IMPLIKASI PARIWISATA TERHADAP PERKEMBANGAN BAHASA DAN KEBUDAYAAN INDONESIA
IMPLIKASI PARIWISATA TERHADAP PERKEMBANGAN BAHASA DAN KEBUDAYAAN INDONESIA |
contoh promosi restoran dalam bahasa inggris - BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pariwisata merupakan salah satu sektor pembangunan yang saat ini sedang digalakkan oleh pemerintah. Hal ini disebabkan pariwisata mempunyai peran yang sangat penting dalam pembangunan Indonesia khususnya sebagai penghasil devisa negara di samping sektor migas.
Tujuan pengembangan pariwisata di Indonesia terlihat dengan jelas dalam Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1969, khususnya Bab II Pasal 3, yang menyebutkan “Usaha-usaha pengembangan pariwisata di Indonesia bersifat suatu pengembangan “industri pariwisata” dan merupakan bagian dari usaha pengembangan dan pembangunan serta kesejahtraan masyarakat dan Negara” (Yoeti, 1996: 151).
Berdasarkan Instruksi Presiden tersebut, dikatakan bahwa tujuan pengembangan pariwisata di Indonesia adalah:
1. Meningkatkan pendapatan devisa pada khususnya dan pendapatan negara dan masyarakat pada umumnya, perluasan kesempatan serta lapangan kerja, dan mendorong kegiatan-kegiatan industri penunjang dan industri-industri sampingan lainnya.
2. Memperkenalkan dan mendayagunakan keindahan alam dan kebudayaan Indonesia.
3. Meningkatkan persaudaraan/persahabatan nasional dan internasional.
Dalam tujuan di atas, jelas terlihat bahwa industri pariwisata dikembangkan di Indonesia dalam rangka mendatangkan dan meningkatkan devisa negara (state revenue). Dengan kata lain, segala usaha yang berhubungan dengan kepariwisataan merupakan usaha yang bersifat komersial dengan tujuan utama mendatangkan devisa negara.
Di samping itu, pengembangan kepariwisataan juga bertujuan untuk memperkenalkan dan mendayagunakan keindahan alam dan kebudayaan Indonesia. Ini berarti, pengembangan pariwisata di Indonesia tidak telepas dari potensi yang dimiliki oleh Indonesia untuk mendukung pariwisata tersebut. Indonesia memiliki keragaman budaya yang sangat menarik. Keragaman budaya ini dilatari oleh adanya agama, adat istiadat yang unik, dan kesenian yang dimiliki oleh setiap suku yang ada di Indonesia. Di samping itu, alamnya yang indah akan memberikan daya tarik tersendiri bagi wisatawan baik itu alam pegunungan (pedesaan), alam bawah laut, maupun pantai.
Kebudayaan Indonesia agar bisa dinikmati sebagai daya tarik bagi wisatawan memerlukan sarana pengungkap. Artinya, agar orang lain memahami kebudayaan Indonesia diperlukan suatu alat pengungkap yang mampu mendeskripsikan kebudayaan itu secara utuh. Alat pengungkap kebudayaan itu tiada lain bahasa, yang dalam hal ini adalah bahasa Indonesia.
Kebudayaan dalam arti luas sebagai hasil cipta karsa dan karya manusia tentu akan terus berkembang seiring dengan perkembangan peradaban manusia dan perkembangan zaman. Oleh karena itu, pesatnya perkembangan pariwisata di Indonesia juga membawa implikasi terhadap perkembangan kebudayaan Indonesia termasuk perkembangan bahasa Indonesia sebagai sarana pengungkap kebudayaan Indonesia.
Berdasarkan uraian di atas, dalam tulisan ini akan dikaji hubungan antara pariwisata, kebudayaan, dan bahasa serta permasalahannya. Untuk melengkapi pembahasnnya tersebut digunakan Bali sebagai contoh kasus.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pariwisata
Batasan pariwisata bisa ditinjau dari berbagai sudut pandang. Oleh karena itu, batasan tentang pariwisata belum ada keseragaman tergantung dari sudut pandangnya. Salah satunya adalah yang dikemukan oleh E. Guyer Freuler dalam Yoeti (1996: 115), yang menyatakan:
Pariwisata dalam artian modern adalah merupakan phenomena dari jaman sekarang yang didasarkan di atas kebutuhan akan kesehatan dan pergantian hawa, penilaian yang sadar dan menumbuhkan (cinta) terhadap keindahan alam dan pada khususnya disebabkan oleh bertambahnya pergaulan berbagai bangsa dan kelas masyarakat manusia sebagai hasil daripada perkembangan perniagaan, industri, perdagangan serta penyempurnaan daripada alat-alat pengangkutan.
Pengertian lainnya tentang pariwisata adalah suatu perjalanan yang dilakukan untuk sementara waktu yang diselnggarakan dari suatu tempat ke tempat lain, dengan maksud bukan untuk berusaha (business) atau untuk mencari nafkah di tempat yang dikunjungi, tetapi semata-mata untuk menikmati perjalanan tersebut guna pertamasyaan dan rekreasi atau untuk memenuhi keinginan yang beraneka ragam.(Yoeti, 1996: 118)
Berdasarkan pengertian di atas, dapat dikatakan bahwa pariwisata merupakan suatu kegiatan perjalanan yang dilakukan dari satu tempat ke tempat lain untuk sementara waktu dengan tujuan rekreasi dan bukan untuk mencari nafkah. Jadi, tujuan utama perjalanan itu adalah berhubungan dengan pertamasyaan. Di samping itu, dari pengertian itu juga diketahui bahwa orang yang melakukan perjalanan akan memerlukan berbagai barang dan jasa sejak mereka pergi dari tempat asalnya sampai di tempat tujuan dan kembali lagi ke tempat asalnya.
