Babak Baru Dunia Periklanan

Babak Baru Dunia Periklanan

buzz marketing, guerilla marketing, integrated marketing, integrated marketing communications, marketing, marketing mix, marketing news, niche marketing, sports marketing, word of mouth marketing
Babak Baru Dunia Periklanan


Dengan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia (hampir 250 juta jiwa), serta tingkat pendapatan yang meningkat dari tahun ke tahun, industri periklanan Indonesia berpeluang besar untuk tumbuh. Hanya saja, yang terjadi, media konvensional seperti televisi mulai tersaingi oleh kedatangan internet.



Bisa dibilang, industri periklanan di Tanah Air selalu basah saban tahunnya. Bayangkan, pada tahun 2015, AC Nielsen mencatat, pertumbuhan belanja iklan televisi dan media cetak di Indonesia tumbuh 7% dibanding tahun sebelumnya, atau mencapai Rp 118 triliun. Padahal, kita tahu bahwa iklim ekonomi Indonesia tahun lalu tak sebaik yang diharapkan, dengan pertumbuhan ekonomi hanya menyentuh 4,7%.

Jika dirunut kuartal per kuartal, memang pertumbuhan belanja iklan negatif di awal tahun 2015. Namun, memasuki kuartal ketiga tahun lalu, belanja iklan bergerak naik. Pertumbuhan belanja iklan terbesar terjadi pada kuartal empat, atau tumbuh 17% dari kuartal yang sama tahun sebelumnya. Artinya, perusahaan baru gencar beriklan pada akhir tahun.

"Hal ini menjadi sinyal positif bahwa keyakinan perusahaan mulai tumbuh sejak akhir tahun, sehingga mendorong mereka untuk berani beriklan kembali," kata Hellen Katherina, Direktur Eksekutif Media Nielsen Indonesia.

Lantas bagaimana dengan belanja iklan tahun ini? Apakah tumbuh melebihi pertumbuhan tahun lalu? eMarketer, lembaga riset digital global mengatakan, tahun 2016, dunia periklanan akan diwarnai oleh serangkaian aksi shifting dari iklan tradisional menuju digital.

Berdasarkan data eMarketer, dari US$ 11,39 miliar total belanja iklan di media pada tahun lalu, iklan digital hanya berkontribusi satu digit atau sebesar US$ 830 juta (Setara Rp 11,2 triliun dengan kurs Rp 13.500 per dollar AS). Kendati demikian, eMarketer memprediksi bahwa pertumbuhan iklan digital akan tumbuh dalam lima tahun mendatang.

"Pada tahun 2016, sekitar 10% dari bu-jet iklan di Indonesia akan dihabiskan untuk saluran digital, termasuk mobile digital. Dan, pada tahun 2019, rasionya akan 25%," tulis eMarketer. Rasio itu akan menempatkan Indonesia di atas Prancis, Spanyol, Brazil, dan Argentina.

Bagaimana dengan iklan mobile digital? Masih menurut eMarketer, pertumbuhan iklan mobile digital bisa meningkat tiga kali lipat pada tahun ini, atau sekitar 15,5% dari total belanja iklan digital di Indonesia. Meskipun meningkat, jumlah itu hanya 1,1% dari total belanja iklan media saat ini. Artinya, belanja iklan media digital masih amat minim.

"Pada akhir tahun 2019, mayoritas belanja iklan digital akan dialokasikan ke arah mobile. Tahun ini adalah awal mual mobile digital mulai meningkat, dan tiga tahun lagi akan mengalahkan Argentina, Spanyol, Brazil, dan India," ungkap eMarketer.

Apakah Televisi Masih Seksi?

Meskipun penetrasi televisi menembus 90% di Indonesia, efektivitas beriklan di media tradisional ini mulai dipertanyakan, khususnya setelah internet merebak. Walau memiliki jangkauan yang luas, apakah televisi masih menarik bagi para pemirsanya?

Menurut CEO Dentsu Strat Janoe Arijanto, ada tiga aspek paling berpengaruh terhadap industri iklan di Indonesia, yaitu teknologi, media, dan konten. Agar bisa memanfaatkan anxieties & desires konsumen yang dinamis, perusahaan periklanan harus memahami pergeseran dan memperhatikan perilaku pasar ketika menangani kebutuhan klien mereka.

"Televisi dan cetak mungkin masih mendominasi cakupan masyarakat, akan tetapi orang tidak lagi begitu responsif terhadap iklan TV seperti dulu," ujarnya kepada addiction.id.

Penetrasi smartphone dan internet yang kian meningkat, membuat user generatedcontent dan media sosial telah berhasil mencuri minat dan waktu konsumen dalam mengakses media. Hal itu membuat efektivitas media tradisional, seperti televisi dan media
cetak, sedang diuji. Bayangkan, Facebook kini menjadi media terbesar kedua, setelah televisi, dengan menguasai 60% dari total penduduk Indonesia.

Janoe menambahkan, konten iklan televisi tengah dihadapkan dengan user generated content yang dimiliki media sosial. Perhatian pemirsa pun terpecah ke dalam dua layar; mereka melihat layar smartphone, tablet, atau komputer saat menonton televisi.
Kendati demikian, tidak berarti brand lantas meninggalkan televisi sebagai media beriklan. Hellen menegaskan, perusahaan berbasis online pun, seperti Tokopedia dan Traveloka masih memproduksi iklan televisi. "Padahal, pelanggan mereka pasti pengguna internet," tuturnya.

Tentu saja, itu mungkin terjadi. Sebab, pada akhirnya, mayoritas pelanggan potensial justru mereka yang masih menjadikan televisi sebagai satu-satunya media hiburan. Maka itu, televisi masih menjadi kanal terbaik untuk menjaring klien baru bagi perusahaan internet, semacam e-commerce.

Untuk memahami data-data terbaru mengenai apa yang terjadi di dunia periklanan Tanah Air, simak grafik berikut.


Oleh Saviq Bachdar



TOP 10 PRODUCT 2015 (TV & PRINT)

PRODUCT
INDOMIE
SEDAAP
TRAVELOKA.COM
TOKOPEDIA
PEMDA RIAU
TELKOMSEL
PEMDA KALIMANTAN TIMUR
S6M EKSPLOR 1 PLUS
MARJAN BOUDOIN
SUNLIGHT JERUK NIPIS 100


KOMUNIKASI PERIKLANAN

ADVERTISING PLAN

By: Pranti Sayekti, S.Sn, M.Si



A. Pengertian

a. Advertising Plan

Berisi latar belakang histories dan data-data mengenai program periklanan yang sudah pernah dibuat sebelumnya untuk suatu produk

b. Advertising Plan

Merupakan rekomendasi mengenai rencana kampanye periklanan di masa yang akan datang

c. Advertising Plan

Berisi analisa SWOT mengenai suatu produk dan solusi untuk mengatasi problem, sekaligus menangkap peluang yang ada d. Advertising Plan merupakan Action Document yang berisi tidak hanya strategi tapi juga implementasi dari strategi periklanan

e. Advertising Plan

Berisi rekomendasi mengenai jumlah dana yang dibutuhkan dan rincian penggunaannya untuk suatu kampanye periklanan dalam periode tertentu



B. Komponen-komponen Perencanaan Periklanan

Perencanaan Periklanan harus sejalan dengan perencanaan pemasaran (marketing planning).

1. Tujuan Periklanan harus sejalan dengan tujuan pemasaran atau dengan kata lain tujuan Periklanan hanya bisa ditetapkan jika tujuan pemasaran suatu produk telah ditransformasikan ke dalam tujuan promosi.

Dalam tujuan Periklanan harus menjabarkan berapa % tingkat awareness (sadar kenal/tanggapan) yang diharapkan terhadap target audience Dalam tujuan promosi biasanya dinyatakan berapa banyak orang yang diharapkan tahu tentang promosi yang disampaikan dan pada tingkat tanggapan yang bagaimana Selanjutnya ditetapkan berapa banyak yang harus menjadi tanggung jawab Periklanan dan berapa banyak dari unsur-unsur promosi lainnya (Personal Selling, Publicity, Sales Promotion) Bila seandainya aktivitas unsure-unsur promosi lainnya dianggap tidak diperlukan dengan sendirinya target audience tersebut harus menjadi tanggung jawab sepenuhnya Periklanan.

Langkah berikutnya adalah menentukan tingkat tanggapan yang bagaimana yang diharapkan sehingga khalayak sasaran bersedia membeli produk yang diiklankan

2. Strategi Periklanan.

Ada dua syarat utama yang harus dipenuhi:

a. Siapa khalayak sasaran Periklanan

b. Bagaimana membuat khalayak sasaran Periklanan tsb tahu tentang iklan produk kita sehingga tercapai yang dinyatakan oleh tujuan Periklanan. Sebagai alat pencapaian tersebut ialah dengan advertising mix yang terdiri dari unsure media dan unsure kreatif

3. Program Dinyatakan dalam bentuk penjabaran strategi Periklanan yang dikaitkan dengan unsure waktu

4. Anggaran

Dinyatakan dalam bentuk rincian atas kebutuhan untuk kegiatan-kegiatan Periklanan



C. Element of Advertising Plan

a. Executive Summary (Ringkasan Eksekutif)

1). Ringkasan yang berisi butir-butir utama yang disampaikan dalam Advertising Plan

2). Fungsinya untuk memberikan gambaran singkat/kerangka rencana yang diusulkan. 3). Terdiri dari satu atau dua halaman

b. Situation Analysis

1). Riwayat Produk

2). Latar Belakang diciptakannya produk

3). Budget Periklanan yang sudah dikeluarkan dalam periode tertentu

4). Tema iklan yang sudah pernah atau sedang digunakan

5). Pengaruh kondisi sosial, politik dan ekonomi yang berkaitan dengan pemasaran produk

6). Problem yang dihadapi dan peluang yang ada

7). Hal-hal lain yang dapat mempengaruhi program Periklanan

8). Data-data pemasaran penunjang yang diperlukan

Product Evaluation

    Deskripsi produk dibandingkan dengan kompetitor
    Pengembangan, modifikasi dan perubahan-perubahan lain yang terjadi pada produk selama dipasarkan
    Persepsi konsumen terhadap produk
    Distribusi produk
    Pendapat para distributor atau retailer terhadap ketersediaan dan pemasaran produk
    Kemasan produk
    Problem yang dihadapi konsumen terhadap produk tsb

d. Consumer Evaluation

1. Geografi, demografi, psikografi

2. Pendapat terhadap produk : kualitas, harga, kemasan, iklan dan aktivitas promosi

lain, after sales sevice, dsb

3. Pola penggunaan produk

e. Competitive Analysis

1. Kompetitor langsung

2. Kompetitor tidak langsung. Data-data mengenai situation analysis dapat dirangkum

dalam bentuk yang lebih sistematis, yaitu dengan analisa SWOT

f. Marketing Goal

1. Berisi tujuan yang akan dicapai serta strategi pemasaran yang akan dilaksanakan

2. Penjelasan bahwa AP yang dibuat adalah untuk mendukung pencapaian tujuan pemasaran tsb

g. Advertising Recommendation

1. Target Market Bisa sama dengan yang tercantum dalam consumer evaluation. Atau lebih spesifik, misal rencana program Periklanan lebih ditekankan pada pemakai produk kompetitor, pemakai setia atau orang yang belum tahu sama sekali mengenai produk tsb.

Advertising Objective

Tujuan Periklanan ditetapkan berdasarkan analisa situasi dan tujuan pemasaran yang telah ditetapkan lebih dulu Dibuat dalam kalimat singkat/pendek, jelas dan mudah dipahami

h. Positioning

Kesan/citra apa yang akan ditanamkan dalam benak konsumen tentang produk tsb.

Creative Strategy berdasarkan informasi yang telah dijelaskan dalam analisa situasi maka ditentukan pendekatan kreatif

a. Tematis : tema yang diangkat menjadi inti pesan iklan produk dalam jangka panjang b. Taktis : pesan iklan yang dibuat khusus untuk kepentingan jangka pendek dan tetap berkesinambungan dengan tema iklan yang telah ditetapkan

c. Tone and manner : citra atau kepribadian produk yang ingin ditonjolkan melalui pesan iklan

j. Media Strategy

1. Khalayak sasaran

2. Pemilihan media (Media Selection) Media plan/schedule

3. Executions

a. Layout dan copy untuk iklan cetak

b. Naskah radio

c. Storyboard untuk iklan televisi

4. Brosur, katalog, desain kemasan, dll (tergantung kebutuhan)

k. Budget

1. Pengembangan konsep kreatif dan produksi materi kreatif

2. Pemasangan iklan di media yang ditetapkan

3. Aktivitas komunikasi pemasaran lain





PERENCANAAN KREATIF PERIKLANAN

Sebagaimana setiap perencanaan , dalam perencanaan kreatif kita perlu menetapkan 4 hal pokok, yaitu :

1. Tujuan Kreatif Dinyatakan dalam tingkat tanggapan (respons) yang kita inginkan terjadai pada diri khalayak (audience).

2. Strategi Kreatif Mencakup pemilihan strategi dasar untuk menciptakan iklan dari gagasan isinya (content). Strategi kreatif ini kemudian akan dituangkan ke dalam bentuk rencana kerja kreatif (creative workplan) yang kemudian akan dijadikan dasar untuk pelaksanaan eksekusi kreatif. Creative workplan disusun berdasarkan konsep produk yang telah disiapkan sebelumnya sebagai identifikasi atas produk, konsumen, kondisi pasar dan persaingan.

Strategi kreatif dinyatakan dalam jabaran yang menetapkan a. Siapa khalayak sasaran kreatif (creative target audience) b. Bagaimana membuat paduan kreatif (penulisan naskah dan art & visualisasi) yang lebih efektif terhadap khalayak sasaran tersebut. Dalam praktek di perusahaan Periklanan, kedua jabaran diatas dilakukan dengan menetapkan : Untuk khalayak sasaran : siapa individu, keluarga atau kelompok terkecil lain yang dapat mewakili seluruh khalayak sasaran Periklanan suatu produk.

Makin kecil kelompok ini, makin baik, karena akan sangat memudahkan penulis naskah (copywriter) artis (art director) untuk menciptakan pesan-pesan iklan yang lebih komunikatif dengan kelompok tersebut Untuk paduan kreatif, akan ditulis secara singkat namun jelas tentang patokan-patokan (definitions) yang akan diterapkan dalam pesan iklan tersebut.

Patokan-patokan ini umumnya dijabarkan dalam 6 hal :

(i) posisi produk/merk (product/brand positioning) adalah persepsi apa yang kita inginkan timbul pada khalayak setiap kali mereka membutuhkan jenis produk kita ataupun di saat mereka terekspos oleh iklan atau produk tersebut. Paling ideal jika persepsi tersebut sesuatu yang unik, setidaknya berbeda dari pesaingnya.

(ii) manfaat utama konsumen (key consumers benefit) adalah manfaat langsung atau segera yang diperoleh konsumen di saat mereka membeli atau di saat awal penggunaan produk tersebut

(iii) Janji (promise) Adalah manfaat lain yang akan diperoleh konsumen secara tidak langsung atau setelah penggunaan dengan teratur atau dalam waktu yang relatif lama

(iv) Bukti penunjang (supporting evidence) Adalah penggunaan acuan yang dapat meyakinkan khalayak tentang manfaat utama dan janji yang kita sampaikan. Meyakinkan khalayak ini dapat dilakukan dengan memberikan acuan tentang pengalaman konsumen yang sudah pernah menggunakan produk tersebut, atau dari produk, harga, distribusi dan promosinya ataupun dari perusahaan pembuat produk itu sendiri. Kadang-kadang malahan cukup diacu pada akal sehat para khalayak saja.

(v) Citra yang akan dibangun (image) Adalah upaya untuk membentuk persepsi positif khalayak tentang merek, produk atau perusahaan

(vi) Pembawaan (tone and manner) Adalah rincian tentang hal-hal teknis lain yang tidak dibahas dalam kelima unsure lainnya. Para praktisi sering memanfaatkannya untuk membahas struktur metode, teknik, karakter, gaya baik yang menyangkut penulisan naskah ataupun yang menyangkut seni dan visualisasi. Jenis-Jenis Strategi Kreatif : USP (Uniqe Selling Preposition) Pernyataan unik yang menjual, mayor selling idea. Pernyataan unik yang didasarkan pada keunggulan teknis dari produk 3 prinsip pembuatan USP : menyangkut manfaat produk, pernyataan dibuat harus unik/tidak digunakan oleh produk lain, pernyataan dibuat bersifat menjual Brand Image.

Menyangkut pengembangan dan upaya mempertahankan citra dari suatu merk Positioning Strategi positioning dapat memberikan focus dalam pengembangan kampanye Periklanan. Strategi ini dapat berisi dan diimplementasikan melalui berbagai cara yang diambil dari atribut, persaingan, dsb. Inherent Drama Pendekatan ini merupakan strategi kreatif yang dilakukan melalui penonjolan sifat-sifat produk secara dramatis . Tipe-tipe Himbauan Pesan Iklan : a. Daya tarik Rasional Cenderung memberikan informasi nyata, digunakan untuk menunjukkan suatu kenyamanan bagi konsumen terhadap suatu produk dengan menawarkan keuntungan tertentu Himbauan yang dijadikan daya tarik rasional : Feature appeal Himbauan pesan lebih menonjolkan keistimewaan /cirri-ciri produk dengan kelengkapan produk Competitive advance appeal Menonjolkan kelebihan produk disbanding produk pesaing Favorable appeal Menekankan pada pendektan harga yang menarik, isi pesan yang terfokus pada penawaran harga yang menarik News appeal Didominasi berita yang menginformasikan produk baru atau keberadaan produk di pasar Product popularity Penggunaaan popularitas produk dengan penonjolan seperri banyaknya konsumen yang memakai produk tsb b. Daya tarik Emosional Ditempatkan dalam kreatif iklan seperti rasa humor, iri atau takut yang diolah sedemikian rupa supaya dapat membuat khalayak menerimanya sebagai pertimbangan ketika mengambil keputusan membeli. Daya tarik ini digunakan pula untuk mempengaruhi interpreatsi konsumen melalui pengalaman mereka dalam penggunaaan produk.

3. Program Kreatif Dinyatakan dalam bentuk penjabaran strategi kreatif yang dikaitkan dengan unsure waktu Selain itu, program kreatif juga membahas visualisasi nyata dari strategi kreatif yang telah ditetapkan baik dalam bentuk teks naskah iklan atau desainnya.

4. Anggaran Kreatif Dinyatakan dalam bentuk rincian atas kebutuhan dan untuk bahan-bahan Periklanan maupun promosi lainnya, baik untuk penyiapan bahan-bahan iklan pada perusahaan Periklanan sendiri, seperti desain, artwork, dsb ataupun yang dilakukan pihak keetiga seperti film positif, separasi warna, barang cetakan dsb.

Bahasa Iklan





COPYWRITER, COPYWRITING, DAN BAHASA

By: Pranti Sayekti, S.Sn, M.Si

Hasil kerja seorang copywriter disebut dengan copywriting.Copywriting merupakan rancangan bahasa dalam pembuatan iklan. Copywriting sering diartikan sebagai hasil kerja gabungan antara sastrawi dan intelektual. Sehingga syarat utama menjadicopywriter adalah penguasaan bahasa.

Dalam hal ini terdapat unsur mencipta, menyajikan kebenaran yang faktual menggunakan bahasa — sangatlah dipentingkan.

