Membangun Dari Pinggiran

Membangun Dari Pinggiran

buzz marketing, guerilla marketing, integrated marketing, integrated marketing communications, marketing, marketing mix, marketing news, niche marketing, sports marketing, word of mouth marketing
Membangun Dari Pinggiran

Kalau kita mau yang datar-datar saja ya kita akan datar terus tapi memang kadang-kadang perlu sebuah loncatan keberanian yang memang kalau itu diperlukan pasti itu saya putuskan, Presiden Joko Widodo, Jakarta 28 April 2015

Diperlukan sebuah lompatan untuk mengakselerasi kemajuan bangsa ini. Tanpa sebuah lompatan, bangsa ini tak akan mengalami sebuah perubahan yang signifikan di segala bidang. Salah satu lompatan yang dimaksud adalah strategi dan orientasi kebijakan. Tanpa ada perubahan strategi dan orientasi, boleh jadi kesenjangan pembangunan akan semakin melebar. Kebijakan yang urban oriented dinilai hanya menguntungkan kawasan perkotaan dan meminggirkan kawasan pedesaan, akibatnya kesenjangan antara kawasan perkotaan dengan kawasan pedesaan juga akan semakin melebar. Kebijakan yang heavy ke wilayah daratan, menjadikan kawasan laut seperti dipunggungi. Pembangunan yang lebih memprioritaskan Jawa, Sumatera dan Bali menimbulkan kesenjangan yang lebar antara kawasan Barat Indonesia dengan kawasan Timur Indonesia. Kesenjangan inilah yang menjadi tantangan bagi kita semua, tantangan bagi pemerintahan Joko Widodo.

Ada sejumlah indikator yang menggambarkan adanya kesenjangan tadi. Misalnya pembangunan yang masih terkonsentrasi di wilayah padat penduduk, seperti Jawa, Sumatera dan Bali. Bahkan data terbaru Badan Pusat Statitistik tahun 2014   menunjukkan hampir 60 persen Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia masih dihasilkan dari Pulau Jawa, 20 persen dari Pulau Sumatra, dan sisanya dihasilkan dari Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua.  Pada sisi lain, kebijakan pemerintah terkait dengan pembagian dana alokasi umum terlalu bias kepada variabel jumlah penduduk. Akibatnya, daerah yang memiliki wilayah luas dengan penduduk yang lebih sedikit dari Pulau Jawa akan mendapat dana transfer yang kecil. Sementara daerah dengan wilayah yang sangat luas karena jumlah penduduknya sedikit mendapatkan transfer dana yang sedikit pula. Wilayah yang memiliki wilayah lautan semakin terpuruk saja, pasalnya nilai transfer dana alokasi umum akan semakin kecil karena variabel luas laut sangat kecil .

Adanya ketidakseimbangan atau kesenjangan antar daerah, rupanya telah lama mendapat perhatian Presiden Joko Widodo.Untuk mengatasi kesenjangan pembangunan antar daerah, Jokowi kemudian memperkenalkan konsep membangun dari pinggiran. Membangun dari pinggiran selanjutnya menjadi salah satu program prioritas. Membangun dari pinggiran secara sederhana adalah kebijakan pembangunan yang difokuskan pada pengembangan atau pembangunan di daerah dan desa-desa yang dilakukan secara massif dan berimbang. Pembangunan di desa diharapkan bisa memberikan dampak terhadap wilayah di sekitarnya atau wilayah atasannya dalam konteks administrasi pemerintahan secara berjenjang.

Membangun dari pinggiran juga bisa dimaknai sebagai pembangunan di kawasan perbatasan. Kawasan perbatasan dinilai kurang mendapatkan perhatian dari pemerintah pusat. Padahal kawasan perbatasan memiliki posisi yang sangat strategis dari sisi geopolitik. Pada sisi yang lain membangun dari pinggiran juga bisa dimaknai dengan membangun kawasan Timur Indonesia agar seimbang atau setara dengan kawasan Barat. Saat ini kawasan Timur jauh tertinggal dibandingkan dengan kawasan Barat. Diperlukan akselerasi pembangunan di kawasan Timur agar kesenjangan pembangunan tidak semakin tinggi.