Munculnya produk barang dan jasa ini disebabkan adanya aktivitas rekreasi yang dilakukan oleh wisatawan yang jauh dari tempat tinggalnya. Dalam hal ini mereka membutuhkan pelayanan transportasi, akomodasi, catering, hiburan, dan pelayanan lainnya. Jadi, produk industri pariwisata adalah keseluruhan pelayanan yang diterima oleh wisatawan, mulai meningggalkan tempat tinggalnya (asal wisatawan) sampai pada tujuan (daerah tujuan wisata) dan kembali lagi ke daerah asalnya.
Pariwisata dikatakan sebagai industri, karena di dalamnya terdapat berbagai aktivitas yang bisa menghasilkan produk berupa barang dan jasa. Akan tetapi, makna industri di sini bukan sebagaimana pengertian industri pada umumnya yaitu adanya pabrik atau mesin-mesin yang besar atau kecil yang penuh dengan asap. Industri pariwisata tidak seperti pengertian industri pada umumnya, sehingga industri pariwisata disebut industri tanpa asap.
Uraian di atas sejalan dengan konsep industri pariwisata yang dikemukakan oleh Yoeti (1996: 153) yang menyatakan: “Industri pariwisata adalah kumpulan dari macam-macam perusahaan yang secara bersama-sama menghasilkan barang-barang dan jasa-jasa (goods and service) yang dibutuhkan wisatawan pada khususnya dan traveller pada umumnya, selama dalam perjalannnya”.
Pengertian lain yang sejalan dengan uraian di atas tentang industri pariwisata adalah yang dikemukakan oleh Damardjati yang dikutip oleh Sihite (2000:54). Menurutnya, “industri pariwisata adalah rangkuman dari berbagai macam yang secara bersama-sama menghasilkan produk-produk/jasa-jasa/layanan-layanan atau services, yang nantinya baik secara langsung ataupun tidak langsung akan dibutuhkan oleh wisatawan selama perjalanannya”.
Berdasarkan beberapa definisi di atas, dapatlah dikatakan bahwa industri pariwista adalah kumpulan dari bermacam-macam perusahaan yang secara bersama-sama menghasilkan barang-barang atau jasa-jasa yang dibutuhkan oleh wisatawan maupun traveller selama dalam perjalanannya.
2.2 Kebudayaan
Kebudayaan merupakan keseluruhan sistem komunikasi yang mengikat dan memungkinkan bekerjanya suatu himpunan manusia yang disebut masyarakat. Dengan demikian dapat didefinisikan kebudayaan sebagai “sistem aturan-aturan komunikasi dan interaksi yang memungkinkan suatu masyarakat terjadi, terpelihara, dan dilestarikan”. Kebudayaan itu memberikan arti kepada semua usaha dan gerak-gerik manusia. (Nababan, 1984: 49)
Berdasarkan definisi di atas, jelas sekali terlihat bahwa antara manusia dan kebudayaannya tidak dapat dipisahkan. Demikian juga antara manusia Indonesia dan kebudayaan Indonesia. Hal ini disebabkan manusia Indonesia di samping hidup dalam satu kesatuan wilayah masyarakat etnik, juga hidup dalam satu kesatuan Negara Republik Indonesia. Dalam kaitan ini, mereka menjunjung kebudayaan yang satu, sesuai dengan konsepsi wawasan nusantara, yaitu kebudayaan nasional Indonesia (Geriya, 1996: 71).
Istilah kebudayaan merupakan tejemahan dari istilah culture dari bahasa Inggris. Kata culture berasa dari bahasa latin colore yang berarti mengolah, mengerjakan, menunjuk pada pengolahan tanah, perawatan dan pengembangan tanaman dan ternak. Upaya untuk mengola dan mengembangkan tanaman dan tanah inilah yang selanjutnya dipahami sebagai culture.
Sementara itu, kata kebudayaan berasal dari bahasa sansekerta, buddhayah yang merupakan bentuk jamak dari kata buddhi. Kata buddhi berarti budi dan akal. Kamu besar Bahasa Indonesia mengartikan kebudayaan sebagai hasil kegiatan dan penciptaan batin (akal budaya) manusia seperti kepercayaan, kesenian, dan adat – istiadat.
E.B. Taylor mendefinisikan kebudayaan sebagai hal yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adapt-istiadat, kebiasaan serta kemampuan-kemampuan lain yang diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat.
Menurut Koentjaningrat (1985) kebudayaan adalah keseluruhan ide-ide, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar.
Definisi lebih singkat terdapat pada pendapat Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi (1964), menurut mereka kebudayaan adalah semua hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat.
Bila disimak lebih seksama, definisi Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi lebih menekankan pada aspek hasil material dan kebudayaan. Sementara Koentjaraningrat menekankan dua aspek kebudayaan yaitu abstrak (non material) dan konkret (material. Pada definisi Koentjaraningrat, tampak bahwa kebudayaan merupakan suatu proses hubungan manusia dengan alam dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya baik jasmaniah maupun rohaniah. Dalam proses tersebut manusia berusaha mengatasi permasalahan dan tantangan yang ada dihadapannya.
Koentjaraningrat (1985) menyebutkan ada tujuh unsur-unsur kebudayaan. Ia menyebutnya sebagai isi pokok kebudayaan. Ketujuh unsur kebudayaan universal tersebut adalah :
1. Bahasa
2. Sistem pengetahuan,
3. Organisasi sosial
4. Sistem peralatan hidup dan teknologi
5. Sistem mata pencaharian hidup
6. Sistem religi, serta
7. kesenian
Lebih lanjut dijelaskan secara formal normatif sistem budaya Indonesia menata keseluruhan manusia dan masyarakat Indonesia. Ada dua fungsi sistem budaya Indonesia yang amat penting, yaitu: sebagai pemberi identitas dan sebagai komunikasi yang menyatukan dan mengintegrasikan masyarakat Indonesia yang bersifat majemuk.