Copywriting adalah benda abstrak berstruktur kata-kata yang membangun emosi dan membentuk imajinasi sehingga mempengaruhi pembaca maupun pendengarnya untuk berbuat seperti yang diharapkan si pembuat teks. Daya pengaruh ini begitu kuat, bahkan seperti bisa menghipnotis.

Oleh karena itu, bahasa dalam iklan dituntut mampu menggugah, menarik, mengidentifikasi, menggalang kebersamaan, dan mengkombinasikan pesan dengan komparatif kepada khalayak (Stan Rapp & Tom Collins, 1995: 152). Dengan demikian, struktur kata dalam iklan:

1. Menggugah: mencermati kebutuhan konsumen, memberikan solusi, dan memberikan perhatian.

2. Informatif: kata-katanya harus jelas, bersahabat, komunikatif. Tidak bertele-tele apalagi sampai mengabaikan durasi penayangan.

3. Persuasif: rangkaian kalimatnya membuat konsumen nyaman, senang, tentram, menghibur.

4. Bertenaga gerak: komposisi kata-katanya menghargai waktu selama masa penawaran/masa promosi berlangsung.

Untuk menyampaikan gagasan pikiran dalam suatu bahasa seorang penulis iklan harus mengetahui aturan-aturan bahasa tersebut, seperti tata bahasa, kaidah-kaidahnya, idiom-idiomnya, nuansa atau konotasi sebuah kata, dan sebagainya. Syarat ini adalah syarat yang mutlak.

“Bermain-main” dengan bahasa atau sesekali melanggar peraturan baku, boleh-boleh saja. Tetapi aturan bakunya, harus kita kuasai dulu. Dan ini justru dipakai oleh para copywriter demi kreativitasnya untuk memancing perhatian.

Untuk penulis naskah dengan menggunakan bahasa Indonesia, mereka harus menguasai EYD. Hal ini dipakai untuk menjelaskan hal yang sangat gamblang, misalnya “di” awalan harus disambung, dan “di” kata depan harus dipisah.

Bahkan menurut Agustrijanto ( 2004:75) seringkas apa pun sebuah kalimat pada copywriting, ia harus mempunyai subjek dan predikat. Tanpa itu gugur sudah kekuatan copywriting. Pengertian subjek predikat ini tidak boleh diartikan kaku seperti halnya kita mempelajari tata bahasa karena materi teks periklanan sangat tergantung di media mana iklan diterapkan.

Panduan bagi seorang copywriter untuk menulis iklan adalah Brief Kreatif. Dengan demikian, gaya berbahasa dan jenis kata dalam iklan yang dibuatnya untuk surat kabar tentu berbeda dengan iklan yang ditayangkan di radio atau televisi. Sebab surat kabar mementingkan mata dan dapat diamati orang dengan lama. Sementara radio mementingkan telinga dan televisi mementingkan mata dan telinga. Kedua yang terakhir ini bersifat sekelebat.

Selain itu, bahasa yang dipakai dalam copywriting harus mampu mengarahkan target audience untuk membeli, menggunakan, atau beralih ke produk jasa yang diiklankan. Tentu saja, perlu juga diperhatikan apakah produk yang diiklankan baru ataukah sudah lama.

Gaya dan jenis bahasa yang dipakai pun harus sesuai dengantarget audience. Seorang copywriter seharusnya mengetahui dengan siapa dia berbicara, bagaimana kebiasaan perilaku mereka, dan di mana mereka berada. Sebagai contoh sederhana dalam kehidupan sehari-hari, kita akan berbicara secara berbeda dengan teman, kuliah, sahabat, pacar, penjual di kantin. Bahkan secara lebih spesifik kita akan berbeda melakukan penbicaraan dengan teman kita yang berasal dari Jawa dan dari Batak, akan berbeda berbicara dengan orang tua dan orang yang sebaya.

Efektivitas Kata dalam Iklan

Sebuah atau beberapa kata namun memiliki sifat menjual itulah efetivitas kata dalam copywriting. Di sini terdapat kekuatan narasi, teks, atau diksi dari sebuah iklan dapat membuat orang terpengaruh untuk berbuat seperti yang dikehendaki pesan iklan tersebut. Sehingga memang benar sangat diperlukan kata-kata yang memadai.

Bahasa dalam iklan selain memperhatikan masalah ide yang diwujudkan dalam bentuk kat-kata, dalam penghadirannya bahasa iklan menurut Goddard

(2003:13-16) juga memperhatikan hal-hal “paralanguage” yang merupakan pakaian yang dipilih copywriter dan art directoruntuk membungkus idenya. Paralanguage itu berupa layout, jenis huruf, visual dan media, untuk membentuk iklan secara menyeluruh.

Dengan demikian ,jika unsur paralangue tersebut diolah secara maksimal, efektivitas iklan akan tercapai. Efekivitas ini, secara substansi didukung oleh efektivitas kata.

Penggunaan bahasa dalam iklan terkadang dipandang menarik, jika bersifat main-main, atau menurut Hakim (2006) bersifat “lanturan”. Menurutnya lanturan berbeda dengan kata melantur yang artinya ngawur, tidak nyambung dengan topik yang sedang dibahas. Sementara lanturan adalah sengaja melantur atau melantur dengan tujuan. Namun, lanturan yang dibuat tersebut harus selalu dijaga relevannya. Karena itu, carilah lanturan yang sejauh-jauhnya, namun bawalah relevansi sedekat-dekatnya (Hakim, 2006: 78-79).

Hal yang paling dekat dengan lanturan adalah plesetan. Orang muda saat ini tidak terasa gaul jika tidak banyak berplesesetan dalam bercanda. Orang tertawa ketika mendengar plesetan karena relevansinya. Relevansi dalam konteks ini adalah kata asli yang diplesetinya. Jika orang tidak tertawa berarti tidak relevan. Tidak ada korelasi kata asli dengan plesetannya.

Untuk berpandai-pandai dalam membuat lanturan, seorangcopywriter harus menguasai gaya bahasa, baik itu personifikasi, analogi, kontradiksi, metafora, sinisme, sarkasme, hiperbola, paradoks dan masih banyak lagi.

Perhatikanlah iklan rokok A-Mild dalam seri “tanya kenapa”. Iklan tersebut dipasang di sepanjang jalan-jalan tol di Jabodetabek. Iklan tersebut bertuliskan “terhambat di jalan bebas hambatan” dengan visual yang dilatari oleh kemacetan mobil. Karena itu dipasang di sepanjang jalan tol Jabodetabek, dapat kita pastikan bahwa target audience adalah para sopir, penumpang kendaraan yang melewati jalan tersebut. Hanya masalahnya, apa kaitan kata-kata itu dengan rokok A-Mild? Di sinilah berlaku sifat lanturan. Namun, apakah itu relevan?

Yang jelas iklan tersebut masuk dalam seri iklan A-Mild “tanya kenapa”. Kita tahu bahwa iklan-iklan dalam seri tersebut selalu berisi kritik sosial. Dalam konteks ini, iklan rokok A-Mild mengusung brand bahwa dia adalah rokok yang cerdas dan kritis terhadap kondisi masyarakat. Kemudian, orang akan bertanya “apa hubungannya semua itu dengan A-Mild sebagai rokok?” Untuk menjawab hal itu memang diperlukan penjelasan tentang sejarah A-Mild.

Ketika awal peluncuran produk tersebut, A-Mild mengusungbrand rokok yang rendah tar dan rendah nikotin. Dengan kata lain, rokok ini adalah rokok sehat, sebuah produk yang tentu saja mendukung kampanye anti nikotin. Dengan demikian, sebenarnya tak masalah orang-orang tetap mentradisikan merokok dengan tetap memperhatikan kesehatan karena A-Mild telah dapat memenuhi kebutuhan tersebut. Namun, tata krama beriklan di Indonesia menerapkan aturan yang tegas untuk rokok. Antara lain iklan tidak boleh menayangkan atau menvisualkan bentuk rokok dan orang merokok. Dan lebih ekstrim lagi, iklan rokok selalu harus memuat tulisan “rokok dapat menggangu kesehatan, serangan jangtung, gangguan kemailan dan janin”.

Sebuah kritik yang diusung oleh iklan rokok ini: Mengapa pihak-pihak tertentu mengatur secara “ketat” produk rokok sehat ini. Padahal di masyarakat terdapat banyak sekali PR yang masih harus diselesaikan, seperti banjir di ibu kota, macet di jalan tol, sikap petugas pemerintah yang sulit sekali memberi tanda stempel, mentaati peraturan kalau ada yang melihat, dan lain-lain.

“Sabun untuk mencuci piring banyak merknya. Namun demikian, tidak semua merk itu benar-benar bisa memenuhi harapan konsumen, yaitu hemat dalam pemakaian, bersih tak berminyak, dan harum sehingga tampak jelas jika dipegang menjadi tidak licin. Sabun cuci X berbeda dengan sabun cuci piring yang lain. Sabun cuci X hanya membutuhkan satu sendok makan untuk mencuci 50 piring kotor berminyak dengan hasil yang bersih mengkilat. Hal ini telah dibuktikan di berbagai restoran ternama di Indonesia. Anda sendiri boleh membuktikannya sekarang”.

1. Syarat utama seorang copywriter adalah

A. seniman

B. kemampuan mengolah bahasa

C. kemampuan berkomunikasi dengan orang lain

D. mau bekerja keras

2. Benda abstrak berstruktur kata-kata yang membangun emosi dan membentuk imajinasi sehingga mempengaruhi pembaca maupun pendengarnya untuk berbuat seperti yang diharapkan si pembuat teks, disebut:

A. Sasaran iklan

B. target audience

C. Copywriting

D.Brief kreatif

3. Dasar kerja seorang copywriter adalah

A. Brief Kreatif

B. Marketing Brief

C. Hasil research

D.Taglimat pemasaran

4. Bahasa dalam iklan harus sesuai dengan , kecuali

A. target audience

B. media

C. rencana pemasaran

D. selera copywriter

5. Struktur kata dalam iklan seharusnya memenuhi syarat:

A. Menggugah dan informatif

B. Persuasif dan bertenaga gerak

C. A dan B salah

D. A dan B benar

6. Bahasa dalam iklan selain berbentuk kata-kata, penghadirannya iklan juga memperhatikan “paralanguage”. Paralanguage berupa, kecuali:

A. layout

B. jenis huruf

C. gramatikal kata

D. visual dan media

RINGKASAN

Hasil kerja seorang copywriter disebut dengan copywriting.Copywriting adalah benda abstrak berstruktur kata-kata yang membangun emosi dan membentuk imajinasi sehingga mempengaruhi pembaca maupun pendengarnya untuk berbuat seperti yang diharapkan si pembuat teks. Oleh karena itu, bahasa dalam iklan dituntut mampu menggugah, informatif, persuasif, bertenaga gerak.

Untuk menyampaikan gagaan pikiran dalam suatu bahasa seorang penulis iklan harus mengetahui aturan-aturan dalam sebuah bahasa. Tentu saja, “bermain-main” dengan bahasa atau sesekali melanggar peraturan baku diperbolehkan asalkan hal itu memang menjadi konsep kreatif dan terdapat dalam Kreatif Brief.

Keefektivan bahasa dalam iklan harus memiliki sifat menjual serta memperhatikan media iklan, target audience , serta rencana pemasaran: apakah produk baru ataukah lama. Hal ini harus didukung oleh “paralanguage” yang berupa layout, jenis huruf, visual dan media.

Terkadang penggunaan bahasa dalam iklan dipandang menarik, jika bersifat bersifat lanturan. Lanturan adalah sengaja melantur, dengan selalu menjaga sifat relevan dari lanturan tersebut. Syarat untuk membuat lanturan adalah penguasaan gaya bahasa, baik itu personifikasi, analogi, kontradiksi, metafora, sinisme, sarkasme, hiperbola, maupun paradoks.

Daftar Pustaka

Agustrijanto, 2002. Copywriting. Bandung Rosda.

Goddard,Angela.2003. Language of Advertising. Second Edition. London:

Routledge.

Hakim, Budiman, 2006. Lanturan tapi Relevan. Yogyakarta: Galang.

Madjadikara, Agus S. 2004. Bagaimana Biro Iklan Memproduksi Iklan. Jakarta:

Gramedia.

Rapp, Stan & Tom Collins. 1995.Terobosan Baru dalam Strategi Promosi, Periklanan,

dan Promosi, Maxi Marketing. (terj. Hifni Alifahmi). Jakarta: Erlangga.

Sutherland, Max dan Alice K. Sylvester. Advertising and the Mind of the

Consumer. Jakarta: PPM

KUNCI JAWABAN TES FORMATIF

1. B. Alasan: kemampuan mengolah bahasa adalah syarat utama seorang

copywriter. Kemampuan berkomunikasi dan mau bekerja keras

merupakan syarat umum seluruh pekerja dalam periklanan.

2. C. Alasan: cikup jelas.

3. A. Alasan: dasar kerja seorang copywriter adalah kreatif brief.Marketing brief

dan research merupakan dasar untuk menyusun kreatif brief.