Membangun dari pinggiran sendiri tertuang dalam Sembilan program prioritas yang dikenal dengan Nawa Cita.  Nawa Cita secara ringkas adalah:
1. Menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman pada seluruh warga negara, melalui politik luar negeri bebas aktif, keamanan nasional yang terpercaya dan pembangunan pertahanan negara Tri Matra terpadu yang dilandasi kepentingan nasional dan memperkuat jati diri sebagai negara maritim.
2. Membuat pemerintah tidak absen dengan membangun tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis, dan terpercaya, dengan memberikan prioritas pada upaya memulihkan kepercayaan publik pada institusi-institusi demokrasi dengan melanjutkan konsolidasi demokrasi melalui reformasi sistem kepartaian, pemilu, dan lembaga perwakilan.
3. Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan.
4. Menolak negara lemah dengan melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat, dan terpercaya.
5.Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia melalui peningkatan kualitas pendidikan dan pelatihan dengan program "Indonesia Pintar"; serta peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan program "Indonesia Kerja" dan "Indonesia Sejahtera" dengan mendorong land reform dan program kepemilikan tanah seluas 9 hektar, program rumah kampung deret atau rumah susun murah yang disubsidi serta jaminan sosial untuk rakyat di tahun 2019.
6. Meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional sehingga bangsa Indonesia bisa maju dan bangkit bersama bangsa-bangsa Asia lainnya.
7. Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik.
8. Melakukan revolusi karakter bangsa melalui kebijakan penataan kembali kurikulum pendidikan nasional dengan mengedepankan aspek pendidikan kewarganegaraan, yang menempatkan secara proporsional aspek pendidikan, seperti pengajaran sejarah pembentukan bangsa, nilai-nilai patriotisme dan cinta Tanah Air, semangat bela negara dan budi pekerti di dalam kurikulum pendidikan Indonesia.
9. Memperteguh kebhinnekaan dan memperkuat restorasi sosial Indonesia melalui kebijakan memperkuat pendidikan kebhinnekaan dan menciptakan ruang-ruang dialog antarwarga.




Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan telah menjadi komitmen pemerintahan Joko Widodo lima tahun ke depan. Komitmen ini akan diwujudkan dengan menerapkan serangkaian kebijakan baru. Diantaranya adalah penerapan desentralisasi asimetris dan pengkajian ulang tata kelola keuangan pusat dan daerah. Kebijakan  desentralisasi   asimetris   ini  dimaksudkan    untuk   melindungi kepentingan nasional Indonesia di kawasan-kawasan perbatasan, memperkuat    daya  saing  ekonomi  Indonesia   secara  global,sekaligus untuk membantu   daerah-daerah   yang  kapasitas  berpemerintahan   belum  cukup memadai  dalam memberikan  pelayanan  publik. Dengan mengatur kembali sistem distribusi keuangan nasional  diharapkan proses pembangunan  tidak semata-mata  mengikuti  logika struktur  pemerintahan, tetapi  melihat   kondisi   dan  kebutuhan    daerah   yang  asimetris. Pemerintahan Jokowi juga berkomitmen untuk melakukan  pemerataan  pembangunan   antar wilayah:  antara Jawa dengan  luar  Jawa,  antara  wilayah  Indonesia  Barat dengan  wilayah Timur  Indonesia,  antara  Kota dengan  Desa.

Dalam konsep pembangunan dari pinggiran ini, desa menjadi salah satu sentra pembangunan dalam pemerintahan Jokowi. Akselerasi pembangunan  di desa-desa, diharapkan mampu memacu pertumbuhan dan perkembangan desa bersangkutan, serta bisa memberika multiplier effect ke wilayah di atasnya dan secara berjenjang bisa memberikan pengaruh positif bagi bangsa dan negara. Untuk mendukung optimalisasi pembangunan pedesaan pemerintah antara lain melakukan reposisi di tataran birokrasi melalui penerbitan Keputusan Presiden No No 12 Tahun 2015 tentang Kementrian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi. Sebelumnya masalah desa ditangani oleh banyak instansi pemerintah, diantaranya Kementrian Dalam Negeri dan Kementrian Pembangunan Daerah Tertinggal. Pembangunan pedesaan kini menjadi tanggungjawab Kementrian Desa, Daerah Tertinggal dan Transmigrasi. Hal-hal terkait dengan program-program pembangunan desa, monitoring program pembangunan desa, pemberdayaan masyakat desa akan dikerjakan oleh suatu Ditjen dibawah Kementerian Desa, Pembangunan Daerah tertinggal dan Transmigrasi.

Ditjen Pemberdayaan Mayarakat Desa (PMD) yang sebelumnya berada dibawah Kementerian Dalam Negeri digeser ke Kementerian Pembangunan Desa, Daerah Tertinggal dan Transmigrasi. Namun demikian untuk administrasi pemerintahan desa tetap menjadi kewenangan Kementrian Dalam Negeri.