Kebudayaan juga dapat diartikan sebagai “hasil kegiatan dan penciptaan batin (akal budi) manusia seperti: kepercayaan, kesenian, dan sebagainya” Misalnya, Kebudayaan Cina, Kebudayaan Indonesia, dan Kebudayaan Jawa. (Poerwadarminta, 1983: 157). Berdasarkan pengertian ini, dapat dikatakan hanyalah manusia yang mempunyai kebudayaan. Hal ini disebabkan manusialah makhluk hidup yang mempunyai akal dan budi untuk mengasilkan kebudayaan.
Di samping dua pengertian di atas, pengertian kebudayaan juga dapat dipandang dari sudut Ilmu Antropologi. Dalam hal ini, kebudayaan (budaya) diartikan sebagai “keseluruhan dari kelakuan dan hasil kelakuan manusia yang teratur oleh tata kelakuan yang harus didapatkannya dengan cara belajar dan kesemuanya tersusun dalam kehidupan bermasyarakat”. (Koentjaraninggrat Ed., 1985: 77).
Budaya dalam hal ini dipahami sebagai tingkah laku yang dipelajari dan dilakukan oleh sekelompok orang, budaya diperoleh dari orang lain dengan dipelajari dari masyarakatnya. Kebudayaan itu juga mencakup segala hal yang merupakan hasil cipta, karsa, dan karya manusia dalam usaha meningkatkan taraf hidup dan beradaptasi dengan lingkungannya. Sebagai suatu sistem, kebudayaan perlu dilihat dari perwujudan kehidupan manusia yang terkait dengan ide, perilaku, dan materi yang dipengaruhi oleh berbagai aspek.
Berdasarkan pengertian-pengertian di atas dapat disimpulkan yang dimaksudkan dengan kebudayaan adalah suatu hasil cipta karsa, dan karya manusia dalam usaha meningkatkan taraf hidup dan beradaptasi dengan lingkungannya. Batasan ini lebih ditekankan pada kenyataan bahwa manusialah yang mampu menghasilkan kebudayaan, karena manusia merupakan makhluk hidup yang mempunyai akal dan budi.
2.3 Bahasa
Bahasa sebagai salah satu unsur kebudayaan mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Bahasa memungkinkan seseorang mengadakan komunikasi dengan orang lain dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Dengan demikian, dapat dikatakan fungsi utama bahasa adalah sebagai alat komuniasi. Hal ini tidak berarti bahwa bahasa hanya memiliki satu fungsi. Fungsi yang lain adalah sebagai alat untuk menyatakan ekspresi diri, alat untuk mengadakan integrasi dan adaptasi sosial, serta sebagai alat untuk mengadakan kontrol sosial. (Keraf, 1980: 3)
Berdasarkan fungsi tersebut, disebutkan juga bahwa “Bahasa adalah alat komunikasi antara anggota masyarakat berupa simbul bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia” (Keraf, 1980: 1). Pendapat senada juga dikemukakan oleh Sitindoan (1984: 17) yang menyatakan “Bahasa adalah lambang yang berupa bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia, mempunyai sistem dan mengandung arti yang bersifat arbitrer; dipakai oleh manusia dalam kehidupannya sebagai alat komunikasi antar sesamanya untuk membentuk, mengungkapkan, dan menyampaikan pikiran dan perasaannya. Sifatnya sosial kultural”.
Berdasarkan pengertian-pengertian yang dijelaskan di atas, jelaslah yang dimaksudkan bahasa dalam tulisan ini adalah alat komunikasi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia yang mempunyai lambang, sistem, arti, serta bersifat arbitrer dan sosial kultural. Setiap bahasa mempunyai lambang. Dengan adanya lambang akan memudahkan terjadinya komunikasi, walaupun tidak langsung berhadapan dengan bendanya. Hal ini disebabkan setiap lambang sudah mengandung suatu konsep atau pengertian. Agar arti lambang-lambang tersebut dipahami, setiap pemakai bahasa harus mengerti dan menuruti sistem bahasa yang digunakan. Sistem bahasa mengandung kaidah atau aturan yang harus dipatuhi oleh pemakai bahasa itu. Apabila tidak dipatuhi, penyampaian informasi akan kacau atau mungkin komunikasi bisa tidak terlaksana.
Bahasa bersifat arbitrer maksudnya tidak ada hubungan secara langsung antara lambang dengan yang dilambangkan. Munculnya pelambangan terhadap suatu benda hanyalah berdasarkan konvensi. Akan tetapi, walaupun demikian untuk dapat mengerti suatu bahasa haruslah dipelajari dan digunakan sebagai alat komunikasi.
Dari paparan di atas dapat dikatakan yang dimaksud dengan bahasa Indonesia di sini adalah bahasa yang digunakan sebagai alat komunikasi oleh penduduk Negara Republik Indonesia baik sebagai bahasa nasional maupun sebagai bahasa resmi. Sebagai bahasa nasional maksudnya bahasa Indonesia diakui dan dipakai secara resmi oleh bangsa Indonesia dalam bidang administrasi, pendidikan, politik, dan bidang kebudayaan dalam arti luas; sebagai bahasa resmi maksudnya bahasa Indonesia dipakai oleh bangsa Indonesia sebagai alat komunikasi resmi dalam situasi yang bersifat resmi: dalam pertemuan resmi, untuk keperluan administrasi negara, pendidikan dan pengajaran, serta pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan kebudayaan. (Sitindoan, 1984: 19)
Perkembangan pariwisata di Indonesia akan berimplikasi terhadap perkembangan kebudayaan nasional Indonesia yang didukung oleh kebudayaan-kebudayaan daerah. Fenomena ini juga akan berpengaruh terhadap perkembangan bahasa Indonesia yang merupakan bagian dari kebudayaan nasional Indonesia dan juga sekaligus sebagai sarana pengungkapnya.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Hubungan Pariwisata dan Kebudayaan
Pariwisata merupakan suatu fenomena yang terdiri dari berbagai aspek, seperti: ekonomi, teknologi, politik, keagamaan, kebudayaan, ekologi, dan pertahanan dan keamanan. Melalui pariwisata berkembang keterbukaan dan komunikasi secara lintas budaya, melalui pariwisata juga berkembang komunikasi yang makin meluas antara komponen-komponen lain dalam kerangka hubungan yang bersifat saling mempengaruhi (Geriya, 1996:38)
Kebudayaan sebagai salah satu aspek dalam pariwisata dapat dijadikan sebagai suatu potensi dalam pengembangan pariwisata itu. Hal ini disebabkan, dalam pengembangan pariwisata pada suatu negara atau suatu daerah sangat terkait dengan potensi yang dimiliki oleh suatu daerah atau suatu negara. Indonesia, misalnya dengan bermodalkan kekayaan kebudayaan nasional yang dilatari oleh keunikan berbagai kebudayaan daerah bisa menggunakan kebudayaan sebagai salah satu daya tarik wisatawan.