4. D. Alasan: cukup jelas

5. D. Alasan : cukup jelas

6. C. Alasan: cukup jelas.

BIRO IKLAN
By: Pranti Sayekti, S.Sn, M.Si
MANAJEMEN BIRO IKLAN Dalam kitab Etika Pariwara Indonesia (EPI), biro iklan (advertising agency) diartikan sebagai suatu organisasi usaha yang memiliki keahlian untuk merancang, mengkoordinasi, mengelola, dan atau memajukan merek, pesan, dan atau komunikasi pemasaran untuk dan atas nama pengiklan dengan memperoleh imbalan atas layanannya tersebut. Dengan demikian, perusahaan periklanan adalah termasuk kategori perusahaan jasa. Bisnis perusahaan periklanan di Indonesia termasuk salah satu bisnis yang berkembang cukup pesat. Jumlah anggota Persatuan perusahaan periklanan Indonesia (PPPI) dari tahun ke tahun menunjukan kenaikan (total per akhir 2005 terdaftar 412 perusahaan periklanan di seluruh Indonesia dengan nyaris 50%-nya berada di DKI Jakarta). Media massa baru juga semakin bermunculan, baik itu stasiun TV maupun media cetak. Semakin banyak pula perguruan tinggi yang membuka jurusan periklanan, komunikasi, disain grafis dan sejenisnya selain kursus-kursus singkat mengenai berbagai keahlian dalam bekerja di perusahaan periklanan. Berkarir di biro iklan bagi sebagian orang dianggap menarik karena biro iklan dianggap tempat kerja yang kreatif, dinamis dan berjiwa muda. Walaupun demikian, tak dapat dipungkiri bahwa sebenarnya bekerja di biro iklan juga memiliki tingkat stress kerja yang cukup tinggi. Secara umum, struktur organisasi suatu biro iklan dapat digambarkan sebagai berikut: Berdasarkan struktur di atas, secara umum, ada beberapa fungsi di biro iklan yang bisa menjadi pilihan berkarir; yaitu: 1.Bina Usaha (Account Management) Secara singkat, departemen ini berfungsi sebagai ‘jembatan’ antara klien-klien suatu biro iklan dengan departemen-departemen lainnya di biro iklan tersebut. Saat ia menghadapi klien, maka ia mewakili biro iklannya dalam mendapatkan informasi tentang apa saja kebutuhan klien untuk suatu program komunikasi pemasaran dari produk/jasa klien tersebut. Ia harus dapat menangkap dengan jeli peluang-peluang usaha yang mungkin dapat ia peroleh dari klien-kliennya. Ia juga harus mampu berpikir secara strategis untuk membantu memecahkan masalah komunikasi pemasaran dari kliennya. Pada saat ia bertemu dengan rekan-rekannya di biro iklan, maka ia menjadi wakil klien dalam menjabarkan dengan sebaik mungkin kebutuhan klien tersebut. Ia juga akan membantu klien memastikan bahwa segala penugasan dari klien terlaksana dengan kualitas terbaik, tepat waktu dan tepat anggaran. Beberapa kualifikasi yang akan mendukung keberhasilan seseorang dalam mengawali karirnya dalam fungsi ini adalah: Kemampuan berhubungan dengan individu (human relation) Kemampuan melakukan presentasi dengan menyakinkan Kemampuan berbahasa asing (Inggris, Mandarin dan sebagainya) Mempunyai jiwa “melayani” dengan penuh semangat dan ceria Kemampuan menganalisa kebutuhan-kebutuhan klien Kemampuan memahami strategi pemasaran klien Mempunyai apresiasi yang baik atas nilai-nilai seni/kreatifitas Kemampuan memimpin kelompok kerja Kemampuan mengambil keputusan dalam waktu yang singkat Menguasai proses kerja di biro iklan dengan baik Tekun dan teliti dalam menyelesaikan tugas-tugas administrasi 2.Perencanaan Strategis (Strategic Planning) Departemen ini berfungsi untuk membantu departemen Bina Usaha dan Kreatif dalam menemukan ide-ide dasar pemecahan masalah komunikasi pemasaran dari klien biro iklan. Pada beberapa biro iklan, fungsi ini masih digabungkan dengan fungsi dari departemen Bina Usaha. Tugas utama dari departemen ini adalah untuk ‘menerjemahkan’ taklimat (brief) dari klien agar memudahkan tim kreatif mengembangkan ide-ide mereka. Suatu taklimat dari klien pada prinsipnya adalah suatu problem. Seorang Perencana Strategis (Strategic Planner) harus mampu memperoleh alternatif pendekatan terbaik untuk memecahkan permasalahan klien tersebut. Kunci keberhasilan seorang Perencana Strategis dalam memecahkan masalah klien adalah: 1) pemahaman yang mendalam mengenai produk/jasa klien dan 2) pemahaman yang mendalam mengenai konsumen dari produk/jasa klien. Termasuk dalam pengertian “produk/jasa klien” adalah seluruh pesaing-pesaingnya. Bagaikan seorang jenderal dalam suatu medan perang, Perencana Strategis mempunyai peran yang kritikal dalam menentukan arah strategi komunikasi perusahaan periklanan atas suatu produk/jasa. Beberapa kualifikasi yang akan mendukung keberhasilan seseorang dalam mengawali karirnya dalam fungsi ini adalah: Kemampuan berpikir secara analitis (baik kuantitatif maupun kualitatif) dan konseptual yang kuat dan tajam Menguasai teknik-teknik penelitian/riset Mempunyai apreasi yang baik atas nilai-nilai seni/kreatifitas Mempunyai wawasan yang luas Kemampuan melakukan presentasi dengan baik dan jelas, termasuk disini adalah kemampuan ’menjual’ suatu ide atau solusi 3.Kreatif Departemen ini berfungsi sebagai ‘dapur’ dari suatu biro iklan. Di departemen inilah permasalahan komunikasi pemasaran klien dicoba dipecahkan. Tim kreatif memperoleh masukan dari para Perencana Strategis. Kualitas dari taklimat yang diperoleh dari Perencana Strategis inilah yang akan menentukan titik awal kualitas keluaran dari suatu tim kreatif; seperti kata pepatah Inggris: Garbage In, Garbage Out. Selain menemukan ide-ide kreatif untuk memecahkan masalah tersebut, tim kreatif juga harus memikirkan media apa saja yang akan sesuai untuk menjadi sarana komunikasi produk/jasa tersebut. Biasanya, hal ini akan membutuhkan kerja-sama dengan Departemen Media. Tim kreatif umumnya terdiri dari 2 fungsi utama; yaitu fungsi Pengarah Seni (Art Director) dan fungsi Penulis Naskah (Copywriter). Pengarah Seni bertanggung-jawab untuk menemukan ide-ide yang bersifat visual sedangkan Penulis Naskah akan mencari ide-ide yang bersifat verbal (baik tulisan maupun lisan, tergantung jenis media iklan yang digunakan). Kecuali untuk media radio yang hanya membutuhkan komunikasi verbal, kebanyakan jenis media lainnya akan sangat membutuhkan kerja-sama yang erat di antara ke dua fungsi tersebut. Beberapa kualifikasi yang akan mendukung keberhasilan seseorang dalam mengawali karirnya dalam fungsi ini adalah: Kemampuan berpikir secara kreatif (secara visual ataupun verbal) Mempunyai wawasan yang luas, khususnya dalam bidang yang berkaitan dengan kreatifitas Kemampuan tidak cepat putus asa bila ide/solusinya ditolak Kemampuan bekerja dalam tingkat stres yang tinggi Kemampuan bekerja dalam tim Kemampuan melakukan presentasi dengan baik 4.Media Departemen ini bertanggung-jawab dalam memberikan solusi kepada klein berkaitan dengan pengaturan anggaran/biaya pemasangan iklan klien di media massa. Dalam Departemen ini biasanya terdapat beberapa sub-fungsi yaitu: Perencanaan Media (Media Planning), Negosiasi Media (Media Negotiation), dan Pelaksanaan Media (Media Implemention atau Media Buyer). Tugas utama dari seorang Perencana Media (Media Planner) adalah untuk memastikan bahwa anggaran/biaya pemasangan iklan suatu klien/produk akan mencapai suatu tingkat efektifitas dan efisiensi yang tinggi. Efektif dalam pengertian media yang digunakan akan mampu menjangkau sasaran konsumen utama dari produk klien tersebut. Efisien dalam pengertian klien mendapatkan harga terbaik yang mampu menjangkau sasaran konsumuen utamanya sebanyak mungkin. Dalam melakukan perhitungan efektifitas dan efisiensi tersebut seorang Perencana Media harus memahami bauran media (media mix) seperti apa yang dapat mencapai kondisi optimal yang diharapkannya. Negosiator Media bertanggung jawab untuk melakukan negosiasi baik dari sisi harga pemasangan iklan di media massa, waktu pemasangan, maupun hal-hal yang berkaitan dengan ‘ukuran’ (space) iklan di suatu media massa. Idealnya diharapkan iklan suatu produk dapat dipasang dengan harga semurah mungkin, di tempat/waktu yang paling efektif dalam menjangkau sasaran konsumennya dan dengan memperoleh ‘ukuran’ (space) iklan yang seluas/selama mungkin. Pelaksana Media (Media Implementor/Buyer) bertanggung-jawab mengimple-mentasikan rancangan dan strategi pemasangan iklan yang disusun oleh Perencana Media dan memastikan bahwa target efektifitas dan efisiensi yang telah disepakati dengan klien dapat tercapai. Beberapa kualifikasi yang akan mendukung keberhasilan seseorang dalam mengawali karirnya dalam fungsi ini adalah: Menguasai ilmu statistik (pengolahan data dan analisa data kuantitatif) Mempunyai wawasan yang luas, khususnya mengenai kondisi media massa Kemampuan bekerja dalam tim Kemampuan melakukan presentasi (khususnya bagi Perencana Media) Kemampuan bernegosiasi (khususnya bagi Negosiasi Media) Kemampuan bekerja dengan detil/teliti tapi tetap dengan kecepatan kerja yang tinggi Kemampuan mengambil keputusan dalam waktu yang singkat (khususnya bagi Pelaksana Media) Ke empat departemen di atas boleh dikatakan sebagai empat pilar utama dalam suatu biro iklan. Dalam perkembangannya saat ini, suatu biro iklan saat ini bisa saja tidak memiliki ke empat pilar tersebut. Selain kemungkinan digabungkannya fungsi Bina Usaha dengan Perencanaan Strategis, pada saat ini makin banyak biro iklan yang melepaskan departemen medianya dan menyerahkan bisnis pemasangan iklannya melalui suatu biro iklan media (media agency). Biro iklan yang melakukan hal ini akibatnya hanya berfungsi sebagai biro iklan kreatif (creative agency atau sering pula disebut sebagai brand agency). Bila Anda ingin mengirimkan lamaran ke suatu biro iklan, pastikan bahwa posisi yang Anda incar memang ada pada perusahaan tersebut. Selain ke empat pilar di atas, ada beberapa departemen lainnya yang mempunyai fungsi yang menunjang keberhasilan ke empat departemen tersebut. Berikut ini uraian singkat dari beberapa departemen penunjang tersebut: 1.Studio Kreatif Departemen ini bertanggung-jawab untuk merubah ide-ide yang ditemukan oleh tim kreatif (Pengarah Seni ataupun Penulis Naskah) kedalam bentuk yang dapat lebih “mudah” dilihat dan dipahami oleh orang kebanyakan. Sederhananya: tugas mereka adalah memvisualisasikan ide-ide yang awalnya hanya bersifat “dalam angan-angan” atau baru berupa coretan-coretan sederhana. Jadi, kecuali materi iklan itu hanya berbentuk audio (suara), maka untuk materi-materi lainnya, peran studio ini akan dibutuhkan. Staf Studio yang menggunakan kemampuan tangannya (secara manual) dalam memvisualisasikan suatu ide disebut Visualizer. Individu ini harus mempunyai keahlian menggambar yang tinggi dalam berbagai gaya sesuai dengan kebutuhan dari tim kreatifnya. Selain secara manual, visualiasi ide tersebut juga dapat dilakukan dengan bantuan peralatan komputer dan perangkat lunak. Individu yang mampu melakukan hal ini disebut sebagai Graphic Designer. Seorang Graphic Designer harus mampu menangkap ide-ide yang disampaikan tim kreatifnya dan menggunakan segala kemampuannya dan penguasaannya atas perangkat komputer dan perangkat lunaknya untuk menghasilkan karya grafis yang diharapkan oleh tim kreatifnya. Untuk materi-materi yang akan membutuhkan proses lebih lanjut seperti iklan televisi, maka hasil akhir dari departemen ini adalah gambar-gambar visual yang akan digunakan sebagai patokan/bimbingan bagi penuntasan proses selanjutnya oleh rumah produksi iklan televisi (dikenal dengan istilah story-board). Seorang staf Studio Kreatif juga diharapkan mempunyai pengetahuan mengenai pengaruh/psikologi warna, komposisi disain, jenis-jenis huruf (font), efek cahaya, jenis-jenis media iklan (jenis-jenis kertas, plastik dan bahan-bahan lainnya yang bisa menjadi media iklan) dan dalam beberapa penugasan dibutuhkan pula keahlian dalam memahami bentuk secara 3 dimensi. Satu catatan kecil yang Penulis ingin sampaikan disini bahwa masih sering terjadi kesalah-pahaman di antara pelamar pekerjaan ke biro iklan yang mencampur-adukan pemahaman antara fungsi Pengarah Seni (Art Director) dengan Graphic Designer. Satu hal yang membedakan secara nyata ke dua fungsi ini adalah bahwa seorang Pengarah Seni tidaklah dituntut kemampuannya dalam menggambar secara manual ataupun dalam penguasaan perangkat lunak yang berkaitan dengan disain grafis. Seorang Pengarah Seni dituntut untuk lebih memfokuskan daya pikirnya dalam penciptaan ide-ide yang orisinil dan kreatif. 2.Produksi Cetak dan Audio Visual Departemen ini bertanggung-jawab untuk meneruskan proses kerja yang dilakukan di departemen Studi Kreatif sampai suatu materi iklan benar-benar siap ditayangkan. Produksi Cetak bertanggungjawab untuk bekerja sama dengan percetakan sehingga menghasilkan materi-materi iklan cetak. Sedangkan Produksi Audio Visual akan bekerja sama dengan rumah produksi iklan TV maupun rumah produksi radio untuk menghasilkan iklan-iklan TV atau radio. Kunci keberhasilan dari departemen ini dapat diukur dari beberapa kriteria berikut: Kualitas yang tinggi Harga/biaya yang kompetitif Waktu penyelesaian yang tepat waktu Untuk menunjang keberhasilannya, seorang Produser Cetak harus menguasai dengan baik detil proses cetak (seperti jenis kertas, jenis mesin cetak, pencampuran tinta warna dan lain-lain). Sedangkan Produser Audio Visual harus menguasai proses kerja dalam suatu rumah produksi, memahami fungsi alat-alat/teknologi yang digunakan rumah produksi serta mempunyai wawasan yang luas sehingga mampu memilih sutradara film iklan yang sesuai dengan yang diharapkan oleh tim kreatif. 3.Pencarian Model (Casting/Talent Department) Departemen ini berfungsi untuk membantu tim kreatif dan tim Produksi Cetak dan Audio Visual dalam menyediakan alternatif model iklan yang sesuai dengan ide tim kreatif. Model ini dalam pengertian yang seluas-luasnya, dalam arti, bisa saja model itu adalah sebagai seorang individu secara lengkap, bisa pula hanya model untuk suatu bagian tubuh tertentu (model rambut, model tangan, model kaki dan lain-lain), termasuk juga model suara. Seorang pencari model yang handal akan mampu menerjemahkan ide-ide kreatif dari tim kreatif dan memberikan saran-saran profesionalnya dalam mencari model iklan yang sesuai. Ia juga harus mempunyai wawasan yang luas dan mata yang ‘tajam’ dalam menemukan model iklan yang cocok. Tidaklah selalu suatu model hanya dilihat dari kondisi fisiknya saja karena karakter dan gaya/perilaku seseorang juga dapat mempengaruhi apakah ia akan cocok ataukah tidak menjadi model suatu iklan. Pencari model juga harus dibekali dengan kemampuan membujuk seseorang agar mau menjadi model iklan. 4.Manajemen Proyek (Project Management) Departemen ini berfungsi sebagai ‘pengawas’ (controller) atas berlangsungnya suatu proses kerja perusahaan periklanan. Keberhasilan departemen ini akan ditentukan oleh kriteria-kriteria berikut: Pekerjaan yang tepat waktu (on-time) Anggaran/biaya yang tidak melebihi rencana awal (on-budget) Kualitas yang tepat/sesuai dengan pesanan (on-quality) Untuk dapat melakukan fungsinya dengan profesional, seorang staf Manajemen Proyek harus memahami dengan sangat baik seluruh proses kerja di perusahaan periklanan. Ia juga harus memahami kuantitas dan kualitas seluruh tenaga kerja yang tersedia dan mampu mengatur dengan baik pembagian waktu kerja serta beban kerja mereka. Mereka juga harus mampu bekerja dalam tekanan yang tinggi, mengambil keputusan di saat-saat yang genting dan selalu siap dengan alternatif pemecahan masalah, termasuk bila suatu pekerjaan terpaksa harus diselesaikan oleh pihakpihak di luar perusahaan periklanan (out-sourcing). 5.Departemen Lini Bawah (Below-The-Line Department) Departemen ini akan sangat bervariasi dari satu biro iklan ke biro iklan lainnya. Hal ini didorong oleh makin derasnya kebutuhan akan promosi yang bersifat “lini bawah”. Promosi “lini atas” biasanya dikaitkan dengan promosi melalui media-media yang konvensional; seperti media cetak (koran, majalah, tabloid, billboard dan lain sebagainya), media audio (radio), dan media audio visual (televisi, bioskop). Pengembangan lebih detil dari fungsi ini akan tergantung dari orientasi bisnis suatu perusahaan periklanan. Pengertian mengenai promosi ’lini bawah’ inipun saat ini terus berkembang dengan pesat dan semakin luas areanya. Beberapa contoh yang dapat diuraikan disini, misalnya: Events Marketing: Bertugas untuk mencari bentuk-bentuk kegiatan (events) yang dapat mendukung promosi suatu produk. Kegiatan itu bisa berupa: pertunjukan musik, demo penggunaan suatu produk, lomba olahraga, pameran, dan lain sebagainya. Retail Marketing: Bertugas untuk mencari celah-celah media baru yang ada di area transaksi (retail area) untuk menggugah minat konsumen. Contoh sederhananya antara lain: pemasangan poster di dekat konter pembayaran, pemasangan materi-materi iklan di suatu warung, pemasangan stiker promosi di lantai sautu toko, pemasangan rak/lemari pajang khusus (booth) disuatu supermarket dan lain sebagainya. Sponsored Program: Bertugas mencari kemungkinan suatu promosi dapat ”ditempelkan” dalam bentuk mensponsori suatu kegiatan yang sudah ada atau menciptakan suatu kegiatan/program khusus. Program yang paling umum disponsori adalah film-film atau program di televisi ataupun program di radio. Tapi kegiatan ini telah berkembang cukup jauh sehingga saat ini bahkan suatu film bioskop-pun dapat disponsori oleh suatu produk. Interactive & Direct Marketing: Dalam konteks ini, Interactive Marketing/Promotion adalah suatu pendekatan dimana suatu kegiatan dilakukan sedemikan rupa sehingga memunculkan interaksi antara suatu produk dengan konsumennya secara langsung. Program-program promosi interaktif ini paling sering ditemui di dunia maya melalui penampilan web-site dari suatu produk atau kegiatan yang disponsori suatu produk tertentu. Bentuk ini sebenarnya adalah pengembangan dari kegiatan lapangan (events) yang mempertemukan suatu produk dengan konsumennya pula. Direct Marketing/Promotion adalah suatu pendekatan pemasaran ataupun promosi yang dilakukan dengan cara mengirimkan suatu pesan khusus (bisa melalui kurir ataupun SMS/MMS) dan biasanya konsumen sekaligus dapat melakukan pemesanan pembelian barang/jasa melalui pesan khusus tersebut. 6.Riset Media (Media Research) Departemen ini sangat erat berhubungan dengan fungsi Perencanaan Media. Fungsi mereka adalah membantu Perencana Media dengan memberikan masukan-masukan mengenai perilaku konsumen yang berkaitan dengan penggunaan media massa (misalnya: seberapa sering seseorang membaca koran per minggunya, dimana atau kapan mereka paling sering membaca koran dan lain sebagainya). Di Indonesia, ada beberapa biro riset media independen yang datanya dapat dibeli oleh biro iklan. Departemen ini dapat pula berfungsi untuk melakukan pengolahan data-data riset dari biro riset media independen itu untuk kemudian menyajikan hasil telaah/analisanya kepada Perencana Media. 7.Jasa Terpadu (Central Service Division) Divisi ini merupakan gabungan dari beberapa departemen penunjang yang bersifat umum (nyaris selalu ada di perusahaan manapun juga). Dalam divisi ini terdapat antara lain fungsi keuangan, pajak, akunting, bagian umum, personalia/SDM, dan teknologi informasi yang Penulis rasa tidak perlu dijabarkan di sini. Seperti dapat Anda baca di atas, sebenarnya cukup banyak posisi/fungsi di perusahaan periklananyang tidak berkaitan langsung dengan suatu bidang pendidikan tertentu. Dan sampai saat kinipun belum ada institusi pendidikan yang mampu mencetak tenaga ahli periklanan secara umum dan mampu memenuhi kebutuhan seluruh fungsi-fungsi di atas. Hal ini berakibat perusahaan periklanan yang profesional akan menyediakan program orientasi dan pelatihan agar individu-individu yang bekerja di sana dapat secepatnya beradaptasi dengan pekerjaan-pekerjaan mereka. Sedikit tambahan mengenai gambaran umum ciri-ciri pekerjaan yang ada pada perusahaan periklanan: a. Variasi pekerjaan yang kompleks b. Dinamika perubahan yang cepat Perubahan dari sisi klien Perubahan dari sisi internal perusahaan periklanan Perubahan dari sisi mitra kerja lainnya c. Tenggat waktu pekerjaan yang singkat d. Bekerja dalam tim dan menghadapi berbagai jenis kepribadian e. Lingkungan sosial yang relatif informal f. Struktur organisasi cenderung datar dan matriks g. Kebutuhan akan pengetahuan yang luas (tingkat intelektual yang tinggi) h. Tingginya tingkat keluar-masuk karyawan (employee turn-over rate) i. Karyawan relatif berusia muda (rata-rata 30-32 tahun) j. Tantangan untuk selalu memunculkan ide-ide kreatif Setiap jenis perusahaan dan pekerjaan akan membutuhkan individu dengan karakter dan kemampuan yang berbeda pula. Beberapa karakter individu yang dapat menunjang keberhasilan dalam karir Anda di suatu perusahaan periklanan adalah: 1. Kreatifitas (Creativity): Kreatifitas adalah inti kehidupan dari suatu perusahaan periklanan perusahaan periklanan. Jiwa kreatifitas harus mengalir di seluruh departemen dan di seluruh perusahaan periklanan, bukan hanya kewajiban dari tim/departemen kreatif saja. 2. Semangat dan Kecintaan Terhadap Pekerjaan (Passionate): Kreatifitas yang maksimum hanya dapat muncul bila ada semangat kerja untuk selalu mencapai yang terbaik dan menimbulkan kekaguman bagi semua pihak. 3. Berani Mengambil Resiko (Risk Taking): Resiko gagal adalah sesuatu yang wajar dalam proses kreatifitas dan inovasi. Perusahaan periklanan akan menghargai pengambilan resiko yang berhasil (tanpa harus memberikan `hukuman` atas ide kreatif yang gagal). 4. Dorongan & Kepercayaan (Empowerment & Trust): Menghargai tiap kontribusi dari tiap individu untuk membangun suasana kerja yang saling percaya hingga karyawan memunculkan seluruh pontensi-potensi mereka semaksimal mungkin. 5. Proaktif (Proactive): Individu yang proaktif adalah inti suatu tim yang mampu berprestasi maksimal untuk menciptakan ide-ide yang mengagumkan. perusahaan periklanan mendukung dan mendorong karyawannya untuk melakukan inisiatif dan bertanggung-jawab penuh dalam menciptakan dan mendukung ide-ide yang cemerlang tersebut. 6. Ceria (Fun): Suasana kerja yang menyenangkan dibutuhkan untuk merangsang dan terus menjaga tingkat enerji dan kreatifitas yang tinggi sehingga perlu diciptakan suasana yang menyenangkan bagi semua orang dengan tetap menjaga rasa saling menghargai satu sama lain.
Page 1

PERANCANGAN IKLAN

By: Pranti Sayekti

1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kata iklan atau periklanan sudah tidak asing lagi didengar dalam kehidupan

sehari-hari. Menurut William Wells, periklanan adalah bentuk komunikasi non-

personal dengan biaya tertentu dari sponsor yang sudah teridentifikasi melalui media massa untuk merayu atau mempengaruhi konsumen/pasar, sedangkan iklan adalah bagian dari bauran promosi (Promotions Mix) dimana promosi merupakan bagian dari bauran pemasaran (Marketing Mix). Secara sederhana iklan dapat didefinisikan sebagai pesan yang menawarkan suatu produk yang ditujukan kepada masyarakat lewat suatu media, lalu keseluruhan proses yang meliputi persiapan, perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan penyampaian iklan disebut sebagai periklanan.

Sebelum Guttenberg menemukan mesin cetak pada tahun 1450, iklan sudah

dikenal oleh manusia dalam bentuk pesan berantai. Pada masa tersebut, masyarakat belum mengenal huruf, dan sistem perdagangan mereka masih menggunakan sistem barter. Pesan berantai tersebut berperan pada saat berdagang dan membantu kelancaran jual beli pada jaman tersebut. Dalam dunia pemasaran, pesan berantai tersebut terkenal dengan sebutan “World of Mouth”. Hal ini membuktikan bahwa kegiatan periklanan sebenarnya sudah berlangsung sejak jaman dulu.