Untuk meningkatkan keuangan desa, pada tahun 2015, pemerintah meningkatkan alokasi dana desa. Bila pada tahun anggaran 2014 dana desa Rp 9,6 triliun, pada APBN 2015 dana desa meningkat signifikan menjadi Rp 20 triliun.  Dana desa pada tahun 2015 berkisar antara Rp 240 juta-Rp 270 juta untuk setiap desa. Dana ini masih jauh dari harapan banyak pihak agar masing-masing desa mendapat kucuran dana sekitar Rp 1 miliar setiap tahun. Dengan jumlah desa saat ini sekitar 72 ribu, dibutuhkan dana tak kurang dari Rp 72 triliun untuk bisa mengucurkan bantuan Rp 1 miliar setiap desa setiap tahun. Sekalipun masih jauh dari harapan, peningkatan dana desa diharapkan mampu menginspirasi desa untuk lebih optimal lagi dalam mengejar ketertinggalan. Sejauh ini dana desa bukan satu-satunya sumber pembiayaan di desa. Selain dana desa yang berasal dari APBN, setiap desa juga mendapatkan bantuan dari pemerintah provinsi yang berasal dari APBD Provinsi, maupun pemerintah kabupaten/kota.

Membangun dari pinggiran juga bermakna membangun kawasan atau wilayah perbatasan.  Karena sebagaimana dijelaskan dimuka, membangun dari desa juga inheren kepentingan untuk melindungi kepentingan nasional Indonesia di kawasan-kawasan perbatasan. Di sisi lain, pembangunan di kawasan perbatasan dinilai masih belum optimal, sekalipun pemerintah telah mengalokasikan dana besar. Saat ini ada sekitar 187 kecamatan yang berada di wilayah perbatasan dengan negara jiran. Daerah perbatasan ini tersebar di Aceh, Kepulauan Riau, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Kalimantan Barat, Sulawesi Utara, Nusa Tenggara Timur, dan Papua. Perbatasan dengan negara tetangga tidak hanya ada di daratan, namun juga di kawasan laut. Wilayah daratan, Indonesia berbatasan dengan tiga negara yakni  Malaysia, Papua Nugini dan Timor Leste. Sementara perbatasan di wilayah lautan dengan sepuluh negara tetangga, diantaranya Malaysia, Singapura, Vietnam, Filipina, Papua Nugini, Timor Leste, India, Thailand, Australia, dan Palau. Untuk wilayah kepulauan terdapat 92 pulau terluar, delapan diantaranya berbatasan langsung dengan negara tetangga. Ke delapan pulau itu adalah pulau Kisar, Pulau Alor, Pulau Rondo, pulau Barong, pulau Dolongan, pulau Liaran, pulau Batek, dan pulau Berhala. Di pulau-pulau terluar dan pulau-pulau yang berbatasan langsung dengan negara tetangga, dijaga aparat keamanan dari TNI.

Sebelumnya, kawasan perbatasan ditangani oleh banyak sekali instansi pemerintah. Ada 27 instansi pemerintah yang menangani kawasan perbatasan. Anggaran untuk kawasan perbatasan sendiri tergolong besar yakni mencapai Rp 16,04 triliun. Namun anggaran yang besar belum mampu memberikan dampak signifikan di kawasan perbatasan. Yang terjadi kemudian adalah ketidakpuasan masyarakat di perbatasan karena wilayahnya tidak mendapatkan sentuhan pembangunan yang layak. Ancaman eksodus ke negara tetangga, seringkali mengemuka di kawasan perbatasan ini. Terkait dengan kawasan perbatasan ini, pemerintah antara lain akan mengembangkan 50 titik di daerah perbatasan yang masuk kategori tertinggal, dengan menyediakan membangun jalan baru, irigasi dan infrastruktur pendukung lainnya. Untuk wilayah Kalimantan, misalnya, pemerintah berencana membangun jalan nasional paralel sepanjang 1.700 Km.

Agar pembangunan di kawasan perbatasan bisa fokus dan optimal, pemerintah memutuskan untuk mengurangi instansi yang mengurus perbatasan. Kini hanya ada enam instansi saja yang bertanggungjawab di kawasan perbatasan. Presiden Jokowijuga memtutuskan anggaran perbatasan dibebankan kepada kementerian/lembaga yang langsung menangani masalah perbatasan sehingga hasilnya bisa terlihat. Misalnya infrastruktur mennjadi tanggung jawab kementrian pu dan pera. Dikawasan perbatasan kemen pu dan pera akan fokus pada tiga kebijakan yakni  membangun pusat-pusat pertumbuhan di perbatasan, membangun jalan di perbatasan, dan membangun kota lintas batas yang diharapkan akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang cukup signifikan.