Pengembangan kepariwisataan yang bertumpu pada kebudayaan lebih lanjut diistilahkan dengan pariwisata budaya. Dengan kata lain, pariwisata budaya adalah satu jenis kepariwisataan yang dikembangkan bertumpu pada kebudayaan (Geriya, 1996: 45). Kebudayaan yang dimaksudkan di sini adalah kebudayaan Indonesia yang dibangun dari berbagai kebudayaan daerah yang ada di Indonesia. Ini artinya, setiap langkah yang dilakukan dalam usaha pengembangan pariwisata di Indonesia selalu bertumpu pada kebudayaan nasional Indonesia. Segala aspek yang berhubungan dengan pariwisata, seperti: promosi, atraksi, manajemen, makanan, cindera mata, hendaknya selalu mendayagunakan potensi-potensi kebudayaan nasional Indonesia. Dengan demikian nantinya pariwisata Indonesia mempunyai ciri tersendiri yang dapat dibedakan dari pariwisata negara lain yang bertumpu pada potensi yang lain.
Uraian di atas menunjukkan betapa eratnya hubungan antara pariwisata dan kebudayaan nasional Indonesia. Pariwisata Indonesia dikembangkan berdasarkan potensi kebudayaan nasional yang ada dan kebudayaan nasional akan berkembang seiring dengan perkembangan pariwisata. Di samping itu, pengembangan pariwisata yang berkelanjutan dengan konsep pariwisata budaya akan dapat memperkokoh kebudayaan nasional Indonesia.
3.2 Hubungan Kebudayaan dan Bahasa
Kebudayaan dan bahasa mempunyai hubungan yang sangat erat. Kebudayaan dan bahasa dalam hal ini dibatasi pada kebudayaan nasional Indonesia dan bahasa Indonesia. Hubungan di antara keduanya tidak hanya sebatas bahasa Indonesia adalah bagian dari kebudayaan nasional Indonesia, tetapi juga terlihat dari fungsi bahasa sebagai pengungkap, pelestari, dan pewaris budaya bangsa Indonesia.
Bahasa sebagai suatu sistem komunikasi adalah bagian dari sistem kebudayaan. Bahasa terlibat dalam semua aspek kebudayaan, karena kebudayaan manusia tidak akan dapat terjadi tanpa adanya bahasa. Bahasa inilah memungkinkan terbentuknya suatu kebudayaan. Inilah salah satu hubungan antara kebudayaan dan bahasa.
Hubungan kebudayaan dan bahasa yang lainnya adalah bahwa bahasa sebagai suatu sistem komunikasi, akan mempunyai makna hanya dalam kebudayaan yang menjadi wadahnya. Ini artinya untuk bisa mengerti suatu bahasa, setidaknya juga harus paham dengan kebudayaannya. Demikian sebaliknya, untuk memahami kebudayaan suatu daerah atau suatu negara akan lebih sempurna apabila juga memahami bahasanya.
Hubungan antara kebudayaan dan bahasa juga dapat dilihat pada sisi yang lain, yaitu bahasa merupakan kunci bagi pengertian yang mendalam atas suatu kebudayaan. Oleh karena itu, dalam mempelajari suatu kebudayaan diperlukan juga mempelajari bahasanya.
Menurut Nababan (1984: 52) ada dua macam hubungan antara kebudayaan dan bahasa. Kedua hubungan itu adalah bahwa bahasa adalah bagian dari kebudayaan dan bahwa seseorang belajar kebudayaan melalui bahasanya. Hubungan yang pertama disebut dengan hubungan filogenetik, sedangkan hubungan kedua disebut dengan hubungan ontogenetik.
Dari uraian di atas bahasa secara umum mempunyai hubungan yang sangat erat dengan kebudayaan. Hal ini juga terjadi antara bahasa Indonesia dan kebudayaan nasional. Artinya, untuk mengetahui kebudayaan nasional dapat dipelajari dari bahasa Indonesia yang berfungsi sebagai wahana pengungkapnya. Demikian juga sebaliknya mempelajari bahasa Indonesia secara tidak langsung juga mengetahui kebudayaan Indonesia sebagai wadahnya.
3.3 Pengaruh Pariwisata terhadap Kebudayaan
Pariwisata sebagai suatu fenomena yang terdiri dari berbagai aspek tentu akan berpengaruh terhadap aspek-aspek tersebut, termasuk kebudayaan yang merupakan salah satu aspek pariwisata. Apalagi pengembangan pariwisata di Indonesia bertumpu pada kebudayaan nasional Indonesia, tentu perkembangan pariwisata akan berdampak bagi kebudayaan nasional Indonesia.
Dampak yang ditimbulkan oleh pariwisata terhadap kebudayaan tidak terlepas dari pola interaksi di antaranya yang cenderung bersifat dinamika dan positif. Dinamika tersebut berkembang, karena kebudayaan memegang peranan yang penting bagi pembangunan berkelanjutan pariwisata dan sebaliknya pariwisata memberikan peranan dalam merevitalisasi kebudayaan. Ciri positif dinamika tersebut diperlihatkan dengan pola kebudayaan mampu meningkatkan pariwisata dan pariwisata juga mampu memajukan kebudayaan. (Geriya, 1996: 49).