Jika pada awalnya iklan pertama yang dikenal adalah iklan dalam bentuk

lisan, maka seiring dengan perkembangan jaman dimana manusia sudah mengenal huruf, menyebabkan tulisan menjadi alat penyampaian pesan termasuk dalam penyampaian iklan. Pada titik ini, iklan yang ada sudah dapat disimpan dan dibaca secara berulang-ulang. Media yang digunakan dalam penyampaian iklan juga ikut berkembang seiring dengan perkembangan jaman tersebut, yang ditandai dengan bentuk iklan mulai berkembang menjadi relief-relief yang diukir pada dinding.

Setelah sistem percetakan ditemukan oleh Guttenberg pada tahun 1450, mulailah bermunculan sejumlah surat kabar mingguan dan pada saat itu iklan semakin dimanfaatkan untuk kepentingan komersial. Sampai saat ini pun kita masih bisa melihat perkembangan iklan yang sangat pesat, terutama dalam hal media yang digunakan.
Page 2

2

Pada jaman sekarang ini iklan telah memasuki seluruh bagian kehidupan

manusia, hal ini dapat dilihat dari munculnya iklan-iklan di televisi, billboard di

sepanjang jalan, bahkan kaos, topi, celana yang dipakai banyak orang telah menjadi sasaran media iklan. Perkembangan teknologi merupakan salah satu hal yang mendukung perkembangan kegiatan periklanan dan juga perkembangan media-media yang digunakan untuk kegiatan periklanan tersebut. Kebutuhan akan suatu kegiatan periklanan juga dirasakan semakin meningkat, dapat dikatakan setiap kegiatan bisnis yang ada memerlukan adanya suatu aktivitas periklanan. Hal ini mengakibatkan makin banyak bermunculannya biro-biro periklanan, dan hal ini juga terjadi di Indonesia.

Sebuah biro iklan berperan mempertemukan kepentingan pengiklan dengan

media. Peranan utama biro iklan sebenarnya adalah membeli waktu dan/atau ruang media. Dengan demikian, suatu biro iklan berhubungan dengan pengiklan di satu pihak, dan satu atau beberapa media di pihak lain. Selain itu sebuah biro iklan memiliki peranan untuk memberikan jawaban-jawaban atas permasalahan yang akan disebutkan dibawah ini serta melaksanakannya:

1. What (positioning), apa yang ditawarkan dari produk yang diiklankan, atau

produk tersebut ingin dijual sebagai apa.

2. Who (segmen konsumen), siapa yang cocok untuk dijadikan sasaran pasar

dilihat dari segi demografi dan psikografi.

3. How (kreativitas), bagaimana membujuk calon pembeli agar tertarik,

menyukai dan loyal.

4. Where (media dan kegiatan), di mana saja daerah pasar yang perlu digarap,

serta media dan kegiatan apa yang cocok untuk daerah tersebut.

5. When (penjadwalan), kapan kegiatan tersebut dilaksanakan dan akan

memerlukan waktu berapa lama.

6. How Much (anggaran), seberapa jauh intensitas kampanye atau berapa

banyak dana yang tersedia untuk membiayai kegiatan tersebut.

Untuk lebih dapat memahami tentang periklanan dan biro iklan yang ada di

Indonesia, ada baiknya kita memahami lebih jauh mengenai sejarah periklanan di Indonesia.

Khasali, Rhenald. Manajemen Periklanan. Jakarta: PT Pustaka Utama Grafiti, 1992. hal. 24
Page 3

3

1.1.1. Sejarah Periklanan Indonesia

Perkembangan industri periklanan di Indonesia tidak terlepas dari pengaruh-

pengaruh dari masa pendudukan Belanda dan Jepang, sehingga sejarah awal

periklanan di Indonesia memiliki kaitan yang sangat erat dengan perkembangan

kegiatan periklanan yang dilakukan oleh Hindia Belanda. Bahkan jika berbicara

mengenai perkembangan industri periklanan, maka hal tersebut tidak dapat terlepas dari perkembangan industri pers dan percetakan yang ada pada saat itu. Pada periode 1917-1942 pertumbuhan ketiga industri tersebut saling berkaitan erat, dan pada kurun waktu tersebut banyak ditemukan percetakan yang juga merangkap sebagai penerbit surat kabar, sehingga banyak pesanan pemasangan iklan yang justru dikirim langsung ke percetakan.

Untuk mempermudah pembahasan mengenai sejarah periklanan di Indonesia,

maka pembahasan ini akan dibedakan menjadi dua, yakni pembahasan mengenai perkembangan iklan itu sendiri (yang dimaksud di sini adalah perkembangan jenis-jenis iklan yang ada di Indonesia), dan pembahasan mengenai perkembangan industri periklanan di Indonesia.

Pembahasan periklanan di Indonesia sendiri dibagi menjadi 5 kurun waktu,

yakni pada awal periklanan Indonesia (masa pendudukan Belanda, 1744-1930), masa pera-pendudukan Jepang (1930-1942), periode pendudukan Jepang (1942), masa awal kemerdekaan (1954-1950), dan periode tahun 1950-1972.

1.1.1.1. Awal periklanan Indonesia (masa pendudukan Belanda, 1744-1930)

Seiring dengan pertumbuhan industri perdagangan pada kurun waktu tersebut,

adapun macam-macam iklan yang terbentuk, diantaranya:

a. Iklan pertama di Hindia Belanda

Iklan pertama di Hindia Belanda muncul pada bulan Agustus pada tahun

1744, bersamaan dengan surat kabar pertama, yaitu Bataviasche Nouvelles di

Batavia (Jakarta). Surat kabar ini dapat dikatakan merupakan surat kabar

pemerintahan Hindia Belanda, karena ia diterbitkan dan dicetak oleh

Vereenigde Oost Compagnie (VOC). Dimana pada kenyataannya hampir

seluruh halaman surat kabar tersebut dipenuhi dengan iklan.
Page 4

4

Perintis tumbuhnya iklan di Hindia Belanda adalah Jan Pieterzoen Coen.

Dia pendiri Batavia dan Gubernur Jenderal Hindia Belanda tahun 1619-1629.

Hal ini berkaitan dengan berita yang ia kirimkan kepada pemerintah setempat

di Ambon dengan judul Memorie De Nouvelles, yang mana salinannya ditulis

dengan tulisan tangan yang indah (Silografi) pada tahun 1621. Penulisan

berita dengan tulisan yangan yang indah ini berkaitan erat dengan keberadaan

Belanda yang sejak abad ke-16 merupakan pusat penulisan silografi atau

tulisan indah.

Dilihat dari fungsi dan bentuknya, lembaran berita yang dikirimkan

tersebut bersifat informasi pemerintah yang komersial dan memang berita

tersebut dikirimkan berkaitan dengan adanya persaingan antara pemerintah

Hindia Belanda dengan Portugis, yang sedang bermasalah dalam perebutan

hasil rempah-rempah dari kepulauan Ambon. Jan Pieterzoen Coen dapat

dikatakan “menulis” iklan yang isinya ditujukan untuk melawan aktivitas

perdagangan oleh Portugis. Iklan yang ditulis oleh Jan Pieterzoen Coen

tersebut akhirnya diterbitkan kembali dalam surat kabar Batavia Nouvelles

pada tanggal 17 Agustus 1744 (lebih dari satu abad setelah beliau meninggal).

Batavia Nouvelles merupakan surat kabar pertama di Hindia Belanda, dan

dengan demikian, iklan yang dimuatnya pun merupakan iklan pertama di

Hindia Belanda (yang berperan dalam memediakan kembali iklan tersebut di

Hindia Belanda adalah karyawan sekretariat dari kantor Gubernur Jenderal

Imhoff, Jourdans).

b. Iklan buku pertama

Iklan buku pertama ini muncul berkaitan dengan sejarah perkembangan

percetakan buku di Hindia Belanda. Perusahaan percetakan buku yang

dikelola oleh swasta dimulai tahun 1839 dipelopori oleh Cijveer & Company.

Perusahaan ini banyak mengalami pergantian nama dan mengalami banyak

perpindahan tangan, dan hal ini disebabkan oleh kegagalan dalam

pemasarannya yang terus-menerus. Faktor utamanya karena mereka tidak

dapat memanfaatkan periklanan akibat adanya larangan keras dari pemerintah

Cakram edisi khusus, 100 Persen Indonesia 2003. hal. 34.
Page 5

5

kolonial, dan baru ketika perusahaan ini dipegang oleh Bruyning Wijt,

kemajuan mulai terjadi. Kesuksesan ini dikarenakan buku-buku mereka yang

mulai dipublikasikan melalui iklan-iklan di surat kabar dan pada saat itulah

muncul iklan buku.

c. Iklan media massa pertama

Pemanfaatan iklan untuk menunjang pemasaran juga sudah lama dikenal

oleh para pengelola surat kabar. Surat kabar yang pertama kali memuat iklan-

iklan produk adalah Tjahaja Siang (Cahaya Siang), terbit di Minahasa pada

tahun 1825. Surat kabar ini mengiklankan produk obat-obatan tradisional.

Tjahaja Siang adalah surat kabar pribumi yang pertama kali memanfaatkan

iklan sebagai penunjang pemsaran, dan iklannya disebarluaskan hingga ke

Eropa. Kemudian disusul oleh Soerabaja Advertentie Blad, yang terbit

pertama kali pada tahun 1836 di Surabaya. Surat kabar Bientang Timoor,

Surabaya, bahkan telah menggunakan iklan untuk meluncurkan produknya,

dan dalam penerbitan pertamanya, surat kabar ini telah memuat iklan. Surat

kabar lain yang juga telah memuat iklan adalam nomor perdananya adalah

surat kabar Bromatani yang terbit pada tahun 1872 dengan menggunakan

bahasa melayu.

d. Iklan dalam bentuk brosur/leaflet/booklet

Sekitar tahun 1870-an, nampak adanya peningkatan kreatifitas dalam

penanganan visual dan keragaman pesan iklan. Bahkan perkembangan yang

ada pada saat itu ternyata menumbuhkan kebutuhan baru, yakni berupa

pembentukan lembaga-lembaga penelitian untuk mengembangkan dan

mengakumulasi modal swasta yang pada saat itu banyak merambah ke sektor

perkebunan dan pertambangan. Asosiasi ini juga bertugas sebagai lembaga

penelitian yang sekaligus memproduksi brosur-brosur yang digunakan

sebagai wahana informasi dan promosi agar pada calon penanam modal di

perusahaan perkebunan mereka mengetahui seberapa jauh rentabilitas

investasi mereka. (misalnya: Javaasche Bank yang menggunakan barang-

barang cetakan untuk mengundang modal asing ke Hindia Belanda). Brosur
Page 6

6

dan booklet perkenalan mereka umumnya dicetak di percetakanG.C.T van

Dorp & Co., yang berlokasi di Jakarta, Semarang, dan Surabaya.

Dalam sebuah buku dengan judul “Iklan Surat Kabar” yang ditulis oleh

Bejo Riyanto sempat dibahas mengenai penyebab peningkatan dan adanya

perbaikan dalam hal kreatifitas yang terjadi pada masa tersebut. Dalam buku

tersebut disebutkan bahwa ada dua faktor penyebab, yakni faktor eksternal

dan internal daripada industri pers maupun periklanan itu sendiri

– Faktor Eksternal

Seperti yang telah disinggung di atas, yang pertama adalah karena

terbentuknya peluang investasi modal swasta secara langsung dalam

bidang industri periklanan dan perdagangan di Jawa. Pada saat itu

kebijaksanaan politik liberalisasi perekonomian dan pemerintahan Hindia

Belanda telah menarik arus masuk imigran kulit Eropa yang cukup besar

untuk tinggal dan menetap di kota-kota besar di Pulau Jawa.

Faktor kedua adalah pertumbuhan perekonomian masyarakat pribumi

dan industrialisasi melahirkan sejumlah produk yang memerlukan

kegiatan pemasaran. Pertumbuhan perekonomian ini juga memungkinkan

terbentuknya suatu masyarakat konsumen yang potensial untuk

pemasaran produk industri dan jasa moderen di Pulau Jawa. Dari segi

politik, adanya “Politik Etis” pemerintah yang melahirkan lapisan terdidik

dari masyarakat pribumi, dalam bentuk priyayi terpelajar, professional,

dan birokrat. Lapisan ini akhirnya menjadi lapisan konsumen moderen

yang potensial untuk pemasaran produk yang berurusan dengan gaya

hidup seperti buku, parfum, minuman keras, hingga cerutu.

– Faktor Internal

Industri pers sendiri juga telah berkembang dan mampu

mendistribusikan surat kabar secara luas hingga ke luar Pulau Jawa.

Teknologi percetakan pun semakin baik, dan industri pers pun

berkembang ke banyak kota besar di nusantara. Bahasa pengantar yang

digunakan juga telah disesuaikan dengan khalayak sasaran penerbitan.

Bahasa pengantar yang digunakan antara lain: Bahasa Cina, Melayu, Jawa,

dan Sunda. Telah disinggung di atas bahwa perkembangan industri
Page 7

7

periklanan tidak dapat dilepaskan kaitannya dengan industri pers, bahkan

dapat dikatakan bahwa untuk menjaga kelangsungan hidupnya, penerbitan

pers membutuhkan dukungan dari iklan. Sebaliknya, hal ini menimbulkan

peluang bisnis tersendiri, maka pada masa itu muncul industri jasa

periklanan yang dikelola dengan lebih baik. Sejumlah perusahaan

periklanan moderen pun bermunculan seperti Albrecht & co., N.V

Algemen Reclame Bereau Excelsior, dan sebagainya.

e. Iklan kantor tenaga kerja

Munculnya iklan tenaga kerja, banyak dipengaruhi pleh masuknya modal

swasta di sektor perkebunan. Pada tahun 1902, iklan jenis ini muncul di

berbagai surat kabar, antara lain: Sumatra Post, dan Deli Courant di Sumatra

Timur (sekarang Riau), yang merupakan daerah perkebunan utama pada masa

itu.

f. Iklan produk industri

Masuknya produk-produk industri baru ke Hindia Belanda mendorong

produsennya untuk ikut beriklan. Salah satu produk yang diiklankan pada saat

itu adalah produk lampu penerangan yang tidak menggunakan listrik, dimana

produk ini termasuk teknologi terbaru pada saat itu. Iklan ini sudah mulai

dibuat oleh perusahaan periklanan dan dimunculkan si surat kabar Reclame

en Reproductie. Istilah, frasa, dan gaya bahasanya yang digunakan dalam

iklan-iklan tersebut juga sudah terasa berbeda.

Dengan mulai terlibatnya perusahaan periklanan dalam membuat suatu

iklan pada masa itu mulai mengandung unsur persuasi yang kuat dengan

memberikan janji bahwa produk yang ditawarkan merupakan produk yang

kualitasnya paling baik dengan harga yang paling murah.

g. Iklan tentang perusahaan periklanan.

Dengan banyaknya perusahaan periklanan yang bermunculan pada abad

20, salah satu perusahaan periklanan yang cukup besar saat itu yakni N.V.

Algemen Reclame Bureau Excelsior tercatat sebagai perusahaan
Page 8

8

yang pertama yang mengiklankan dirinya sendiri. Teks iklan mereka berusaha

menunjukkan bahwa mereka pun telah berupaya untuk ikut menegakkan etika

periklanan. Excelsior, banyak merancang iklan untuk hotel, diantaranya Hotel

Wilhemina dan Homann, yang merupakan dua hotel terbesar di Bandung,

sedangkan produk-produk lain yang mereka tangani adalah produk otomotif

seperti Peugeot Motor dan General Motors. Memasang iklan melalui

Excelsior cukup mahal, tetapi pada saat itu memang belum ada pemisahan

biaya untuk memproduksi materi iklan dengan biaya pemasangannya di

media-media, karena itu, untuk iklan display (bergambar dan besar) yang

umumnya memang dibuat menarik dan sangat artistic, mereka berani

memasang tarif lebih tinggi.

Antara periode tahun 1900-1928 belum ditemui artikel atau tulisan yang

membahas tentang peran dan fungsi iklan yang sebenarnya. Pada masa itu,

iklan semata-mata dimanfaatkan untuk menjual produk oleh para produsen,

dan untuk menunjang kehidupan surat kabar. Terlepas dari itu, pada periode

tahun 1920-an sampai 1930-an, terlihat juga adanya kecenderungan iklan-

iklan yang menggunakan model, terutama perempuan. Meskipun banyak di

antara produk-produk yang diiklankan tersebut tidak selalu ditujukan untuk

perempuan.

1.1.1.2. Masa Pra-Pendudukan Jepang (1930-1942)

Pada masa ini, adapun jenis-jenis iklan yang muncul, antara lain:

a. Iklan jenis baru

Pada tahun 1930, bermunculan beberapa jenis iklan baru, antara lain:

iklan pernikahan, kematian, dan iklan perjalanan (travel). Khusus untuk iklan

perjalanan ini, menawarkan tur keliling dunia dari perusahaan jasa periklanan

Java-China-Japan Lijn N.V.

b. Iklan dengan unsur berita

Pada tahun 1932an mulai ditemui unsur news atau berita pada teks iklan.

Iklan jenis ini dikeluarkan oleh perusahaan periklanan Liem Eng Tjiang & Co.

Berikut ini adalah bunyi teks iklannya:
Page 9

9

Sekarang Soedah Sedia!!!

Obat penoeloeng boeat sakit panas atau demem. Jatioe: Obat Tjap Panah.

Harganja satoe boengkoes tjoema f.0,05 (lima cent). Boeat di loewar searang

pesenan paling sedikit 20 boengkoes. Lain ongkos kirim, pesenan terkirim

dengan rembours. Boleh dapat beli atau pesen pada: tan Giok Djiang,

Kranggan, Semarang.

c. Iklan promosi penjualan

Pada saat itu ada juga produk yang pada dasarnya adalah konsumsi

masyarakat Eropa, namun sejak awal abad ke-20 dikonsumsi juga oleh

masyarakat pribumi, salah satunya adalah bir. Iklan-iklan bir pada saat itu

adalah iklan bir hitam serimpi, dan berhadiah tunai f.500,- untuk setiap

pembelian tiga botol. Teks iklan promosi kepada konsumen tersebut cukup

panjang, karena pada iklan tersebut memang perlu menjelaskan mekanisme

keikutsertaannya. Seperti juga iklan promosi penjualan pada jaman modern,

iklan promosi serimpi juga mengkaitkan hadiah dengan pembelian barang.

Hal ini kemungkinan didorong oleh ketatnya persaingan, karena pada masa

itu, diperkirakan terdapat 10 perusahaan bir. Mekanisme pelaksanaannya

kemungkinan besar mengikuti pola penarikan undian (lotere) yang mulai

berkembang di Hindia pada tahun 1020-an. Iklan promosi serimpi tersebut

ternyata sangat sukses, sebagaimana tertulis dalam Economic Weekblad.

d. Iklan dialog dalam media cetak

Meskipun pada saat itu tidak tersedia media auditif atau audio visual, para

perancang iklan tetap memiliki tingkat kekreatifitasan yang tinggi. Hal ini

terbukti dengan munculnya iklan dengan format yang dialogis. Iklan cetak

dalam format dialog ternyata berkembang di Indonesia pada tahun 1930-an.

Jenis iklan ini sebenarnya sudah digunakan di Eropa pada awal abad ke-19,

terutama untuk mengiklankan produk obat-obatan oleh perusahaan-

perusahaan periklanan di Inggris.