Selanjutnya membangun dari pinggiran juga bisa dimaknai sebagai membangun wilayah Indonesia Timur.  Karena membangun dari pinggiran juga ditujukan untuk pemerataan pembangunan sekaligus mengurangi kesenjangan. Kesenjangan dimaksud antara lain kesenjangan wilayah Indonesia Barat dengan wilayah Indonesia Timur.Dengan membangun Indonesia Timur, kesenjangan dengan dua wilayah akan bisa diatasi, setidaknya dikurangi. Oleh karena itu dalam pemerintahan Joko Widodo kawasan Timur Indonesia, utamaya Sulawesi, Maluku dan Papua, mendapat perhatian khusus. Perhatian khusus ini tercermin dari tingginya alokasi anggaran yang dikucurkan untuk tiga wilayah itu pada tahun 2015 dibandingkan dengan tahun tahun sebelumnya. Di sisi yang lain, kawasan Timur Indonesia juga masuk dalam serangkaian program prioritas pemerintah, baik di bidang infrastruktur, pengembangan industri petrokimia, industri migas, industri pangan, industri perikanan,  pengembangan kawasan ekonomi terpadu, kawasan pertumbuhan baru dan klaster ekonomi. Yang tak kalah menariknya adalah konsep tol laut yang digagas Presiden Joko Widodo, dikembangkan untuk melancarkan arus distribusi barang dan logistik di wilayah Timur Indonesia. Kelancaran arus distribusi barang dan logistik, diharapkan mampu menekan biaya logistik di kawasan Timur Indonesia. Dengan biaya logistik yang murah, diharapkan harga-harga di kawasan Timur Indonesia akan semakin murah pula.

Guna mengatasi kesenjangan dimaksud diterapkan pendekatan konektivitas. Program tol laut adalah penguatan konektivitas antar wilayah di Indonesia menggunakan jalur laut. Akan tetapi apabila memperhatikan implementasi tol laut, penguatan konektivitas tidak hanya dilakukan di laut saja, melainkan juga di darat dan di udara. Penguatan konektivitas akan dilakukan dengan mengintergasikan seluruh moda transportasi yang ada. Ini juga berarti penguatan konektivitas akan didukung dengan pembangunan saranan dan prasarana untuk moda transportasi terintegrasi tadi. Pembangunan jalan atau peningkatan kapasitas jalan menjadi salah satu elemen penting untuk mendukung program tol laut dan penguatan konektivitas nasional, sekaligus implementasi dari program membangun dari pinggiran.

Sejauh ini, pembangunan pinggiran tidaklah berdiri sendiri. Ia terkait dengan program prioritas yang lain. Misalnya penerapan kebijakan desentralisasi asimetris juga ditujukan untuk memperkuat atau meningkatkan daya saing. Pada butir enam Nawa Cita, pemerintah juga berkomitmen meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional sehingga bangsa Indonesia bisa maju dan bangkit bersama bangsa-bangsa Asia lainnya. Dengan demikian ada keterkaitan antara butir ketiga Nawa Cita dengan butir ke enam Nawa Cita. Keterkaitan menjadi semakin kuat karena ada kesamaan kebijakan yang diterapkan guna mendukung terwujudnya dua program prioritas dimaksud. Untuk mendukung program  peningkatan produktivitas dan daya saing, pemerintah akan melakukan akselerasi dalam penyediaan infrastruktur yang dibutuhkan. Misalnya pembangunan jalan baru, peningkatan kualitas jalan yang ada, revitalisasi dan pembangunan pelabuhan, serta revitalisasi dan pembangunan pelabuhan udara atau Bandar udara. Untuk menopang peningkatan produktivitas dan daya saing, salah satu kebijakan yang diterapkan adalah membangun konektivitas yang terintegrasi. Dengan demikian, konektivitas antar daerah atau antar wilayah menjadi salah satu simpul penopangnya. Sehingga diperlukan pengembangan sistem  transportasi   umum  massal  terintegrasi  yang  berimbang   baik  di lautan, udara   maupun   darat. Di sisi yang lain,  dalam meningkatkan daya  saing  ini, pemerintah   akan  memanfaatkan  potensi  yang  belum tergarap  dengan  baik tetapi memberi  peluang  besar  untuk  meningkatkan akselerasi  pertumbuhan    ekonomi  nasional,  yakni,  industri   manufaktur, industri  pangan, sektor maritim, dan pariwisata.

Selanjutnya, peningkatan produktivitas dan daya saing dan pembangunan dari pinggiran, diharapkan akan memberikan kontribusi yang positif bagi kemandirian ekonomi. Karena pada butir ketujuh Nawa Cita, pemerintah berkomitmen untuk mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik. Untuk mewujudkan kemandirian ekonomi, pemerintah akan fokus pada upaya mewujudkan  kemandirian pangan dan energi. Kemandirian ekonomi juga membutuhkan antara lain dukungan infrastruktur yang memadai serta konektivitas yang juga memadai. Dengan demikian keberhasilan strategi dan kebijakan pembangunan yang diterapkan pemerintahan Joko Widodo amat bergantung pada sejauhmana infrastruktur dan konektivitas mampu mendukung strategi dan kebijakan tersebut

buka contoh marketing : http://www.babakbaru.id/2015/07/membangun-dari-pinggiran.html

No comments:

Post a Comment