesar 50%. Dengan adanya kebijakan yang semakin ketat tersebut di nilai semakin mempersulit investor untuk berinvestasi di sektor properti.
Tabel 2.1 Perhitungan EPS, PER dan Pertumbuhan EPS (dalam 4 tahun terakhir)
Keterangan

TAHUN
2010
2011
2012
2013
2014
Agung Podomoro Land, Tbk (APLN)
Stock Price
385
350
365
215
335
EPS
19,45
28,34
39,60
41,53
41,72
PER
20
12
9
5
8
Pertumbuhan EPS
46%
40%
5%
0%
Alam Sutera Reality, Tbk (ASRI)
Keterangan
TAHUN
2010
2011
2012
2013
2014
Stock Price
295
460
600
430
560
EPS
16,26
33,68
61,19
44,62
55,85
PER
18
14
10
10
10
Pertumbuhan EPS
107%
82%
-27%
25%
Ciputra Development, Tbk (CTRA)
Stock Price
350
540
790
750
1264
EPS
17
21
39
64
87
PER
21
26
21
12
14
Pertumbuhan EPS
24%
86%
64%
36%
Pakuwon Jati, Tbk (PWON)
Stock Price
867
750
215
270
515
EPS
6,79
8,62
15,53
23,52
52,23
PER
128
87
14
11
10
Pertumbuhan EPS
27%
80%
51%
122%
Sentul City, Tbk (BKSL)
Stock Price
109
265
191
157
104
EPS
2,61
4,58
7,04
20,7
1,7
PER
42
58
27
8
61
Pertumbuhan EPS
75%
54%
194%
-92%
            Sedangkan jika dilihat dari perhitungan PER seperti di tabel 2.1, emiten APLN sempat memiliki PER di bawah 10 yakni ditahun 2012 PER 9, 2013 PER 5 dan 2014 PER 8. Hal ini mengindikasikan harga saham pada saat itu murah. Investor tipe trader bisa melihat ini sebagai peluang untuk membeli saham. Melihat reputasi Agung Podomoro Land, Tbk tidaklah buruk sehingga kemungkinan besar harga sahamnya bisa naik lagi. Sedangkan perusahaan lain, memiliki rata-rata PER di atas 10. Yang mana mengindikasikan sahamnya mahal. Perusahaan yang tumbuh tinggi umumnya memiliki P/E yang tinggi juga.
2.     Debt to Equity Ratio (DER)
Rasio ini digunakan untuk membandingkan sumber modal yang berasal dari hutang (hutang jangka panjang dan hutang jangka pendek) dengan modal sendiri. Hal ini biasanya digunakan untuk mengukur financial leverage dari suatu perusahaan. Secara matematis perhitungan Debt to
Equity Ratio (DER) adalah:
Perusahaan yang kuat umumnya rasio hutang antara modal dibawah satu. Rasio hutang terhadap modal sangat penting, karena perusahaan yang terlalu banyak hutang dibandingkan dengan dengan jika terjadi krisis ekonomi akan sangat terbebani dengan hutangnya. Ketika krisis ekonomi, pendapatan bisa turun dan bunga hutang terus berjalan. Jika sudah parah, maka perusahaan tersebut bisa bangkrut. Berikut hasil perhitungannya:
Tabel. 2.2 Hasil Perhitungan DER per 2014
Keterangan
DER


Agung Podomoro Land, Tbk (APLN)
1,8

Alam Sutera Reality, Tbk (ASRI)
1,7

Ciputra Development, Tbk (CTRA)
0,5

Pakuwon Jati, Tbk (PWON)
1,0

Sentul City, Tbk (BKSL)
0,3

   
          
Dari hasil perhitungan tersebut dapat dilihat bahwa yang tertinggi dalam penggunaan hutang sebagai modal pendanaannya adalah APLN dan ASRI. Jika debt ratio perusahaan semakin tinggi, maka semakin besar financial leverage, dan semakin besar pula proporsi dana kreditur yang digunakan untuk menghasilkan laba. Semakin tinggi debt ratio, maka semakin beresiko bagi perusahaan (kemungkinan perusahaan tidak dapat membayar semua hutangnya).


BAB 3
KESIMPULAN

Geliat pertumbuhan properti tanah air yang luar biasa di beberapa tahun terakhir memasuki perlambatan ditahun 2014. Perlambatan ini disebabkan oleh beberapa factor yang sering diJelaskan dalam Seminar Properti antara lain : Pertama, naiknya BI Rate di level 7,5% yang menyebabkan bank-bank mematok suku bunga KPR diatas 10,5%. Dengan naiknya suku bunga tersebut, permintaan properti anjlok sebesar 20%-25% di tahun 2014. Kedua, analisa dari Kepala Riset Cushman & Wakefield Arief Rahardjo, perlambatan ini disebabkan oleh karena pasokan jauh lebih banyak. Suplai lebih banyak dari demand. Para pengembang kan di tahun 2012 itu banyak melakukan pembangunan. Dimana selesai pembangunan di tahun 2014. Sementara dari sisi investor sendiri, sudah banyak membeli property. Ketiga, adanya LTV (Loan to Value) yang diberlakukan oleh Bank Indonesia untuk mengerem para spekulan yang menjadikan property bukan hanya tempat investasi tetapi juga spekulasi. Keempat, tahun pemilu 2014 menjadi salah satu penyumbang andil terjadinya perlambatan property. Banyak investor yang masih wait and see, melihat kondisi politik tanah air. Akan tetapi perlambatan ini hanya bersifat sementara saja. Menurut beberapa pakar setelah melalui 2014 yang diproyeksi mengalami perlambatan, pasar properti Jakarta diyakini akan mengalami peningkatan yang signifikan


buka contoh marketing : http://jilbabiru.blogspot.co.id/2015/12/analisis-industri-analisis-perusahaan.html

No comments:

Post a Comment