Kurangnya bacaan dan rendahnya tingkat pendidikan masyarakat

Indonesia di masa tahun 1930-an, juga tercermin dari terbatasnya khasanah
Page 10

10

kata yang digunakan iklan-iklan. Kebanyakan iklan menggunakan istilah-

istilah yang sama. Pada tahun 1930-an itu juga berkembang tuntutan klien

pada perusahaan periklanan untuk menciptakan pesan-pesan iklan yang lebih

terfokus dan efisien. Dalam pengertian, para perusahaan dituntut untuk

menyederhanakan iklan-iklan yang mereka ciptakan. Baik itu dalam bentuk

verbal maupun yang menggunakan ilustrasi.

Jika diperhatikan, iklan-iklan pada masa itu cenderung menampilkan tiga

aspek penting yang tetap relevan sampai sekarang, yaitu:

– Periklanan saat itu sudah dituntut untuk memilih kata-kata yang

sederhana dan langsung sehingga maknanya dapat lebih cepat diterima

oleh calon konsumennya.

– Kata-kata yang dipilih harus memiliki kaitan dengan produk yang

ditawarkan.

– Iklan harus mampu secara cepat diidentifikasikan oleh khalayak

sasarannya sebagai produk yang khusus untuk mereka.

1.1.1.3. Periode Awal Pendudukan Jepang (1942)

Invasi Jepang ke Indonesia mengakibatkan terhentinya laju industri

periklanan Indonesia yang sebelumnya dikelola secara relatif profesional. Bahkan segala kegiatan yang berhubungan dengan aktivitas ekonomi masyarakat, dialihkan ke ekonomi untuk pemerintah, atau ekonomi perang. Kebijaksanaan ekonomi ini bertumpu pada prioritas pembangunan jalan raya, kereta api, dan pemindahan romusha (pekerja paksa). Kampanye-kampanye periklanan yang semula bertujuan untuk komersial, berubah menjadi propaganda politik, atau untuk mendukung kepentingan militer Jepang. Oleh karena itu, jenis-jenis iklan pada jaman Jepang terbatas pada produk-produk skala kecil.

Pada periode ini, iklan-iklan yang masih bertahan pada masa pendudukan

Jepang ini adalah iklan-iklan perusahaan batik, rokok kretek, alat tulis, percetakan, dan bidang profesi seperti dokter atau medis lainnya. Sedangkan perusahaan-perusahaan besar (utamanya perkebunan dan mobil) yang berkembang pada masa Belanda, mengalami kehancuran pada saat pendudukan Jepang ini.
Page 11

11

Masa-masa awal pendudukan Jepang juga ditandai dengan banyaknya iklan

untuk mencari tenaga kerja. Pada masa itu, banyak dibuka kantor-kantor Jepang yang membutuhkan tenaga profesional untuk mendukung teknik-teknik propaganda moderen mereka. Keterampilan-keterampilan yang banyak dibutuhkan pada saat itu antara lain seperti bahasa, steno, mengetik, akuntansi, dan korenpondensi. Situasi inilah yang mengakibatkan banyaknya bermunculan iklan-iklan yang menawarkan jasa kursus-kursus kilat. Iklan-iklan lainnya yang cukup mendominasi surat-surat kabar pada saat itu adalah iklan bioskop yang banyak menayangkan film-film Jepang, seperti Sekai Tsugu dan Yukino Shigun.

Jika dibandingkan dengan periklanan pada jaman Hindia Belanda, iklan-iklan

pada masa pendudukan Jepang cenderung lebih sederhana. Kebanyakan

menggunakan pesan verbal tanpa gambar. Hal ini mungkin merupakan dampak lain dari kebijaksanaan politik Jepang yang lebih mementingkan industri-industri alat perang serta yang langsung untuk kepentingan tanah airnya sendiri. Meskipun demikian, banyak kasus yang membuktikan bahwa Jepang mempergunakan iklan sebagai alat propaganda dan sarana untuk melakukan invasi kebudayaan.

1.1.1.4. Masa Awal Kemerdekaan (1945)

Jenis-jenis iklan yang muncul pada masa ini antara lain:

a. Iklan Layanan Masyarakat

Pada masa ini, keadaan situasi ekonomi maupun periklanan mulai

mengalami perbaikan dan kembali seperti pada masa pra pendudukan Jepang.

Beberapa iklan pertama yang bermunculan di surat kabar adalah iklan yang

memuat himbauan untuk penghimpunan dana bagi berbagai kebutuhan

mendesak pada masa pasca kemerdekaan. Dana yang dihimpun dari iklan-

iklan ini umumnya dimaksudkan untuk membantu tiga hal penting, yaitu:

– Melanjutkan perjuangan mempertahankan kemerdekaan.

– Pembangunan atau perbaikan sekolah.

Iklan-iklan tersebut tercatat sebagai jenis iklan-iklan layanan masyarakat

pertama dalam Sejarah periklanan Indonesia. Perjuangan memenangkan

perang sebagai pemicu lahirnya layanan masyarakat di Indonesia itu, ternyata
Page 12

12

memiliki kesamaan dengan yang pernah terjadi di Amerika Serikat pada

tahun 1939. Selain iklan-iklan untuk penghimpunan dana, di Indonesia saat itu juga ada iklan-iklan yang menawarkan jasa perbaikan radio dan alat-alat kantor.

Karena pada saat itu banyak sekali barang-barang yang rusak akibat

peperangan atau perebutan kembali oleh anggota masyarakat terhadap

barang-barang yang dikuasai anggota tentara Jepang.

Pada masa itu iklan produk yang ada hanya iklan yang menawarkan

bahan kebutuhan pokok masyarakat, seperti kain dan sabun. Penggarapan

pesannya pun masih banyak yang dipengaruhi pola pada masa pendudukan

Jepang, yang hanya memanfaatkan unsur verbal, dan kurang memikirkan

aspek persuasinya.

b. Iklan Keluarga

Pada masa awal kemerdekaan tersebut, periklanan Indonesia juga ditandai

dengan banyaknya iklan ucapan belasungkawa atau ucapan terima kasih dari

keluarga yang kehilangan sanak keluarganya. Jika dilihat dari sisi lain,

banyaknya iklan belasungkawa ini juga telah ikut mengangkat solidaritas

rakyat untuk mempertahankan kemerdekaan.

c. Iklan Ekonomisasi

Meskipun mulai ada perbaikan di bidang ekonomi dan periklanan, tetapi

pada masa itu situasi perekonomian masih dirasakan sulit. Fenomena ini

menyebabkan banyaknya iklan yang menawarkan ekonomisasi dalam

pembelanjaan ataupun kehidupan sehari-hari masyarakat. Salah satu iklan

yang menawarkan ekonomisasi adalah iklan-iklan dari penjahit dan kursus,

dan ternyata iklan-iklan ini menjadi awal dari bangkitnya kembali iklan-iklan

komersial di Indonesia.

Pemicu banyaknya iklan-iklan dari jasa penjahitan ini adalah adanya

kebutuhan mendesak pada anggota laskar Indonesia. Pada penjahit ini aktif

memasang iklan dan dengan sendirinya ikut pula menghimpun sumbangan

untuk setiap iklan yang dimuat sebagai “dana kemerdekaan”. Menyusul
Page 13

13

setelah iklan-iklan jahit-menjahit itu, mulai muncul iklan produk-produk baru,

seperti minyak goreng, bir kalengan, dan papan tripleks. Produk-produk

tersebut utamanya banyak terlihat pada saat setelah tercapainya kesepakatan

antara Indonesia dan Belanda dalam Konferensi Meja Bundar.

1.1.1.5. Periode Tahun 1950-1972

Tahun 1953 ditandai dengan gencarnya iklan obat-obatan yang diproduksi

oleh biro-biro iklan nasional. Banyaknya iklan obat-obatan ini, tampaknya kurang diikuti dengan rasa tanggung jawab yang seimbang oleh sebagian anggota masyarakat periklanan pada saat itu. Bahkan banyak pula di antara obat-obatan yang beredar dan yang diiklankan masih diragukan manfaat dan keselamatannya bagi konsumen. Keadaan itu akhirnya memaksa pada praktisi periklanan yang dimotori Serikat Perusahaan Surat kabar (SPS) untuk mengusulkan dilakukannya penertiban.

Maka pada tahun 1954, kementerian kesehatan mengeluarkan dua ketentuan, yaitu:

a. Semua obat-obatan harus diteliti dulu keselamatan dan kemanfaatannya

sebelum dapat dijual di Indonesia.

b. Bahwa iklan obat-obatan harus menerangkan isi dan manfaat yang sesuai

dengan yang telah disahkan oleh kementerian kesehatan.

Pada saat itu terdapat kelompok pengiklan yang dikenal sebagai istilah The

Big Five. Salah satunya adalah NV Borsumij (Borneo Sumatra Handel Maatschappij).

Perusahaan ini bukan saja banyak menguasai ekspor-impor produk-produk industri, namun juga mempunyai kantor-kantor cabang hampir di semua kota besar di Indonesia, bahkan kota-kota besar di Asia, Australia, Timur Tengah, Eropa, dan Amerika Serikat. Sebagai perusahaan yang banyak terlibat dalam distribusi barang, iklan-iklan perusahaan ini tentu saja banyak menonjolkan luasnya jaringan distribusi atau kantor cabang dan perwakilannya.

Periode ini juga ditandai dengan mulai munculnya Korporat (corporate

advertising), yaitu iklan yang dibuat secara bersama-sama oleh beberapa perusahaan dan setiap perusahaan membayar menurut besarnya ruang yang mereka gunakan masing-masing. Tidak jelas mengapa muncul kecenderungan meningkatnya iklan-iklan jenis ini. Kemungkinan, iklan-iklan ini digunakan juga untuk menunjukkan kepada masyarakat umum terhadap besar dan bonafiditas perusahaan mereka, atau
Page 14

14

sesuatu kelompok usaha. Pada masa ini tidak banyak iklan berwarna yang muncul di media cetak. Kalaupun ada, hal tersebut tidak digunakan untuk memperoleh tambahan dampak atau meningkatkan tingkat perhatian pembaca, tetapi lebih sering digunakan sekedar unsur dekorasi. Pemuatannya pun hanya untuk memeriahkan atau merayakan suatu peristiwa penting. Pengenaan tarif iklan sudah menggunakan standar milimeter-kolom, namun iklan-iklan berwarna di majalah baru tersedia untuk halaman-halaman sampul saja.

Juga nampak adanya kemonotonan dalam hal kekreatifitasan, khususnya

dalam hal penulisan naskahnya. Sebagian besar rancangan produk iklan dalam negeri bertema “anjuran memakai” yang monoton, kata-kata “pakailah selalu” senantiasa digunakan dalam setiap teks iklan, lalu struktur verbal iklan yang masih tetap dipengaruhi oleh iklan-iklan jaman kolonial. Bahkan mereka pun masih banyak menggunakan istilah-istilah dari bahasa Belanda seperti Te Huur(sewa), Barber (cukur rambut), Restaurant, atau Te Koop(dijual). Kata-kata ini memang sering dijumpai dan diucapkan di radio, atau tertulis dalam kolom-kolom media cetak.

Meskipun demikian perusahaan-perusahaan besar sudah mulai berani

menggunakan sedikit teks, dan sekaligus menyadari pentingnya khalayak sasaran untuk mengenal logotype (ciri logo) produk-produk mereka. Sayangnya berbeda dengan teori periklanan, banyak produk ataupun merek baru yang tidak menyatakan pembaharuan yang mereka lakukan dalam iklan-iklan mereka. Selain itu, nuansa yang tercipta dari iklan-iklan tersebut hampir seluruhnya hanya untuk tujuan penjualan semata.

Kepopuleran penggunaan logo sebagai indentitas suatu produk atau merek,

memberikan bisnis baru bagi perusahaan periklanan. Jasa yang ditawarkan oleh

perusahaan menjadi bertambah, yakni memberikan jasa untuk perancangan logo yang sesuai dengan jenis, kepribadian, dan citra yang ingin dikembangkan dari masing-masing produk tersebut. Beberapa perusahaan bahkan meminta perusahaan periklanan untuk juga menguruskan nomor pendaftaran (gedeponeerd) merek atau logo baru dari produk mereka tersebut di kantor Pendaftaran Merk Dagang.

Permasalahan yang muncul sehubungan dengan mulai populer penggunaan

logo, disebabkan oleh tidak seimbangnnya kesadaran para pengusaha untuk

memasyarakatkan logo tersebut melalui iklan. Situasi ini membawa dampak di
Page 15

15

bidang hukum, karena ternyata pada saat itu banyak bermunculan logo-logo yang mirip satu sama lain. Akibatnya banyak perusahaan yang merasa perlu untuk memasang iklan yang bersifat pengaduan ataupun iklan-iklan yang memuat informasi yang menjelaskan perbedaan logo milik perusahaannya dengan logo perusahaan lainnya. Beberapa di antara perusahaan-perusahaan yang memiliki logo yang mirip dan bahkan yang telah memuat iklan pengumuman ternyata sama-sama belum terdaftar.

1.1.2. Perkembangan Industri periklanan di Indonesia

Seperti yang pernah disinggung pada pembahasan sebelumnya bahwa

perkembangan periklanan tidak dapat dipisahkan dengan perkembangan surat kabar dan usaha percetakan. Bahkan pada awal periklanan di Indonesia, iklan-iklan pertama yang bermunculan dibuat oleh pihak penerbitan surat kabar dan bukan dibuat oleh suatu perusahaan periklanan.

Awal abad ke-20 ditandai dengan mulai bermunculannya perusahaan

periklanan. Pada umumnya, mereka baru memasuki tahapan sebagai kolportir iklan untuk surat kabar. Beberapa dari perusahaan tersebut bahkan

mengiklankan pelayanan yang mereka tawarkan lengkap dengan daftar harga untuk pemasangan iklan di masing-masing surat kabar. Bermunculannnya perusahaan periklanan tersebut ternyata makin mendorong perkembangan surat kabar. Seperti yang sempat dibahas dalam perkembangan periklanan, bahwa pada masa ini telah tampak keterlibatan dari perusahaan periklanan dalam pembuatan iklan yang mengakibatkan adanya perbedaan antara istilah, frasam dan juga gaya bahasanya yang digunakan. Hal ini tampaknya menandakan bahwa pola perdagangan dan metode pemasaran di Hindia Belanda pada awal abad ke-20 itu telah dipengaruhi oleh perusahaan periklanan tersebut. Perkembangan ini menunjukkan bahwa Hindia Belanda telah melakukan adaptasi terhadap metode pemasaran sebagaimana yang telah berlangsung di Eropa. Dampak yang terjadi akibat situasi ini pun hampir sama, yaitu mendorong terjadinya “perang dagang”, dimana iklan-iklan produk saat itu bersifat sangat persuasif, saling menonjolkan kualitas dari produk mereka.

Sama seperti keadaan yang terjadi sekarang, perusahaan periklanan pada saat

itu juga dikelompokkan menjadi tiga kategori, yaitu besar, menengah, dan kecil.
Page 16

16

Perusahaan-perusahaan periklanan besar semuanya dimiliki oleh orang Belanda,

sedangkan yang kecil umumnya dimiliki oleh keturunan Cina atau Pribumi.

Berkembangnya industri periklanan ini rupanya juga menarik para penanam modal non-pribumi, khususnya untuk menerbitkan surat kabar.

periklanan ternyata mampu menyumbangkan dana yang cukup memadai

untuk memproduksi surat-surat kabar yang ada pada masa itu. Hingga tahun 1912, hanya ada satu surat kabar yang dimiliki oleh pribumi. Ada pula surat kabar yang memiliki percetakan sendiri, yakni Medan Prijaji, yang dipimpin oleh R.M Tirtodhisoerjo. Tokoh ini belakangan menjadi salah satu perintis pers Indonesia.

Sukses Medan Prijaji sebagai surat kabar yang sangat ditunjang oleh iklan

tampaknya diikuti jejaknya oleh beberapa surat kabar, antara lain Sinar Djawa yang terbit pada tahun 1914. Surat kabar ini pada awalnya hidupnya banyak ditunjang oleh perusahaan-perusahaan periklanan milik orang Cina, diantaranya adalah perusahaan periklanan Liem Eng Tjiang & Co., yang banyak memiliki klien sabun dan kompor.

Beberapa perusahaan periklanan yang cukup mendominasi iklan surat kabar

di Hindia Belanda pada masa itu adalah Aneta, Albrecht & Co., yang berkedudukan di Weltevreden, dan Algemeen Bureau Excelcior yang berkantor pusat di Bandung. Untuk lebih memahami keadaan industri periklanan pada masa itu, berikut akan dibahas mengenai perusahaan periklanan dan kantor berita yang ada pada saat itu.
Page 17

17

1.1.2.1. Kantor Berita dan Perusahaan periklanan

Kantor berita yang cukup berpengaruh pada masa itu adalahAneta. Aneta

didirikan pada tahun 1905, sebenarnya Aneta adalah kantor berita resmi pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Van Heuts, namun Aneta juga memiliki departemen iklan yang sangat canggih. Bukan saja dalam hal peralatan, Aneta juga ditunjang oleh tenaga-tenaga ahli dari Eropa. Tenaga-tenaga artistik (sekarang lebih dikenal dengan sebutan kreatif) periklanan mereka yang menonjol adalah F. Van Bemmel, Is. Van Mens, dan Cor Van Deutekom. Klien-klien mereka pada umumnya adalah perusahaan-perusahaan besar, seperti BPM (Batafche Petroleum Maatschappij) di Surabaya, serta General Motors, dan KPM (Koninklijke Pakevaart Maatschappij) di Batavia. Iklan-iklan dariAneta juga menyebar ke berbagai surat kabar di luar Batavia, seperti Soerabaiasch Handelsbald di Surabaya dan Semarang. Sebagian besar keuntungan Aneta dimanfaatkan untuk membayar telegram berita-berita luar negeri

dari kantor berita Inggris, Reuter. Aneta bahkan ikut membantu kelangsungkan hidup Indische Courant, surat kabar berbahasa Belanda yang justru kecil tirasnya.

Sebagai perusahaan periklanan, Aneta juga dikelola secara baik. Ini terlihat

dari anggaran-anggaran periklanan yang diperoleh dari kliennya. Besarnya anggaran-anggaran periklanan ini tentu saja sangat dipengaruhi pula oleh kemajuan industri serta persaingan dalam perdagangan.

Pada masa itu, ternyata ada juga upaya yang dilakukan oleh para praktisi

periklanan dalam hal menegakkan etika. Van Oosterzee & Co., merupakan anggota masyarakat periklanan pertama yang menaruh perhatian pada etika periklanan. Dalam surat kabarBatavia Nieuwsbald edisi 14 November 1922, dimuat lengkap bagian inti suratnya kepada pimpinan perusahaan periklananAlbrecht & Co., Van Oosterzee & Co., mengusulkan pendekatan baru dalam beriklan, dengan menerapkan etika yang sesuai dengan perubahan jaman di Hindia Belanda. Ia juga mengusulkan format artistik baru yang dapat menarik para calon konsumen untuk membeli produk yang diiklankan, dan dengan menerapkan etika dan artistik baru tersebut, menurut dia, biaya iklan justru akan lebih efisien. Belakangan diketahui, bahwa Van Oosterzee & Co., melakukan hal itu sejalan dengan kecenderungan yang terjadi di negeri Belanda sendiri.
Page 18

18

Periklanan pada saat itu dapat disejajarkan dengan industri, karena tingkat

keuntungan yang juga cukup besar, lebih lagi karena periklanan telah menjadi

kebutuhan usahawan dan masyarakat, serta telah memperoleh dukungan langsung dari berkembangnya industri dan pasar secara keseluruhan. Oleh karena itu, perusahaan-perusahaan kecil pun, yang telah berkembang sebelumnya juga dapat tetap hidup dan tumbuh. Di antara perusahaan-perusahaan kecil ini yang menonjol adalah Handelsbald dan Marchesa-port, dan yang khusus bergerak dalam mencari tenaga kerja seperti Bezuiningen, ataupun Werving milik Raden Goenawan di Jakarta.