Paparan di atas menandakan perkembangan pariwisata dapat memberikan dampak yang positif terhadap kebudayaan. Di sini akan terjadi akulturasi kebudayaan, karena adanya interaksi masyarakat lokal dengan wisatawan. Di samping itu, kebudayaan-kebudayaan daerah yang merupakan bagian dari kebudayaan nasional Indonesia akan terus berkembang. Ini disebabkan oleh adanya wisatawan (orang asing) yang datang berkunjung untuk melihat dan mengenal lebih dekat kebudayaan asli tersebut. Hal ini tentunya juga menyebabkan terjadinya penggalian nilai-nilai budaya asli untuk dikembangkan dan dilestarikan. Dengan demikian pola kebudayaan tradisional seperti tempat-tempat bersejarah, monumen-monumen, kesenian, dan adat istiadat akan tetap terpelihara dan lestari (sustainable).
Dampak positif pariwisata terhadap kebudayaan seperti disebutkan di atas sejalan dengan pemikiran Sihite (2000: 76) yang menyebutkan secara garis besar dampak positif pariwisata terhadap kebudayaan dapat dilihat pada hal-hal berikut:
1. Merupakan perangsang dalam usaha pemeliharaan monumen-monumen budaya yang dapat dinikmati oleh penduduk setempat dan wisatawan.
2. Merupakan dorongan dalam usaha melestarikan dan menghidupkan kembali beberapa pola budaya tradisional seperti kesenian, kerajinan tangan, tarian, musik, upacara-upacara adat, dan pakaian.
3. Memberingan dorongan untuk memperbaiki lingkungan hidup yang bersih dan menarik.
4. Terjadinya tukar-menukar kebudayaan antara wisatawan dan masyarakat lokal. Misalnya, wisatawan dapat lebih banyak mengenal kebudayaan serta lingkungan yang lain dan penduduk lokal juga mengetahui tempat-tempat lain dari cerita wisatawan.
5. Mendorong pendidikan di bidang kepariwisataan untuk menghasilkan Sumber Daya Manusia di bidang kepariwisataan yang handal.
Perkembangan pariwisata yang sangat pesat dan terkosentrasi dapat menimbulkan berbagai dampak. Secara umum dampak yang ditimbulkan adalah dampak positif dan dampak negatif. Dampak positif dari pengembangan pariwisata meliputi; (1) memperluas lapangan kerja; (2) bertambahnya kesempatan berusaha; (3) meningkatkan pendapatan; (4) terpeliharanya kebudayaan setempat; (5) dikenalnya kebudayaan setempat oleh wisatawan. Sedangkan dampak negatifnya dari pariwisata tersebut akan menyebabkan; (1) terjadinya tekanan tambahan penduduk akibat pendatang baru dari luar daerah; (2) timbulnya komersialisasi; (3) berkembangnya pola hidup konsumtif; (4) terganggunya lingkungan; (5) semakin terbatasnya lahan pertanian; (6) pencernaan budaya; dan (7) terdesaknya masyarakat setempat (Spillane, 1989:47).
Dampak positif dari kegiatan pariwisata terhadap budaya masyarakat lokal antara lain; munculnya kreativitas dan inovasi budaya, akulturasi budaya, dan revitalisasi budaya. Sedangkan dampak negatif yang sering dikawatirkan terdapat budaya masyarakat lokal antara lain; proses komodifikasi, peniruan, dan profanisasi (Shaw and Williams, dalam Ardika 2003:25). Lebih lanjut dijelaskan bahwa dampak pariwisata terhadap budaya masyarakat lokal sebagaimana tersebut di atas disebabkan oleh tiga hal yakni: (1) masyarakat lokal ingin memberikan hasil karya seni atau kerajinan yang bermutu tinggi kepada pembeli (wisatawan); (2) untuk menjaga citra dan menunjukkan identitas budaya masyarakat lokal kepada dunia luar; (3) masyarakat ingin memperoleh uang akibat meningkatnya komersialisasi (Graburn 2000 dalam Ardika 2003).
Subadra (2006) memberikan batasan yang lebih jelas mengenai dampak sosial-budaya pariwisata. Dampak positif sosial budaya pengembangan pariwisata dapat dilihat dari adanya pelestarian budaya-budaya masyarakat lokal seperti kegiatan keagamaan, adat istiadat, dan tradisi, dan diterimanya pengembangan objek wisata dan kedatangan wisatawan oleh masyarakat lokal. Sedangkan dampak negatif sosial budaya pengembangan pariwisata dilihat dari respon masyarakat lokal terhadap keberadaan pariwisata seperti adanya perselisihan atau konflik kepentingan di antara para stakeholders, kebencian dan penolakan terhadap pengembangan pariwisata, dan munculnya masalah-masalah sosial seperti praktek perjudian, prostitusi dan penyalahgunaan seks (sexual abuse).
Bali sebagai salah satu objek wisata utama di Indonesia merupakan barometer perkembangan pariwisata nasional. Oleh karena itu, Bali memegang peranan yang penting dalam perkembangan pariwisata di Indonesia.
Sebagai daerah tujuan utama bagi wisatawan, tentu Bali tidak terlepas dari dampak pengembangan pariwisata dari segala aspek kehidupan termasuk kebudayaan. Pengembangan pariwisata di Bali yang bertumpu pada kebudayaan Bali yang pada dasarnya bersumber pada agama Hindu, menimbulkan adanya kegairahan penggalian, pemeliharaan, dan pengembangan aspek-aspek kebudayaan terutama kesenian, monumen-monumen peninggalan sejarah, dan adat istiadat. Tentu saja hal ini memberikan efek ganda yaitu bertambahnya pendapatan masyarakat lokal dari kegiatan ini sebagai konsumsi bagi wisatawan dan dapat menjaga kelestarian aspek-aspek kebudayaan itu sendiri. Misalnya, pertunjukan berbagai kesenian untuk wisatawan, adanya museum untuk menyimpan benda-benda bersejarah yang juga sebagai daya tarik wisatawan, dan berbagai kegiatan adat istiadat yang bersifat unik.