Pada awal abad ke-20 itu, perusahaan-perusahaan periklanan yang menonjol

tetapi dianggap kecil adalah Liem Kim Hok (1901), Bureau Voor Indische Agenture (1917), Algemen Advertentie (1918). Mereka dapat bersaing dengan perusahaan-perusahaan periklanan besar dengan menspesifikkan bidang usahanya pada surat kabar-surat kabar menengah kecil pula. Mereka pada masa itu dianggap surat kabar kecil, karena iklannya masih sedikit. Padahal surat kabar-surat kabar tersebut sebenarnya mempunyai tiras yang cukup besar, karena di antaranya termasuk Sinar Hindia, Oetoesan Hindia, Sinar Djawa, Medan Moeslimin, dan De Locomotief.

Hingga kurun waktu ini pun kehidupan usaha periklanan sangat terpengaruh

oleh kehidupan surat kabar. Utamanya pada surat kabar dengan jumlah tiras yang cukup besar. Situasi ini berdampak pula pada kebijaksanaan penetapan tarif iklan, yaitu berdasarkan tiras yang akan dicetak oleh surat kabar yang bersangkutan. Bukan berdasarkan kemampuan rata-rata dari surat kabar dalam menjual tiras-tirasnya yang sudah lalu, seperti yang dipraktekkan sekarang ini. Ini berarti tarif pemasangan iklan sebenarnya dapat ditentukan juga oleh permintaan jumlah tiras dari perusahaan periklanan atau pengiklan. Meskipun konsepsi pembelian media seperti itu bagi industri periklanan, tampaknya justru lebih maju daripada situasi sekarang, namun sebenarnya hal itu dilakukan semata-mata karena keterbatasan teknologi dan kapasitas surat kabar.

Pada masa itu juga terdapat suatu fenomena dimana perusahaan periklanan

juga menjadi agen produk-produk yang ditanganinya. Kenyataan ini menunjukkan perbedaan antara perusahaan periklanan yang besar dan yang menengah. Perusahaan periklanan besar selain telah mampu memproduksi sendiri bahan-bahan iklan untuk para kliennya, juga mendistribusikan iklan-iklan tersebut di beberapa surat kabar
Page 19

19

besar. Sedangkan perusahaan periklanan skala menengah, selain sekedar kolportir iklan surat kabar-surat kabar, terpaksa harus pula menjadi agen langsung dari produk-produk kliennya. Perusahaan-perusahaan periklanan menengah umumnya menggunakan surat kabar-surat kabar yang tirasnya sekitar 2500 hingga 3000 eksemplar, seperti Indische Courant atau surat kabar-surat kabar yang dimiliki oleh kaum pribumi seperti Oetoesan Hindia, Sinar Djawa, dan Sinar Hindia.

Tidak lama setelah munculnya perusahaan-perusahaan besar dan menengah,

tumbuh pula perusahaan-perusahaan kecil yang dipelopori oleh para keturunan Cina. Kemunculan mereka sebenarnya diawali dengan timbulnya kebutuhan untuk mengiklankan buku-buku kecil atau cerita bersambung yang mereka cetak.

Perusahaan periklanan pertama yang dimiliki oleh keturunan Cina adalah NV

Tjong Hok Long pada tahun 1901 yang kemudian diikuti oleh Bureau Reklame Lauw Djin yang keduanya berdomisili di Solo. Selanjutnya disusul oleh perusahaan-perusahaan periklanan Liem Eng Tjang & Co., Tjio Twan Ling dan Ko Tioen Siang.

Tiga yang terakhir ini berdomisili di Semarang. Tjong Hok Long dan Lauw Djin

pada awalnya banyak memproduksi iklan-iklan batik yang tergabung dalam

perusahaan Kong Sing. Modal maupun peralatan produksi perusahaan-perusahaan periklanan ini masih sangat sederhana. Iklan-iklan yang dihasilkan umumnya tetap menggunakan tulisan tangan, dan produk-produk yang diiklankan terbatas pada kebutuhan masyarakat sehari-hari, seperti batik, sabut, rokok, dan obat-obatan.

Upaya mengiklankan diri sendiri yang diterapkan oleh perusahaan periklanan

yang bertaraf menengah, diikuti juga oleh perusahaan periklanan kecil. Perusahaan periklanan Tjiong Hok Long misalnya, memuat iklannya di 1000 eksemplar surat kabar setiap harinya. Ia menggunakan beberapa surat kabar milik pribumi maupun keturunan Cina, seperti Sin Po dan Keng Po. Perusahaan-perusahaan periklanan kecil banyak mendukung surat kabar-surat kabar kecil milik pribumi yang lebih banyak memuat berita-berita sosial dan politik.

Usai Perang Dunia I, perusahaan-perusahaan periklanan kecil berhasil

menembus surat kabar-surat kabar bertiras besar seperti De Locomotief, Sinar Hindia, atau Oetoesan Hindia. Hal ini dimungkinkan, karena mereka pun sudah berani menawarkan tarif pemasangan iklan yang menguntungkan para penerbit surat kabar tersebut.
Page 20

20

Pada saat itu juga terjadi perintisan perusahaan periklanan milik Pribumi.

Munculnya perusahaan periklanan milik pribumi ini diawali dengan munculnya

permintaan iklan dari perusahaan rokok. Iklan-iklan mereka bahkan cukup maju,

karena telah berhasil menampilkan unsur persuasinya, tetapi tetap seimbang dengan kebutuhan informasi produknya. Karena sebenarnya, pada masa itu masih banyak  orang yang belum menyadari bahwa unsur informasi bagi konsumen sama pentingnya dengan unsur persuasi bagi produsen. Dapat dikatakan cirri-ciri iklan pada masa itu adalah sebagai sarana informasi, akibat tidak adanya akses informasi lain tentang produk atau produsen yang dapat diperoleh masyarakat. Ciri-ciri iklan semacam ini tidak terlepas dari struktur masyarakat dan situasi sellers market (pembeli mencari barang) pada masa itu. Juga karena hampir seluruh produk kebutuhan sehari-hari masyarakat yang mulai dari sabun hingga mobil, semuanya diimpor dari Eropa, khususnya dari negeri Belanda. Bahkan hubungan antara khalayak dan pengiklan seringkali terasa seperti hubungan antara calon konsumen yang amatir, dengan produsen yang professional.

Pada sekitar tahun 1929-1930 dunia dilanda depresi ekonomi, dan tampaknya

hal ini membawa dampak yang sangat luas, termasuk terhadap industri periklanan di Hindia Belanda. Banyak perusahaan asing yang menghentikan kampanye periklanannya. Faktor utamanya adalah merosotnya pemasaran dari produk-produk  tersebut. Perusahaan periklanan yang mampu bertahan pada masa itu ternyata adalah perusahaan periklanan kecil, karena klien-klien mereka pun umumnya adalah industri kecil seperti rokok, sabun, dan bedak. Periode ini juga ditandai dengan munculnya tulisan-tulisan tentang periklanan, tentang perlunya ditingkatkannya efisiensi dalam dunia pemasaran dan bagaimana periklanan telah banyak membantu perkembangan dari berbagai perusahaan.

Sistem perdagangan adalah salah satu pokok bahasan yang sangat terkait

dalam usaha untuk memahami bagaimana kondisi usaha-usaha periklanan pada

periode ini. Sistem perdagangan pada saat itu, secara tegas memisahkan dua sub

sistem. Sub sistem pertama adalah kegiatan untuk memproduksi, sedangkan sub

sistem kedua adalah kegiatan untuk mendistribusikannya. Jika sekarang ini dapat dikatakan bahwa periklanan merupakan bagian dari sub sistem perdagangan atau lebih spesifiknya merupakan salah satu komponen dari pemasarannnya, maka pada
Page 21

21

masa Hindia Belanda, periklanan adalah komponen dari sub-sistem distribusi. Selain itu, pada masa Hindia Belanda, masyarakat menggunakan uang semata-mata sebagai alat jual beli. Pada periode ini juga mulai muncul kesadaran dari para pengusaha untuk membina relasi dalam usaha untuk memajukan perusahaan mereka.

Kurun waktu tahun 1930-1942 juga merupakan awal pulihnya perekonomian

Hindia Belanda akibat dari pengaruh depresi ekonomi yang terjadi di dunia.

Perusahaan-perusahaan periklanan juga mulai berkembang kembali, bahkan mulai terlihat adanya penggunakan teknologi yang canggih di bidang periklanan.

Meskipun pada saat itu orang belum mengenal istilah positioning(memposisikan produk/merek), tetapi secara praktek ternyata sudah ada perusahaan

yang melakukannya. Beberapa perusahaan telah menerapkan apa yang dikenal

dengan Product/Brand Positioning (memposisikan produk/merek agar dipresepsikan secara unik dan khas di benak khalayak sasaran). Hal ini nampak pada iklan-iklan yang mereka buat pada saat itu. Perusahaan periklanan Success misalnya, memposisikan kliennya yakni Philips sebagai merek untuk produk-produk yang sangat ekonomis. Ia mengungkapkannya dalam slogan yang terkenal yakni: “Menjimpen banjak oeang ataoe pembajaran stroom”. Begitu pula dengan iklan Listerine yang diposisikan sebagai pasta gigi paling cepat mengatasi masalah-masalah gigi. Slogan daripada produk ini adalah: “Sesoenggoehnja, saja poenja gigi mendjadi lebih baik dalam tempo 6 hari”. Tujuan untuk memposisikan produk tersebut juga tercermin dalam teks iklan yang ditampilkan pada saat itu.

Dari iklan-iklan yang ada pada tahun-tahun tersebut, juga nampak bahwa para

pengusaha iklan sudah mulai menyadari pentingnya pemahaman terhadap segmentasi dari target audience dalam menyusun pesan dalam sebuah iklan.

Pada periode tahun 1930-an industri skala kecil yang banyak menggunakan

jasa perusahaan periklanan adalah perusahaan batik, pemasangan undian, iklan film di bioskop-bioskop, lowongan pekerjaan dan penjahit pakaian. Tampaknya hal ini disebabkan karena munculnya kesadaran dari pada pengusaha tentang pentingnya menyisihkan sebagian dari modal mereka untuk beriklan demi kemajuan dari perusahaan mereka. Hal ini juga ditunjang oleh banyaknya artikel pada saat itu yang mempromosikan pentingnya iklan bagi prusahaan yang ingin meraih sukses. Surat kabar atau jurnal pada tahun 1930-an yang seringkali memuat artikel tentang
Page 22

22

periklanan adalah Economic Weekblad dan jurnal mingguanEfficiency Dagang.

Keduanya terbit hingga masa pendudukan Jepang. Aspek-aspek yang biasanya

diketengahkan dalam artikel-artikel tersebut adalah semacam dorongan agar para pengusaha mengiklankan produk-produk mereka.

Pada masa itu pula bangsa Indonesia telah banyak belajar dari pengalaman

bangsa lain. Diperkenalkannya metode dan teknik baru periklanan di Indonesia, telah menyebabkan banyak perusahaan kecil dan menengah tumbuh menjadi perusahaan besar. Mereka umumnya mempelajari teknik-teknik baru periklanan dari negara-negara maju. Peran periklanan pada masa ini juga menjadi semakin penting. Dapat dikatakan bahwa pada kurun 1930-1942, periklanan adalah sebuah pengetahuan modern yang menjadi pendorong utama suksesnya suatu usaha. Periklanan bahkan menjadi alat distribusi yang mampu menerobos pasar dengan cara yang sangat ekonomis.

Seperti yang pernah dibahas di atas bahwa pada periode awal pendudukan

Jepang, yakni sekitar tahun 1942, adanya invasi Jepang ke Indonesia telah

menghentikan perkembangan dalam industri periklanan. Pada saat itu juga banyak bermunculan iklan pengumpulan dana serta memuncaknya solidaritas dan rasa kebangsaan telah melahirkan gagasan pada praktisi periklanan pada saat itu untuk ikut membantu dana perjuangan lebih jauh lagi. Hal tersebut dilakukan dengan menetapkan f.1.- (satu sen) pada setiap iklan sebagai “Dana Kemerdekaan” Pada periode tahun 1950-1972 tepatnya setelah perjanjian Konferensi Meja Bundar, sebagian besar perusahaan, seperti perusahaan minyak, pengangkutan perkapalan dan perbankan masih menggunakan modal dan pengelolaan Belanda.

Sedangkan usaha-usaha kecil seperti halnya biro-biro iklan masih belum bersatu.

Padahal secara kuantitas, jumlah perusahaan-perusahaan periklanan ini cukup banyak. Di Jakarta saja terdapat 21 perusahaan periklanan, lalu di Bandung terdapat 7, di luar Jawa seperti Sumatera, Sulawesi, dan Kalimantan terdapat sekitar 20 perusahaan periklanan. Sementara itu perkembangan media cetak hingga tahun 1958 masih terbelakang, hal ini disebabkan oleh banyaknya perusahaan percetakan yang masih dikuasai oleh Belanda. Meskipun begitu, pada umumnya sejak tahun 1953 tepatnya di daerah Jawa Tengah, Pers Indonesia mulai mengalami kemajuan yang cukup berarti dibandingkan dengan keadaan sebelum perang. Biro-biro iklan pun sudah
Page 23

23

lebih percaya pada surat kabar-surat kabar daerah tersebut, meskipun pemasangannya masih terbatas pada iklan-iklan mini (classifields ad).

Di daerah Sumatera Utara terdapat pula beberapa surat kabar yang telah

banyak memuat iklan. Meskipun begitu, surat kabar-surat kabar tersebut tampaknya kurang serius dalam menangani pendapatan yang diperoleh dari sektor periklanan.

Hal ini mungkin disebabkan karena sebagian besar iklan-iklan yang dimuat pada

surat kabar tersebut masih terbatas pada iklan-iklan mini yang kurang

menguntungkan mereka. Bahkan jika diperhatikan sejarah ringkas surat kabar yang pernah terbit di Sumatera Barat, ternyata rantai penerbitan itu tidak pernah putus, dan hal serupa juga terjadi pada perusahaan-perusahaan periklanannya, meskipun sebagian besar dari mereka baru mampu mengelola iklan-iklan mini dengan tarif iklan yang relatif masih murah. Meskipun begitu perhitungan tarif yang digunakan untuk iklan-iklan bergambar (display ad) telah menggunakan milimeter-kolom, sebagaimana yang telah digunakan di jaman modern.

Periode ini dapat dikatakan sebagai peluang bagi perusahaan-perusahaan

periklanan Indonesia, karena sebelumnya pada umumnya perusahaan-perusahaan periklanan ini masih dikuasai oleh orang-orang Belanda. Peluang tersebut muncul tepatnya pada tahun 1949, beberapa saat setelah penyerahaan kedaulatan. Lebih spesifik lagi, ketika surat kabar Belanda Persatoean diambil alih oleh Osa Maliki, yang kemudian menjadi lahan bagi beberapa perusahaan periklanan yang ada di Jawa dan Sumatera. Kecenderungan itu kemudian juga menyebar ke berbagai perusahaan periklanan lain, melalui beberapa surat kabar lokal seperti Mangle, Sipatahoenan, dan Suara Indonesia di Bandung. Hal ini telah berlangsung hingga akhir tahun 1952.

Meskipun demikian, hingga tahun 1967, perusahaan-perusahaan tersebut

umumnya masih banyak yang masih saja menangani iklan-iklan mini. Iklan-iklan

komersial masih sangat terbatas dan umumnya produk-produk industri ringan atau industri rumah tangga. Di antara jenis-jenis produk ini, jamu atau pengobatan tradisional banyak mendominasi media cetak saat itu, dan iklan produk modern yang terlihat banyak muncul adalah mentega Palmboom.

Adanya kenyataan bahwa hampir sebagian besar bahan baku atau peralatan

industri dan perkebunan adalah produk impor, tampaknya menghambat
Page 24

24

perkembangan industri periklanan dalam negeri. Hal ini mengakibatkan hanya

perusahaan-perusahaan yang benar-benar besar saja yang sudah membutuhkan

periklanan. Meskipun kenyataannya perkembangan ekonomi pada saat itu masih

belum mapan, namun pada tahun 1954 sempat terselenggara Pekan Raya Ekonomi Internasional (PREI). Maksud diselenggarakannya PREI ini adalah untuk memperkenalkan produk-produk nasional pada dunia. Dalam pekan raya ini ikut terlibat beberapa perusahaan periklanan nasional, diantaranya Balai Iklan Bandung,  Aneta, Indonesian Reclame and Advertentie Bureau (IRAB), dan Korra di Jakarta.

Pada pekan raya tersebut perusahaan-perusahaan periklanan menyadari

adanya persepsi bahwa masyarakat kita masih menganggap rendah mutu barang

produksi industri dalam negeri. Pada saat itu juga tercetus adanya ide untuk

mengadakan semacam kampanye “Beli Bikinan Indonesia”, meskipun begitu untuk melakukan “gerakan propaganda” ini mereka mengalami banyak hambatan akibat masih sangat terbatasnya industri-industri pendukung periklanan.

Pada periode ini, iklan-iklan berukuran besar di surat kabar didominasi oleh

perusahaan-perusahaan raksasa seperti Borsumij, BPM, Dassad Musi Concern,

Lindeteves Stokvis, Mitsubishi, dan Unilever. Isi iklan-iklannya lebih sering berupa

penawaran dan permintaan atas komoditas atau produk. Ini rupanya memberi

gambaran betapa blokade perdagangan luar negeri oleh Belanda terhadap Indonesia memang cukup memberi pengaruh terhadap pengadaan beberapa komoditas dan produk.

Kelangkaan produk akibat blokade, apalagi dengan sangat kurangnya

informasi, ternyata menyebabkan terjadinya disefisiensi dalam distribusi. Arus

barang-barang menjadi tidak efisien, karena harus melalui banyak pihak atau

berputar-putar di tempat. Ini membuat berkembangnyamakelaarschap, yaitu

berbagai bisnis pialang yang menjadi perantara untuk berbagai jenis barang dan jasa. Di antara para pialang ini, banyak pula yang sebenarnya sama sekali tidak

mempunyai barang atau jasa yang ditawarkannya. Iklim perdagangan semacam itu bahkan banyak sekali memunculkan pedagang besar dan kecil. Situasi ini kemudian melahirkan istilah Pedagang Akentas, istilah sindiran bagi mereka yang mencari pembeli walau sebenarnya tidak memiliki komoditas, barang, atau jasa yang ditawarkannya.
Page 25

25

Pada periode ini, catatan paling menarik tentang kiprah perusahaan

periklanan adalah yang terjadi pada PT Balai Iklan, Bandung. Untuk dapat mengenal lebih jauh mengenai keadaan perusahaan periklanan pada saat itu, berikut ini akan dibahas mengenai sejarah perkembangan dari Balai Iklan yang dianggap sebagai biro iklan tertua.