Adanya dampak positif pariwisata terhadap kebudayaan menunjukkan adanya keselarasan ungkapan yang mengatakan “Pariwisata untuk Kebudayaan”. Artinya, pengembangan pariwisata benar-benar memberikan dampak yang positif terhadap perkembangan kebudayaan dalam arti yang luas. Ini artinya, perkembangan pariwisata secara positif dapat memperkokoh kebudayaan Indonesia.
Di samping memberikan dampak yang positif, pengembangan pariwisata juga dapat menimbulkan masalah. Di samping pariwisata dapat mengembangkan dan melestarikan kebudayaan, sering juga terjadi sebaliknya yaitu tereksploitasinya kebudayaan secara berlebihan demi kepentingan pariwisata. Tentu hal ini akan berdampak negatif terhadap perkembangan kebudayaan. Ini sering terjadi akibat adanya komersialisasi kebudayaan dalam pariwisata. Artinya, memfungsikan pola-pola kebudayaan seperti kesenian, tempat-tempat sejarah, adat istiadat, dan monumen-monumen di luar fungsi utamanya demi kepentingan pariwisata. Inilah suatu masalah yang dihadapi sekaligus tantangan dalam pengembangan pariwisata budaya. Hal ini juga dialami oleh Bali sebagai daerah tujuan wisata di Indonesia.
Perkembangan pariwisata memang dapat menumbuhkembangkan aspek-aspek kebudayaan seperti kesenian dan adat istiadat di Bali. Akan tetapi, di balik itu ternyata juga muncul permasalahan akibat terlalu tereksploitasinya aspek-aspek tadi. Misalnya, munculnya berbagai kesenian yang awalnya hanya dipentaskan untuk kepentingan upacara agama, kemudian dipertunjukkan untuk kepentingan wisatawan. Demikian juga dijadikannya tempat suci sebagai objek wisata. Ini merupakan fakta terjadinya komersialisasi budaya dalam pariwisata, karena berubahnya atau bertambahnya fungsi di samping fungsi utamanya.
Di samping terjadinya komersialisasi, tampaknya yang perlu juga menjadi pemikiran kita bersama, yaitu pola pembinaan kebudayaan dalam arti luas sebagai pendukung kepariwisataan. Sudah menjadi kenyataan devisa yang dihasilkan dari pengembangan pariwisata, digunakan oleh negara untuk melaksanakan pembangunan di segala bidang. Devisa itu dibagi-bagi ke semua aspek pembangunan, sehingga dirasakan sangat kecil kembali pada bidang kebudayaan. Padahal secara nyata kebudayaan itulah sebagai penopang paling besar dalam pariwisata untuk mendatangkan devisa. Oleh karena itu, ada kesan “budaya untuk pariwisata”. Dengan demikian, kebudayaan di sini tereksploitasi secara besar-besar dan hanya digunakan sebagai bahan promosi tanpa adanya usaha untuk menjaga dan melestarikannya. Kini banyak objek wisata yang tidak tertata akibat dana pemeliharaan yang terbatas. Salah satu contoh konkret adalah Museum Subak yang ada di Kabupaten Tabanan, Bali. Museum ini meruapakan aset budaya Bali yang tak ternilai harganya. Sayang, kini museum itu sepertinya hanya tinggal kenangan.
3.4 Pengaruh Perkembangan Pariwisata terhadap Bahasa
Perkembangan pariwisata akan memberikan efek terhadap kehidupan masyarakat setempat. Efek itu mempengaruhi berbagai aspek kehidupan, baik itu sosial, ekonomi, budaya, relegi, dan juga lingkungan. Luasnya pengaruh perkembangan pariwisata terhadap aspek kehidupan dapat dikaji secara mandiri. Misalnya, pengaruh terhadap bidang sosial, pengaruh terhadap bidang ekonomi, atau pengaruh terhadap bidang kebudayaan.
Sehubungan dengan hal itu dalam kesempatan ini yang dibahas adalah pengaruh perkembangan pariwisata terhadap Bahasa Indonesia yang merupakan bagian dari kebudayaan nasional Indonesia. Pengaruh ini apabila ditinjau dari politik bahasa nasional yang mengatur pengembangan dan pembinaan Bahasa Indonesia dapat dilihat dari dua sisi, yaitu pengaruh yang bersifat positif dan pengaruh yang bersifat negatif.
Pengaruh yang bersifat positif artinya perkembangan pariwisata di Indonesia dapat membantu membina dan mengembangkan bahasa Indonesia, baik sebagai bahasa nasional maupun sebagai bahasa negara. Pengaruh positif ini dapat dilihat dari data berupa munculnya kata-kata dan istilah yang berhubungan dengan kepariwisataan. Artinya, perkembangan pariwisata sudah nyata dapat memperkaya khasanah perbendaharaan kata dan istilah dalam Bahasa Indonesia.
Berikut ini adalah contoh kata dan istilah yang digunakan dalam bahasa Indonesia yang berhubungan dengan kepariwisataan, yaitu: agrowisata, apartemen, awak kabin, bandara, bar, bartender, brosur, Usaha Perjalanan Wisata, kargo, souvenir, reservasi, Diparda, destinasi, objek wisata, daerah tujuan wisata, ekowisata, embarkasi, hotel, reservasi, restoran, jasa boga, kepariwisataan, paspor, devisa, visa, pelancong, pramusaji, pramuwisata, prasmanan, bufe, sadar wisata, sapta pesona, tata graha, tour, wisatawan, paket wisata, wisatawan domestik (wisdom), dan wisatawan mancanegara.
Di samping dapat memperkaya khasanah kosa kata dan istilah, dampak positif perkembangan pariwisata terhadap Bahasa Indonesia juga ditemukan dalam fungsi bahasa Indonesia sebagai alat untuk mengembangkan ilmu pengetahuan. Dalam hal ini, saat ini sudah banyak buku tentang pariwisata yang disajikan dengan Bahasa Indonesia. Ini artinya, Bahasa Indonesia telah digunakan sebagai sarana dalam mengembangkan ilmu pariwisata. Dengan demikian masyarakat akan lebih mudah memahami pariwisata dan sekaligus membantu memasyarakatkan kepariwisataan di kalangan masyarakat.
Positif dan negatif adalah dua sisi yang tak terpisahkan seperti dua sisi mata uang. Demikian juga dalam pengembangan pariwisata di Indonesia di samping berdampak positif terhadap Bahasa Indonesia juga ada pengaruh negatifnya. Pengaruh negatif yang dimaksudkan di sini lebih ditekankan pada masalah belum maksimalnya fungsi bahasa Indonesia sebagai pengungkap produk-produk industri pariwisata.
Di depan telah disebutkan pengembangan pariwisata berdasarkan kebudayaan mestinya semua aspek kebudayaan termasuk produk yang dihasilkan dari industri pariwisata menggunakan Bahasa Indonesia sebagai pengungkapnya, kecuali produk industri pariwisata yang memang berasal dari luar negeri. Akan tetapi, dalam kenyataannya fenomena ini belum terlaksana secara maksimal. Buktinya, sebagai contoh di Bali banyak komponen industri pariwisata justru menggunakan bahasa asing atau pola penyusunannya adalah pola bahasa asing. Padahal itu adalah produk lokal. Misalnya, nama hotel dan restoran, serta nama produk minuman dan makanan khas Bali. Data berikut menunjukkan nama hotel dan restoran serta nama produk lainnya yang menggunakan bahasa atau pola bahasa asing.
No. Pola Bahasa Asing Pola Bahasa Indonesia
1. Nusa Dua Beach Hotel Hotel Nusa Dua Beach
2. Jayakarta Hotel Hotel Jakarta
3. Borobudur Hotel Hotel Borobudur
4. Lotus Restaurant Restoran Lotus
5. Mamai Restaurant Restoran Mamai
6. Bali Cofee Kopi Bali
7. Hot Tea Teh Panas
8. Bali Arak Arak Bali
3.5 Pengaruh Kebudayaan terhadap Bahasa
Kebudayaan sebagai hasil cipta, karya, dan karsa manusia tentu terus mengalami perkembangan seiring dengan perkembangan zaman dan peradaban manusia. Perkembangan ini sudah pasti diikuti oleh adanya perubahan akibat pergaulan manusia satu dengan yang lainnya dalam suatu tatanan kemasyarakatan. Kontak bahasa akan mengakibatkan adanya kontak budaya demikian juga sebaliknya kontak budaya menyebabkan terjadinya kontak bahasa.
Sehubungan dengan itu, dapat dikemukan sebagai contoh munculnya istilah komputer, kamera, televisi akan diikuti oleh hadirnya produk fisik. Kemudian dari produk fisik ini akan hadir kosa kata dan istilah yang berhubungan dengannya sebagai sarana pengungkapnya. Misalnya, dari istilah komputer muncul istilah terkait seperti disket, printer, monitor, mouse dan yang lain; dari istilah kamera hadir istilah pendukung seperti foto, digital, film; dan dari istilah televisi kemudian lahir istilah lain sebagai pendukung seperti antena, parabola, dan frekuensi (Djajasudarma, 2001).
Munculnya kata dan istilah baru dalam Bahasa Indonesia juga diakibatkan adanya perkembangan kebudayaan nasional yang didukung oleh kebudayaan daerah dengan bahasa daerahnya masing-masing. Artinya, perbendaharaan kosa kata Bahasa Indonesia juga muncul dari bahasa-bahasa daerah di Indonesia. Misalnya, dalam bidang seni muncul kata barong, reog, gandrung, dan wayang orang.
Semua yang dipaparkan di atas adalah efek positif perkembangan kebudayaan nasional terhadap Bahasa Indonesia. Efek negatifnya justru terlihat pada keterbatasan Bahasa Indonesia untuk mewahanai kebudayaan-kebudayaan yang diserap dari hasil pergaulan masyarakat Indonesia dengan masyarakat internasional. Artinya, ada istilah kebudayaan yang diserap dari luar belum ditemukan padanan yang pas dalam Bahasa Indonesia. Ini akan menimbulkan penggunaan istilah asingnya dalam Bahasa Indonesia. Misalnya istilah flash disk, hard disk yang berkaitan dengan komputer.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Simpulan
Berdasarkan paparan di atas, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut: (1)Pariwisata, kebudayaan, dan bahasa mempunyai hubungan yang sangat erat. Ini disebabkan pariwisata di Indonesia dikembangkan berdasarkan kebudayaan nasional Indonesia. Kebudayaan nasional yang didukung oleh kebudayaan-kebudayaan daerah bisa dinikmati oleh wisatawan memerlukan sarana pengungkap yaitu bahasa. Artinya, orang ingin mengetahui kebudayaan nasional Indonesia harus melalui bahasanya yaitu Bahasa Indonesia. Demikian juga orang yang belajar Bahasa Indonesia secara tidak langsung juga mempelajari kebudayaan nasional Indonesia. Jadi, dengan demikian bahasa (Indonesia) merupakan sarana pengungkap kebudayaan nasional Indonesia yang digunakan sebagai dasar pengembangan pariwisata di Indonesia.(2) hubungan yang demikian erat antara pariwisata, kebudayaan, dan bahasa tidak saja memberikan dampak positif, tetapi juga menimbulkan masalah sebagai dampak negatifnya.(3) Dampak positif perkembangan pariwisata terhadap kebudayaan di antaranya akan terjadi akulturasi kebudayaan, karena adanya interaksi masyarakat lokal dengan wisatawan, kebudayaan-kebudayaan daerah akan terus berkembang karena adanya wisatawan (orang asing) yang datang berkunjung untuk melihat dan mengenal lebih dekat kebudayaan asli tersebut, dan adanya usaha-usaha penggalian nilai-nilai budaya asli untuk dikembangkan dan dilestarikan. Di samping dampak positif, perkembangan pariwisata dapat menimbulkan masalah kebudayaan, yaitu terjadinya ekspolitasi kebudayaan yang berlebihan sehingga terjadilah komersialisasi.(4) Perkembangan pariwisata di Indonesia juga memberikan dampak positif terhadap perkembangan bahasa Indonesia terutama dalam hal khazanah kosa kata. Misalnya: agrowisata, apartemen, awak kabin, bandara, bar, bartender, brosur, Usaha Perjalanan Wisata, kargo, souvenir, reservasi, Diparda, destinasi, objek wisata, daerah tujuan wisata, ekowisata, embarkasi, hotel, restoran, jasa boga, kepariwisataan, paspor, devisa, visa, pelancong, pramusaji, pramuwisata, prasmanan, bufe, sadar wisata, sapta pesona, tata graha, tour, wisatawan, paket wisata, wisatawan domestic (wisdom), dan wisatawan mancanegara (wisman). Sedangkan masalah yang muncul adalah belum maksimalnya fungsi bahasa Indonesia sebagai sarana pengungkap komponen dan produk-produk industri pariwisata.