Balai Iklan didirikan tahun 1952 oleh Tjetje Senaputra. Awalnya biro iklan

ini bernama Medium . Pada awal didirikannya biro iklan ini, kegiatan beriklan belum terlalu populer, bahkan Balai Iklan harus berusaha untuk mengedukasi masyarakat agar mengerti manfaat-manfaat yang dapat diperoleh untuk kegiatan beriklan.

Perusahaan periklanan ini menghimpun klien-kliennya dari beberapa toko kelontong lokal. Hingga tahun 1960, perusahaan ini masih menggantungkan usahanya pada iklan-iklan mini, utamanya iklan-iklan lowongan kerja, jual beli mobil, atau indekos. Usaha Balai Iklan termasuk yang dianggap berkembang sangat cepat pada saat itu. Nilai penjualannya pun dari tahun ke tahun masih naik terus. Penghasilan dari Balai Iklan pada umumnya diperoleh dengan mengerahkan tenaga-tenaga kolportir atau pencari iklan. Meskipun demikian, sejak tahun 1968 Balai Iklan tidak lagi menggunakan tenaga kolportir, karena pemasang iklan sudah mulai datang sendiri ke kantor perusahaan. Catatan juga ditemukan dari petugas bagian iklan harian Pikiran Rakyat, Bandung, yang menyebutkan bahwa walaupun ada empat perusahaan periklanan besar di Bandung, Balai Iklan merupakan yang terbanyak memuat iklan pada harian tersebut. Meskipun sebagian besar masih berupa iklan-iklan mini, bahkan Balai Iklan juga tercatat sebagai yang terbaik dalam hal pembayarannya. Menonjolkan aktivitasnya, membuat Balai Iklan memperoleh pengakuan bonafiditas

oleh SPS Pusat, melalui keputusan No.342/VIII/60/XIV, 10 Agustus 1960 (63).

Pada tahun 1983 pendiri PT Balai Iklan, Tjetje Senaputra menginggal dunia.

Kepemimpinan Balai Iklan akhirnya dipegang oleh putra ketiganya Ardi Purnama.

Di bawah kepemimpinannya, Balai Iklan berusaha menanamkan “Iklan Minded”

pada masyarakat Jawa Barat. Objektifnya adalah untuk membentuk masyarakat

menyadari kemudahan beriklan dan keefektifan sebuah iklan. Biro ini juga berusaha memperbaiki layanan dan memperluas jaringan dengan cara menambah kantor cabang dan memberi layanan gratis untuk artwork iklan.

4

Ibid, hal. 35.
Page 26

26

Balai Iklan sendiri memiliki pandangan kreatif yang berbeda dengan biro

iklan lainnya. Hal ini berkaitan dengan perbedaan segmentasi pasar dan juga

kebutuhan dari klien Balai Iklan yang mengharapkan kecepatan dan ketepatan. Balai Iklan memiliki orientasi yang berbeda sehingga biro ini tidak pernah menyatakan keikutsertaannya dalam ajang penghargaan seperti halnya Citra Pariwara.

Seperti juga suksesnya Balai Iklan dan banyak perusahaan periklanan lain

saat itu yang menggunakan tenaga kolportir, menyebabkan ramainya petugas

kolportir keluar-masuk kantor dan perusahaan. Bukan saja di antara para kolportir

dan perusahaan periklanan sendiri, namun utamanya di antara para perusahaan

periklanan sendiri. Ekses dalam bentuk gangguan ketenangan kerja hingga pada

bentuk separuh paksaan, menyebabkan banyak perusahaan yang menutup pintu bagi

kunjungan para kolportir ini, Untuk “mengusir” para kolportir ini, muncullah

semacam mode, ketika banyak perusahaan pengiklan menggantungkan papan

pengumuman di pintu masuk kantor atau perusahaan mereka. Isi pengumuman ini

hampir selalu sama, yaitu: “Maaf, Tidak Pasang Iklan”.

Pada periode tahun 1960-1972, ada beberapa hal yang perlu dicermati, yaitu

mengenai keadaan sosial, politik, dan ekonomi yang mempengaruhi perkembangan

perusahaan periklanan pada saat itu. Pada periode ini, perkembangan dunia usaha

sudah jauh berbeda dengan situasi jaman kolonial. Organisasi dan pengelolaan

perusahaan-perusahaan yang semula kecil dan sederhana, telah berkembang menjadi

besar dan kompleks. Termasuk yang terdapat pada perusahaan-perusahaan

periklanan, yang telah mulai pula diakui peran dan fungsinya sebagai kepanjangan

(extension) dari bagian pemasaran di perusahaan-perusahaan pengiklan. Bahkan pada

saat itu, mulai diakui oleh seorang praktisi periklanan, bahwa manajemen periklanan

adalah salah satu bagian yang penting dalam mengelola dan mengembangkan sebuah

perusahaan yang besar, sehingga perusahaan tersebut dapat beradaptasi lebih jauh ke

depan.

Pada awal orde baru, tampak adanya perbaikan di berbagai bidang usaha,

termasuk di dalamnya adalah perusahaan-perusahaan periklanan. Bantak perusahaan

periklanan baru yang terbentuk pada saat iotu. Pemenuhan kebutuhan masyarakat

akan produk impor juga lebih baik daripada tahun 1960.
Page 27

27

Situasi ini tidak bertahan lama, karena sejak tahun 1963 perekonomian

Indonesia ternyata mengalami penurunan. Penurunan di bidang ekonomi ini

diakibatkan karena adanya konfrontasi politik antara negara-negara industri utama

pada saat itu yang menyebabkan menurunnya produksi produk-produk impor.

Keadaan ini juga mempengaruhi keadaan perekonomian dalam negeri, dimana terjadi

inflasi yang relatif sangat tinggi yang ditambah dengan adanya hutang negara. Dalam

kondisi saat itu, tampaknya sulit bagi perusahaan untuk dapat mempertahankan

apalagi mengembangkan usahanya, termasuk perusahaan periklanan itu sendiri.

Situasi ini berjalan terus hingga tahun 1966, awal munculnya pemerintah Orde Baru

di bawah pimpinan Jenderal Soeharto.

Orde Baru ternyata cukup mempu mengembalikan kestabilan politik dan

ekonomi dalam negeri. Selain berupaya keras mengendalikan inflasi, pemerintah

juga membuka peluang sebesar-besarnya bagi investasi baru. Konfrontasi dengan

negara-negara liberal pun lambat-laun dihapuskan dan membuka lagi peluang bagi

perdagangan luar-negeri yang lebih terbuka dan dinamis. Dengan disahkannya

Undang-undang Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), ternyata sangat

meningkatkan adanya investasi dalam negeri dan memberikan jaminan kepastian

berusaha.

Berikut ini akan diulas mengenai babak baru dalam dunia periklanan, yakni

babak periklanan modern. Siapa saja pelopornya, serta bagaimana perkembangannya

hingga saat ini.
Page 28

28

1.1.2.2. Pelopor Periklanan Modern

Masa periklanan modern ini ditandai dengan dikeluarkannya UU Penanaman

Modal Asing (UU PMA) pada tahun 1967 dan UU Penanaman Modal Dalam Negeri

(UU PMDN) tahun 1968, yang berakibat semakin banyaknya perusahaan maupun

pabrik yang merambah pasar Indonesia.

Beberapa nama agensi yang dapat dikatakan menadi pelopor periklanan

moren di Indonesia antara lain InterVista, Matari, Fortune, Metro, dan Perwanal.

Berikut sedikit perjelasan tentang beberapa biro iklan di atas serta peranannya dalam

mempelopori periklanan modern:

a. InterVista

InterVista yang didirikan pada tahun 1964 dianggap sebagai cikal bakal

perusahaan periklanan moren. Beberapa faktor penyebabnya antara lain,

bahwa InterVista merupakan perusahaan iklan yang pertama kali

memperkenalkan teknik-teknik periklanan modern seperti menggunakan

naslah iklan bertuliskan tangan, atau menata huruf di atas timah agar hasilnya

baik. Tetapi perusahaan ini sudah tidak beroperasi dan telah menutup

kantornya sekitar tahun 1990-an.

Salah satu tokoh periklanan modern adalah Nuradi yang merupakan

pendiri dari InterVista. Nuradi lahir di Jakarta pada tanggal 10 Mei 1926.

Nuradi tidak memperoleh pendidikan formal di bidang periklanan. Tahun

1946-1948, beliau masuk Fakultas Hukum di Universitas Indonesia (darurat).

Kemudian masuk Akademi Dinas Luar Negeri Republik Indonesia (1949-

1950), lalu pada tahun-tahun berikutnya beliau banyak mengeyam

pendudukan di Amerika Serikat. Beliau menjadi orang Indonesia pertama

yang diterima di Foreign Service Institute, US State Department, Washington

DC. Selanjutnya beliau belajar mengenai penelitian sosial di New School,

New York (1952-1954) dan menyelesaikan studi budang administrasi public

di Harvard University, Cambridge, Massachusetts. Kemudian selama setahun

belajar bahasa di Universitas Sorbone dan Universitas Besancon, Perancis.

Tahun 1945, beliau juga merupakan orang pertama yang diangkat sebagai

pegawai negeri di Departemen Luar Negeri dan di Departemen Penerangan.

Selain itu beliau juga pernah menjadi penyiar siaran Bahasa Inggris di Radio
Page 29

29

Republik Indonesia. Antara tahun 1946-1950, beliau menjadi juru bahasa

pribadi untuk Bung Karno, Bung Hatta, dan Ir. Juanda, dan pada tahun 1949

sempat menjadi Kepala Bagian Penerjemah pada delegasi Indonesia ke

Konferensi Meja Bundar di Den Haag, negeri Belanda. Tahun 1950 dia

ditunjuk untuk menjalankan musi khusus ke Uni Soviet dan menjadi anggota

perwakilan tetap Indonesia di markas PBB, New York. Karier sebagai

pegawai negeri telah membawanya terlibat dalam banyak lagi tugas sebagai

anggota delegasi, baik untuk kepentingan nasional, maupun internasional. Dia

mengundurkan diri dari Dinas Luar Negeri pada tahun 1957, untuk bergabung

dengan Perwakilan PRRI sementara untuk Singapura dan Hongkong.

Perjalanan hidup Nuradi di dunia periklanan dimulai ketika tahun 1961-

1962, mengikuti Management Training Coursei di SH Benson Ltd., London,

perusahaan periklanan terbesar di Eropa saat itu. Sedangkan perngalaman

praktek periklanan diperolehnya melalui cabang perusahaan tersebut di

Singapura. Sekembalinya ke Jakarta (1963) beliau mendirikan perusahaan

periklanannya sendiri, InterVista Advertising Ltd.

Pada bulan Agustus 1962, TV muncul sebagai sebuah media baru di

Indonesia. Hal ini dilihat Nuradi sebagai kesempatan untuk memanfaatkan

televisi sebagai media beriklan, sehingga InterVista tercatat sebagai perintis

masuknya iklan-iklan komersial di TVRI. Setahun setelah itu, muncul iklan

skuter Lambreta, tetapi kali ini sudah digunakan bentuk slide, yang juga

merupakan rintisan pada saat itu. Iklan ini merupakan iklan pertama yang

diproduksi untuk dapat ditampilkan di bioskop-bioskop. Hal ini merupakan

prestasi tersendiri bagi InterVista. Menurut Nuradi, kekuatan InterVista

terletak justru pada akar budidaya Indonesianya. Hal ini terlihat pada slogan-

slogan yang selama ini dibuat oleh InterVista, seperti:

– Produk susu kental manis; Indomilk… sedaaap.

– Produk bir; Bir Anker. Ini Bir Baru, Ini Baru Bir.

– Produk rokok putih; Makin mesra dengan Mascot.

– Produk skuter; Lebih baik naik Vespa.

Periode tahun 1963 InterVista juga tercatat sebagai perusahaan periklanan

pertama yang melakukan adaptasi terhadap film iklan yang berbahasa Inggris,
Page 30

30

meskipun proses produksi akhirnya masih dikerjakan di Singapura. Bahkan

pada periode ini, InterVista sudah memiliki sendiri sutradara untuk membuat

film-film iklan para kliennya. Salah satu film iklan yang sangat sukses saat

itu adalah iklan Ardath.

Meskipun InterVista dianggap sebagai pelopor periklanan modern, tetapi

InterVista bukanlah perusahaan periklanan pertama yang bekerja sama

dengan pihak asing. Mengenai kerjasama dengan asing ini, Nuradi

merupakan salah satu tokoh yang sangat kuat mempertahankan ke-Indonesia-

annya. “Ini bisa menghanjam pertumbuhan pers nasional”, katanya, dan

“biro-biro iklan internasional yang berkeliaran di Jakarta dalam waktu dekat

bisa memaksa pers di Indonesia mendjadi sematjam djuru-bitjara kaum

industrialis besar”, lanjutnya.* (Majalah Tempo, 25 Maret 1972)

Pada saat itu, memang terjadi semacam gelombang “anti biro iklan asing”

dari pihak perusahaan periklanan nasional. Peraturan pemerintah yang

melarang masuknya modal asing dalam industri periklanan pun sudah ada.

Namun penggunaan tenaga asing masih dimungkinkan, meskipun terbatas

pada tiga jabatan saja. Jabatan-jabatan yang dianggap belum sepenuhnya

dapat diisi oleh tenaga-tenaga Indonesia ini adalah Advertising Consultant

(konsultan periklanan di perusahaan periklanan), Advertising Technical

Adviser (penasehat teknis di perusahaan periklanan), danAdvertising

Manager (manager periklanan di perusahaan pengiklan).

Ironisnya, pada era-globalisasi dan meredanya “gelombang anti

perusahaan periklanan asing” saat ini, justru jabatan Technical Adviser

merupakan satu-satunya jabatan yang masih diijinkan. Mungkin suatu

indikasi terjadinya peningkatan mutu sumber daya manusia Indonesia dalam

industri periklanan nasional.

Namun sulitnya memperoleh tenaga terlatih, kemudian telah memaksa

pula Nuradi dengan InterVista-nya melunakkan sikap untuk bekerjasama

dengan perusahaan asing. Dalam hal ini beliau memilih McCann-Erickson

sebagai mitranya. Sukses Nuradi, membawa InterVista nyaris ke puncaknya,

meskipun hal tersebut tidak diukur berdasarkan omset yang diperoleh. Nuradi
Page 31

31

patut merasa bangga, bahwa InterVista tercatat sebagai perusahaan periklanan

yang sangat disegani, dan unggul dalam hal mutu karya-karyanya.

b. Matari

Matari didirikan sejak tahun 1971, dan faktor didirikannya perusahaan ini

menurut Ken T. Sudarto yang merupakan Chairman Matari Inc, adalah untuk

mengantisipasi kebutuhan periklanan perusahaan-perusahaan yang tumbuh

akibat munculnya dua undang-undang tersebut (UU PMA dan UU PMDN).

Salah satu yang membuat Matari dikategorikan sebagai perusahaan yang

menjadi pelopor periklanan modern adalah kiprahnya di dunia periklanan

dimana saat diadakan lomba cipta iklan Anugerah Pariwara 1978, Matadi

memperoleh dua emas dan satu perunggu dengan 38 iklan terpilih, dari 188

iklan yang bersaing di 6 kategori. Matari juga dikenal sebagai biro iklan yang

rajin membuat iklan layanan masyarakat (ILM). Dengan ILM inilah Matari

tercatat sebagai biro iklan Indonesia pertama yang berhasil menembus

sebagai finalis Clio Award 1980. Bahkan ketika memasuki era-reformasi,

Matari dengan tegas menyatakan siap untuk membantu periklanan partai

politik. Gebrakan ini akhirnya diikuti oleh biro iklan lainnya. Dari sisi billing

pun, Matari selalu berada di urutan lima besar perusahaan periklanan

Indonesia, berdampingan dengan perusahaan periklanan multinasional

lainnya. Bahkan mampu bersaing dengan media independent seperti

Starcomm, Mindshare, dan Initiative Media.

c. Fortune

Fortune berdiri pada tahun 1970 atas prakarsa Mochtar Lubis yang

mengajak Fortune Internasional yang bermarkas di Australia untuk

mendirikan perusahaan periklanan di Indonesia. Dari hasil kerjasama tersebut,

Fortune Indonesia mendapatkan kesempatan untuk memberikan layanan bagi

penerbangan Cathay Pasific. Hanya saja di tahun 1977, Fortune Indonesia

mengalami kerugian, sementara pengelola asing tidak dapat mengantisipasi

hal tersebut. Maka sejak tahun 1978, Fortune Internasional diambil alih
Page 32

32

pengelolaannya oleh investor lokal, Indra Abidin yang memimpin hingga

sekarang.

Tetapi yang tidak bisa diabaikan dan ikut dalam proses perjalanan

periklanan modern adalah Unilever, sebagai salah satu perusahaan yang sejak

lama memikirkan manfaat periklanan. Hal ini tampak dimana akhirnya

Unilever membentuk Lintas (Lever Internasional Advertising Service)

serbagai inhouse agency di tahun 1938. Melalui Lintas, Unilever membangun

sumber daya yang sangat penting bagi ekuitas merek di masa depan, sehingga

memungkinkan Unilever menjadi begitu dominant di pasar barang konsumsi

saat ini. Pada tahun 1980-an, Unilever memisahkan Lintas menjadi lebih

independent. Bahkan dari Lintas sempat hadir sumber daya periklanan andal

yang kemudian melahirkan perusahaan periklanan baru semisal Princip Ad

dan Cabe Rawit.

1.1.2.3. Biro Iklan Angkatan 1980-an

Pertumbuhan ekonomi yang terjadi sejak Orde Baru, membuat pasar

Indonesia menjadi penting bagi produk-produk luar negeri yang berasal dari Amerika,

Jepang, maupun Eropa Barat. Hal ini terlihat bahwa di tahun 1976, sekitar 73% dari

produk yang diiklankan adalah produk impor, produk joint venture 62,5%, dan hanya

sekitar 27% produk yang berasal dari dalam negeri

5

.

Namun meningkatnya belanja iklan, membuat pemerintah khawatir terhadap

meningkatnya ekspektasi masyarakat dalam mengkonsumsi produk. Menindaklanjuti

hal tersebut, Presiden Soeharto mengambil keputusan untuk meniadakan iklan di

TVRI sejak April 1981.

Perusahaan periklanan yang muncul pada decade 1980-an antara lain:

a. JC&K

Biro iklan ini didirikan pada tahun 1983 oleh Johanes Uway.

b. DM Pratama

DM Pratama didirikan oleh Maria Indriyani pada tahun 1986. Pada tahun

1993 DM Patama bergabung dengan Bozell Worldwide, biro iklan terbesar

keenam di Amerika, tetapi pada tahun 2002 hubungan baik tersebut berakhir.

5

Ibid, hal. 36.
Page 33

33

DM Pratama membentuk Bintang Pratama yang difokuskan untuk menangani

klien-klien di luar Grup Sayap Mas, klien utama DM Pratama.

c. Dwi Sapta Pratama

Biro iklan ini dipimpin oleh A.Adji Watono sebagai General Manager,

meskipun sudah lama berdiri, tetapi biro iklan ini belum berani menyatakan

diri sebagai biro iklan full service.

d. Satu Citra

Satu citra didirikan pada tahun 1985 dengan nama awalnya Cipta Citra.

Biro ini didirikan oleh Jeannette Sudjunadi.

e. Advindo

Didirikan tahun 1986 oleh Daniel Taufik.

f. Hotline

Didirikan pada tahun 1989 oleh Subiakto Priosoedarsono.

Peristiwa lain yang menandai periode ini adalah bahwa perkembangan

industri periklanan yang mulai pesat, menimbulkan pemikiran tersendiri di kalangan

pemerintah. Jika di awal tahun 1980-an kegiatan periklanan berinduk ke Departemen

Perdagangan, maka pada masa Ali Moertopo industri ini berada dalam naungan

Departemen Penerangan melalui UU Pokok Pers No.21 tahun 1982, yang

menyebutkan organisasi periklanan dianggap sama dengan organisasi pers. Salah

satu butir penting dalam UU ini adalah adanya larangan kepemilikan organisasi

periklanan sama juga dengan pers oleh pihak asing. Latar belakang munculnya pasal

ini adalah kecemasan akan masuknya budaya negative dari luar sebagai dampak

periklanan. Dampaknya ada banyak perdebatan yang mengemukakan di kalangan

praktisi periklanan. Ada yang menganggap periklanan bukanlah bagian dari pers

tetapi bermitra, namun tidak sedikit yang merasa kedekatan antara pers dan

periklanan, serta mengharuskan keduanya bernaung di dalam satu rumpun UU.

Dalam prakteknya, kelahiran UU tersebut ikut menikung kebebasan pers dan tidak

kondusif mendorong perkembangan periklanan. Baru setelah masa reformasi, UU

pokok Pers ini direvisi dengan lahirnya UU No. 40 tahun 1999.

1.1.2.4. Biro Iklan Angkatan 1990-an

Adapun biro iklan yang berdiri pada tahun 1990-an, antara lain:
Page 34

34

a. MASC909

Didirikan pada tahun 1993, biro iklan ini merupakan pecahan Indo Ad

yang sekarang Ogilvy & Mather Indonesia, sebagai akibat dari adanya

eksodus sejumlah pekerja Indo Ad pada waktu itu. Biro iklan ini dipelopori

oleh Ariyantio Zainal, Budiman Hakim, dan Jimmy.

b. CCHQ

CCHQ didirikan oleh Lisa Harjadi Sardjito pada tahun 1996.

c. Avicom Airvertising

Avicom Airvertising didirikan pada tahun 1995.

d. Belcomm atau Globel Communications

Didirikan pada tahun 1994 dan bermula sebagai inhouse agency

Panasonic Globel, sebuah perusahaan joint venture elektronik.

e. Cabe Rawit

Pada tahun 1992, biro iklan ini didirikan dan dipimpin oleh Narga

S.Habib, Inge Maskun, dan Hamdan Omar. Kemudian muncul juga Hamdan

Comm, setelah Hamdan Omar memutuskan untuk mendirikan biro iklan

sendiri.

f. Go Ad Communications

Biro iklan ini didirikan oleh Seminarti Gobel pada tahun 1991.

Pada periode ini ditandai dengan bermunculannya berbagai televisi swasta,

yang dipelopori dengan hadirnya RCTI. Walaupun pada awalnya hanya bisa ditonton

dengan menggunakan dekoder, namun minat pengiklan pada saat itu cukup tinggi.

Hal ini mungkin juga karena selama ini di Indonesia hanya memiliki satu stasiun

televisi, sehingga dengan adanya stasiun televisi lainnya dianggap sebagai peluang

yang harus dimanfaatkan. Kehadiran RCTI ini kemudian diikuti dengan TPI, SCTV,

Anteve, dan Indosiar. Kehadiran stasiun televisi swasta ini mendongkrak belanja

iklan nasional. Bahkan jumlah stasiun televisi kemudian juga ikut bertambah dengan

munculnya Trans TV, Lativi, TV7, Global TV, dan Metro TV yang menyebabkan

peningkatan angka belanja iklan.

Pesatnya pertumbuhan belanja iklan, menjadikan Indonesia sebagai pasar

potensial, sehingga makin banyak perusahaan internasional yang melakukan
Page 35

35

investasi di Indonesia. Hal ini menjadi suatu tuntutan tersendiri bagi biro iklan

multinasional maupun lokal untuk makin meningkatkan jasa pelayanan mereka untuk

menjangkau para pengiklan multinasional tersebut.

Hal ini juga menimbulkan fenomena dimana banyak biro iklan multinasional

seperti BBDO Worldwide, FCB Worldwide, TBWA, datang ke Indonesia untuk

menegaskan hubungan afiliasi yang lebih erat dengan sejumlah biro iklan di

Indonesia. Bukan saja biro iklan dari Amerika, tetapi juga biro iklan dari Jepang

seperti Chuo Senko, serta Publicis dari Perancis. Hal ini juga mengakibatkan

persaingan antara biro iklan lokal dan multinasional juga semakin ketat.

Setelah melihat perkembangan iklan dan bagaimana persaingan antara

perusahaan periklanan di Indonesia, baik antar biro iklan lokal maupun internasional,

yang telah ada sejak dulu dan berkembang sampai saat ini. Agaknya perlu diadakan

suatu pemikiran mendalam terutama bagi biro iklan lokal, untuk dapat bertahan

dalam menghadapi era persaingan ini, sehingga biro iklan lokal dapat tetap menjadi

“tuan rumah” di negeri sendiri.

Promosi merupakan salah satu cara yang sangat penting dalam peranannya

untuk memperkenalkan suatu barang atau jasa kepada konsumen. Kegunaan promosi

itu sendiri adalah agar publik yang menjadi sasaran pengamat mengerti akan fungsi,

kegunaan, dan kelebihan dari barang atau jasa yang diperkenalkan melalui promosi

tersebut

6

.

Dewasa ini, tindakan melakukan promosi terhadap suatu barang atau jasa

merupakan salah satu komponen dari usaha yang tidak dapat dipisahkan. Melihat dari

banyaknya persaingan produk atau jasa yang sudah sangat banyak, sehingga sebagai

sebuah usaha, perlu dilakukan suatu cara agar produk atau jasa yang dijual tersebut

lebih dikenal atau dipilih oleh khalayak dengan membuat suatubrand awareness

akan barang atau jasa yang ditawarkan. Meningkatnya kebutuhan perusahaan untuk

memperkenalkan produk atau jasa yang mereka jual, menyebabkan peranan promosi

menjadi lebih luas, seperti yang terjadi pada saat ini yaitu peranan promosi yang

lebih kearah problem solving ketimbang hanya sekedar memperkenalkan produk atau

jasa semata. Sebagai tambahannya, seiring dengan perkembangan teknologi hingga

saat ini, cara untuk berpromosi pun ada banyak, mulai dari yang paling populer

6

Khasali, Rhenald. Manajemen Periklanan. Jakarta: PT. Pustaka Utama Grafiti, 1992
Page 36

36

hingga yang murah meriah seperti brosur/leaflet, iklan di media cetak, iklan di radio,

pameran, spanduk, hingga iklan di televisi.

Data Advertising berdiri pertama kali pada tahun 1989, dan merupakan salah

satu dari sekian banyak dari perusahaan periklanan di Jakarta. Data Advertising

sendiri telah mempunyai reputasi yang bisa dibilang sangat bagus, terutama dalam

hal pembuatan billboard, brosur/leaflet, atau media promosi lainnya. Pada dekade

terakhir ini, walaupun masih belum berani mengkategorikan dirinya sebagai biro

iklan yang full service, tetapi Data Advertising telah menjadi biro periklanan yang

menawarkan servis dengan cukup lengkap, meliputi above the line dan below the line,

baik untuk klien lokal maupun internasional. Sebagai catatan, beberapa contoh klien

Data Advertising yang sudah cukup dikenal oleh masyarakat antara lain Sogo

Departemen Store, Sheraton Indonesia, Bank Universal, dan Asuransi Astra. Sudah

banyak perusahaan yang telah berhasil diangkat oleh Data Advertising, namun

hingga saat ini Data Advertising belum pernah melakukan promosi diri yang baik

untuk memperkenalkan perusahaannya kepada khalayak luas, dan satu-satunya

promosi yang pernah dilakukan adalah pemuatan iklan di Yellow Pages.

Melihat dari tahun ke tahun bisnis di sektor informasi dan periklanan makin

maju, dan untuk menanggapi pasar bebas yang sebentar lagi hadir di Indonesia.

Kompetitor nantinya tidak hanya biro periklanan dalam negeri saja, tetapi juga

termasuk biro periklanan di luar negeri. Dengan catatan, sebenarnya pada saat ini

sudah banyak biro periklanan luar negeri yang sudah mulai masuk ke Indonesia,

tetapi masih belum banyak dan belum mendominasi. Sebagai salah satu perusahaan

advertising yang sudah cukup berada, tentu tidak jaminan akan dapat bertahan pada

tahun-tahun berikutnya. Untuk itu Data Advertising harus mulai mencari dan

menemukan solusi untuk mengatasi masalah yang akan datang tersebut, seperti kata

pada pribahasa “sedia payung sebelum hujan”. Dan untuk memulainya, paling tepat

adalah dengan melakukan promosi diri, yang bertujuan untuk mulai memperkenalkan

Data Advertising kepada khalayak sasaran luas, terutama bagi mereka yang masih

belum mengenal perusahaan ini.
Page 37

37

1.2. Rumusan Masalah

1. Bagaimana strategi kreatif yang tepat dan efisien, untuk dapat meningkatkan

citra dan juga posisi dari Data Advertising, serta dapat mewakili visi dan misi

daripada Data Advertising?

2. Media apakah yang dapat menunjang perancangan strategi kreatif secara tepat

dan efisien?

3. Melalui promosi, bagaimana memperkenalkan perusahaan Data Advertising

agar lebih dikenal oleh masyarakat di Jakarta secara khusus dan di seluruh

Indonesia secara umum?

4. Bagaimana merancang dan memilih sarana-sarana serta media promosi yang

dinilai paling tepat, kreatif, dan efektif, sehingga Data Advertising mampu

bersaing dengan kompetitornya baik didalam negeri maupun diluar negeri?

5. Menilik perkembangan jaman yang begitu pesat, bagaimanakah merancang

sebuah solusi yang tepat untuk jangka panjang, agar Data Advertising dapat

tetap exist di antara persaingan antara perusahaan sejenis yang makin ketat

dan kompetitif?

1.3. Tujuan Perancangan

1. Untuk merancang sebuah konsep komunikasi visual, agar dapat

meningkatkan citra dan juga posisi Data Advertising.

2. Untuk memperkenalkan Data Advertising kepada masyarakat di Jakarta

secara khusus, dan di seluruh Indonesia secara umum.

3. Untuk merancang sebuah program yang unik, sehingga Data Advertising

dapat bersaing dengan perusahaan sejenisnya hingga jangka waktu yang lama.

1.4. Manfaat Perancangan

Diharapkan dari hasil kajian ini, dapat memberikan manfaat, sumbangan, atau

kontribusi terhadap pengembangan ilmu maupun kepentingan praktis, diantaranya:

1. Manfaat Teoritis

Dari hasil kajian dan perancangan ini, diharapkan dapat memberikan

sumbangan yang berarti bagi kemajuan Desain Komunikasi Visual, khususnya

dalam bidang perancangan, serta bermanfaat sebagai referensi untuk penulisan
Page 38

38

kajian maupun perancangan lainnya. Selain itu juga diharapkan, dengan adanya

perancangan ini, penulis mampu meningkatkan kekreatifitasannya dan juga

pengetahuannya dalam sebuah proses perancangan komunikasi visual.

2. Manfaat Pragmatis

Dengan adanya perancangan ini, diharapkan dapat dihasilkan sebuah

kampanye periklanan yang tepat, unik, efektif, dan kreatif, serta mampu

menjawab sercara objektif dan menjadi solusi bagi biro iklan tersebut. Selain itu,

juga diharapkan dapat meningkatkan image dan posisi dari biro iklan ini di mata

klien dan juga biro iklan lainnya.

1.5. Definisi Operasional

Pada perancangan ini, meliputi promosi melalui media komunikasi visual

yang diwujudkan berupa aplikasi iklan dan bonus berupamerchandise kepada

khalayak sasaran yaitu para kalangan menengah atas yang bediam dikota-kota besar

terutama untuk Jakarta.

1.5.1. Perancangan

Perancangan berarti proses, tahapan, cara, perbuatan merancang atau

merencanakan segala sesuatu. Termasuk serangkaian proses kreatif, mulai dari

identifikasi masalah, pengumpulan data, analisis dan sintesis, penyusunan konsep,

hingga menghasilkan produk yang sesuai dengan strategi pemecahan masalah.

1.5.2. Promosi

Merupakan serangkaian proses kreatif yang mempunyai beberapa tehapan,

yaitu tahap penyadaran, perkenalan, kompetisi, dan tahap mempertahankan. Tentu

beberapa tahapan tersebut membutuhkan waktu, dan untuk perancangan kali ini

adalah tahap kompetisi hingga mempertahankan.

1.5.3. Iklan

Iklan adalah bentuk komunikasi yang menggunakan media audio dan atau

visual yang bersifat non-personal, sebagai sarana pernyampaian pesan yang bersifat

promosi yang ditujukan kepada khalayak sasaran iklan.
Page 39

39

1.5.4. Merchandise

Sebagai pendukung promosi, berupa barang-barang pelengkap kebutuhan

seperti baju, topi, mug, payung, pembatas buku, dan lain sebaginya. Tentunya

dengan dibubuhi logo, gambar, atau brand yang sedang di promosikan.

Keberadaannya bisa dibilang hampir sama pentingnya dengan iklan, karena secara

tidak langsung merchandise merupakan iklan jangka panjang, mengingat daya

tahannya yang cukup lama.

1.5.5. Biro Iklan

Adalah sebuah perusahaan penyedia jasa untuk pemecahan masalah seputar

periklanan, promosi, dan berbagai komunikasi audio dan visual lainnya. Biro iklan

dikelompokkan sesuai dengan peranan dan kemampuannya, yaitu jasa apa saja yang

bisa dikerjakan atau masalah apa saja yang bisa diselesaikan.

1.6. Metode Perancangan

1.6.1. Subjek/Objek Pelitian

Objek dari penelitian ini adalah kampanye periklanan yang digunakan untuk

mempromosikan Data Advertising di Jakarta.

1.6.2. Alat/Model

Untuk mengumpulkan data-data melalui sumber yang ditentukan, tentu saja

memerlukan persiapan, termasuk alat yang akan digunakan pada prosesnya yang

termasuk seperangkat pertanyaan yang akan digunakan dalam kegiatan wawancara

untuk memperoleh data, internet, peralatan fotografi atau audio visual seperti kamera,

handy-cam, dan tape recorder, serta berbagai alat yang dibutuhkan untuk membuat

dan selama proses perancangan seperti komputer, printer,scanner, dan sebagainya.

1.6.3. Jenis dan Sumber Data

Ada beberapa data yang dapat dikumpulkan melalui beberapa sumber,

dimana data-data ini nantinya akan dapat membantu proses perancangan. Dalam hal

memilih tempat promosi, seberapa kuat pomosi yang dilakukan, kepada siapa

promosi ditujukan, bagaimana promosi yang sebaiknya, seberapa lama promosi ini
Page 40

40

berlangsung, dimana saja fokus-fokus utama promosi, apa saja media promosi yang

dapat dibuat dan di publikasikan, dan masih banyak lagi. Jenis data yang dicari

meliputi antara lain kompetitor, penelitian target market, pokok permasalahan, gaya

desain, visi dan misi perusahaan, serta langkah-langkah yang sudah ditempuh atau

yang akan dilakukan oleh perusahaan untuk waktu kedepan.

1.6.4. Metode Pengumpulan Data

Adapun alternative cara yang perlu dilakukan untuk penelitian dan

pengumpulan data yang nantinya dapat membantu proses perancangan dan konsep

promosi, yaitu antara lain:

1. Survey

Melakukan pengumpulan data secara langsung melalui banyak responden

apabila dirasa perlu, dalam hal ini biasanya dilakukan dengan penyebaran dan

pembagian angket kepada beberapa responden yang telah ditunjuk untuk

menjawab beberapa pertanyaan yang berkaitan dengan perusahaan.

Serta pengamatan lapangan secara langsung mengenai semua hal yang ada

kaitannya dengan perusahaan ataupun kompetitor. Dalam hal ini, data yang dapat

diperoleh bersifat subjektif orang pertama, karena tergantung dari informasi

macam apa yang diterima oleh penulis.

2. Studi Pustaka/Literatur

Melakukan pengumpulan data melalui sumber-sumber yang telah ada seperti

melalui internet, buku-buku ilmiah, surat kabar, majalah, dan berbagai macam

arsip-arsip dokumentasi yang berkaitan dengan perusahaan.

3. Wawancara

Melakukan wawancara dengan pihak perusahaan yang terkait, untuk

memperoleh data-data yang dibutuhkan, seperti sejarah dan perkembangan

perusahaan, visi dan misi, ruang lingkup pekerjaan, informasi mengenai

kompetitor, dan lain sebagainya.
Page 41

41

1.6.5. Metode Analisis Data

1. Kuantitatif

Cara ini berguna untuk memperoleh data secara objektif seputar hal yang

ditanyakan. Data yang diperoleh bertujuan untuk mengetahui seberapa banyak

responden yang berpendapat sesuai dengan jawaban yang disediakan. Dari sekian

banyak responden tersebut, akan dianggap mewakili seluruhtarget audience di

pasaran.

2. Kualitatif

Terkadang ada beberapa pertanyaan yang tidak bisa dijawab melalui metode

kuantitatif, untuk itu diperlukannya beberapa orang tertentu yang akan dan dapat

diwawancarai. Berdasarkan jawaban subjektif dari beberapa orang/responden

yang terpilih, maka data yang diperoleh dianggap dapat mewakili sebagian besar

target audience atau target market.

3. S.W.O.T.

Strength, Weakness, Opportunity, and Threat (SWOT), metode yang sangat

berguna dan sering digunakan untuk mengetahui potensi produk itu sendiri

terhadap kompetitor yang ada di pasaran. Dengan menggunakan metode ini dan

berdasarkan analisa yang diperoleh, dapat diketahui seberapa kuat atau lemah

produk majalah Omega ini, dimanakah celahnya, dan berbagai hal yang nantinya

bisa menjadi ancaman produk ini.

1.7. Konsep Perancangan

1. Melekatkan brand Data Advertising kebenak konsumen masyarakat Jakarta

secara khusus, dan seluruh Indonesia secara umum.

2. Menggunakan gaya desain simplicity, karena pesan yang di sampaikan jelas,

dan bersifat eksklusif.
Page 42

42

1.8. Prosedur Perancangan

PENDAHULUAN

Company Information

1. Data perusahaan

1. Latar belakang

2. Latar belakang

2. Rumusan masalah

3. Servis yang ditawarkan

3. Tujuan perancangan

4. Personal

4. Pembatasan perancangan

5. Mekanisme kerja

5. Manfaat perancangan

6. Metodologi perancangan

7. Skematika perancangan

1. Strategi Pemasaran

2. Strategi Promosi

SINTESIS

KONSEP PERANCANGAN

1. Tujuan Media

2. Strategi Media

3. Program Media

4. Biaya Media

1. Tujuan Kreatif

2. Strategi Kreatif

3. Program Kreatif

4. Biaya Kreatif

PERENCANAAN

MEDIA

PERENCANAAN

KREATIF


PROGRAM PERANCANGAN

(Designing)

ANALISIS

1. Market Positioning

2. Kompetitor

3. Potential Market

4. Market Segmentation

5. Analisa SWOT

Alternatif Desain

Layout Pengembangan Ide

Evaluasi dan Seleksi

Final Art Work

IDENTIFIKASI



buka contoh marketing :https://tirto.id/babak-baru-dunia-periklanan-kJ4

No comments:

Post a Comment