4.2 Saran
Tujuan pembangunan pariwisata nasional adalah mewujudkan pariwisata berkesinambungan. Oleh karena itu, pengembangan pariwisata di Indonesia yang berlandaskan kebudayaan harus benar-benar dicermati. Artinya, kebudayaan Indonesia jangan sampai menjadi korban akibat pengembangan pariwisata, justru sebaliknya pariwisata harus memberikan kontribusi yang positif terhadap kebudayaan dalam arti luas, termasuk Bahasa Indonesia yang berfungsi sebagai sarana pengungkap kebudayaan Indonesia. Dalam hal ini agar pariwisata Indonesia benar-benar bercermin pada kebudayaan Indonesia perlu dipikirkan kemungkinan menggunakan Bahasa Indonesia dan bahasa asing (Inggris) secara bersama-sama. Di sinilah diperlukan kebijakan yang tegas untuk mengatur hal itu dan juga dibutuhkan suatu tanggung jawab moral oleh para pelaku pariwisata untuk menjaga dan melestarikan kebudayaan nasional.
DAFTAR PUSTAKA
Ardika, I Wayan (Penyunting). 2003. Pariwisata Budaya Berkelanjutan: Refleksi dan
Harapan di Tengah Perkembangan Global. Denpasar: Program Studi Magister
(S2) Kajian Pariwisata, Program Pascasarjana Universitas Udayana.
Damardjati, R.S. 2001. Istilah-Istilah Dunia Pariwisata. Jakarta: Pradnya Paramita.
Djajasudarma, T. Fatimah. 2001. “Fungsi Bahasa dan Budaya dalam Merekat
Persatuan Bangsa” dalam Bahasa dan Budaya Austronesia: Kumpulan
Makalah Seminar. Denpasar: Program Studi Magister dan Doktor Linguistik
Bekerjasama dengan Program Studi Magister Kajian Budaya, Pascasarjana
Universitas Udayana.
Geriya, Wayan. 1996. Pariwisata dan Dinamika Kebudayaan Lokal, Nasional,
Global: Bunga Rampai Antropologi Pariwisata. Denpasar: Upada sastra.
Halim, Amran.1980. “Fungsi dan Kedudukan Bahasa Indonesia” dalam Amran Halim
(Ed.). Politik Bahasa Nsional 2. Jakarta: PN Balai Pustaka.
Keraf, Gorys. 1980. Komposisi: Sebuah Pengantar Kemahrian Bahasa. Ende: Nusa
Indah.
Koentjaraninggrat (Ed.). 1985. Manusia dan Kebudayaan Indonesia. Jakarta:
Djambatan.
Nababan, P.W.J. 1984. Sosiolinguistik: Sebuah Pengantar. Jakarta: PT Gramedia.
Pitana, I Gde dan Putu G. Gayatri. 2005. Sosiologi Pariwisata: Kajian Sosiologi
Terhadap Struktur, Sistem, dan Dampak-Dampak Pariwisata. Yogyakarta:
Andi.
Poerwadarminta, W.J.S. 1983. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: PN Balai
Pustaka.
Sihite, Richarda. 2000. Tourism Industry (Kepariwisataan). Surabaya: SIC.
Sitindoan, G. 1984. Pengantar Linguistik dan Tata Bahasa Bahasa Indonesia.
Bandung: Pustaka Prima.
Spillane, James J. 1989. Ekonomi Pariwisata Sejarah dan Prospeknya. Cetakan II. Yogyakarta: Kanisius.
Subadra, I Nengah. 2006. “Ekowisata Hutan Mangrove dalam Pembangunan Pariwisata Berkelanjutan: Studi Kasus di Mangrove Information Center, Desa Pemogan, Kecamatan Denpasar Selatan, Kota Denpasar”. (tesis) S2 Kajian Pariwisata: Universitas Udayana.
Yoeti, Oka A. 1983. Komersialisasi Seni Budaya dalam Pariwisata. Bandung:
Angkasa.
Yoeti, Oka A. 1996. Pengantar Ilmu Pariwisata. Bandung: Angkasa.
Dengan adanya informasi yang kami sajikan tentang contoh promosi restoran dalam bahasa inggris
, harapan kami semoga anda dapat terbantu dan menjadi sebuah rujukan anda. Atau juga anda bisa melihat referensi lain kami juga yang lain dimana tidak kalah bagusnya tentang Creative Rationale Pop Mie (Final Exam Test)
. Sekian dan kami ucapkan terima kasih atas kunjungannya.
buka contoh marketing : https://daincredible.files.wordpress.com/2010/.../tugas-spr-paper.do...
No comments:
Post a Comment